Jonkers: “Hak Grasi. Arti kekuasaan kehakiman terletak pada kebebasannya, dan
dengan sendirinya kebebasan itu adalah dalam arti relatif bukan absolut. Demikian juga hakim, dalam undang-undang untuk alasan-alasan
tersebut dapat digeserkan. Perbedaan hak antara pejabat biasa dan hakim, yang juga tergolong
pejabat, bahwa hakim atas pertimbangan sendiri melakukan undang- undang; pemerintah atau administrasi tidak dapat memberikan instruksi-
instruksi kepadanya, terhadap tanggapan hakim untuk sesuatu peraturan hukum. Bila itu terjadi, sifat kebendaan yudikatif disamping kekuasaan
administratif tidak mungkin ada, yang ada dengan demikian hanya satu kekuasaan saja yaitu kekuasaan administratif.
Salah satu karakteristik dari susunan pemerintah negeri Belanda ialah, bahwa segala ikut campur pemerintah kedalam masalah kehakiman
dilarang art. 157 I.S.. Hanya untuk beberapa hal, pemerintah mempunyai hak di dalam masalah kehakiman. Salah satu contoh
diantaranya ialah, hak grasi, yang menurut art. 70 Undang-undang Dasar, dilimpahkan kepada Raja.
Grasi meniadakan akibat-akibat suatu hukuman, dan bukan terhadap hukumannya sendiri. Bila terhukum pada sewaktu-waktu melakukan
kejahatan semacam dan harus dituntut, maka hal itu mempunyai dasar sebagai recidive.
Hak grasi dapat dilaksanakan dengan berbagai cara. Suatu hukum dapat sebagian atau seluruhnya ditiadakan suatu bentuk hukuman kepada
bentuk hukuman lain, umpamanya, hukuman penjara menjadi hukuman kurungan, menjadi hukuman denda, dan sebagainya.”
2. Pengertian Pemidanaan dan Pidana Mati
Rudy Satriyo Mukantardjo, dalam tulisannya, menyebutkan bahwa Pemidanaan merupakan suatu upaya yang sah yang dilandasi oleh hukum untuk
mengenakan nestapa penderitaan pada seseorang melalui proses peradilan pidana yang terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan suatu tindak pidana.
Pemidanaan, atau yang dimaksud sebagai pengenaanpemberianpenjatuhan pidana lebih berkonotasi pada proses penjatuhan pidana dan proses menjalankan
pidana.
Universitas Sumatera Utara
Pemidanaan berasal dari kata pidana yang sering diartikan pula dengan hukuman. Jadi pemidanaan dapat pula diartikan dengan penghukuman.
Pemidanaan atau pengenaan pidana berhubungan erat dengan kehidupan seseorang di dalam masyarakat, yaitu nyawa dan kemerdekaan atau kebebasan.
Sementara untuk pidana mati, tidak ada sarjana yang secara spesifik memberikan definisi. Hanya saja dalam lalu lintas terminologi, para akademisi
maupun para praktisi hukum tidak jarang secara bergantian menggunakan istilah hukuman mati untuk pidana mati. Dalam kajian istilah asing pidana mati sering
disebut pula dengan istilah death penalty yang memiliki arti sama dengan hukuman mati. Perserikatan Bangsa Bangsa dalam kajiannya untuk mencari tahu
hubungan antara hukuman mati dengan angka pembunuhan antara 1988-2002 memberi istilah capital punishment untuk hukuman mati. Catatan KontraS untuk
pelaksanaan hukuman mati di dunia. Dalam konteks akademis para sarjana lebih sering memberikan
pandangan-pandangan terhadap pidana mati. Dalam hal ini pandangan itu terbagi atas pandangan yuridis dan pandangan kriminologis. Pandangan yuridis terhadap
pidana mati disini adalah suatu pandangan yang melihat pidana khususnya pidana mati berdasarkan teori absolut dari aspek pembalasannya dan teori relatif dari
aspek menakutkannya yang bertujuan untuk melindungi masyarakat. Dengan istilah lain, dapat dikatakan suatu pandangan yang melihat pidana khususnya
pidana mati hanya dari conseptual abstraction belaka.
4
4
Djoko Prakoso, Hukum Pidana II, Sinar Grafika, Jakarta, 1995. hal 52
Universitas Sumatera Utara
Berbeda dengan pandangan yuridis yang conseptual abstraction, maka pandangan kriminologis lebih melihat pidana sebagai suatu kenyataan. Hal ini
dikarenakan para sarjana kriminologi tidak berbicara dengan bahasa transendental, mereka berbicara secara konkrit.
5
Di lain hal salah satu ensiklopedia elektronik mencatat bahwa hukuman mati ialah suatu hukuman atau vonis yang dijatuhkan pengadilan atau tanpa
pengadilan sebagai bentuk hukuman terberat yang dijatuhkan atas seseorang akibat perbuatannya.
6
3. Sejarah Pidana Mati di Indonesia