2.2 Hutan Tanaman Industri Sengon
Dalam skala industri pemilihan sengon sebagai salah satu jenis pohon yang diprioritaskan untuk pengusahaan hutan tanaman industri HTI merupakan suatu
pilihan yang tepat. Pada tahun 1989 Balai Besar Selulosa BBS di Bandung telah meneliti pulp yang terbuat dari kayu sengon untuk bahan baku kertas koran dan
kertas cetak lainnya seperti kertas fotokopi. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa pulp yang berasal dari kayu sengon dapat menghasilkan kertas
cetakan yang lebih bagus. Hal ini berbeda dengan pulp dari bagase yang umumnya menghasilkan kertas cetakan yang kaku, kasar dan berdebu sehingga
menyulitkan dalam proses pencetakannya Atmasuseno, 1994. Sengon dapat dipanen pada umur yang relatif singkat yaitu 5 – 7 tahun
setelah tanam sehingga sangat menguntungkan untuk diusahakan dalam skala besar, seperti pengusahaan HTI. Dengan masa pengusahaan 35 tahun ditambah
satu kali masa rotasi, pengusahaan HTI sengon akan bisa menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri pulp dan kertas. Sengon sendiri akan menjadi bahan
baku pulp yang sangat kompetitif dibandingkan dengan kayu dari jenis pohon lainnya Atmasuseno, 1994.
HTI yang pembangunannya dimaksudkan untuk menyediakan bahan baku bagi industri perkayuan di Indonesia, tampaknya akan memperoleh banyak
keuntungan dengan menanam sengon dibandingkan dengan menanam jenis lainnya. Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dengan menanam sengon
antara lain sebagai berikut: 1.
Masa masak tebang relatif pendek. 2.
Pengelolaan relatif murah. 3.
Persyaratan tempat tumbuh tidak rumit. 4.
Kayunya serbaguna. 5.
Permintaan pasar terus meningkat. 6.
Membantu menyuburkan tanah dan memperbaiki kualitas lahan. Dengan masa masak tebang yang relatif pendek pada tahun ke enam
pengusaha HTI sengon sudah dapat menangguk bahan baku berupa kayu sengon untuk keperluan industri terkait. Dengan demikian, selain dapat menghemat
waktu, pengusahaan HTI sengon juga dapat menghemat biaya dan tenaga.
Biaya pembangunan akan lebih ringan pada jenis pohon yang tumbuh cepat atau berotasi pendek seperti sengon ini. Hal ini disebabkan adanya cash flow
masuk dari awal penebangan yang segera dapat mengurangi biaya yang telah dikeluarkan.
Pada anggaran biaya pembangunan hutan tanaman, pos biaya terbesar terletak pada biaya penanaman, pemeliharaan, pemangunan prasarana dan sarana
yang mendukungnya. Dengan melihat beberapa kelebihan sengon dibandingkan jenis pohon lainnya maka pengusahaan HTI sengon merupakan suatu pilihan yang
sangat rasional. Apabila dikaitkan dengan struktur permodalan pengusahaan HTI, pengusaha hanya menyediakan 21 dari modal keseluruhan.
Dalam skala kecil sengon sangat cocok dikembangkan dengan sistem hutan rakyat atau hutan tanaman rakyat HTR, yang mengusahakan sengon
sebagai tanaman pokok. Hal ini banyak dirintis di P. Jawa. Di Jawa Barat terdapat banyak hutan sengon rakyat, misalnya di Kabupaten Ciamis. Di kabupaten ini
hampir seluruh petaninya menanam sengon baik untuk diambil hasilnya atau sekedar sebagai pohon peneduh di kebun yang dimilikinya. Di Jawa Tengah
pohon sengon banyak ditanam oleh masyarakat Kecamatan Kokap yang rata-rata pemilikan lahannya 0,78 ha per kepala keluarga. Penanaman sengon di kecamatan
ini banyak dibantu oleh beberapa kelompok tani dan Petugas Lapangan Penghiajauan PLP yang bekerja sama dengan Departemen Kehutanan dalam
rangka menggalakkan program sengonisasi. Di Jawa Timur penanaman sengon telah dirintis oleh Perum Perhutani di BKPH Pare, KPH Kediri, yang menanam
sengon sebagai tanaman pokok dalam sistem penanaman tumpang sari dengan tanaman nanas, jagung dan cabai.
Banyaknya masyarakat yang menanam sengon tidak terlepas dari banyaknya keuntungan yang diperoleh sehingga para petani atau pemilik lahan
berpikir dua kali untuk menanam jenis pohon lainnya. Selain itu peran pemerintah melalui program sengonisasi juga sangat mendukung dalam upaya
memsyarakatkan pohon sengon ini Atmasuseno, 1994. Taksiran konsumsi kayu di P. Jawa pada tahun 1995 sebesar 0,15 m
3
kapitatahun. Kira-kira 30 diantaranya berupa kayu sengon sehingga menjelang tahun 1995 di P. Jawa diperlukan kurang lebih 5 juta m
3
per tahun kayu sengon
siap pakai atau setara dengan 10 juta m
3
logtahun. Kebutuhan kayu sebanyak ini tidak dapat dipenuhi oleh Perum Perhutani saja karena sampai saat ini hanya
mampu melayani 5 dari seluruh kebutuhan kayu di P. Jawa. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut hutan rakyat merupakan salah satu alternatif pemecahannya.
Konsumsi kayu sengon rata-rata sebanyak 10 juta m
3
logtahun adalah setara dengan 24.417.000 pohon sengon yang harus ditebang per tahun. Dengan
umur tebang rata-rata 5 tahun pengusahaan tanaman sengon secara lestari akan membutuhkan pohon sebanyak 5 x 24.417.000 pohon = 122.085.000 pohon.
Dengan demikian jumlah pohon yang diharapkan dapat ditanam oleh para petani adalah sebanyak 122.085.000 pohon dibagi jumlah keluarga petani di Pulau Jawa
yang ditaksir sebanyak 60 dari total jumlah penduduk P. Jawa. Berdasarkan sensus penduduk tahun 1985, proyeksi jumlah penduduk P. Jawa hingga tahun
1990 adalah 109.235.000 jiwa. Apabila rata-rata pertambahan jumlah penduduk di P. Jawa 1,2 per tahun, pada tahun 1995 penduduk P. Jawa akan mencapai
114.920.979 jiwa. Dengan rata-rata jumlah anggota rumah tangga petani yang telah masuk daftar sensus sebanyak 5 orangKK maka pada tahun 1995 di P. Jawa
terdapat keluarga tani sebanyak 114.920.979 x 60 : 5 = 13.790.495 KK. Dari kebutuhan pohon sengon sebanyak 24.417.000 pohontahun,
pengadaannya dapat dipenuhi apabila tiap keluarga petani menanam sengon sebanyak.
. 7. .79 . 9
= 1,77 pohon atau dibulatkan menjadi 2 pohonKKtahun. Dengan penanaman sebanyak 2 pohonKKtahun oleh para petani tersebut,
maka diharapkan konsumsi kayu sebanyak 10 juta m
3
kayu bulat sengon siap pakai dapat terpenuhi.
Pengusahaan hutan rakyat sengon tampaknya mempunai prospek yang cerah sebab penanaman 2 pohonKKtahun dapat dilakukan tanpa menyita lahan
petani yang produktif. Dengan sistem hutan rakyat ini konsep jarak tanam dan penjarangan tidak diperlukan lagi sebab penanaman dapat dilakukan dengan jarak
tanam yang lebar. Sementara itu di bawah tegakan sengon masih dapat ditanami jenis tanaman lainnya yang menguntungkan Atmasuseno, 1994.
2.3 Keterangan Botanis Sengon