Sejarah Pidana Mati di Indonesia

Berbeda dengan pandangan yuridis yang conseptual abstraction, maka pandangan kriminologis lebih melihat pidana sebagai suatu kenyataan. Hal ini dikarenakan para sarjana kriminologi tidak berbicara dengan bahasa transendental, mereka berbicara secara konkrit. 5 Di lain hal salah satu ensiklopedia elektronik mencatat bahwa hukuman mati ialah suatu hukuman atau vonis yang dijatuhkan pengadilan atau tanpa pengadilan sebagai bentuk hukuman terberat yang dijatuhkan atas seseorang akibat perbuatannya. 6

3. Sejarah Pidana Mati di Indonesia

Berkaitan dengan kata sejarah, tak pelak harus menelusuri keberadaan pidana mati baik dari aspek pengaturannya dalam suatu ketentuan hukum maupun dari aspek pelaksanaanya jauh ke belakang sejauh mata memandang. Dalam hal ini Sejarah Pidana Mati yang akan dipaparkan oleh penulis terkait dengan penerapannya pada masa lampau sebelum pendudukan kolonial Belanda dan Jepang, pada masa pendudukan kolonial Belanda dan Jepang, pasca proklamasi kemerdekaan hingga saat ini. Sejarah Pidana Mati dalam penerapannya sebelum pendudukan kolonial Belanda dan Jepang dapat ditelusuri dari sejarah hukum adat Indonesia. Menurut Plakat tertanggal 22 April 1808 pengadilan diperkenankan menjatuhkan pidana: 7 5 J.E. Sahetapy, Ancaman Pidana Mati Terhadap Pembunuhan Berencana, Alumni Bandung, 1979, hal. 173 6 http:id.wikipedia.orgwikiHukuman_mati diakses pada hari rabu, tanggal 20 Oktober 2010, Pkl 08.49 WIB 7 Andi Hamzah, A. Sumangelipu, Pidana Mati di Indonesia di Masa Lalu, Kini dan di Masa Depan, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984, hal. 17. Universitas Sumatera Utara 1. Dibakar hidup-hidup pada suatu tiang, 2. Dimatikan dengan menggunakan keris, 3. Dicap bakar, 4. Dipukul, 5. Kerja paksa pada pekerjaan umum. Ternyata hukum adat dahulu mengenal pidana mati. Dengan eksekusi yang kejam seperti di Aceh, seorang istri yang berzinah dibunuh. Ketika Sultan berkuasa disana, dapat dijatuhkan lima 5 macam pidana yang utama: 8 1. tangan dipotong pencuri, 2. dibunuh dengan lembing, 3. dipalang di pohon, 4. dipotong daging dari badan terpidana sajab, 5. ditumbuk kepala terpidana di lesung Di Sulawesi Selatan, ketika Aru Palaka berkuasa, terpidana yang menurut pandangan Aru Palaka membahayakan kekuasaannya seperti La Sunni dipancung kepalanya. Kemudian kepala itu diletakkan di atas baki dan diperhadapkan kepada Aru Palaka sebagai bukti eksekusi telah dilaksanakan. 9 Sistem pemidanaan tersebut dalam plakat masih berlangsung hingga tahun 1848 dengan keluarnya peraturan hukum pidana yang terkenal dengan nama Intermaire Straf Bepalingen LNHB 1848 No. 6 Pasal 1. Peraturan ini meneruskan keadaan hukum pidana yang sudah ada sebelum 1848, terkecuali beberapa perubahan dalam hukum penitensier; yang penting diantaranya ialah pidana mati 8 Utrecht, Hukum Pidana I, Jakarta: Universitas Nijheft, 1981, hal. 243 9 Leonard Y. Anday, The Heritage of Aru Palaka, The Hagues: Martinus, 1960, hal. 20 Universitas Sumatera Utara tidak lagi dilaksanakan dengan cara yang ganas seperti menurut plakat 22 April 1808 itu, tetapi dengan pidana gantung. 10 Setelah Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP 1915 diberlakukan, maka hakim pidana pada pengadilan negara tidak dapat memakai hukum pidana adat dan istiadat sebagai strafbaar dapat dipidana, tetapi sebagai strafmaat ukuran pidana boleh karena ia terikat pasal 1 ayat 1 KUHP. 11 Sementara pada masa pendudukan Kolonial Belanda maupun Jepang ada beberapa ketentuan pidana mati sebagaimana yang ditetapkan oleh hukum adat setempat masih dipertahankan, walaupun ada beberapa daerah tertentu dimana cara pengeksekusiannya disesuaikan dengan ketentuan para penjajah. Namun secara umum terkait cara pengeksekusiannya, kebanyakan eksekusi pidana mati dilaksanakan dengan menggantung si penjahat pada tempat penting di tengah- tengah alun-alun dengan dipertontonkan di muka umum. Hal ini dimaksudkan supaya sebanyak mungkin orang yang melihatnya dan menjadi takut untuk melakukan kejahatan. 12 Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP tahun 1915, Pasal 11 berbunyi, “Pidana mati dijalankan oleh algojo di tempat penggantungan dengan menggunakan jerat di leher terhukum dan mengikatkan jerat itu pada tiang gantungan dan menjatuhkan papan tempat orang itu berdiri.” 13 10 Schepper, Het Nederlands Indisch Strafstelsel, 1952, hal. 51 11 Andi Hamzah, A. Sumangelipu, op. cit. hal. 48 12 Ibid., hal. 79 13 Ibid Universitas Sumatera Utara Menurut Prof. Sutan Muhammad, sejarah di Indonesia sebelum perang ada seorang algojo yang bernama Bapak Tere, tinggal di Kebun Sirih, Jakarta. Bapak Tere ini satu-satunya algojo di Indonesia pada saat itu. Sedangkan pada masa pendudukan Jepang ada dua peraturan yang dijalankan, yaitu Pasal 11 KUHP 14 dan satu peraturan baru yang diundangkan oleh pemerintah Jepang yang menghendaki pidana mati dilaksanakan dengan tembakan mati artikel 6 dari Ozamu Gunrei No. 1 pada tanggal 2 Maret dengan artikel 5 dari Gunrei Keizirei, yaitu kode kriminal dari pemerintah pendudukan Jepang. 15 Pada tanggal 29 September 1958 Badan Legislatif menetapkan Undang- undang 1958 No. 73 untuk mencapai kesatuan dalam menetapkan hukum pidana dengan mengumumkan Undang-undang 1946 No. 1 untuk mengikat seluruh Indonesia. Akan tetapi Undang-undang 1946 No. 1 itu adalah hukum pidana dan pada umumnya kedua-duanya hukum pidana yang telah diundangkan dan hukum pidana di luar kode kriminal. Akibatnya ialah, bahwa undang-undang itu mempunyai juga efek pada peraturan dari Lembaran Negara 1945 No. 123. Pasal 1 Undang-undang 1946 No. 1 menetapkan bahwa peraturan-peraturan pidana yang mengikat sekarang ialah peraturan hukum pidana dari 8 Maret 1942. Dari sejak sekarang semua peraturan di Jakarta Raya, Sumatera Timur, Kalimantan, Namun setelah kesatuan Republik Indonesia tercapai, pidana mati kembali dilakukan dengan pidana gantung. 14 KUHP berlaku pada masa pendudukan Jepang, berdasarkan Aturan Peralihan dari Pemerintah Militer Jepang 15 Han Bing Siong, Tjara Melaksanakan Pidana Mati pada Waktu Sekarang dan pada Waktu Lampau, ceramah radio dari 24 Februari s.d. 15 Juli 1960 Universitas Sumatera Utara dan Indonesia Timur yang diterbitkan sesudah tanggal itu mesti dianggap batal, termasuk peraturan-peraturan dari Staatblad 1945 No. 123. 16 Suatu penetapan baru tentang pelaksanaan pidana mati ialah penetapan Presiden Republik Indonesia Tahun 1964 No. 2 yang menetapkan bahwa pelaksanaan pidana mati, baik yang dijatuhkan di lingkungan peradilan umum maupun peradilan militer, dilakukan dengan ditembak sampai mati. 17

4. Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati

Dokumen yang terkait

Aspek Hukum Pidana Profesi Kedokteran Kehakiman Sebagai Ahli Berdasarkan Pasal 179 Kuhap (Analisa Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No 1498/Pid.B/2012/Pn.Lp.Pb)

0 48 109

Suatu Telaah Terhadap Proses Pengajuan Grasi Terhadap Putusan Pidana Mati Berdasarkan UU RI No. 22 Tahun 2002 Tentang Grasi (Studi Kasus PUTUSAN Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No.513/PID. B/1997/PN. LP)

0 64 77

Peranan Visum Et Repertum Sebagai Alat Bukti Dalam Kasus Tindak Pidana Pembunuhan (Study Kasus Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No. 1243/Pid B/2006/PN-LP)

5 97 118

Pencabutan Delik Aduan Dalam Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dan Akibatnya Dalam Peradilan Pidana (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No. Reg. : 1276/Pid.B/2007PN.LP)

3 144 102

Kajian Hukum Terhadap Tindak Pidana Menerima Gratifikasi Berdasarkan UU No. 31 Tahun 1999 Jo UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

5 67 133

Implementasi Pidana Mati Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan (Study Putusan No. 514/Pid.B/1997/PN-LP)

0 27 87

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Proses Peradilan Pidana Sesuai Dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak (Studi Kasus Di Wilayah Pengadilan Negeri Tebing Tinggi Deli)

1 64 127

Tinjauan Hukum Atas hak Prerogatif Presiden Dalam Pemberian Grasi Terhadap terpidana Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 Tentang Grasi

0 15 90

ANALISIS PUTUSAN HAKIM TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI PERJANJIAN PENJUALAN CRUDE PALM OIL (Studi Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No.147/Pdt.G/2009/PN.LP)

1 8 45

Tinjauan Yuridis Terhadap Proses Tuntutan Ganti Kerugian Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 2730/Pid.B/2001/PN.Mdn)

0 2 130