Latar Belakang Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara

Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah trafiking atau perdagangan manusia, khususnya pada perempuan dan anak hingga saat ini masih menjadi persoalan yang memprihatinkan dan angkanya semakin meningkat akhir-akhir ini. Perkembangan perdagangan orang khususnya perempuan tidak dapat dipisahkan dengan tubuh perempuan 1 . Tubuh perempuan merupakan perdebatan yang amat kontroversial di berbagai bidang di sepanjang masa. Perdebatan itu ditemui dan diterjemahkan secara biologis, seksual, ekonomi, budaya maupun politik. Trafiking merupakan perbuatan ilegal, pelanggaran hak asasi manusia, menimbulkan gangguan fisik dan mental, mengakibatkan kerentanan terhadap tindak kekerasan, kehamilan yang tidak dikehendaki, serta infeksi penyakit menular seksual termasuk HIVAIDS. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulangi dan menghapuskan tindak kejahatan hak asasi ini. Ikhtisar tersebut mulai dari sosialisasi untuk tujuan penyadaran dan pencegahan, penanganan korban, hingga advokasi lahirnya produk hukum yang dapat melindungi korban. Namun jika ditilik lebih jauh, persoalan trafiking di Indonesia sebenarnya bukan isu baru, karena praktik ini sudah terjadi dalam kurun waktu yang lama. Hal ini dibuktikan dengan adanya Pasal 296-298 KUHP dimana Pasal 297 KUHP yang melarang memperjualbelikan perempuan dan anak-anak dengan ancaman hukuman enam tahun penjara. Namun ketiga pasal ini hanya mampu menjerat perdagangan Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 perempuan untuk tujuan seksual. Sementara apabila dikaji secara mendalam, rumusan pasal di dalam KUHP tersebut masih bias gender, sehingga kurang dapat memberikan perlindungan dan keadilan hukum bagi perempuan dan anak 2 Trafiking yang panjang berawal dari rekrutmen, transportasi, transit dan penempatan di daerah tujuan, sering kali melibatkan jaringan kejahatan yang kuat, terorganisir, dan lintas daerahnegara. Wilayah propinsi Sumatera Utara merupakan salah satu daerah di Indonesia yang menghadapi persoalan trafiking hingga saat ini. Mayoritas perempuan dan anak-anak yang menjadi korban trafiking berasal dari kelompok masyarakat miskin, berpendidikan rendah, tidak memiliki akses informasi yang benar, terpengaruh oleh peer groups teman sepermainan, dan adanya penilaian yang rendah terhadap perempuan dan anak. Bentuk praktik trafiking yang berkembang dan ditangani di pekerjaan terburuk seperti buruh perkebunan, pekerja anak di sektor perikanan lepas pantai, pekerja rumah tangga, tempat hiburan malam, pengemis jalanan, serta penculikanpenjualan bayi. Korban trafiking ini pada umumnya berasal dari keluarga miskin, berpendidikan rendah dari pinggiran kota dan pedesaan. Kondisi keluarga dan sosial masyarakat, rendahnya tingkat pendidikan, sumber pendapatan, ketidaktahuan akan hak dan informasi, gaya hidup konsumtif, ketidakadilan gender dan budaya patriarkhi atau kuatnya dominsai laki-laki dalam keluarga dan masyarakat, meningkatnya permintaan tenaga kerja perempuan dan anak, dorongan penyiaran dan tulisan pornografi di media massa, rendanhya kesadaran terhadap nilai anak dan faktor-faktor lain yang merupakan titik lemah . 1 Sulistyowati Irianto, et al, Perdagangan Perempuan dalam Jaringan Pengedaran Narkotika, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2005, hal 15. 2 Chairul Bariah Mozasa, Aturan-Aturan Hukum Trafiking Perdagangan Perempuan dan Anak, USU press, Medan, 2005, hal. 51. Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 ketahanan keluarga dan masyarakat dan pendidikan yang rendah merupakan faktor-faktor pendorong meningkatnya perempuan dan anak menjadi korban perdagangan. 3 Modus operandinya sebagian besar adalah bujukan atau iming- iming, yang merupakan pembohongan atau penipuan. Adapun data yang menunjukkan daerah sumber, transit dan tujuan perdagangan orang di Sumatera Utara sebagai Propinsi Sumatera Utara sebagian besar untuk kepentingan prostitusi dan bentuk berikut 4 Daerah Sumber : Tabel 1. Daerah sumber, daerah transit, dan daerah penerima atau tujuan Daerah Transit Daerah Penerima Tujuan Propinsi Sumatera Utara : Medan, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Simalungun, Binjai, Pematang Siantar, asahan, Batu Bara, Tanjung balai, Langkat, Tebing Tinggi, Labuhan Batu. Belawan, Medan, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Asahan, Batu Bara, Tanjung Balai, Labuhan Batu. Medan, Belawan, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Tebing Tinggi, Simalungun 3 Edy Ikhsan et al, Rencana Aksi Propinsi Penghapusan Perdagangan Trafiking Perempuan dan Anak Berdasarkan Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 24 Tahun 2005 tentang Rencana Rencana Aksi Propinsi Penghapusan Perdagangan Trafiking Perempuan dan Anak, Yayasan Pusaka Indonesia, Medan, 2005, hal 5. 4 Nurlisa Ginting, Kebijakan Pemprovsu Dalam Pencegahan dan Penanggulangan Trafiking Di Sumatera Utara, hal 6, disampaikan pada acara Sosialisasi UU No. 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak pidana Perdagangan Orang bagi Toga Toma Kota pematang Siantar Tahun 2008 Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 Tabel 2. Jumlah korban trafiking di Sumatera Utara sebagai berikut 5 NO : LEMBAGA JUMLAH KORBAN YANG DITANGANI 2004 2005 2006 2007 sd Mei 2008 Keterangan 1. Biro Pemberdayaan Perempuan Setdapropsu 1 3 11 6 78 2. Polda Sumatera Utara - 9 36 7 24 3. Poltabes Medan 9 6 4 1 77 4. Pusaka Indonesia 37 30 21 19 18 5. Pusat Kajian dan Perlindungan Anak PKPA 42 43 38 ∗ 25 86 ∗26 korban rujukan dari poldasu 6. KKSP ∗ ∗ 12 2 - ∗ Belum Menangani 7. Komisi Perlindungan Anak Indonesia ∗ ∗ 10 3 1 Belum Menangani 5 Ibid. hal 7 Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 Daerah Sumatera Utara KPAID-SU 8 Cahaya Perempuan 2 43 36 47 15 Keterangan Tambahan : Data korban di atas pertahun, tidak dapat dijumlahkan besarannya karena ada beberapa korban yang merupakan data korban yang penangannya dilakukan 2 atau lebih dan dicata oleh kedua atau lebih lembaga yang menanganinya. Penanganan dilakukan secara menyeluruh, sementara kewenangan lembaga terbatas sehingga korban tersebut ditangani secara bersama-sama. Salah satu publikasinya, United Nation Office on Drugs and Crime UNODC, menyebutkan setidaknya 15 akar utama penyebab trafficking in person perdaganngan orang atau manusia. Hanya satu penyebab dari 15 akar yang tidak secara langsung terkait dengan masyarakat atau kelompok komunitas, yakni failed and corrupt goverments pemerintahan yang gagal dan korup. Keempat belas akar lainnya sangat berhubungan langsung dengan masyarakat antara lain: 6 1 Kekerasan berbasis gender; 2 Diskriminasi kerja; 3 Marginalisasi etnis, ras, da agama 4 Kehilangan status; 5 Kekuasaan; Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 6 Power dan pranata sosial; 7 Sejarah kerja paksa; 8 Perkawinan dini dan paksa; 9 Struktur sosial yang patriarki; 10 Jaringan keluarga yang rapuh; 11 Peran perempuan dan anak di keluarga; 12 Tinginya angka perceraian; 13 Peluang pendidikan yang terbatas, dan 14 Peluang ekonomi yang terbatas. Saat ini perdagangan manusia menjadi bisnis global yang memberikan keuntungan ketiga terbesar setelah perdagangan senjata dan obat-obat terlarang. Upaya memerangi kejahatan trafiking, harus ditingkatkan usaha-usaha yang lebih terencana dan terkoordinir yang memerlukan kebijakan, strategi dan program yang komprehensif, responsif gender, berbasis HAM, terintegrasi multisektor dan berkelanjutan. Upaya tersebut merupakan tugas bersama baik pemerintah, keluarga lingkungan terdekat dan masyarakat tokoh masyarakat, tokoh adat, LSM, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, dll, juga penyelenggara negara lainnya seperti legislatif dan yudikatif. Secara garis besar, trafiking dapat dikelompokkan menjadi trafiking domestik dan internasional yang melakukan perdagangan manusia untuk tujuan prostitusi, kerja paksa, perbudakan, penjualan bayi, dan kawin kontrak. Di samping itu, banyak bukti menunjukkan adanya kelompok terorganisir yang memperdagangkan anak-anak untuk dipaksa mengemis. Dalam konteks lintas- 6 Edy Ikhsan, Trafficking in Person: Refleksi atas Tanggung jawab Negara dan Peran Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 wilayah antar negara, pekerja rumah tangga dan eksploitasi seksual untuk pelacuran merupakan dua tujuan utama dari perdagangan perempuan dan anak perempuan Indonesia. Sementara untuk laki-laki, mereka terutama diperdagangkan untuk diperkerjakan di perkebunan, perusahaan konstruksi, dan pabrik. Adapun data rute perdagangan orang di Indonesia digambarkan sebagai berikut: Tabel 3. Daftar Indikasi Rute Penting Perdagangan Trafiking di Indonesia 7 Tempat Tujuan Titik lintas perbatasan Titik Embarkasi Persinggahan Digunakan oleh pelaku Trafiking dari Penang Malaysia Belawan Sumatera Utara Sumatera Utara Port Klang, Malaysia untuk Kuala Lumpur Tanjung Balai Asahan Sumatera Utara Sumatera bagian utara, seluruhnya Jawa Port Dickson. Malaysia untuk Kuala Lumpur Bengkalis, Karimun, Batam Dumai Riau Sumatera bagian utara Singapura, Johor Baru Malaysia Batam, Karimun Kualatungkal Jambi Sumatera bagian barat, seluruh Jawa, NTT dan NTB Singapura, Malaysia, Batam, Karimun Tanjung Priok Jakarta Seluruh Jwa, NTT dan NTB Masyarakatnya, Pusaka Indonesia, Medan, hal. 1 7 Abhijit Dasgupta, et al, Ketika Mereka Dijual Perdagangan Perempuan dan anak di 19 Propinsi di Indonesia, International Catholic Migration Commission ICMC, Jakarta, hal. 57 Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 Surabaya Jawa Timur Jawa Tengah, Jawa Timur, NTT dan NTB Sarawak, Malaysia untuk Kuala Lumpur melalui Entikong Tanjung Priok Jakarta, Pontianak Kalimantan Barat Sumatera Selatan, Jawa Barat Sabah, Malaysia melalui Nurukan Surabaya Jawa Timur, Balikpapan Kalimantan Timur Jawa Tengah, Jawa Timur, NTT dan NTB Pare Pare Sulawesi Selatan Seluruh Sulawesi Papua Bitung Sulawesi Utara Sulawesi Utara Ujung Pandang Makassar Sulawesi Utara Surabaya jawa Timur Jawa, Nusa Tenggara Kupang NTT Nusa Tenggara Timur Ternate Maluku Utara Bitung Sulawesi Utara Sulawesi Utara Tobelo Maluku Utara Bitung Sulawesi Utara Sulawesi Utara Banyak kasus trafiking yang tidak terlaporkan atau tidak dapat diusut merupakan keprihatinan terhadap penghormatan hak asasi manusia. Berbagai faktor yang menjadi penyebab fenomena kasus trafiking yang dirasakan banyak sekali oleh masyarakat tidak ditemukan atau sangat sedikit data yang tercatat. Panjangnya proses hukum yang harus dilalui korban trafiking sehingga membutuhkan beberapa kali perjalanan ke pengadilan atau ke pihak kepolisisan Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 menjadi alasan pilihan kasus trafiking terpaksa tidak dilaporkan. Proses pengadilan ini dirasakan sebagai beban yang berat, karena biaya transport yang harus dikeluarkan korban untuk memenuhi proses tersebut. Selain itu publikasi yang dilakukan media terkadang melupakan kerahasiaan identitas korban, sehingga ada kekhawatiran jika masalahnya dilaporkan kepada polisi maka akan tercium oleh media dan akan dipublikasikan. Situasi ini dapat menempatkan korban sebagai korban baru dari tindakan kekerasan psikis yang dilakukan oleh media atau sanksi sosial yang diterima karena adanya pemberitaan tersebut.

B. Rumusan Masalah