Rumusan Masalah Tujuan dan Manfaat Penulisan Keaslian Penulisan Sistematika Penulisan

Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 menjadi alasan pilihan kasus trafiking terpaksa tidak dilaporkan. Proses pengadilan ini dirasakan sebagai beban yang berat, karena biaya transport yang harus dikeluarkan korban untuk memenuhi proses tersebut. Selain itu publikasi yang dilakukan media terkadang melupakan kerahasiaan identitas korban, sehingga ada kekhawatiran jika masalahnya dilaporkan kepada polisi maka akan tercium oleh media dan akan dipublikasikan. Situasi ini dapat menempatkan korban sebagai korban baru dari tindakan kekerasan psikis yang dilakukan oleh media atau sanksi sosial yang diterima karena adanya pemberitaan tersebut.

B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi permasalahan dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana fenomena Tindak Pidana Perdagangan Orang yang terjadi di Propinsi Sumatera Utara? 2. Bagaimana peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang di Propinsi Sumatera Utara? 3. Bagaimana posisi Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara mengatasi hambatan dalam penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui : 1. Fenomena Tindak Perdagangan Orang yang terjadi di Propinsi Sumatera Utara. Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 2. Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang di Propinsi Sumatera Utara. 3. Posisi Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara mengatasi hambatan dalam penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Manfaat Penulisan : 1. Secara teoritis hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan konsep ilmiah yang diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan hukum pidana di Indonesia. 2. Secara patriarkis hasil penelitian ini diharapkan dapat memperoleh gambaran tentang perkembangan perdagangan orang khususnya wanita dan anak di propinsi Sumatera Utara.

D. Keaslian Penulisan

Penulisan ini tentang “Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang di Propinsi Sumatera Utara”. Berdasarkan penelusuran kepustakaan dan studi kasus sepanjang yang diketahui belum dilakukan penulisan, oleh karena itu penulisan ini asli. Bila ternyata skripsi yang sama dengan skripsi ini sebelum dibuat, penulis bertanggung jawab sepenuhnya.

E. Tinjauan Kepustakaan

Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009

1. Pengertian Tindak Pidana Perdagangan Orang

Definisi perdagangan perempuan dan anak yang tertuang dalam Keputusan Presiden RI No. 88 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak, yang menyatakan : “Perdagangan perempuan dan anak adalah segala tindakan pelaku trafficker yang mengandung salah satu atau lebih tindakan perekrutan, pengangkutan antar daerah dan antar negara, pemindahtanganan, pemberangkatan, penerimaan dan penampungan sementara atau di tempat tujuan, perempuan dan anak, dengan cara ancaman, penggunaan kekerasan verbal dan fisik, penculikan, penipuan, tipu muslihat, memanfaatkan posisi kerentanan misalnya ketika seseorang tidak memiliki pilihan lain, terisolasi, ketergantungan obat, jebakan hutang, dan lai-lain, memberikan atau menerima pembayaran atau keuntungan, dimana perempuan dan anak digunakan untuk tujuan pelacuran dan eksploitasi seksual termasuk phaedopilia, buruh migran legal maupun ilegal, adopsi anak, pekerjaan jermal, pengantin pesanan, pembantu rumah tangga, mengemis, industri pornografi, pengedaran obat terlarang dan penjualan organ tubuh serta bentuk- bentuk eksploitasi lainnya.” Suatu langkah maju Pemerintah Propinsi Sumatera Utara telah melahirkan suatu Peraturan Daerah Trafiking disahkan pada tanggal 6 Juli 2004, oleh Gubernur Propinsi Sumatera Utara, T. Rizal Nurdin alm dan diundangkan pada tanggal 26 Juli 2004. 8 8 Chairul Bariah Mozasa, op.cit., hal. 48. Dalam Pasal 1 huruf O Perdagangan Trafiking Perempuan dan Anak adalah tindak pidana atau perbuatan yang memenuhi salah satu atau lebih unsur-unsur perekrutan, penyerahterimaan perempuan dan anak Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, penipuan, penculikan, penyekapan, penyalahgunaan kekuasaan, pemanfaatan posisi kerentanan atau penjeratan hutang untuk tujuan dan atau berakibat mengeksploitasi perempuan dan anak. Pasal 1 huruf i UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan hutang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi. Perdagangan manusia yang menonjol terjadi khususnya yang dikaitkan dengan perempuan dan kegiatan industri seksual, baru mulai menjadi perhatian masyarakat melalui media masa pada beberapa tahun terakhir ini, tentu saja sama sekali hal ini tidak dapat disimpulkan bahwa sebelumnya fenomena ini tidak terjadi. Komunitas internasional masih menenggarai adanya kegiatan setara dalam bentuknya yang lebih “modern” yang kemudian dinamakan sebagai bentuk- bentuk perbudakan kontemporer comtemporary forms of slavery. Demikian seriusnya masalah ini, sehingga PBB melalui Office of The high Commissioner of Human Rights mengeluarkan Fact Sheet No. 14 dengan judul yang sama, Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 Comtemporary forms of Slavery. Perilaku yang termasuk dalam kategori ini adalah : 9 a. Perdagangan anak-anak b. Prostitusi anak c. Pornografi anak d. Eksploitasi pekeja anak e. Mutilasi seksual terhadap anak perempuan f. Pelibatan anak dalam konflik bersenjata g. Perhambaan h. Perdagangan manusia i. Perdagangan organ tubuh manusia j. Eksploitasi untuk pelacuran, dan k. Sejumlah kegiatan di bawah rezim apartheid dan penjajahan

2. Ketentuan Pidana Dalam Beberapa Peraturan Perundang-undangan

a. Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP

Pasal 296 menyatakan “Barangsiapa yang pencahariannya atau kebiasaannya yaitu dengan sengaja mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain dihukum penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 15.000,00“ 9 http:www.google.co.idsearch?hl=idclient=firefoxachannel=srls=org.mozilla:enU S:officialsa=Xoi=spellresnum=1ct=resultcd=1q=Unit+program+perlindungan+aksis pell=1 ICW-KOMNAS PEREMPUAN-ELSAM, Diakses pada tanggal 11 September 2008 Pukul 19.25 WIB Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 Pasal 297 menyatakan “Memperniagakan perempuan dan memperniagakan laki-laki yang belum dewasa, dihukum penjara selama-lamanya enam tahun.” Pasal 298 menyatakan dalam ayat 1 “Pada waktu menjatuhkan hukuman karena satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 281, 284-290 dan 292-297, maka dapat dijatuhkan hukuman penjatuhan hak yang tersebut dalam pasal 35 No. 1-5.” Dan dalam ayat 2 dikatakan “Kalau sitersalah melakukan salah satu kejahatan yang ditersangkakan dalam pasal 292-297 dalam pekerjaannya, dapat ia dipecat dari pekerjaannya.”

b. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Pasal 20 Bagian Kelima Hak Atas Kebebasan Pribadi menyatakan : 1 Tidak seorangpun boleh diperbudak atau diperhamba 2 Perbudakan atau perhambaan, perdagangan budak, perdagangan wanita, dan segala perbuatan berupa apapun yang tujuannya serupa, dilarang. Pasal 65 menyatakan : “Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dan kegiatan eksploitasi dan pelecehan seksual, penculikan, perdagangan anak, serta dari berbagai bentuk penyalahgunaan narkotik, psikotropika dan zat adiktif lainnya.”

c. Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi

Manusia Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 Pasal 9 menyatakan “ Kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana dalam Pasal 7 huruf b adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa : a pembunuhan; b pemusnahan; c perbudakan; d pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa; e perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar asas-asas ketentuan pokok hukum internasional; f penyiksaan; g perkosa, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan lain yang setara; h penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik , ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasaan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional; i penghilangan orang secara paksa; j kejahatan apartheid.” Pasal 38 menyatakan “Setiap orang yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c, dipidana dengan pidaana penjara paling lama 15 lima belas tahun dan paling singkat 5 lima tahun.” Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 Pasal 40 menyatakan “ Setiap orang yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf g, h atau i dipidana dengan pidana penjara paling lama 20 dua puluh tahun dan paling singkat 10 sepuluh tahun.”

d. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Pembentukan UU Perlindungan anak ini didasarkan atas pertimbangan bahwa anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara perlindungan anak masa depan. Penyelenggaraan perlindungan anak ini dilakukan berasaskan pada: 10 1 Dasar Filosofis, Pancasila yang merupakan dasar kegiatan dalam berbagai bidang kehidupan keluarga, bermasyarakat, berbangsa dan berbegara dan merupakan dasar filosofis dalam pelaksanaan penegakan perlindungan anak di Indonesia; 2 Dasar Yuridis, Undang-Undang Dasar 1945 dan berbagai peraturan perundang-undangan anak lainnya yang berlaku. Pnerapan dasar yuridis ini harus secara integratif yaitu penerapan terpadu menyangkut peraturan perundang-undangan dari berbagai bidang hukum yang berkaitan; 3 Dasar Etis, Prinsip-prinsip Dasar Konvensi Hak-hak anak, pelaksanaan perlindungan anak harus sesuai dengan etika dan potensi yang berkaitan untuk mencegah pelaku menyimpang dalam pelaksanaan kewenangan, kekuasaan, dan kekuatan dalam pelaksanaan perlindungan anak. Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 Didalam Undang-Undang Perlindungan anak ini disebutkan bahwa anak wajib dilindungi dari perlakuan-perlakuan : a Diskriminasi yakni perlakuan membeda-bedakan jenis kelamin, ras, agama, status hukum anak b Eksploitasi yakni tindakan memperalat ataupun memeras anak c Penelantaran yakni dengan sengaja mengabaikan perawatan dan pengurusan anak d Kekejaman yakni tindakan yang keji, bengis, dan tidak menaruh belas kasihan pada anak e Kekerasan dan penganiayaan yakni perbuatan mencederai, melukai anak baik fisik, mental, dan sosial f Ketidakadilan yaitu kesewenang-wenangan terhadap anak g Perlakuan salah lainnya yakni perbuatan cabul terhadap anak Pasal 78 menyebutkan : “Setiap orang yang mengetahui dan sengaja membiarkan anak dalam situasi darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang tereksploitasi secara ekonomi danatau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya napza, anak korban penculikan, anak korban perdagangan, atau anak korban kekerasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, padahal anak tersebut memerlukan pertolongan dan harus dibantu, dipidana 10 Yayasan Pusaka Indonesia, Membangun Kekuatan di Atas Ketidakpastian Perlindungan Hukum, Penerbit YPI, Medan, 2005, hal. 63 Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun danatau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 seratus juta rupiah.” Pasal 83 menyatakan “ Setiap orang yang memperdagangkan, menjual atau menculik anak untuk diri sendiri atau untuk dijual, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 lima belas tahun dan paling singkat 3 tiga tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 enam puluh juta rupiah” Pasal 85 ayat 1 menyatakan “Setiap orang yang melakukan jual beli organ tubuh danatau jaringan tubuh anak dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 lima belas tahun danatau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah”

e. Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Perdagangan Orang Undang-Undang No. 21 tahun 2007 merupakan produk hukum pemerintah yang khusus mengatur pemberantasan tindak pidana perdagangan orang. Undang- undang ini sebagai alat negara untuk memberi upaya perlindungan hukum bagi warganya dan untuk memberi hukuman yang setimpal bagi para pelaku trafiking. Adapun unsur-unsur tindak pidana perdagangan orang sebagai mana termaktub dalam Undang-Unang Pmberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang atau yang disingkat dengan UUPTPPO Pasal 2 ayat 1 dan 2 adalah : a Setiap orang; Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi yang melakukan tindak pidana perdagangan orang. Sedangkan yang dimaksud dengan korporasi adalah kumpulan orang danatau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. b Yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang; Perekrutan adalah tindakan yang meliputi mengajak, mengumpulkan, membawa, atau memisahkan seseorang dari keluarga atau komunitasnya. Yang dimaksud dengan pengiriman adalah tindakan memberangkatkan atau melabuhkan seseorang dari satu tempat ke tempat lain. c Dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasaan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain; Kekerasan adalah setiap perbuatan secara melawan hukum, dengan atau tanpa menggunakan sarana terhadap fisik dan psikis yang menimbulkan bahaya bagi nyawa, badan, atau menimbulkan terampasnya kemerdekaan seseorang. Ancaman kekerasan adalah setiap perbuatan secara melawan hukum berupa ucapan, tulisan, gambar, simbol, atau gerakan tubuh, baik atau dengan tanpa menggunakan sarana yang menimbulkan rasa takut atau mengekang Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 kebebasan hakiki seseorang. Yang dimaksud dengan penjeratan utang adalah perbuatan menempatkan orang dalam status atau keadaan menjaminkan atau terpaksa menjaminkan dirinya atau keluarganya atau orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya, atau jasa pribadinya sebagai bentuk pelunasan utang. d untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah negara Republik Indonesia. Adapun ruang lingkup berlakunya UUPTPPO sebagaimana tercantum dari pasal-pasal yang ada dalam UUPTPPO adalah terhadap tindak pidana sebagai berikut : 1. Tindak pidana perdagangan orang yang dilakukan baik di wilayah Indonesia maupun ke luar wilayah Indonesia diatur dalam pasal- pasal UUPTPPO sebagai berikut : a Pasal 2 ayat 1 yang menyatakan “Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah negara Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tiga tahun dan paling lama 15 lima belas tahun dan pidana denda Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 paling sedikit Rp120.000.000,00 seratus dua puluh juta rupiah dan paling banyak Rp600.000.000,00 enam ratus juta rupiah. b Pasal 3 menyatakan Setiap orang yang memasukkan orang ke wilayah negara Republik Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi di wilayah Republik Indonesia atau dieksploitasi di negara lain dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tiga tahun dan paling lama 15 lima belas tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 120.000.000,00 seratus dua puluh juta rupiah dan paling banyak Rp 600.000.000,00 enam ratus juta rupiah. c Pasal 4 menyatakan Setiap orang yang membawa warga negara Indonesia ke luar wilayah negara Republik Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi di luar wilayah negara Republik Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tiga tahun dan paling lama 15 lima belas tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 120.000.000,00 seratus dua puluh juta rupiah dan paling banyak Rp 600.000.000,00 enam ratus juta rupiah. d Pasal 5 menyatakan Setiap orang yang melakukan pengangkatan anak dengan menjanjikan atau memberikan sesuatu atau memberikan sesuatu dengan maksud untuk dieksploitasi dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tiga tahun dan paling lama 15 lima belas tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 120.000.000,00 seratus dua puluh juta rupiah dan paling banyak Rp 600.000.000,00 enam ratus juta rupiah. Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 e Pasal 6 menyatakan Setiap orang yang melakukan pengiriman anak ke dalam atau ke luar negeri dengan cara apapun yang mengakibatkan anak tersebut tereksploitasi dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tiga tahun dan paling lama 15 lima belas tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 120.000.000,00 seratus dua puluh juta rupiah dan paling banyak Rp 600.000.000,00 enam ratus juta rupiah. f Pasal 7 ayat 1 menyatakan Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 6 mengakibatkan korban menderita luka berat, gangguan jiwa berat, penyakit menular lainnya yang membahayakan jiwanya, kehamilan, atau terganggu atau hilangnya fungsi reproduksinya, maka ancaman pidananya ditambah 13 sepertiga dari ancaman pidana dalam Pasal 2 ayat 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6. Dan dalam ayat 2 menyatakan Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 lima tahun dan paling lama penjara seumur hidup dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 dua ratus juta rupiah dan paling banyak Rp 5.000.000.000,00 lima milyar rupiah. g Pasal 8 ayat 1 menyatakan “Setiap penyelenggara negara yang menyalahgunakan kekuasaan yang mengakibatkan terjadinya tindak pidana perdagangan orang sebagaimana dimaksud dalam Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 maka pidananya ditambah 13 sepertiga dari ancaman pidana dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6”. Dalam ayat 2 dinyatakan “Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 pelaku dapat dikenakan pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak dengan hormat dari jabatannya”. Pada ayat 3 dikatakan “Pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dicantumkan sekaligus dalam amar putusan pengadilan”. h Pasal 9 menyatakan “Setiap orang yang berusaha menggerakkan orang lain supaya melakukan tindak pidana perdagangan orang, dan tindak pidana itu terjadi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 satu tahun dan paling lama 6 enam tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 40.000.000,00 empat puluh juta rupiah dan paling banyak Rp 240.000.000,00 dua ratus empat puluh juta rupiah”. i Pasal 10 menyatakan “Setiap orang yang membantu atau melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana perdagangan orang, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6”. j Pasal 11 menyatakan “Setiap orang yang merencanakan atau melakukan permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana perdagangan orang, dipidana dengan pidana yang sama sebagai Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 pelaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6”. k Pasal 12 menyatakan “Setiap orang yang menggunakan atau memanfaatkan korban tindak pidana perdagangan orang dengan cara melakukan persetubuhan atau perbuatan cabul lainnya dengan korban tindak pidana perdagangan orang, mempekerjakan korban tindak pidana perdagangan orang untuk meneruskan praktik eksploitasi, atau mengambil keuntungan dari hasil tindak pidana perdagangan orang dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6”. l Pasal 13 ayat 1 menyatakan “Tindak pidana perdagangan orang dianggap dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang yang bertindak untuk danatau atas nama korporasi atau untuk kepentingan korporasi, baik berdasarkan hubungan kerja maupun hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama”. Dalam ayat 2 dinyatakan “Dalam hal tindak pidana perdagangan orang dilakukan oleh suatu korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1, maka penyidikan, penuntutan, dan pemidanaan dilakukan terhadap korporasi danatau pengurusnya”. m Pasal 14 menyatakan “Dalam hal panggilan terhadap korporasi, maka pemanggilan untuk menghadap dan penyerahan surat Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 panggilan disampaikan kepada pengurus di tempat pengurus berkantor, di tempat korporasi itu beroperasi, atau di tempat tinggal pengurus”. n Pasal 15 ayat 1 menyatakan “Dalam hal tindak pidana perdagangan orang dilakukan oleh suatu korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 tiga kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6”. Dalam ayat 2 dinyatakan “Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat 1, korporasi dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa : a. pencabutan izin usaha; b. perampasan kekayaan hasil tindak pidana; c. pencabutan status badan hukum; d. pemecatan pengurus; danatau e. pelarangan kepada pengurus tersebut untuk mendirikan korporasi dalam bidang usaha yang sama”. o Pasal 16 menyatakan “Dalam hal tindak pidana perdagangan orang dilakukan oleh kelompok yang terorganisasi, maka setiap pelaku tindak pidana perdagangan orang dalam kelompok yang terorganisasi tersebut dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ditambah 13 sepertiga”. Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 p Pasal 17 menyatakan “Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4 dilakukan terhadap anak, maka ancaman pidananya ditambah 13 sepertiga”. q Pasal 18 menyatakan “Korban yang melakukan tindak pidana karena dipaksa oleh pelaku tindak pidana perdagangan orang, tidak dipidana”. 2. Tindak pidana lainnya yang dilakukan berkaitan dengan tindak pidana perdagangan orang, seperti pemalsuan dokumen; kesaksian palsu; penyerangan saksi danataupun petugas; merintangi berjalannya proses penegakan hukum; membantu pelaku tindak pidana dalam pelarian; dan ataupun membocorkan informasi tentang saksi. Pengaturan tersebut dapat dilihat pada pasal-pasal sebagai berikut : a. Pasal 19 menyatakan “Setiap orang yang memberikan atau memasukkan keterangan palsu pada dokumen negara atau dokumen lain atau memalsukan dokumen negara atau dokumen lain untuk mempermudah terjdinya tindak pidana perdagangan orang, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 satu tahun dan paling lama 7 tujuh tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 40.000.000,00 empat puluh juta rupiah dan paling banyak Rp 280.000.000,00 dua ratus delapan puluh juta rupiah”. b. Pasal 20 menyatakan “Setiap orang yang memberikan kesaksian palsu, menyampaikan alat bukti palsu atau barang bukti palsu, atau mempengaruhi saksi secara melawan hukum di sidang pengadilan Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 tindak pidana perdagangan orang, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 satu tahun dan paling lama 7 tujuh tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 40.000.000,00 empat puluh juta rupiah dan paling banyak Rp 280.000.000,00 dua ratus delapan puluh juta rupiah”. c. Pasal 21 ayat 1 menyatakan “Setiap orang yang melakukan penyerangan fisik terhadap saksi atau petugas di persidangan dalam perkara tindak pidana perdagangan orang, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 satu tahun dan paling lama 5 lima tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 40.000.000,00 empat puluh juta rupiah dan paling banyak Rp 200.000.000,00 dua ratus juta rupiah”. Dalam ayat 2 dinyatakan “Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mengakibatkan saksi atau petugas di persidangan luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 dua tahun dan paling lama 10 sepuluh tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 80.000.000,00 delapan puluh juta rupiah dan paling banyak Rp 400.000.000,00 empat ratus juta rupiah. Dalam ayat 3 tiga dinyatakan “Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mengakibatkan saksi atau petugas di persidangan mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tiga tahun dan paling lama 15 lima belas tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 120.000.000,00 seratus dua puluh juta rupiah dan paling banyak Rp 600.000.000,00 enam ratus juta rupiah”. Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 d. Pasal 22 menyatakan “Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka, terdakwa, atau saksi dalam perkara perdagangan orang, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 satu tahun dan paling lama 5 lima tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 40.000.000,00 empat puluh juta rupiah dan paling banyak Rp 200.000.000,00 dua ratus juta rupiah”. e. Pasal 23 menyatakan “Setiap orang yang membantu pelarian pelaku tindak pidana perdagangan orang dari proses peradilan pidana dengan : a. memberikan atau meminjamkan uang, barang, atau harta kekayaan lainnya kepada pelaku; b. menyediakan tempat tinggal bagi pelaku; c. menyembunyikan pelaku; atau d. menyembunyikan informasi keberadaan pelaku, e. dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 satu tahun dan paling lama 5 lima tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 40.000.000,00 empat puluh juta rupiah dan paling banyak Rp 200.000.000,00 dua ratus juta rupiah”. f. Pasal 24 menyatakan “Setiap orang yang memberitahukan identitas saksi atau korban padahal kepadanya telah diberitahukan, bahwa identitas saksi atau korban tersebut harus dirahasiakan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tiga tahun dan paling Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 lama 7 tujuh tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 120.000.000,00 seratus dua puluh juta dan paling banyak Rp 280.000.000,00 dua ratus delapan puluh juta rupiah”. g. Pasal 25 menyatakan “Jika terpidana tidak mampu membayar pidana denda maka terpidana dapat dijatuhi pidana pengganti kurungan paling lama 1 satu tahun”. h. Pasal 26 menyatakan “Persetujuan korban perdagangan orang tidak menghilangkan penuntutan tindak pidana perdagangan orang”. i. Pasal 27 menyatakan “Pelaku tindak pidana perdagangan orang kehilangan hak tagihnya atas utang atau perjanjian lainnya terhadap korban, jika utang atau perjanjian lainnya tersebut digunakan untuk mengeksploitasi korban”. Adapun sanksi pidana yang diatur dalam UUPTPPO pada dasarnya terbagi atas 3 klasifikasi : 1 Pidana penjara Pidana penjara yang diatur pada pasal-pasal yang bervariasi dari mulai penjara selama 1 tahun hingga pidana seumur hidup sesuai dengan pelanggaran pasal-pasal yang ada dalam UUPTPPO. 2 Pidana denda Setiap pelanggaran terhadap pasal-pasal dalam UUPTPPO juga dikenakan pidana denda yang jumlahnya mulai dari Rp 40.000.000,00 empat puluh juta rupiah sampai dengan Rp 15.000.000.000,00 lima belas milyar rupiah. Mengenai besar kecilnya denda yang diterima pelaku adalah berdasarkan pasal yang dilanggarnya. Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 3 Pidana tambahan Di dalam UUPTPPO juga diatur suatu mekanisme pemberatan hukuman yang dinyatakan sebagai pidana tambahan, dimana pemberatan tersebut ditujukan bagi pelaku tindak pidana perdagangan orang dengan kualifikasi sebagai berikut : a. Bagi pelaku tindak pidana perdagangan orang yang merupakan pejabat pemerintah maka hukumannya ditambahkan dengan sanksi pemberhentian secara tidak hormat pemecatan, yang diatur dalam Pasal 8 ayat 2 UUPTPPO. b. Bagi pelaku tindak pidana perdagangan orang yang merupakan suatu korporasi maka hukumannya selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 tiga kali dari pidana denda dan korporasi dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha, perampasan hasil tindak pidana, pencabutan ststus badan hukum, pemecatan pengurus, danatau pelarangan kepada pengurus tersebut untuk mendirikan korporasi dalam bidang usaha yang sama, yang diatur dalam Pasal 15 ayat 2.

3. Dasar Hukum Pembentukan Biro Pemberdayaan Perempuan

Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Utara No. 2 Tahun 2001 tentang Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 Sumatera Utara yang termaktub dalam Bagian Keempatbelas Pasal 16. Dan daalam Lembaran Daerah Propinsi Sumatera Utara No. 35 Tahun 2002 Keputusan Gubernur Sumatera Utara No. 061.1-855.K Tahun 2002 tentang Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Sumatera Utara yang termaktub dalam Bab II bagian ketigabelas pasal 64.

4. Kedudukan Biro Pemberdayaan Perempuan

Pasal 16 ayat 1 Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Utara No. 2 Tahun 2001 tentang Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Sumatera Utara menyebutkan Biro Pemberdayaan Perempuan adalah unsur Staf Sekretariat Daerah, yang dipimpin oleh seorang Kepala Biro, berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Sekretariat Daerah melalui Asisten Pembinaan Hukum dan Sosial.

5. Tugas, Fungsi, Struktur Organisasi dan Visi serta Misi Biro

Pemberdayaan Perempuan

a. Tugas

Dalam Pasal 16 ayat 2 Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Utara No. 2 Tahun 2001 tentang Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Sumatera Utara menyatakan Biro Pemberdayaan perempuan mempunyai tugas membantu menyusun konsep kebijakan Kepala Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 Daerah dalam rangka pemberdayaan perempuan, koordinasi dan pengendalian atas pelaksanaannya.

b. Fungsi

Dalam Pasal 16 ayat 3 Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Utara No. 2 Tahun 2001 tentang Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Sumatera Utara dikatakan untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat 2 pasal ini, Biro Pemberdayaan Perempuan menyelenggarakan fungsi-fungsi : 1 Menyiapkan konsep kebijakan Kepala Daerah dalam rangka pemberdayaan perempuan yang meliputi peningkatan kemandirian, peran dan perlindungan perempuan serta peningkatan peran masyarakat. 2 Melakukan koordinasi, kerjasama, monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan-kebijakan dalam Pemberdayaan Perempuan.

c. Struktur Organisasi

Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Utara No. 2 Tahun 2001 tentang Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Sumatera Utara dikatakan untuk melaksanakan tugas dan fungsi yang dimaksud, Kepala Biro Pemberdayaan Perempuan dibantu oleh : a. Bagian Program dan Umum, terdiri dari : 1 Sub Bagian Program dan Evaluasi 2 Sub Bagian Tata Usaha Biro b. Bagian Peningkatan Peran Perempuan, terdiri dari : 1 Sub Bagian Sumber Daya dan Kemandirian 2 Sub Bagian BantuanPerlindungan Perempuan Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 c. Bagian Peningkatan Peran Serta Masyarakat, terdiri dari : 1 Sub Bagian Kordinasi dan Kerjasama Pemberdayaan 2 Sub Bagian Peran Serta Masyarakat.

d. Visi

Pernyataan Visi adalah jawaban dari pertanyaan “Menjadi apa yang diinginkan” What do we want to become. Pernyataan visi juga memikirkan tentang “Apa tugas atau misi dimasa datang” What is our business or mission in the future. Secara sederhana visi adalah gambaran tentang masa depan yang realistis yang dipilih dan ingin diwujudkan dalam kurun waktu tertentu. Berdasarkan batasan tersebut, visi Biro Pemberdayaan Perempuan Setdapropsu selama 4 empat tahun kedepan atau sampai tahun 2009 adalah: “Menjadi Penggerak Untuk Terwujudnya Kesadaran Aparat dan Publik Akan Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam keluarga, Masyarakat dan Negara Tahun 2009.” e. Misi Untuk merealisasi Visi Biro Pemberdayaan Perempuan dan memberikan gambaran yang jelas tentang usaha dan upaya yang harus dilakukan untuk mencapai Visi tersebut maka dirumuskan misi Biro Pemberdayaan Perempuan Setdapropsu, sebagai berikut : 1 Mengembangkan kapasitas kelembagaan Pengarusutamaan Gender capacity building. 2 Meningkatkan kesadaran aparat dan masyarakat public awearness. 3 Membangun jaringan kerja pemberdayaan perempuan networking building. Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009

F. Metode Penelitian 1.

Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif analitis yaitu menggambarkan dan menganalisis permasalahan yang bertujuan untuk mendeskriptifkan secara konkrit tentang ruang lingkup perdagangan orang dan perkembangannya. Metode deskriptif analitis adalah suatu metode yang dapat digunakan untuk meneliti sekelompok manusia, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk membuat deskriptif, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. 11

2. Sumber Data

Pendekatan penelitian yang dilakukan adalah pendekatan normatif yaitu penelitian dilakukan dengan cara lebih dahulu meneliti bahan-bahan perpustakaan hukum yang berhubungan dengan permasalahan dan pendekatan sosiologis yang melihat kenyataan-kenyataan yang ada dalam masyarakat. Secara umum dalam penelitian yang dijadikan sebagai bahan dalam pengolahan data, bersumber dari : 12 a. Bahan hukum primer, yakni bahan-bahan hukum yang mengikat, dan terdiri dari: 1 Norma atau kaedah dasar, yakni Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, 11 M.Manullang, Pedoman Teknis Menulis Skripsi, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2004, hal. 35 Dikutip dari: Moh. Nazir, Metode Penelitian, Ghalik Indonesia, Jakarta, 1985, hal. 63. 12 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2005, hal. 52 Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 2 Peraturan Dasar, i. Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945 ii. Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat. 3 Peraturan Perundang-undangan: i. Undang-Undang dan Peraturan yang setaraf; ii. Peraturan Pemerintah dan peraturan yang setaraf; iii. Keputusan Presiden dan peraturan yang setaraf; iv. Keputusan Menteri dan peraturan yang setaraf; v. Peraturan-peraturan daerah. 4 Bahan hukum yang tidak dikodifikasi, seperti hukum adat, 5 Yurisprudensi, 6 Traktat, 7 Bahan hukum dari zaman penjajahan yang hingga kini masih berlaku, seperti misalnya, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti misalnya, rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitan, hasil karya dari kalangan hukum, dan seterusnya. c. Bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder; contohnya adalah kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan seterusnya. Penelitian ini adapun yang menjadi bahan hukumnya adalah data sekunder sedangkan sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari penelitian hukum normatif dengan metode pendekatan empiris sedangkan bahan hukum primer Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 diperoleh dari penelitian lapangan yaitu dengan melalui wawancara pada Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara, korban serta LSM.

3. Analisis Data

Dalam penulisan skripsi ini segala data yang telah diperoleh oleh penulis kemudian dianalisis secara analitis kualitif untuk menjawab segala permasalahan di dalam skripsi ini, yang kemudian analisis analitis kualitif tersebut akan membantu penulis membuat suatu kesimpulan yang benar. Analitis kualitatif memusatkan perhatiannya pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan manusia, atau pola-pola yang dianalisis gejala-gejala sosial budaya dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai pola-pola yang berlaku. 13 Bab II : FENOMENA TERJADINYA TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI PROPINSI SUMATERA UTARA yang menjelaskan tentang: Modus terjadinya Tindak Pidana Perdagangan Orang di Propinsi Sumatera Utara yaitu dengan janji-janji indah dan kekerasan atau paksaan. Dan

G. Sistematika Penulisan

Bab I : PENDAHULUAN yang terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan serta gambaran singkat tentang isi skripsi. 13 Burhan Ashsofa, Metode Penelitiaan Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2001, hal. 21 Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 mengenai Bentuk-bentuk Tindak Pidana Perdagangan Orang yaitu penjualan anak dan bayi, penyelundupan manusia, migrasi dengan tekanan, prostitusi anak perempuan dan laki-laki, kerja paksa seks dan eksploitasi seks di luar maupun di wilayah Indonesia, Pembantu Rumah Tangga baik di luar ataupun di wilayah Indonesia, Penari, Penghibur dan Pertukaran Budaya, Perbudakan berkedok pernikahan dan pengantin pesanan, Jermal dan Perdagangan narkotika Internasional. Bab III : PERAN BIRO PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PROPINSI SUMATERA UTARA DALAM TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI PROPINSI SUMATERA UTARA yang berisikan tentang Kedudukan dan Tugas Biro Pemberdayaan Perempuan Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang, Produk Hukum yang diterbitkan Biro Pemberdayaan Perempuan di Propinsi Sumatera Utara Tentang Perdagangan Orang yaitu Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2004 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk bagi Anak, Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan Trafiking Perempuan dan Anak, dan Peraturan Gubernur No. 24 Tahun 2005 tentang Rencana Aksi Propinsi Penghapusan Perdagangan Trafiking Perempuan dan Anak, dan mengenai Program Biro Pemberdayaan Perempuan Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang di Propinsi Sumatera Utara yaitu Upaya Pencegahan, Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 Upaya Reintgrasi Korban, Upaya Penanganan Kasus atau Pelayanan Korban, Upaya Reintegrasi Korban, Upaya Penataan Masa Depan Korban, dan Program Pembangunan Pemberdayaan Perempuan. Bab IV : UPAYA BIRO PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DALAM MENGATASI HAMBATAN PENANGANAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI PROPINSI SUMATERA UTARA yang berisikan tentang Hambatan yang dihadapi Biro Pemberdayaan Perempuan dalam menangani tindak pidana perdagangan orang di propinsi Sumatera Utara dan upaya dalam mengatasi hambatan yang dilakukan Biro Pemberdayaan Perempuan dalam tindak pidana perdagangan orang di propinsi Sumatera Utara. Bab V : PENUTUP berisi kesimpulan dan saran. Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 BAB II FENOMENA TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI PROPINSI SUMATERA UTARA

A. Modus Terjadinya Tindak Pidana Perdagangan Orang di Propinsi Sumatera Utara