52
4.4 Profil Informan 1. Informan Pertama
Nama : Ibu Nilla
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 42 tahun
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SMA
Ibu Nilla adalah seorang ibu rumah tangga yang mempunyai mempunyai 6 orang anak, yakni 2 orang sudah berumah tangga, 3 orang
masih bersekolah kelas 1 SMA, kelas 1 SMP, dan kelas 2 SD dan 1 orang lagi masih balita. Suami Ibu Nila adalah seorang nelayan.
Selain menjadi ibu rumah tangga, Ibu Nilla mempunyai usaha yaitu berjualan gorengan. Mulai pukul 4 pagi, Ibu Nilla bangun untuk membuat
gorengan seperti risol untuk dititipkan ke warung-warung yang menjual sarapan pagi, siang hari gorengan tersebut dititipkan di sekolah-sekolah,
dan sorenya dititipkan di kedai-kedai terdekat. Dari usaha berjualan gorengan ini, Ibu Nilla berpenghasilan sekitar Rp. 50.000-60.000hari.
Uang hasil berjualan ini, sebagian digunakan untuk keperluan dapur dan sebagian lagi diberi untuk anak-anaknya sebagai uang jajan.
Menurut Ibu Nilla, usaha berjualan gorengan ini ia lakukan untuk membantu suaminya dalam menyeimbangkan perekonomian kelurga.
Universitas Sumatera Utara
53
Karena menurut Ibu Nilla, hanya mengharapkan uang yang didapat oleh suaminya tidaklah cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga.
Suami Ibu Nilla adalah seorang nelayan yang pergi melaut dan seminggu sekali pulang, itu pun belum tentu pulang membawa ikan. Suami Ibu Nilla
adalah nelayan yang dipekerjakan oleh toke yang beretnis cinationghoa. Menurut Ibu Nilla, keluarganya selalu makan ikan karena didaerah
tempat tinggalnya dekat dari laut maka sangat mudah dan murah untuk memperoleh ikan, sedangkan makanan lainnya seperti buah-buahan, susu,
vitamin, dan lainnya juga terpenuhi di keluarganya tetapi jumlahnya sedikit dan tidak sering.
Ketika anggota keluarga ada yang sedang sakit, biasanya Ibu Nilla akan membeli obat ke warung terdekat tetapi jika sakitnya semakin parah
atau tak kunjung sembuh maka Ibu Nilla akan membawa anggota keluarganya tersebut ke puskesmas terdekat, dan tidak dipungut biaya
karena adanya JAMKESMAS. Rumah tempat tinggal Ibu Nilla saat ini, berstatus milik sendiri.
Adapun perabotan atau alat elektronik yang ada di rumah Ibu Nilla yakni hanya televisi dan kipas angin. Ibu Nilla menggunakan sungai sebagai
Tempat MCK, dimana di dalam rumah Ibu Nilla hanya di pasang plastik besar sebagai pintu untuk menutupi, dan di lantai papan rumah dibentuk
lubang kecil sebagai tempat pembuangan kotoran manusia. Kotoran tersebut akan langsung jatuh ke dalam sungai.
Menurut Ibu Nilla, keluarganya membeli pakaian baru hanya pada saat Hari Raya Lebaran saja. Hal ini dikarenakan untuk menekan biaya
Universitas Sumatera Utara
54
pengeluaran sehari-hari keluarga. Ibu Nilla sendiri mengaku tidak memiliki tabungan. Uang yang ia dapat dari suami maupun dari hasil
jualan gorengannya sangat pas-pasan untuk biaya sehari-hari keluarga. Oleh karena itu, Ibu Nilla memilih untuk tidak hanya diam di rumah
menanti suami, Ia memilih untuk berjualan gorengan untuk menambah dan membantu perekonomian keluarga. Suami Ibu Nilla juga memberi ijin
kepada Ibu Nilla untuk berjualan gorengan karena agar dapat membantu perekonomian keluarga. Selain alasan tersebut, alasan lain juga karena
menurut suami Ibu Nilla, berjualan dengan menitipkan gorengan ke warung-warung tidak terikat oleh waktu. Ibu Nilla masih bisa mengawasi
anak-anaknya yang berada di lingkungan rumah karena pembuatan gorengan itu sendiri dilakukan di rumah Ibu Nillla.
Karena harus menyiapkan gorengan untuk dijual, Ibu Nilla mengaku waktunya menjadi terbagi antara keluarga dan usaha
gorengannya. Ketika membuat gorengan, Ibu Nilla menjadi kurang fokus menjaga anak-anaknya. Namun, ia tetap sesekali memperhatikan anak-
anaknya walaupun sibuk membuat gorengan. Bantuan pemerintah yang di dapat keluarga Ibu Nilla berupa
Bantuan Dana Sekolah yang tidak mengharuskan Ibu Nilla untuk membayar biaya sekolah dan RASKIN Beras Miskin. Ibu Nilla hanya
memberikan ongkos dan uang jajan kepada anaknya ketika hendak berangkat ke sekolah.
Ibu Nilla dan suaminya adalah orang perantauan. Kampung Ibu Nilla di Sibolga sedangkan suaminya di Aceh. Sehingga, keluarga Ibu
Universitas Sumatera Utara
55
Nilla tidak mempunyai saudara di lingkungan tempat tinggalnya. Oleh sebab itu, ketika Ibu Nilla mengalami kesulitan keuangan, ia tidak bisa
meminjam pada saudara, para tetangga pun kebanyakan berasal dari keluarga tidak mampu. Kegiatan sosial yang Ibu Nilla lakukan adalah
perwiritan yang diadakan 2 minggu sekali.
2. Informan Kedua
Nama : Ibu Nurhayati
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 35 tahun
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SD
Ibu Nurhayati adalah seorang ibu rumah tangga. Ibu Nurhayati mempunyai 3 orang anak kelas 6 SD, kelas 3 SD, masih balita dan suaminya
bekerja sebagai nelayan. Selain menjadi ibu rumah tangga, Ibu Nurhayati adalah agen ikan. Suami Ibu Nurhayati memakai kapal toke untuk mencari ikan di laut.
Hasil laut yang ia dapatkan akan diberikan kepada toke kapal dan sebagiannya ia bawa ke rumah. Ketika suaminya pulang dari laut, hasil laut yang dibawa pulang
akan dibersihkan. Biasanya Ibu Nurhayati akan memanggil orang untuk dipekerjakan membersihkan ikan, menyortir, ataupun menjemur ikan yang di
dapat oleh suaminya dari laut. Namun, walaupun sudah memperkerjakan orang untuk membersihkan ikan tangkapan suaminya, Ibu Nurhayati juga tetap ikut
bekerja membersihkan ikan tersebut dan menjualnya diluar. Hal ini dilakukan
Universitas Sumatera Utara
56
untuk menekan biaya yang harus Ibu Nurhayati berikan sebagai upah pada orang yang ia pekerjakan. Adapun hasil laut yang di dapat berupa ikan, udang lipan, dan
lainnya. Ketika suami Ibu Nurhayati tidak mendapat hasil dari laut, maka ia akan pergi ke nelayan lain untuk membeli udang lipan, lalu menyuruh orang lain untuk
membersihkan dan menjemurnya kemudian dijual. Menjadi agen ini, Ibu Nurhayati mengaku mendapat uang sekitar Rp.
200.000-300.000hari. Namun, tidak setiap hari Ibu Nurhayati bisa mendapat hasil laut yang menjadi sumber mata pencahariannya. Hal ini dilakukan Ibu Nurhayati
karena Ibu Nurhayati merasa bahwa uang yang dihasilkan oleh suaminya tidaklah cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga. Apalagi pekerjaan melaut
yang dilakukan oleh suaminya tidaklah menentu karena faktor cuaca di laut yang tidak bisa diprediksi. Selain untuk membantu suami dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari keluarga, Ibu Nurhayati ingin bekerja karena merasa bosan jika hanya berdiam diri di rumah menunggu anak pulang sekolah. Oleh sebab itu, Ibu
Nurhayati mempergunakan waktu luangnya untuk bekerja. Uang yang didapat oleh Ibu Nurhayati dari menjual ikan ia gunakan untuk
membayar biaya sekolah anak-anaknya, sebagian lagi juga ia gunakan untuk keperluan di dapur. Ibu Nurhayati mengikuti tarikan atau jula-jula dengan ibu-ibu
lainnya, ia mengikuti jula-jula sebagai tabungan. Ibu Nurhayati tidak menabung ke bank karena menurutnya berurusan dengan bank terlalu ribet dan sulit di
mengerti. Ketika giliran Ibu Nurhayati yang mendapatkan jula-jula, Ibu Nurhayati akan membelikannya emas, karena suatu saat nanti ketika keluarga Ibu Nurhayati
mengalami kesulitan keuangan, ia bisa menjual kembali emas itu. Ibu Nurhayati
Universitas Sumatera Utara
57
juga mengaku akan meminjam uang kepada tetangga yang cukup akrab dengan keluarganya.
Menurut Ibu Nurhayati, keluarganya sering menyediakan ikan dan sayuran sebagai lauk untuk makan, tetapi jarang menyediakan susu dan buah-buahan agar
dapat menghemat pengeluaran rumah tangga. Apabila ada keluarga yang mengalami sakit, jika sakitnya tidak terlalu parah maka Ibu Nurhayati hanya
merawatnya di rumah dan membeli obat biasa di warung terdekat, dan jika terlalu parah maka Ibu Nurhayati akan membawanya ke puskesmas.
3. Informan Ketiga
Nama : Ibu Satia
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 32 tahun
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : kelas 4 SD
Ibu Satia adalah ibu rumah tangga dan mempunyai 2 orang anak kelas 2 SD, dan berumur 4 tahun. Suami Ibu Satia adalah seorang nelayan yang pergi
melaut. Biasanya suami Ibu Satia melaut selama 20 hari. Selain menjadi seorang ibu rumah tangga, Ibu Satia bekerja sebagai buruh kopek udang lipan. Pekerjaan
ini juga sering disebut dengan kerja borongan, dimana ketika nelayan tiba dari laut dengan membawa hasil laut, maka Ibu Satia dan Ibu-ibu lainnya akan datang
dan siap untuk dipekerjakan sebagai pengopek. Pekerjaan dan upah yang didapat pun sesuai dengan hasil yang dikerjakan. Ibu Satia bekerja mulai dari pukul 8 pagi
sampai selesai.
Universitas Sumatera Utara
58
Hasil yang di dapat para nelayan tidaklah menentu. Oleh sebab itu, waktu bekerja Ibu Satia pun tidak menentu. Apabila hasil laut yang dibawa pulang oleh
nelayan sangat banyak, maka Ibu Satia akan bekerja lama hingga larut malam namun mendapat upah yang lumayan tinggi dan sebaliknya apabila hasil laut yang
didapat nelayan hanya sedikit, maka Ibu Satia pun akan bekerja sebentar dan mendapat upah sedikit. Bekerja sebagai buruh kopek udang lipan ini, Ibu Satia
mendapat upah sekitar Rp. 15.000-35.000hari. Menjadi buruh kopek udang lipan ini dilakukan Ibu Satia untuk membantu
suami memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga. Oleh karena suaminya adalah seorang nelayan yang dipekerjakan toke dan karena seringnya terjadi musim
paceklik di laut membuat suami Ibu Satia sering tidak mendapat hasil laut untuk dibawa pulang. Padahal biaya hidup keluarga sangatlah tinggi seperti harus
membayar uang listrik, uang sewa rumah, dan lainnya. Maka dari itu menjadi buruh kopek udang lipan ini dirasa bisa membantu perekonomian keluarga. Uang
yang didapat dari hasil mengopek udang digunakan untuk keperluan dapur yakni membeli beras, minyak makan, bahan-bahan makanan, dan lainnya.
Tempat tinggal Ibu Satia dan keluarganya saat ini masih berstatus sewa. Biaya sewa rumahnya sebesar Rp. 1.500.000tahun. Rumah tersebut terbuat dari
papan dan alat elektronik yang ada di dalamnya hanya televisi dan rice cooker. Untuk menabung uang hasil kerjanya, Ibu Satia mengikuti jula-jula dengan para
Ibu-ibu tetangganya. Setelah membersihkan rumah, menyiapkan makanan, dan mengantar anak
sulungnya ke sekolah, Ibu Satia pun pergi ke rumah toke dan bekerja mengopek udang lipan. Tak jarang Ibu Satia juga turut membawa anak bungsunya ke tempat
Universitas Sumatera Utara
59
kerjanya, hal ini dilakukan karena tidak adanya yang bisa menjaga anaknya ketika ia sibuk bekerja. Ibu Satia juga mengikuti perwiritan dengan biaya Rp.
10.000minggu. Ketika keluarga Ibu Satia mengalami kesulitan keuangan, Ibu Satia tidak
sungkan untuk meminjam uang pada kakak ipar dan saudara lainnya. Oleh karena itu, Ibu Satia sangat mengharapkan bantuan dari pemerintah bagi keluarganya.
Apabila pemerintah memberinya bantuan berupa uang, ia akan membuka usaha dengan berjualan bahan-bahan sembako di teras rumahnya.
4. Informan Ke Empat
Nama : Ibu Saniyem
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 45 tahun
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : kelas 3 SD
Ibu Saniyem adalah seorang ibu rumah tangga yang memiliki 4 orang anak. Suami Ibu Saniyem adalah seorang nelayan yang pergi melaut setiap
harinya dari pukul 5 subuh hingga pulang pukul 5 sore. Adapun bot yang digunakan untuk melaut adalah milik sendiri. Selain menjadi ibu rumah tangga,
Ibu Saniyem membuka warung yang menjual makanan seperti, mie, bubur, sate kerang, buah-buahan, dan lainnya. Ibu Saniyem memilih untuk bekerja agar dapat
memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga. Karena pekerjaan suaminya melaut yang mana sering terjadi pasang surut sehingga penghasilan yang didapat pun
Universitas Sumatera Utara
60
tidak menentu. Jika penghasil suami tidak ada akibat tidak melaut, maka keperluan keluarga bisa tertutupi dari hasil berjualan makanan di warung. Hasil
uang yang didapat dari berjualan di warung, ia gunakan untuk memberi jajan anak sekolah dan sebagian lagi dibelanjakan untuk keperluan dapur.
Ibu Saniyem memiliki anak-anak yang sudah besar, 1 orang di perguruan tinggi, 1 orang baru tamat SMA, 1 orang kelas 2 SMA, dan 1 lagi SMP. Oleh
sebab itu, anak-anak Ibu Saniyem sudah bisa mengurus dirinya sendiri sehingga Ibu Saniyem bisa fokus berjualan di warung. Sejak subuh, Ibu Saniyem sudah
pergi ke pajak untuk membeli bahan-bahan yang akan dijadikan makanan, setelah berbelanja Ibu Saniyem akan memasak di rumah. Pada Pukul 1 siang, Ibu
Saniyem membuka warungnya hingga tutup pada Pukul 9 malam. Anak-anak Ibu Saniyem juga terkadang ikut membantunya berjualan di warung.
Penghasilan yang di dapat oleh Ibu Saniyem dengan berjualan makanan di warung sekitar Rp. 150.000-200.000hari. Dari hasil berjualan ini, Ibu Saniyem
merasa kebutuhan keluarganya dapat terpenuhi, bahkan bisa berlebih. Ibu Saniyem menabung uangnya Rp. 20.000hari untuk keperluan di masa mendatang.
Namun terkadang Ibu Saniyem mengalami hambatan pada pekerjaannya yaitu adanya pembeli yang berhutang di warungnya. Ibu Saniyem mengikuti arisan dan
perwiritan yang diadakan sebulan sekali. Pada perwiritan ditetapkan biaya Rp. 60.000KK setiap bulannya.
Saat ini, status rumah keluarga Ibu Saniyem adalah milik sendiri. Di dalam rumah Keluarga Ibu saniyem hanya memiliki televisi. Ibu Saniyem juga mengaku
bahwa hanya membelikan anak-anaknya pakaian baru sekali dalam setahun yaitu
Universitas Sumatera Utara
61
pada saat Hari Lebaran. Hal ini Ia lakukan karena merasa dengan membeli pakaian lebih dari setahun sekali merupakan perbuatan boros.
Ketika ada anggota keluarga yang sakit, biasanya Ibu Saniyem hanya memberikan obat biasa yang dibelinya di warung. Karena menurut Ibu Saniyem,
keluarganya jarang sakit karena sudah terbiasa dengan kondisi lingkungan pesisir di Kelurahan Bagan Deli ini.
5. Informan Ke Lima
Nama : Farida
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 54 tahun
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SMP
Ibu Faridah adalah seorang ibu rumah tangga yang mempunyai 8 orang anak. 4 orang sudah berkeluarga, 3 orang bekerja, dan 1 orang lagi masih sekolah.
Suami Ibu Faridah bekerja membubul pukat yaitu memperbaiki jaring milik toke nelayan. Selain menjadi ibu rumah tangga, Ibu Farida bekerja sebagai buruh
Harian Lepas yaitu memilih-milih ikan teri yang tercampur dengan ikan tapis. Setelah dipisahkan, ikan-ikan teri akan dijemur di bawah sinar matahari.
Bekerja sebagai buruh Harian Lepas, Ibu Faridah mendapat gaji yang tidak menentu karena tergantung pada banyaknya hasil laut yang ada pada toke nelayan.
Ibu Farida mengaku jika ia bekerja seharian dari pukul 8 pagi sampai pukul 8 malam bahkan terkadang sampai pukul 9 malam, ia mendapat gaji Rp. 100.000
perhari. Tetapi kalau kerja mulai dari sore hanya mendapat gaji Rp. 30.000
Universitas Sumatera Utara
62
perhari. Menurut Ibu Faridah, ia bahkan lebih sering menganggur karena tidak adanya hasil laut yang di dapat oleh para nelayan.
Meskipun suami Ibu Farida masih bisa mencari nafkah, namun Ibu Farida merasa jika hanya mengharapkan uang yang diperoleh oleh suaminya maka itu
tidaklah cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Apalagi Ibu Faridah memiliki banyak anak yang harus ia nafkahi. Dengan bekerja, penghasilan yang
Ibu Faridah dapatkan ia pergunakan untuk membelanjakan keperluan rumah tangga, jajan anak sekolah, ongkos anak pergi ke sekolah, dan lainnya.
Ibu Farida jarang membelikan anak-anaknya pakaian baru, ketika Hari Lebaran barulah Ibu Farida membelikan anak-anaknya pakaian baru. Terkadang
dipertengahan tahun, jika Ibu Faridah mendapat rejeki yang lebih dari biasanya maka Ibu Faridah membelikan pakaian kepada anak-anaknya namun ia tidak
membelikannya setiap tahunnya. Hal ini dikarenakan kesulitan ekonomi yang sering terjadi pada keluarga Ibu Farida.
Ibu Farida dulunya mengikuti jula-jula yang ada di lingkungan tempat tinggalnya. Namun, saat ini jula-jula tersebut sudah dihentikan karena terdapat
banyak yang tidak sanggup membayar dengan alasan tidak melaut akibat bot yang rusak sehingga tidak mendapatkan uang. Ibu Farida mengikuti kegiatan perwiritan
di daerah tempat tinggalnya yang diadakan setiap hari jumat dengan iuran Rp. 5.000 perkepala.
Menurut Ibu Farida, keluarganya tidak mendapat bantuan dari pemerintah padahal Ibu Farida sangat mengharapkan bantuan pemerintah untuk keluarganya.
Hal ini sudah ia pertanyakan pada kepala lingkungan tempat tinggalnya bahwa mengapa ia tidak mendapat bantuan pemerintah. Namun, alasan kepala
Universitas Sumatera Utara
63
lingkungan ialah karena menurut kepala lingkungan, masih banyak terdapat keluarga yang lebih membutuhkan daripada keluarga Ibu Farida. Hal inilah yang
membuat Ibu Farida merasa bantuan pemerintah tidak dibagi dengan merata.
6. Informan Ke Enam
Nama : Nur
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 18 tahun
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SMA
Nur adalah perempuan pesisir yang bekerja meyortir ikan hasil tangkapan nelayan. Setelah tamat SMA, Nur tidak melanjutkan sekolahnya ke jenjang
perguruan tinggi karena ketidakmampuan keluarganya dalam membiayai uang perkuliahan. Ayah Nur adalah seorang nelayan dan ibunya membuka warung kecil
di depan rumah mereka. Nur memilih bekerja sebagai penyortir dan penjemur ikan. Menyortir
adalah kegiatan memilih ikan berdasarkan jenis, ukuran, dan lainnya. Ikan-ikan yang dipilih akan dimasukan ke dalam kotak besar yang berisi es batu dan akan di
ekspor keluar dan dalam negeri. Nur memilih bekerja untuk membantu ayah dan ibunya dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya. Sering sekali, Nur
memberi penghasilannya kepada ibunya agar membeli kebutuhan dapur dan untuk membiayai sekolah adik-adiknya. Penghasilan yang ia dapat juga ditabungnya
untuk keperluan masa depan, yang mana ia masih ingin melanjutkan sekolahnya ke perguruan tinggi.
Universitas Sumatera Utara
64
7. Informan Ke Tujuh
Nama : Erni
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 23 tahun
Agama : Katolik
Pendidikan Terakhir : SMA
Erni adalah anak kedua dari dua orang bersaudara. Ayah dan ibunya adalah seorang penjual ikan. Abangnya sudah berkeluarga sehingga harus
menafkahi anak dan istrinya akibatnya tidak bisa membantu ekonomi keluarga. Erni sangat ingin melanjutkan pendidikannya ke jenjang perguruan tinggi namun
dikarenakan ekonomi keluarganya kurang mencukupi, maka ia memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikannya lagi setalah tamat SMA.
Sejak tamat SMA, ia memilih bekerja guna membantu orangtuanya dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Saat ini, Erni bekerja sebagai karyawan di sebuah
koperasi yang jauh dari lingkungan tempat tinggalnya. Erni merasa bahwa sudah saatnya ia harus bekerja, karena sudah cukup lama orangtuanya membiayai
hidupnya. Jadi ia merasa harus bisa menghasilkan uang, minimal untuk membiayai keperluannya sendiri tanpa harus meminta pada orangtua lagi. Dengan
bekerja, ia merasa lebih mandiri karena tidak lagi harus bergantung pada pemberian orangtuanya.
Menurut Erni, dengan ia bekerja tentu akan berpengaruh pada perekonomian keluarganya. Bahkan ia mengaku bahwa sejak ia bekerja dan
menghasilkan uang, kehidupan perekonomian keluarganya pun mulai membaik.
Universitas Sumatera Utara
65
Penghasilan yang ia peroleh dari bekerja, ia berikan kepada orangtuanya sehingga keluarganya pun bisa memenuhi kebutuhan rumah tangga bahkan saat ini keluarga
Erni mampu merenovasi rumahnya yang dulunya terbuat dari kayupapan menjadi terbuat dari batu permanen.
8. Informan Ke Delapan
Nama : Sari
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 38 tahun
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SD
Ibu Sari adalah seorang ibu rumah tangga yang mempunyai 3 orang anak. Suaminya adalah seorang nelayan, yang mempunyai penghasilan yang tidak
menentu. Oleh sebab itu, Ibu sari bekerja sebagai pembantu rumah tangga yakni mencuci dan menyetrika pakaian majikannya. Upah yang ia peroleh dari bekerja
sebagai pembantu rumah tangga ia gunakan untuk keperluan rumah tangga. Ibu Sari mempunyai 3 orang anak yang masih bersekolah dan
membutuhkan banyak biaya. Dengan bekerja menghasilkan uang, Ibu Sari merasa bahwa upah yang ia dapat sangat berpengaruh pada keluarganya karena bisa
menutupi biaya sekolah. Ibu Sari sadar bahwa jika hanya mengharapkan uang yang didapat suaminya tentu tidak akan bisa menutupi keperluan sehari-hari
keluarga. Jika ia berperan membantu suami dalam mencari uang, tentu ia dapat menyekolahkan anak-anaknya ke tingkat pendidikan yang tinggi. Namun. Jika ia
tidak bekerja dan hanya diam di rumah menunggu suami yang pergi melaut, tentu
Universitas Sumatera Utara
66
anak-anaknya akan sulit melanjutkan pendidikan karena hambatan perekonomian keluarga. Ketika Ibu Sari pergi bekerja, anaknya yang paling besarlah yang
berperan untuk menjaga adik-adiknya. Saat ini, status rumah Ibu Sari adalah menyewa dengan biaya Rp. 1.500.000 pertahun yang semakin memperbanyak
biaya pengeluaran keluarga.
9. Informan ke Sembilan
Nama : Dodoh
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 48 tahun
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SD
Bapak Dodoh adalah seorang nelayan yang biasanya pergi mencari ikan dilaut dua minggu sekali. Setelah melaut selama dua minggu, Bapak Dodoh pun
kembali pulang ke rumah keluarganya dengan membawa ikan dan uang hasil dari menjual ikan. Menurut Pak Dodoh, pekerjaannya sebagai nelayan tidaklah
mendapat pendapatan yang tinggi. Bahkan menurutnya, pendapatan nelayan sangatlah sedikit. Walaupun sudah melaut selama dua minggu bahkan lebih,
terkadang Pak Dodoh pulang ke rumah dengan tidak membawa apa-apa. Hal ini dikarenakan cuaca di laut yang kurang baik.
Isteri Pak Dodoh adalah seorang Ibu Rumah Tangga yang mempunyai usaha berjualan barang-barang sembako di rumahnya. Isteri Pak Dodoh menjual
barang-barang keperluan rumah tangga misalnya gula, minyak makan, tepung, beras, dan lainnya. Oleh karena isteri Pak Dodoh mempunyai usaha berjualan
Universitas Sumatera Utara
67
inilah, Pak Dodoh merasa perekonomian keluarganya terbantu. Penghasilan yang isterinya dapatkan dari berjualan sembako, bisa membantu untuk biaya keperluan
di dapur dan uang jajan anaknya di sekolah. Jika isteri Pak Dodoh tidak mempunyai usaha sembako dan hanya menjadi
ibu rumah tangga biasa yang hanya mengharapkan penghasilan yang di dapat oleh suaminya sepulang dari melaut, Pak Dodoh merasa bahwa perekonomian
keluarganya akan sering mengalami masalah. Dimana keluarga Pak Dodoh mempunyai 6 orang anak yang masih harus mereka tanggung dan harga barang-
barang pokok saat ini sangatlah mahal. Dengan usaha berjualan isterinya dapat membantu sebagian dari biaya rumah tangga keluarga dan penghasilan yang ia
dapat dari melaut juga bisa menutupi sebagian biaya pengeluaran keluarganya. Sehingga jika Pak Dodoh dan isterinya bisa saling membantu mencari uang untuk
biaya kehidupan sehari-hari keluarganya maka perekonomian keluarga Pak Dodoh akan seimbang. Pak Dodoh mengaku bahwa dengan isterinya yang mempunyai
usaha, ia merasa sangat terbantu.
10. Informan ke Sepuluh
Nama : Jefri
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 39 tahun
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SMP
Bapak Jefri adalah nelayan yang bekerja pada toke nelayan yang beretnis tionghoa. Menurutnya penghasilan yang ia dapatkan dengan menjadi seorang
Universitas Sumatera Utara
68
nelayan sangatlah sedikit. Namun, Pak Jefri tidak ingin beralih profesi karena menurutnya ia hanya tahu mencari ikan di laut karena sudah terbiasa dari kecil
dan juga karena pendidikannya yang rendah hanya tamat sampai kelas satu sekolah menengah pertama.
Isteri Pak Jefri adalah seorang Ibu Rumah Tangga yang mempunyai usaha berjualan makanan seperti sosis, nougat, telur gulung, dan lainnya di sekolah-
sekolah di Kelurahan Bagan Deli. Setiap harinya, ia bangun subuh kemudian mulai mempersiapkan dagangannya. Namun menurut Pak Jefri, walaupun dari
subuh isterinya telah sibuk mempersiapkan dagangannya, tetapi ia juga tidak lupa tugasnya sebagai ibu rumah tangga. Sebelum menjual dagangannya ke sekolah-
sekolah, isteri Pak Jefri tidak lupa mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti mencuci pakaian, menyapu, menyetrika, dan sebagainya.
Menurut Pak Jefri, sejak isterinya mempunyai usaha berjualan makanan di sekolah-sekolah, ia merasa terbantu oleh turutnya penghasilan yang isterinya
dapatkan untuk membantu perekonomian keluarganya. Sebelum isterinya mempunyai usaha berjualan makanan, Pak Jefri merasa sangat terbebani karena
keluarganya hanya mengharapkan penghasilan yang ia dapatkan dari melaut. Padahal, Penghasilan yang Pak Jefri dapatkan dari melaut tidaklah menentu,
terkadang pulang membawa banyak ikan terkadang juga pulang dengan sia-sia tidak membawa ikan.
Jika ketika Pak Jefri pulang dari melaut tanpa membawa hasil laut, maka kebutuhan sehari-hari keluarga bisa tertutupi dari penghasilan yang isterinya
dapatkan dari hasil berjualan makanan ke sekolah-sekolah. Padahal, sebelumnya jika Pak Jefri pulang dari melaut tanpa membawa hasil laut dan isterinya pun tidak
Universitas Sumatera Utara
69
mempunyai usaha berjualan makanan maka keluarga Pak Jefri akan pergi pada tetangga-tetangga untuk meminjam uang. Namun sangat jarang tetangga-tetangga
mau membantu dikarenakan tetangga-tetangga Pak Jefri juga mengalami kesulitan perekonomian yang sama dengan keluarganya.
4.5 Strategi Perempuan Pesisir dalam Mengatasi Kemiskinan 4.5.1 Strategi Ekonomi