d. Pohon inang
Selain menyerang Paraserianthes falcataria, E. blanda juga menyerang Dadap Erythrina sp, Johar Cassia siamea, Turi Sesbania grandifora, Jengkol
Pithecelobium lobatum dan Petai Parkia speciosa Suratmo, 1974. Larva E. blanda
pada umumnya menyerang tanaman Leguminosae sekarang famili Fabacecae
Kalsoven, 1981. Saketi 1989 mengadaan percobaan tentang jenis pohon inang yang paling disukai oleh E. blanda. Pada percobaan tersebut
diberikan daun dari 10 jenis ;pohon yang tergolong famili Fabaceae pada ulat E. blanda
, yaitu Paraserianthes falcataria, Cassia siamea, Pithecelobium lobatum, Calliandra callothyrsus, C. tetragona,
Acacia mangium, Bauhinia purpurea, Gliricidia maculata
, Caesalpinia pulcherima dan Pterocarpus indicus. Hasil percobaan menunjukkan bahwa daun P. falcataria adalah yang paling disukai
oleh ulat E. blanda. Daun jenis pohon lain yang diuskai berikutnya berturut- turut adalah Cassia siamea, P. lobatum, C. callothysrsus dan C. tetragona. Jenis
pohon lainnya tidak disukai E. blanda. Ada dua pendapat mengenai pemilihan tanaman inang oleh serangga yaitu
: 1 Nutrisi bukan merupakan faktor yang menyebabkan serangga menyukai suatu jenis tanaman karena secara umum daun-daun tanaman cukup mengandung
nutrisi Detheir, 1974; Lipke dan Frankel, 1956 dalam Wulandari, 2003, namun faktor yang menyebabkan suatu serangga menyukai jenis tanaman adalah faktor
fisik bentuk daun, halus, lunak dan tidak berbulu dan faktor kimia glukosa, alkaloid dan minyak-minyak esensial; 2 Nutrisi merupakan faktor yang
menyebabkan suatu serangga menyukai jenis tanaman tertentu Kennedy dan Both, 1981 dalam Wulandari, 2003. Komposisi zat-zat nutrisi pada daun sengon
adalah protein 19,84 , lemak 6,02 , serat kasar 28,28 , kalsium Ca 1,68 dan posfor P 0,29 Yulifah, 1991 dalam Nasution, 1994, sehingga pohon
sengon sangat disukai oleh E. blanda.
e. Cara penyerangan
Eurema blanda aktif terbang pada siang hari, menyenangi tempat-tempat
yang terang dan lembab. Eurema blanda meletakkan telurnya pada permukaan atas daun sengon atau pohon inang lainnya. Telur E. blanda diletakkan secara
berkelompok pada permukaan atas daun. Ulat-ulat yang keluar dari kelompok
telur akan segera memakan daun-daun muda dari tumbuhan inangnya. Ulat yang lebih tua mampu memakan daun yang lebih tua pula. Ulat memakan daun sengon
secara berkelompok pada daun dan seluruh helaian daun kecuali tulang daun primer Gambar 7. Sewaktu akan menjadi pupa, ulat turun untuk berkepompong
pada tumbuhan lain atau pada ranting-ranting pohon inangnya Suratmo, 1974.
Gambar 7 Ulat E. blanda yang menyerang daun sengon koleksi pribadi Husaeni.
f. Dampak serangan
Populasi E. blanda berfluktuasi secara tajam. Populasi E. blanda menurun pada musim kemarau dan meningkat pada musim hujan, kadang-kadang sampai
terjadi ledakan populasi. Irianto et al., 1997. Oleh karena itu serangan hama ini akan meningkat pada musim hujan.
Serangan yang hebat oleh E. blanda pada tegakan sengon akan menyebabkan terjadinya penggundulan tanaman dan penggundulan ini akan
menyebabkan pertumbuhan pohon terganggu sehingga riap tegakan akan berkurang. Namun sampai sekarang belum ada penelitian tentang pengaruh
serangan E. blanda pada penurunan riap tersebut.
g. Cara pengendalian a. Pengendalian hayati biologi
Di areal HTI PT Kiani Lestari di Batu Ampar, Kalimantan Timur, serangan E. blanda pada tegakan sengon terjadi 1 – 2 kali dalam setahun,
menyerang semua umur tanaman Suhendi dan Sembiring, 1998. Pengendalian yang dilakukan di areal HTI itu adalah dengan menggunakan parasitoid, yaitu
Brachimeria femorata Chalcididae, Hymenoptera yang memarasit kepompong,
Apanteles javensis yang memarasit telur dan A. tabrobanae Braconidae,
Hymenoptera yang memarasit ulat. Apanteles spp ini mampu membunuh telur
dan ulat sampai sebesar 24 dan B. femorata mematikan kepompong sampai sebesar 75 .
Cara pengendalian biologi lainnya adalah dengan menggunakan bakteri Bacillus thuringiensis
Berliner Bt Hardi, 1996. Bacillus thuringiensis mempunyai ciri khas, yaitu mampu memproduksi tubuh paraspora yang disebut
kristal. Kristal tersebut merupakan kompleks protein yang mengandung toksin dengan asam amino terbanyak, terdiri dari asam glutamat, asam aspartat dan
arginin, dan 5 terdiri dari karbohidrat yaitu dan glukosa. Infeksi Bt pada serangga hama dimulai saat kristal protein bakteri
termakan oleh larva serangga. Kristal akan terurai oleh enzim protease menjadi molekul-molekul kecil yang toksik. Cairan pencernaan dalam usus tengah
serangga akan mengalami hidrolisis. Hasil hidrolisis ini menghasilkan fraksi- fraksi yang lebih kecil dan bersifat toksik pada dinding usus serangga sehingga
serangga menjadi sakit. Gejala awal serangan Bt pada larva serangga adalah menurunnya aktivitas makan, kemudian berhenti, gejala muntah keluar cairan
dari mulut serangga dan diare kotoran serangga tidak padat. Pada usus serangga terjadi paralisis kemudian aktivitas gerakannya menurun, lemah dan kurang peka
terhadap sentuhan. Pada infeksi lebih lanjut paralisis dapat terjadi pada seluruh tubuh dan akhirnya serangga mati. Larva yang mati terlihat berwarna coklat tua
atau hitam. Perubahan warna ini dimulai dari bagian depan tubuh, terus ke bagian belakang tubuh. Tubuh serangga kemudian mengering dan mengkerut dengan
integumen yang ma-sih utuh. Kadang-kadang Bt tidak mematikan larva dan larva dapat berkembang menjadi imago. Imago yang terbentuk biasanya
berukuran kecil, cacat, umur hidupnya pendek dan kemampuan bertelurnya menurun atau mandul.
Keunggulan Bt adalah mampu menginfeksi serangga yang spesifik, mampu mengendalikan hama dari ordo Lepidoptera, Diptera, Coleoptera dan juga
ada yang efektif terhadap nematoda fitofag. Kelemahan Bt adalah bersifat labil di ba-wah sinar ultra violet maupun suhu tinggi. Hal ini menyebabkan stabilitas dan
persistensi Bt di lapangan tidak lama. Selain keragaman varietas dan stabilitas kristal protein di lapangan, faktor pembatas lain penggunaan Bt adalah pH
permukaan daun yang tinggi sehingga pada daun sudah terjadi hidrolisis kristal sehingga daya racun bakteri menurun dan pada tanaman tertentu ada yang
mengandung anti bakteri. Aplikasi Bt di lapangan sebaiknya pada waktu sore hari untuk menghindari pengaruh sinar ultra violet pada bakteri.
b. Penggunaan insektisida botani