waktu lama, yaitu dua 2 tahun atau lebih. Pada saat itu, sesuai dengan ketentuan pasal 2 ayat 3 UU No. 22 Tahun 2002, maka ia sudah dapat mengajukan lagi
grasi kedua. Jika kemudian grasi ditolak, ia mengajukan peninjauan kembali. Sehingga ada beberapa terpidana yang telah mengajukan grasi dan peninjauan
kembali berulang-ulang. Dengan demikian tidaklah mengherankan jika hukuman mati yang dijatuhkan kepada terpidana memakan waktu yang relative lama untuk
sampai pada waktu pelaksanaan eksekusi.
B. Dapatkah dieksekusi selama upaya hukumnya masih berlangsung studi kasus Dukun AS
Pada dasarnya setiap putusan pidana dapat segera dilakukan pengeksekusian oleh pihak kejaksaan sekalipun terpidana melakukan upaya
hukum atas putusan yang dijatuhkan terhadapnya. Apakah upaya hukum tersebut banding, kasasi, peninjauan kembali, maupun grasi.
Namun dalam hal putusan tersebut adalah putusan pidana mati, terdapat pengecualian. Pasal 3 Undang-undang No. 22 Tahun 2002 tentang grasi mengatur,
“Permohonan grasi tidak menunda pelaksanaan putusan pemidanaan bagi terpidana, kecuali dalam hal putusan pidana mati.” Ketentuan dalam pasal tersebut
mengisyaratkan bahwa semua putusan pidana dapat segera dieksekusi sekalipun terpidana melakukan upaya hukum, dalam hal ini banding, terkecuali untuk
putusan pidana mati. Hal yang menarik dalam kasus eksekusi terpidana mati Dukun AS,
terpidana sudah dieksekusi sementara upaya hukum yang diajukannya untuk yang
Universitas Sumatera Utara
terakhir kali grasi kedua melalui kuasa hukumnya dalam status yang masih dipertanyakan. Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara pada saat itu, sebagai
pimpinan institusi yang mengeksekusi Dukun AS, didampingi Kepala Kejaksaan Negeri Lubuk Pakam pada saat itu, Tarmizi,SH, berdalih, “Grasi Dukun AS telah
ditolak Presiden pada 27 November 2007. Secara hukum, pelaksanaan eksekusi itu telah sesuai prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Kemudian menambahkan, “Pelaksanaan eksekusi itu juga tidak salah meski Dukun AS mengajukan grasi kedua, karena sesuai dengan Pasal 2 ayat 3 UU
Nomor 22 tahun 2002 tentang Grasi, upaya hukum itu hanya dapat dilakukan jika dalam dua tahun sejak penolakan grasi pertama kejaksaan belum melakukan
eksekusi.”
26
Namun bila dirujuk secara langsung kepada pasal yang dijadikan Kajatisu dan Kajari Lubuk Pakam untuk melakukan eksekusi terhadap Dukun AS,
sangat berbeda dengan apa yang dimaksud atau ditafsirkan mereka. Pasal 2 ayat 3 poin a UU No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi menyebutkan, “Permohonan
grasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hanya dapat diajukan 1 satu kali, kecuali dalam hal :
a. terpidana yang pernah ditolak permohonan grasinya dan telah lewat waktu 2
dua tahun sejak tanggal penolakan permohonan grasi tersebut.”
27
26
http:www.kapanlagi.comeksekusi_dukun_AS_sisakan_masalah , diakses pada hari kamis, 27
Nopember 2008, pukul 19.00 WIB
27
Undang-undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi
Universitas Sumatera Utara
Menurut penulis, setelah mencoba melihat penjelasan Pasal tersebut dan membandingkannya dengan penafsiran Kejati dan Kajari Lubuk Pakam, dalam
penjelasan Pasal 2 ayat 3 poin a UU No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi tidak ada membuat penjelasan lebih lanjut, hanya dua kata, cukup jelas. Jadi rujukan satu-
satunya adalah pasal itu sendiri. Dan dalam isi pasal tersebut tidak ada disebutkan bahwa upaya hukum grasi hanya dapat dilakukan jika dalam dua tahun sejak
penolakan grasi pertama kejaksaan belum melakukan eksekusi. Pasal tersebut hanya menyebutkan bahwa permohonan grasi hanya dapat
diajukan satu kali terkecuali bagi terpidana yang pernah ditolak permohonan grasinya dan permohonan grasi yang pertama tersebut telah lewat waktu dua
tahun sejak tanggal penolakan permohonan grasi tersebut. Jadi mengacu pada pasal tersebut, dengan segala keterbatasan, penulis menafsirkan beberapa poin
sebagai berikut: 1.
sebagaimana judul Bab untuk Pasal 2 ayat 3 UU No. 2 Tahun 2002, pasal tersebut merupakan pasal yang berbicaramengatur tentang ruang lingkup
permohonan dan pemberian grasi bukan berbicaramengatur tentang boleh tidaknya dieksekusi oleh eksekutor ;
2. Pasal tersebut justru bertendensi positif yang memberi semangat hidup bagi
terpidana, dimana bila diterjemahkan secara harfiah pasal tersebut justru memberi hak bagi terpidana untuk mengajukan grasi yang kedua dengan
memberi waktu tunggu selama dua tahun. Jadi jika pihak kejaksaan dalam waktu tunggu itu melakukan eksekusi maka sesungguhnya pihak kejaksaan,
Universitas Sumatera Utara
dalam hal ini kejatisu dan kejari Lubuk Pakam, telah memperkosa hak terpidana dan merenggut hak terpidana akan harapannya untuk hidup melalui
peluang yang diberikan pemerintah dengan adanya permohonan grasi yang kedua.
Jadi, akhirnya, jika mengingat kembali pertanyaan awal pad bagian ini, “Dapatkah dieksekusi selama upaya hukumnya berlangsung?” Maka jawabannya
adalah dapat jika eksekusi yang dilakukan itu bukan bagi terpidana mati. Namun, dalam kaitannya dengan kasus Dukun AS dalam hal ini penulis menyimpulkan
pihak eksekutor, yaitu Kejatisu melalui Kejari Lubuk Pakam, telah melanggar ketentuan hukum sebagaimana yang diatur dalam pasal 2 ayat 3 poin a UU No.
22 Tahun 2002 tentang Grasi yang ironisnya mereka jadikan sebagai dasar untuk mengeksekusi terpidana
.
C. Daya tekan Pidana Mati dalam menimbulkan efek jera bagi pelaku tindak pidana