Pengaruh Latihan Fisik Terhadap Saturasi Oksigen Pada Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik Stabil di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

(1)

TESIS

PENGARUH LATIHAN FISIK TERHADAP SATURASI OKSIGEN PADA PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK STABIL DI

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

ANRIANY H SINAMBELA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK

DEPARTEMEN PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN USU/SMF PARU RSUP H. ADAM MALIK

MEDAN 2013


(2)

PENGARUH LATIHAN FISIK TERHADAP SATURASI OKSIGEN PADA PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK STABIL DI

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Paru dan

Dokter Spesialis dalam Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Pada Departemen Pulmonologi Dan Kedokteran Respirasi

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

ANRIANY H SINAMBELA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK

DEPARTEMEN PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN USU/SMF PARU RSUP H. ADAM MALIK

MEDAN 2013


(3)

TESIS

PPDS MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK DEPARTEMEN PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA/RUMAH SAKIT UMUM PUSAT

HAJI ADAM MALIK MEDAN

Judul penelitian :Pengaruh Latihan Fisik Terhadap Saturasi Oksigen Pada Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik Stabil di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

Nama peneliti : Anriany H Sinambela

Fakultas : Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Program Studi : Program Magister Kedokteran Klinik dan Dokter Spesialis I Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Jangka Waktu : 5 (dua) bulan

Biaya Penelitian : Rp. 11.000.000,-

Lokasi Penelitian : RSUP H. Adam Malik, Medan

Pembimbing : dr. Pandiaman S. Pandia, M.Ked (Paru) SpP(K) Dr. dr. Amira P. Tarigan, M. Ked(Paru) SpP


(4)

PERNYATAAN

Judul Penelitian : Pengaruh Latihan Fisik Terhadap Saturasi Oksigen Pada Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik Stabil di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat orang lain yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam rujukan.

Yang Menyatakan, Peneliti


(5)

Telah diuji pada

Tanggal : 30 Oktober 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Penguji I : Prof. dr. Luhur Soeroso, SpP(K) Penguji II : Prof. dr. Tamsil Syafiuddin, SpP(K)

Penguji III : dr. Hilaluddin Sembiring, SpP(K), DTM&H Penguji IV : dr. Zainuddin Amir, SpP(K)


(6)

ABSTRAK

Objektif : Pengaruh Latihan Fisik Terhadap Saturasi Oksigen Pada Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik Stabil di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

Metode : Penelitian ini merupakan pre eksperimen dengan rancangan one group pre dan post test dengan tujuan menilai saturasi oksigen sebelum dan setelah latihan fisik penderita PPOK stabil di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

Hasil : Dari 14 sampel dijumpai penderita keseluruhannya berjenis kelamin

laki-laki (100%) dan berdasarkan umur penderita didapati kelompok usia rata- rata 61 tahun. Riwayat merokok sampel pada penelitian ini merupakan bekas perokok dengan rata-rata lama merokok selama 55 tahun dengan rerata jumlah rokok setiap harinya sebanyak 23,36 batang. Berdasarkan nilai Indeks Brinkman, sampel pada penelitian ini dengan rerata sebesar 699,36 (derajat berat). Dari riwayat menderita PPOK, sampel penelitian ini didapati rerata selama 4,40 tahun. Dari hasil spirometri, penderita PPOK yang terbanyak adalah penderita PPOK derajat berat dengan nilai 30% < VEP1 < 50% nilai prediksi. Nilai saturasi oksigen sebelum, selama dan sesudah latihan fisik adalah rata-rata 98%. Nilai rata -rata (mean) pada penelitian ini adalah 28,1123 menit dan nilai standar deviasinya adalah 3,40536.

Kesimpulan : Dari hasil penelitian yang didapatkan menunjukkan tidak ada perbedaan

yang bermakna nilai saturasi sebelum dan sesudah latihan fisik

Kata Kunci : derajat obstruksi PPOK, spirometri, latihan fisik (cycle ergometri), nilai saturasi oksigen.


(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur dan terima kasih penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sebab berkat rahmat dan kasih karuniaNya penulis dapat menyelesaikan tulisan akhir ini yang berjudul “Pengaruh Latihan Fisik Terhadap Saturasi Oksigen Pada Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik Stabil di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.” Tulisan ini merupakan persyaratan dalam penyelesaian pendidikan keahlian di Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/SMF Paru RSUP H Adam Malik Medan. Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan penelitian ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak baik dari guru-guru yang penulis hormati, teman sejawat asisten Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU, paramedis dan non medis serta dorongan dari pihak keluarga. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

Prof. dr. H. Luhur Soeroso, SpP(K) sebagai Ketua Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/ SMF Paru RSUP H Adam Malik Medan, yang tiada henti-hentinya memberikan bimbingan Ilmu Pengetahuan, arahan, petunjuk serta nasehat dalam cara berpikir, bersikap dan berperilaku yang baik selama masa pendidikan, yang mana hal tersebut sangat berguna di masa yang akan datang.

Prof. dr. H. Tamsil Syafiuddin, SpP(K) sebagai koordinator penelitian ilmiah di Departemen Pulmonolgi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/ SMF Paru RSUP H Adam Malik Medan dan Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) cabang Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bantuan, dorongan, bimbingan, pengarahan dan masukan dalam rangka penyusunan dan penyempurnaan tulisan ini.

dr. H. Zainuddin Amir, SpP(K) sebagai Ketua TKP PPSD FK USU yang senantiasa tiada jemunya membantu, mendorong dan memotivasi serta membimbing dan menanamkan disiplin, ketelitian, berpikir dan berwawasan ilmiah serta selalu mendorong penulis dalam menyelesaikan tulisan ini.

dr. P.S Pandia, Mked(Paru), SpP(K) sebagai salah satu pembimbing dalam tesis ini maupun sebagai Sekretaris Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/ SMF Paru RSUP H Adam Malik Medan, yang telah banyak memberikan bantuan, masukan dan arahan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tulisan ini.


(8)

dr. Widi Rahardjo, SpP(K) sebagai pembimbing akademik penulis, yang telah banyak memberikan bantuan, masukan, arahan dan dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini.

Dr.dr.Amira Permatasari Tarigan, Mked(Paru) SpP sebagai Ketua Program Studi Departemen Pulmonolgi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/ SMF Paru RSUP H Adam Malik Medan, yang telah banyak memberikan bimbingan, bantuan, dorongan dan nasehat yang sangat berguna selama penulis menjalani masa pendidikan.

dr. Noni N Soeroso, Mked(Paru) SpP, sebagai Sekretaris Program Studi Departemen Pulmonolgi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/ SMF Paru RSUP H Adam Malik Medan, yang dengan penuh kesabaran memberi bimbingan, bantuan, masukan, dan dorongan dalam penyempurnaan penelitian bagi penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini.

Prof.dr. Sorimuda Sarumpaet, MPH sebagai pembimbing statistik yang telah banyak membantu dan membuka wawasan penulis dalam bidang statistik dan dengan penuh kesabaran memberi bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini.

Penghargaan dan rasa terimakasih juga tak lupa penulis sampaikan kepada yang terhormat dr. H. Hilaluddin Sembiring, DTM&H, SpP(K), dr Parluhutan Siagian,Mked(Paru) SpP, dr Bintang YM Sinaga, Mked(Paru) SpP, Dr. Setia Putra Tarigan SpP, dr. Netty Y Damanik SpP, dr. Syamsul Bihar, M.Ked(Paru), Sp.P yang telah banyak memberikan bantuan, masukan dan pengarahan selama menjalani pendidikan.

Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada yang terhormat Dekan Fakultas Kedokteran USU Medan, Direktur RSUP H Adam Malik Medan, Bagian Patologi Klinik RSUP H Adam Malik Medan, yang telah memberikan kesempatan dan bimbingan kepada penulis dalam melaksanakan dan menyelesaikan penelitian ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada teman sejawat peserta Program Studi Pendidikan Spesialisasi Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi, pegawai tata usaha, perawat/petugas poliklinik, ruang rawat inap, ruang bronkoskopi, instalasi perawatan intensif, instalasi gawat darurat RSUP H Adam Malik atas bantuan dan kerja sama yang baik selama menjalani masa pendidikan.


(9)

Dengan rasa hormat dan terima kasih yang tiada terbalas penulis sampaikan kepada Ayahanda alm. M Sinambela dan Ibunda L Pasaribu tercinta yang telah membesarkan, mendidik dan memberi dorongan semangat serta doa kepada penulis hingga dapat menyelesaikan pendidikan ini.

Demikian juga kepada Suamiku tercinta Ir. Humala Deson Sihombing serta anak-anakku tersayang Vanessa, Varell, Vandra yang selalu setia dalam suka dan duka, penuh pengertian, kesabaran dan pengorbanannya kepada penulis selama menjalani pendidikan. Tiada kata yang dapat diucapkan selain ungkapan rasa terima kasih dan penghargaan atas segala kesetiaan maupun dukungan kalian selama ini.

Akhirnya pada kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas segala kekurangan, kekhilafan dan kesalahan yang pernah diperbuat selama ini. Semoga ilmu, keterampilan dan pembinaan kepribadian yang penulis dapatkan selama ini dapat bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa dan mendapat restu dari Tuhan Yang Maha Esa.

Medan, Oktober 2013 Penulis


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN ………... i

LEMBAR PENELITIAN ……….. ii

SURAT PERNYATAAN ……….. iii

KATA PENGANTAR ……… iv

DAFTAR ISI ……… v

DAFTAR SINGKATAN ……… vi

DAFTAR TABEL ……… vii

DAFTAR GAMBAR ……...……….. viii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ………..………. … 1

1.2. Perumusan Masalah ……… 2

1.3. Tujuan Penelitian ……… 2

1.3.1 Tujuan Umum ……….... 2

1.3.2 Tujuan Khusus ……… 2

1.4 Manfaat Penelitian ……… 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Epidemiologi ……… 4

2.2 Definisi ……… 6


(11)

2.3.2 Polusi ….……… 7

2.3.3 Pekerjaan ……… 8

2.3.4. Infeksi ……… 8

2.3.5 Faktor genetik ………. 9

2.3.6 Jenis kelamin ………. 9

2.3.7 Status sosio-ekonomi ……… 9

2.4 Patofisiologi PPOK ………. 10

2.4.1 Keterbatasan aliran udara dan hiperinflasi ……… 11

2.4.2 Gangguan pertukaran gas ……… 15

2.4.3 Disfungsi otot ventilasi ……… 14

2.4.4 Gangguan kardiovaskuler ……… 14

2.5 Latihan fisik pada PPOK ……… 15

2.5.1 Jenis latihan fisik ……… 17

2.5.2 Intensitas dan durasi latihan ……… 17

2.5.3 Pemeliharaan latihan ……… 18

2.6 Prinsip Latihan ……… 19

2.7 Pursed lip breathing ……… 20

2.8 Pulse oksimetri ……… 21

2.8.1 Prinsip penggunaan pulse oksimetri ……… 23

2.8.1 Keterbatasan pulse oksimetri …...………. 25

2.9. Kerangka teori ……… 27

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan penelitian ……… 28


(12)

3.3 Populasi dan sampel ……… 28

3.3.1 Populasi ……… 28

3.3.2. Sampel ……… 28

3.3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi. ……… 28

3.4 Besar sampel ……… 29

3.5 Cara Kerja penelitian ……….. 30

3.6 Kerangka Operasional ………... 32

3.7 Definisi Operasional ……….. 32

3.8 Analisa Data ……….. 33

3.9 Pengolahan data ……… 34

3.11 Jadwal Kegiatan ... 34

3.12 Perkiraan Biaya Penelitian BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ………. 36

4.2 Karakteristik Penderita ……….……… 36

4.3 Pembahasan Penelitian ………. 39

BAN 5 KESIMPULAN DAN SARAN ……… 42

DAFTAR PUSTAKA ………... 43 LAMPIRAN 1. Dummy table

LAMPIRAN 2. Lembar penjelasan kepada calon subyek penelitian LAMPIRAN 3. Formulir persetujuan setelah penjelasan


(13)

DAFTAR SINGKATAN CO = Karbon monoksida

CO2

CPET = Cardio Pulmonary Exercise Testing = Karbondioksida

DEPKES = Departemen Kesehatan Hb = Hemoglobin

HbCO = Karboksihemoglobin

KRF = Kapasitas Residu Fungsional MetHb = Methemoglobin

NO2 O = Nitrogenoksida 2 PaO = Oksigen 2 PaCO

= Tekanan parsial oksigen dalam darah arteri 2 = Tekanan parsial CO2

PPOK = Penyakit Paru Obstruktif Kronis

dalam darah arteri

RSUD = Rumah Sakit Umum Daerah RSUP = Rumah Sakit Umum Pusat SO2

SaO

= Sulfurdioksida 2

SpO

= Saturasi oksigen darah arteri 2

SKRT = Survei Kesehatan Rumah Tangga

= Saturasi oksigen dari pemeriksaan dengan pulse oksimetri

VEP1 = Volum Ekspirasi Paksa Detik Pertama VR = Volum Residu

VO2

WHO = World Health Organization = Konsumsi oksigen


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Keterbatasan pulseoksimetri ………...…………. 26 Tabel 4.1.

Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6

Distribusi penderita berdasarkan jenis kelamin... Distribusi penderita berdasarkan umur... Distribusi penderita berdasarkan indeks Brinkman... Distribusi penderita berdasarkan nilai VEP1... Distribusi penderita berdasarkan derajat obstruksi... Nilai saturasi oksigen dengan pulse oksimetri...

36 37 37 38 38 39


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Respon volume paru terhadap latihan pada PPOK dan orang sehat……... 13 Gambar 2. Perubahan di dalam paru yang berperan dalam patofisiologi PPOK…… 15


(16)

ABSTRAK

Objektif : Pengaruh Latihan Fisik Terhadap Saturasi Oksigen Pada Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik Stabil di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

Metode : Penelitian ini merupakan pre eksperimen dengan rancangan one group pre dan post test dengan tujuan menilai saturasi oksigen sebelum dan setelah latihan fisik penderita PPOK stabil di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

Hasil : Dari 14 sampel dijumpai penderita keseluruhannya berjenis kelamin

laki-laki (100%) dan berdasarkan umur penderita didapati kelompok usia rata- rata 61 tahun. Riwayat merokok sampel pada penelitian ini merupakan bekas perokok dengan rata-rata lama merokok selama 55 tahun dengan rerata jumlah rokok setiap harinya sebanyak 23,36 batang. Berdasarkan nilai Indeks Brinkman, sampel pada penelitian ini dengan rerata sebesar 699,36 (derajat berat). Dari riwayat menderita PPOK, sampel penelitian ini didapati rerata selama 4,40 tahun. Dari hasil spirometri, penderita PPOK yang terbanyak adalah penderita PPOK derajat berat dengan nilai 30% < VEP1 < 50% nilai prediksi. Nilai saturasi oksigen sebelum, selama dan sesudah latihan fisik adalah rata-rata 98%. Nilai rata -rata (mean) pada penelitian ini adalah 28,1123 menit dan nilai standar deviasinya adalah 3,40536.

Kesimpulan : Dari hasil penelitian yang didapatkan menunjukkan tidak ada perbedaan

yang bermakna nilai saturasi sebelum dan sesudah latihan fisik

Kata Kunci : derajat obstruksi PPOK, spirometri, latihan fisik (cycle ergometri), nilai saturasi oksigen.


(17)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan gangguan pernapasan yang akan semakin sering dijumpai di masa mendatang. Angka morbiditas dan mortalitasnya meningkat setiap waktu. PPOK merupakan penyebab utama morbiditas dan cacat, dan pada tahun 2020 diperkirakan menjadi penyebab terbesar ketiga kematian di seluruh dunia. Saat fungsi paru memburuk dan penyakit berkembang maka risiko terjadinya hipoksia juga akan meningkat. Hipoksia jaringan menjadi kunci terjadinya proses maladaptif dan komorbid. Kejadian hipoksemia pada pasien PPOK menyebabkan penurunan kualitas hidup, berkurangnya toleransi terhadap latihan, mengurangi fungsi otot rangka, dan akhirnya meningkatkan risiko kematian.1

Penurunan fungsional yang terjadi pada hampir seluruh jenis penyakit paru adalah gangguan pertukaran gas. Pada tahap awal dari penyakit ini saturasi oksigen saat istirahatmasih dalam batas normal, tetapi ketika diberi latihan fisik, penurunan saturasi oksigen dapat terjadi. Terjadinya penurunan saturasi oksigen (desaturasi oksigen) selama latihan pada pasien PPOK telah banyak mendapat perhatian.

Sebagian besar pasien PPOK mengalami hipoksemia dan penurunan saturasi oksigen darah arteri. Keunggulan pulse oksimetri selama latihan telah teruji namun perlu mendapat perhatian jika nilai SpO

2

2 di bawah 90%, dan ketika ada bukti bahwa hipoksia berhubungan dengan aktifitas.3

Poulain (2003) dalam penelitiannya mengikutsertakan 80 pasien PPOK melaporkan bahwa 28 pasien yang menjalani tes 6 menit berjalan mengalami penurunan


(18)

saturasi oksigen dimana hal ini tidak terdeteksi melalui pemeriksaan CPET (Cardio Pulmonary Exercise Testing).

Pada penelitian yang dilakukan Escourrou (1990) mengikutsertakan 101 pasien, 33 orang diantaranya pasien PPOK dijumpai bahwa nilai saturasi oksigen yang dinilai dengan pulse oksimetri yang dihitung saat beristirahat dan saat latihan berbeda bermakna. Perbedaan saturasi oksigen dalam darah antara beristirahat dan aktifitas setara dengan perubahan pada pulse oksimetri.

4

1.2. Perumusan Masalah

5

Apakah ada pengaruh latihan fisik terhadap saturasi oksigen pada penderita PPOK stabil?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Menganalisis pengaruh latihan fisik terhadap saturasi oksigen pada penderita PPOK stabil di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk melihat karakteristik penderita PPOK berdasarkan umur, jenis kelamin dan derajat obstruksi (nilai VEP1).

b. Untuk melihat karakteristik penderita PPOK berdasarkan tekanan darah dan nadi c. Untuk melihat perbedaan saturasi oksigen sebelum dan sesudah latihan fisik.


(19)

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap pelayanan penderita PPOK di RSUP. H. Adam Malik Medan dalam menilai

saturasi oksigen sebelum dan setelah latihan fisik.

b. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengalaman peneliti dalam menggunakan pulse oksimetri untuk menilai saturasi oksigen pada penderita PPOK.

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menilai kondisi hipoksia pada penderita PPOK dan untuk penatalaksanaan selanjutnya.

d. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data sekunder untuk penelitian PPOK lebih lanjut.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Epidemiologi

PPOK merupakan penyebab ke-4 kesakitan dan kematian di Amerika Serikat dan diperkirakan urutan kelima beban penyakit di seluruh dunia tahun 2020, setelah penyakit jantung iskemik, depresi, kecelakaan dan penyakit serebrovaskuler.

Di Indonesia tidak ditemukan data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) DEPKES RI 1992 menemukan angka kematian emfisema, bronkitis kronik dan asma menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia. Pada tahun 1997 penderita PPOK yang dirawat inap di RSUP Persahabatan sebanyak 124 (39,7%), sedangkan rawat jalan sebanyak 1837 atau 18,95%. Di RSUD dr. Moewardi Surakarta ditemukan penderita PPOK rawat inap sebanyak 444 (15%), dan rawat jalan 2368 (14%).

6

PPOK merupakan gangguan heterogen ditandai dengan disfungsi pada saluran napas kecil dan besar dan dengan kerusakan parenkim dan pembuluh darah, dalam kombinasi yang sangat bervariasi.

7

Hipoksemia dapat terjadi saat latihan pada pasien PPOK. Hal ini disebabkan oleh hipoventilasi alveolar, keterbatasan difusi, shunt, ketidakcocokan ventilasi-perfusi, tekanan parsial oksigen darah vena yang rendah dan cardiac output yang rendah. Hipoksemia yang diinduksi oleh latihan akan meningkatkan tekanan arteri pulmonalis


(21)

saat beraktifitas dan dapat berkontribusi pada penurunan toleransi latihan pada beberapa pasien.

Latihan fisik pada PPOK dibatasi oleh berbagai faktor yaitu ventilasi alveolar, kelemahan otot inspirasi, sesak napas, deconditioning, asidosis respiratorik, gagal jantung dan disfungsi otot.

9

10,11

Pasien PPOK berat lebih rentan terhadap hipoksemia selama kegiatan olahraga dan rutin. Hipoksemia yang terjadi saat latihan dapat mengurangi toleransi latihan sehingga mengurangi manfaat rehabilitasi.

Pasien PPOK mengalami penurunan toleransi terhadap latihan. 12 4

Pengukuran pertukaran gas selama latihan digunakan terhadap pasien dengan gangguan pernapasan. Perubahan oksigen dalam darah selama latihan dapat digunakan untuk mendeteksi penyakit paru, menilai derajat beratnya penyakit dan respon terhadap terapi. Beberapa cara dilakukan untuk menilai saturasi oksigen. Selain pulse oksimetri yang dalam hal ini merupakan tindakan yang non invasif juga dapat dilakukan secara invasif yaitu pengambilan darah secara langsung dari arteri. Pengambilan darah ini tidak selamanya berhasil terutama pada pasien dengan arteri radial yang kecil.

Pulseoksimetri digunakan pada pasien PPOK stabil derajat berat (VEP1 < 50% prediksi), pasien dengan eksaserbasi juga pemeriksaan pasien di rumah untuk menilai penanganan yang telah diberikan oleh dokter.

5

13

Penelitian Razi dkk.( tahun 2003) di Iran bertujuan mencari hubungan antara pemeriksaan saturasi oksigen dengan pulse oksimetri dan analisa gas darah pada pasien yang hipoksemik dan non hipoksemik. Hasilnya dari 152 pasien penyakit paru baik yang hipoksemik atau yang non hipoksemik, didapati bahwa pulse oksimetri memiliki akurasi yang tinggi dalam menilai saturasi oksigen pada SpO2 ≥ 80% dan dapat menggantikan analisa gas darah.3


(22)

Schenkel dkk. (tahun 1996) dalam penelitiannya ingin membandingkan saturasi oksigen pasien PPOK derajat sedang sampai berat dalam aktifitas sehari-hari. Dengan mengikutsertakan 30 pasien PPOK yang sedang menjalani rehabilitasi paru maka dijumpai penurunan saturasi paling tinggi saat berjalan diikuti dengan saat mencuci, makan dan saat istirahat.

Penting untuk diketahui bahwa pulse oksimetri merupakan pelengkap dalam penilaian pasien PPOK. Spirometri tetap menjadi baku emas dalam diagnosis dan penderajatan PPOK.

14

2.2 Definisi

13

Definisi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) menurut GOLD (Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun disertai perubahan struktural pada jaringan paru dan saluran nafas, didapatkan pula efek ekstra paru yang berkontribusi terhadap derajat berat penyakit.6

a. Derajat I (Ringan) VEP1≥ 80%

Berdasarkan GOLD 2010 derajat PPOK dibagi atas:

b. Derajat II (Sedang) 50 ≤ VEP1 < 80% c. Derajat III (Berat) 30 ≤ VEP1 < 50%

d. Derajat IV (Sangat Berat) VEP1 < 30% atau VEP1 <50% prediksi disertai gagal napas kronik.


(23)

2.3. Faktor Risiko 2.3.1. Asap rokok.

Sekitar 15-44% dari perokok berkembang menjadi PPOK.15 Menurut WHO (World Health Organization), 100 juta kematian disebabkan rokok pada abad 20 dan mencapai hingga 1 milyar pada abad 21. Jumlah perokok mencapai 1 milyar di seluruh dunia dan secara umum penggunaan produk tembakau ini meningkat terutama pada negara berkembang. Lebih dari 80% dari jumlah perokok di seluruh dunia berada di negara- negara miskin dan berkembang. Diperkirakan rokok membunuh 5,4 juta orang pertahun dan sekitar 10% adalah orang dewasa. PPOK merupakan penyebab terbesar angka kesakitan dan kematian di berbagai negara dengan merokok sebagai faktor risiko yang berperan penting. WHO memperkirakan 80 juta orang di seluruh dunia adalah penderita PPOK sedang sampai berat. Perokok pasif juga berkontribusi berkembangnya PPOK melalui inhalasi partikel dan berbagai gas yang dikeluarkan asap rokok.16 Perokok tembakau merupakan penyebab penting PPOK seperti beberapa dokter menyebutnya paru- paru perokok yang memberikan pesan yang jelas mengenai penyebab penyakit dan pentingnya menghentikan kebiasaan merokok. Usia mulai merokok, dalamnya isapan dan total jumlah batang rokok yang diisap menjadi faktor yang penting.15,16

2.3.2. Polusi.

Polusi di dalam ruangan biasanya berasal dari bahan bakar yang digunakan untuk memasak dan ruangan yang panas dengan ventilasinya buruk, sehingga dapat menyebabkan keterbatasan aliran udara. Polusi udara dalam ruangan terjadi dari pembakaran bahan bakar minyak atau kompor dimana hal ini adalah faktor penting dalam berkembangnya PPOK, terutama pada wanita di negara berkembang yang


(24)

menggunakan api untuk memasak dengan ventilasi yang sangat minim untuk mengeluarkan asap yang dihasilkan.18 Polusi udara di luar ruangan menambah beban partikel udara yang dihirup, walaupun kadarnya tidak diketahui. Hal ini meliputi partikel dan gas. Partikel ini terbentuk dari pembakaran yang tidak sempurna seperti minyak solar/diesel, abu, dan debu. Komponen utama gas adalah seperti belerang, nitrogen, karbon yang terionisasi dan juga pembakaran minyak yang berasal dari fosil, hidrokarbon dan ozon.17 Polusi udara di luar ruangan merupakan gabungan ratusan zat polutan yang berasal dari industri, jalan raya, pembakaran sampah dan sumber-sumber lain. Berbeda dengan risiko lain, paparan polusi udara di luar ruangan terjadi selama rentang hidup. Bukti kuat menunjukkan bahwa paparan polusi udara luar ruangan berkorelasi dengan eksaserbasi akut PPOK.19 Di negara berkembang seperti India 30-50% bukan perokok menderita PPOK. Hal ini disebabkan penggunaan bahan bakar biomass seperti kayu yang mengeluarkan zat polutan seperti SO2, CO, NO2, formaldehid yang menyebabkan polusi udara di dalam ruangan.

2.3.3. Pekerjaan

18

Pekerjaan dengan lingkungan kerja yang kotor oleh karena polusi berupa gas dan partikel meningkatkan risiko PPOK. Pekerjaan lain yang berisiko misalnya pada penambang batubara, pekerja besi, pemanen gandum, pemanen kapas dan pekerja pabrik kertas.17 Banyaknya pekerjaan yang berhubungan dengan debu berhubungan dengan bronkitis kronis dan berbagai penyakit saluran napas obstruktif berhubungan dengan lingkungan kerja misalnya bisinosis pada pekerja kapas, asma pada penyemprot cat, penyakit saluran napas obstruktif pada petani. Di Amerika faktor pekerjaan berperan 15% menjadi risiko berkembangnya COPD.19,20


(25)

2.3.4. Infeksi.

Peran infeksi virus pada saluran napas atas dan bawah dalam patogenesis PPOK masih belum jelas. Infeksi saluran pernapasan pada masa kanak-kanak juga berhubungan dengan penurunan fungsi paru dan meningkatkan masalah pernapasan pada saat dewasa yang mana dapat menyebabkan PPOK. Saat PPOK ditegakkan kejadian eksaserbasi berulang oleh bakteri maupun virus sering dijumpai dan berperan dalam obstruksi jalan napas hingga menyebabkan penurunan fungsi paru. Penelitian Levent Erkan dkk di Turki (2002) meneliti kultur sputum penderita PPOK eksaserbasi hasilnya 46% disebabkan oleh infeksi bakteri tipikal dan 26% oleh bakteri atipikal dan penyebab yang paling banyak adalah Haemophilus influenzae (30%).

2.3.5. Faktor genetik.

21

Hal ini jarang didapati. Faktor genetik yang paling sering disebutkan dalam literatur adalah defisiensi dari alpha- 1 antitripsin yang merupakan inhibitor dari serine protease yang terbanyak beredar dalam sirkulasi. Hal ini terutama dapat dilihat pada emfisema panasinar yang secara umum menyerang paru bagian bawah.1 7

Defisiensi genetik dari alpha 1 antitripsin berhubungan dengan emfisema pada usia muda. Hal ini menyumbang sedikitnya 1% dari semua kasus PPOK namun untuk protease lain yang tidak teridentifikasi ini mungkin penting.

20 2.3.6. Jenis kelamin

Sering dinyatakan bahwa PPOK umumnya pada pria. Saat merokok dan paparan kerja diperhitungkan, risiko relatif berkembangnya PPOK pada pria lebih tinggi dibanding pada wanita menjadi tidak signifikan.17 Jenis kelamin juga menjadi faktor risiko PPOK karena ada interaksi antara jenis kelamin dengan berbagai faktor risiko PPOK. Silverman dkk menemukan wanita memiliki prevalensi lebih tinggi (74%) pada


(26)

84 studi yang mengikutsertakan PPOK berat. Perempuan perokok juga dua kali lebih mudah terjadinya obstruksi saluran napas dan 3,5 kali lebih mudah mengalami obstruksi berat dibandingkan laki-laki perokok.

2.3.7. Status sosio-ekonomi.

15

Pada penelitian yang dilakukan di Inggris pada tahun 1950 dan 1960, ditemukan PPOK dengan prevalensi tinggi pada sosioekonomi rendah. Prevalensi tinggi juga dijumpai pada mereka yang merokok dengan tingkat sosioekonomi rendah, dan mereka lebih cenderung untuk dipekerjakan di lapangan pekerjaan di mana mereka mungkin berisiko mendapat paparan di tempat kerja. Kondisi perumahan yang sangat miskin dan penggunaan bahan bakar fosil untuk pemanasan tanpa ventilasi yang memadai mungkin juga merupakan faktor penyebab yang penting.

Meskipun banyak faktor yang dapat menyebabkan PPOK yang paling signifikan adalah merokok. Pajanan asap rokok menyebabkan proses inflamasi yang mempengaruhi sedikit banyak jalan napas dan juga mempengaruhi mekanisme pertahanan tubuh.

17

17, 20 2.4 Patofisiologi PPOK

Berbagai kelainan fungsi paru terjadi pada PPOK namun penurunan yang terus menerus aliran ekpirasi paksa maksimal merupakan gambaran fisiologis.22 Sebagai konsekuensi patologis, peradangan pada PPOK menginduksi serangkaian perubahan fisiologis yang pada akhirnya berdampak pada kualitas hidup dan kelangsungan hidup pasien PPOK. Pertama proteolisis elastin mengakibatkan penurunan elastisitas paru, sedangkan integritas dan pergerakan udara di bronkiolus terutama bergantung pada elastic recoil yang disebabkan oleh jaringan elastis di sekitarnya. Kerusakan elastin


(27)

udara di bronkiolus dan air trapping di paru-paru. Kedua, remodeling dari jaringan yang mengalami fibrosis yang menghasilkan saluran napas menyempit hingga menyebabkan peningkatan resistensi saluran napas yang tidak sepenuhnya kembali bahkan dengan pemberian bronkodilator. Ketiga, apoptosis dari sel alveolar dan sel-sel epitel bronkiolar dan pembuluh kapiler paru dan apoptosis kapiler paru pada gambaran histologis seperti emfisema dan gambaran fisiologis seperti penurunan luas permukaan alveoli untuk pertukaran gas dan ventilasi-sirkulasi mismatch (V/Q). Emfisema juga mengurangi tekanan elastisitas paru-paru yang menyebabkan berkurangnya aliran ekspirasi melalui saluran udara yang menyempit.

18

Obstruksi jalan napas tetap menjadi tanda utama dalam mendiagnosis PPOK dan derajat keparahannya sesuai dengan gambaran intensitas peradangan saluran napas kecil (edema mukosa, remodeling saluran napas dan fibrosis impaksi mukosa) dan mungkin meningkatkan efek kolinergik otot polos saluran napas. Sejalan dengan obstruksi saluran napas dan resistensi saluran napas yang meningkat dijumpai aliran udara berkurang selama ekspirasi. Gambaran fisiologis PPOK biasanya terdeteksi dengan menggunakan spirometri yaitu menggunakan rasio volume udara dalam detik pertama (VEP1) dan volume total udara (KVP) selama ekspirasi kuat setelah inhalasi maksimal nilainya kurang dari 0,7 (VEP1/KVP <0,7). Penurunan VEP1 adalah ciri obstruksi jalan napas, dan pada pasien PPOK biasanya dijumpai penurunan progresif 50-60 ml nilai VEP1 setiap tahun dibandingkan 20-30 ml pada orang dewasa normal.

2.4.1. Keterbatasan aliran udara dan hiperinflasi

23

Keterbatasan jalur ekspirasi adalah prinsip efek fisiologis dari PPOK. Faktor ekstrinsik jalan napas berhubungan dengan inflamasi dari dinding bronkial/ fibrosis dan peningkatan sekresi mukosa. Faktor ekstrinsik melibatkan hilangnya elastisitas jaringan


(28)

pada saluran udara kecil dan tekanan ekspirasi yang dinamis dari saluran napas. Faktor lain seperti disfungsi otot pernapasan dapat memperberat keterbatasan aliran udara pada beberapa pasien. Hiperinflasi terjadi oleh karena peningkatan dari kapasitas residu fungsional (FRC) dimana sejumlah udara tertahan di dalam paru pada saat ekspirasi tidal. Hal ini menyebabkan terperangkapnya udara dan peningkatan volum residu (VR). Sebagai konsekuensinya dijumpainya peningkatan kerja napas (work of breathing) saat inspirasi, dimana hal ini menjadi faktor penting terjadinya sesak napas. Sama seperti saat ekspirasi yang bertujuan untuk mengosongkan paru, waktu untuk ini dapat berkurang oleh peningkatan respirasi seperti saat latihan. Hasilnya adalah peningkatan kapasitas residu fungsional (KRF). Fenomena ini disebut hiperinflasi dinamik yang bertanggungjawab terhadap keterbatasan aktifitas pada PPOK.24

Dispnea merupakan hasil perubahan dinamis paru-paru, yang menjadi karakteristik dari PPOK. Adanya keterbatasan aliran ekspirasi didefinisikan sebagai aliran udara ekspirasi maksimal dicapai selama bernapas dengan volume tidal-meningkatkan hiperinflasi paru dinamis atau air trapping. Seiring waktu, peningkatan hiperinflasi dinamis dan penurunan kapasitas inspirasi, menyebabkan dispnea dan keterbatasan latihan. Luasnya hiperinflasi dinamis berkorelasi dengan penurunan kapasitas inspirasi. Selama latihan, volume tidal harus ditingkatkan untuk mengimbangi kebutuhan metabolik, namun, pada PPOK, hiperinflasi dinamis membatasi peningkatan volume tidal (atau ruang untuk bernapas), sehingga menimbulkan dispnea pada beban kerja rendah dan akibatnya membatasi toleransi terhadap latihan fisik. Pada individu sehat selama latihan fisik volume paru pada akhir ekspirasi menurun sedikit, dan bernapas menggunakan sebagian dari volume cadangan ekspirasi. Peningkatan volume


(29)

dan volume tidal juga meningkat secara substansial. Pada pasien dengan PPOK, pengosongan paru-paru terhambat oleh peningkatan resistensi jalan napas dan penurunan elastisitas paru hingga membutuhkan lebih banyak waktu untuk mengosongkan paru. Selama latihan, waktu untuk mengosongkan paru-paru berkurang sejalan dengan frekuensi pernapasan meningkat, sehingga pengosongan paru-paru tidak lengkap. Pada orang sehat, kapasitas inspirasi meningkat selama latihan. Namun pada pasien PPOK saat latihan berlangsung, secara progresif kapasitas inspirasi semakin berkurang sebagai peningkatan volume cadangan ekspirasi terhadap kapasitas paru total.8 Respon volume paru terhadap latihan pada PPOK dan orang sehat dijabarkan dalam gambar 1.


(30)

2.4.2. Gangguan Pertukaran gas

Gangguan pertukaran gas disebabkan oleh ketidakcocokan dari ventilasi dan perfusi. Proses ini menyebabkan hipoksemia namun bila penyakit berlanjut dapat menimbulkan hiperkapnia dan asidosis respiratorik kronik. Adapun faktor lain yang berkontribusi terhadap gangguan pertukaran gas pada kasus PPOK pada tingkat lanjut adalah hipertensi pulmonal dan gagal jantung. Dimana hal ini dapat mengakibatkan berkurangnya percampuran oksigenasi darah vena.26

2.4.3. Disfungsi otot ventilasi

Sejumlah faktor berkontribusi untuk disfungsi otot ventilasi pada PPOK yang menjadi faktor utama akibat dari hiperinflasi. Faktor utama adalah konsekuensi dari hiperinflasi yang membatasi kekuatan dan daya tahan otot, dan menempatkan otot-otot inspirasi pada kerugian mekanis. Faktor lainnya termasuk perubahan gizi, respons inflamasi berkelanjutan yang mempengaruhi bagian yang berkontraksi, hipoksia jaringan, dan kehilangan massa otot. Faktor-faktor ini juga mempengaruhi otot rangka lainnya, yang selanjutnya dapat berkontribusi untuk pembatasan latihan.

2.4.4. Gangguan kardiovaskular

24

Gangguan kardiovaskular umumnya terjadi pada PPOK, hal ini merupakan komplikasi penyakit ini yang dipicu oleh faktor yang sama yaitu merokok. Peradangan paru secara langsung mempengaruhi aterogenesis melalui inflamasi sistemik.24 Seluruh perubahan yang terjadi di dalam paru yang berperan dalam patofisiologi PPOK terdapat dalam Gbr.2 18


(31)

Gambar 2. Perubahan di dalam paru yang berperan dalam patofisiologi PPOK. 2.5. Latihan fisik pada PPOK

18

Latihan fisik merupakan salah satu bagian dari rehabilitasi paru dimana banyak hal bermanfaat yang didapat. Pada orang normal keuntungan yang didapat dapat diukur dari biokimia otot dan transportasi oksigen. Beberapa pasien PPOK sangat terganggu dalam beraktifitas. Hal ini terjadi oleh karena disfungsi mekanik dari paru sehingga pasien tidak mampu melakukan pelatihan tingkat aerobik. Ini disebabkan adanya disfungsi mekanika paru, otot ventilasi yang lemah, menurunnya peregangan diafragma, resistensi saluran napas meningkat, pertukaran gas yang tidak memadai, kelemahan otot, asidosis laktat, daya tahan yang buruk, status gizi tidak memadai, fungsi jantung terganggu, dan dispnea. Semua ini membuat pasien cacat dan bergantung pada orang lain. Program latihan dapat mengurangi keterbatasan ini. Bahkan, program latihan

Penurunan

elastisitas jaringan

Berkurangnya elastisitas paru terhadap tekanan dinding dada hingga meningkatkan kapasitas

Penyempitan jalan napas mengakibatkan

keterbatasan aliran udara

Hiperinfla

Sel alveolar mengalami apoptosis

menyebabkan berkurangnya

k dif i


(32)

memberikan dampak yang lebih besar atas pasien dibandingkan orang sehat karena pasien dapat dilatih secara maksimal.27

Pasien PPOK mengurangi aktivitas fisik harian mereka untuk menghindari ketidaknyamanan pernapasan. Hal ini menyebabkan atrofi otot rangka dengan penurunan fungsionalnya. Mekanisme terjadinya sesak napas dan intoleransi terhadap latihan melibatkan banyak hal. Intoleransi terhadap latihan terjadi akibat pembatasan ventilasi sebagai efek dari resistensi saluran napas yang meningkat, namun mekanisme lainnya dianggap berperan, termasuk: a) pengurangan kegiatan sehari-hari yang menyebabkan deconditioning otot b) gangguan pertukaran gas, hipoksemia arteri sistemik dan aliran O2 tidak memadai pada akhirnya mengakibatkan oksigenasi tidak cukup di jaringan, c) metabolisme yang buruk akibat dari gizi buruk dan sebagai akibat deplesi energi fosfat dalam otot rangka.

Peran hipoksemia dan disfungsi otot rangka sangat tinggi dalam membatasi toleransi latihan pada PPOK. Hipoksemia berhubungan dengan penurunan pengiriman O

28

2 dari darah ke otot. Dalam beberapa kasus hipoksemia memburuk selama latihan oleh karena pengurangan lebih lanjut dari ketersediaan O2 di otot kapiler. Hal ini menyebabkan difusi O2 dalam otot terganggu. Dengan demikian, hipoksemia mempengaruhi ketersediaan O2 untuk otot yang berpengaruh pada pengiriman dan difusi O2. Pada PPOK kondisi hipoksemia kronis berpengaruh terhadap otot sehingga otot menjadi kurang aktif. Pengurangan dalam jumlah kapiler akan menurunkan konduktansi O2 dengan mengurangi pertukaran dan atau dengan meningkatkan waktu transit sel darah merah dalam serat otot. Cardiac output dan aliran darah otot mungkin akan terpengaruh karena deconditioning. Perekrutan kapiler otot mungkin tidak


(33)

tersedia untuk difusi O2 dan perfusi, metabolisme heterogenitas lebih lanjut dapat mengganggu otot.28

2.5.1. Jenis latihan fisik

Kekuatan otot dan daya tahan meningkat pada otot yang dilatih. Dengan demikian, baik tungkai atas dan tungkai bawah dianjurkan untuk dilatih. Pelatihan tungkai bawah meliputi treadmill, cycle ergometri dan berjalan di koridor (corridor walking). Berbagai penelitian telah melaporkan peningkatan puncak kapasitas latihan, jarak berjalan dan daya tahan. Banyak pasien PPOK memiliki kesulitan dalam melakukan kegiatan yang melibatkan penggunaan tungkai atas. Pelatihan tungkai atas meliputi ergometri, melempar dan angkat beban. Sama seperti latihan otot tungkai bawah, ketahanan dan kekuatan otot juga meningkat dengan latihan otot tungkai atas.28,29

2.5.2. Intensitas dan durasi latihan

Latihan dengan intensitas tinggi meningkatkan 90-100% kapasitas maksimal. Skala Borg lebih dari 4-6 atau munculnya laktat darah mungkin dapat diambil sebagai indikator intensitas latihan. Latihan dengan intensitas tinggi dalam jangka pendek akan meningkatkan kekuatan otot, sedangkan latihan dengan intensitas rendah dalam jangka waktu lama akan meningkatkan daya tahan. Latihan intensitas sedang dapat mencapai 60-80% dari kapasitas maksimal. Program pelatihan dengan durasi yang lebih lama menghasilkan lebih banyak manfaat dibandingkan dengan durasi pendek. Sesi pelatihan rawat jalan setidaknya tiga sesi per minggu Program latihan sebaiknya diikuti minimum 6-7 minggu. Pelatihan dengan waktu kurang dari 6 minggu kurang bermanfaat.29


(34)

2.5.3 Pemeliharaan latihan

Manfaat program latihan setelah berhenti akan berkurang seiring dengan waktu. Berbagai program perawatan telah dipelajari dengan hasil variabel. Foglio dkk telah mempelajari efek dari program rehabilitasi paru yang diadakan setiap tahun. Mereka menemukan manfaat dengan program delapan minggu. Studi lainnya telah menemukan efek sederhana pemeliharaan program pada hasil jangka panjang. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan durasi, jenis dan intensitas program pemeliharaan.

Pasien dengan PPOK berat yang diindikasikan untuk pemeriksaan spirometri, biasanya menunjukkan desaturasi oksigen selama beraktifitas. Hal ini merupakan hasil dari rendahnya tekanan oksigen darah vena diikuti dengan rendahnya ventilasi perfusi dan hipoventilasi.

30

Pada pasien PPOK derajat ringan pasien mungkin mengalami dispnea saat beraktivitas berat dan akan menurun seiring dengan usia. Pada pasien derajat sedang dan berat umumnya mengalami kesulitan melakukan tugas sehari-hari, rekreasi olahraga, hobi, dan perawatan diri. Dispnea, kelelahan kaki, dan ketidaknyamanan adalah gejala utama yang membatasi latihan, dan pasien biasanya membatasi kegiatan mereka untuk menghindari ketidaknyamanan. Ketidakmampuan beraktifitaspun berlanjut hingga meningkatkan suatu upaya pernapasan sesuai dengan beban yang diberikan. Akhirnya, pasien menjadi semakin terisolasi dan memilih tinggal di rumah, yang dapat berkembang menjadi depresi dan merasa kecemasan. Beberapa faktor berkontribusi untuk intoleransi terhadap latihan pasien PPOK. Yang penting, adalah sedapat mungkin meningkatkan toleransi latihan dari pasien PPOK, disamping penurunan fungsi paru yang permanen. Optimalisasi terapi medis, penggunaan strategi pernapasan seperti pursed-lips breathing dan terapi oksigen, manajemen cemas,


(35)

Program latihan telah terbukti secara meyakinkan dapat meningkatkan toleransi latihan pada pasien PPOK melebihi keuntungan yang didapat dengan mengoptimalkan terapi medis. Harus dicatat bahwa banyak uji klinis menunjukkan manfaat dari latihan telah dilakukan dalam konteks program rehabilitasi paru (PR) yang komprehensif. Intoleransi terhadap latihan umumnya terjadi pada pasien PPOK dan dibutuhkan kesesuaian dalam kegiatan sehari-hari yang akhirnya berhubungan dengan kualitas hidup.

2.6. Prinsip Latihan 30

Kelebihan beban (overloading). Untuk mencapai efek pelatihan perlu untuk mengekspos seseorang dengan beban berlebih, yaitu melalui stres yang lebih besar daripada yang biasanya. Kelebihan beban ini dimodulasi oleh durasi, intensitas dan frekuensi latihan fisik.31

Pemberian beban berlebih secara progresif. Intensitas beban yang dibutuhkan untuk menghasilkan dan meningkatkan efek kinerja latihan ditingkatkan dalam pelatihan. Oleh karena itu, sebagai adaptasi terhadap beban yang diberikan, intensitas pelatihan harus terus ditingkatkan untuk mencapai perbaikan lebih lanjut.32

Spesifisitas dari beban. Merupakan adaptasi fisiologis khusus untuk jenis latihan (yaitu daya tahan atau resistance training) terhadap kelompok otot yang dilatih (ekstremitas atas atau bawah) dan modus latihan (latihan terus menerus atau interval).32

De-Conditioning. Adaptasi fisiologis terbentuk oleh program pelatihan. Kebanyakan PPOK didasarkan pada daya tahan yang melibatkan latihan tubuh bagian bawah baik di atas treadmill atau sepeda ergometer stasioner. Pelatihan ketahanan umumnya dilaksanakan secara simultan karena keterbatasan otot utama kardiorespirasi dan perifer dari pasien yang biasanya menyebabkan pernapasan tertahankan dan


(36)

ketidaknyamanan kaki. Dengan demikian, telah ditunjukkan bahwat latihan yang dinamis akan mengurangi dipsnea secara signifikan setelah periode 8 hingga 10 minggu latihan pada latihan dengan beban yang sedang (60-70% puncak kapasitas) sedangkan respon kinetik dari pengambilan oksigen dan denyut jantung untuk beban konstan latihan bertambah, sehingga fungsi kardiovaskular akan meningkat.31 Tes 6 menit berjalan umumnya digunakan untuk menilai kapasitas latihan pada pasien jantung dan paru sedang sampai berat. Meskipun pengukuran pertama pada tes ini adalah jarak jalan, namun saturasi oksigen selama tes penting juga diukur. Penelitian terbaru menunjukkan penurunan saturasi oksigen selama tes pada pasien PPOK dan fibrosis paru idiopatik dapat memperkirakan angka kematian. Deteksi akurat dari penurunan saturasi mungkin penting dalam penilaian prognosis dan petunjuk terapi.

2.7. Pursed lip breathing

33

Pursed lip breathing (PLB) adalah teknik dimana ekshalasi udara dilakukan melalui penyempitan bibir. Meskipun manuver pernapasan sering secara spontan diadopsi oleh pasien PPOK, hal ini juga secara rutin diajarkan sebagai latihan bernapas dalam program rehabilitasi paru dan dipercaya dapat mengurangi dispnea. Tampaknya tidak semua pasien PPOK mendapat manfaat dari teknik ini.

PLB bertujuan untuk meningkatkan ekspirasi dengan cara memperpanjang waktu ekspirasi secara aktif melalui bibir setengah terbuka untuk mencegah kolapsnya jalan napas. Pasien menghirup udara melalui hidung selama beberapa detik dengan mulut tertutup dan kemudian buang napas perlahan selama 4 detik. Dibandingkan dengan pernapasan spontan PLB dapat mengurangi laju napas, dispnea dan PaCO

34

2, meningkatkan volum tidal dan saturasi oksigen saat istirahat. Namun aplikasi PLB saat


(37)

menggunakan teknik secara naluriah, sementara pasien lain tidak. Perubahan ventilasi semenit dan pertukaran gas tidak menunjukkan hasil yang signifikan pada pasien yang secara klinis sesaknya berkurang. Beberapa pasien mendapat keuntungan melalui peningkatan volum tidal, penurunan frekuensi napas, ventilasi semenit dan tekanan parsial karbon dioksida dalam darah arteri (PaCO2). Di sisi lain beberapa laporan menunjukkan manfaat penurunan elastic recoil. PLB juga dicatat dapat meningkatkan tekanan parsial oksigen dalam darah arteri (PaO2) dan persentase hemoglobin yang berikatan dengan oksigen dalam darah arteri (SaO2). Perubahan konsumsi oksigen (VO2) kurang konsisten. PLB dilaporkan dapat mengurangi dispnea dan karenanya dapat meningkatkan toleransi latihan serta mengurangi keterbatasan dalam aktivitas sehari-hari.

2.8. Pulse oksimetri 34

Pulse oksimetri adalah suatu metode noninvasif untuk mengukur persentase hemoglobin yang berikatan dengan oksigen di dalam darah. Dalam beberapa tahun terakhir pulse oksimetri telah mengalami kemajuan teknologi yang pesat. Karena ukurannya kecil dan harga yang terjangkau, pulse oksimetri telah banyak digunakan di tempat pelayanan kesehatan yang mencakup perawatan intensif, ruang rehabilitasi, dan monitoring pasien anestesia. Data yang ada telah melaporkan bahwa pulse oksimetri dapat digunakan pada pasien dengan insufisiensi pernapasan akut (termasuk serangan asma akut) dan follow up gangguan pernapasan kronik.

Kebanyakan transport oksigen oleh sel darah merah melalui ikatan dengan hemoglobin dan derajat ikatan ini disebut saturasi yaitu menunjukkan persentase hemoglobin yang terisi dengan oksigen. Pulse oksimeter bekerja dengan cara mendeteksi dan mengkalkulasi absorpsi cahaya yang masuk untuk menghasilkan


(38)

pengukuran yaitu SpO2 dimana memberikan gambaran saturasi oksigen darah arteri (SaO2).

Pulse oksimetri mendeteksi transmisi cahaya menggunakan dua gelombang yang disesuaikan untuk deoksigenasi dan oksigenasi hemoglobin. Sinyal ini berbeda dalam menyerap cahaya antara gelombang sistolik dan diastolik, perbedaannya 1–10% dari total cahaya yang diabsorpsi. Karboksihemoglobin dan methemoglobin mengabsorpsi cahaya pada gelombang yang sama seperti deoksihemoglobin, maka persentase HbO

35

2 menjadi overestimasi oleh kehadiran HbCO. Kelemahan pulse oksimeter yaitu tidak sensitif pada hipoksemia tingkat rendah yaitu saat Pa,O2 berkisar 13.3 turun menjadi 10 kPa perubahan HbO2 hanya 3% (97.5 sampai 94.5%) sesuai bentuk kurva disosiasi oksihemoglobin. Keunggulan pulse oksimetri adalah kemampuannya dalam mengikuti perubahan dari istirahat ke latihan, dari udara luar ke pernapasan, dan monitoring oksigen pada malam hari.35,36

Penggunaan pulse oksimetri di laboratorium dan di rumah dapat menilai terapi oksigen di rumah, monitoring saat latihan, monitoring di rumah (pasien sendiri) sepanjang hari.

Penelitian Razi dkk menunjukkan pemeriksaan spirometri pada beberapa penyakit paru dengan SpO

36

2 lebih dari 80% memiliki akurasi yang tinggi dan dapat digunakan sebagai pengganti AGDA. Pada pasien dengan saturasi oksigen kurang dari 80% maka penggunaan pulseoksimetri tidak dapat menggantikan AGDA.19

Pada orang sehat, hasil pemeriksaan pulseoksimetri umumnya memiliki perbedaan rata-rata (bias) kurang dari 2% dan standar deviasi (presisi) kurang dari 3% saat SaO2 90% atau lebih. Hasil yang sebanding juga telah diperoleh pada pasien sakit


(39)

jatuh sampai < 80%. Pada orang sehat dalam kondisi hipoksia, bias pulsa oksimetri bervariasi dari -15.0 menjadi 13,1 sedangkan presisi berkisar 1,0-16,0. Dalam sebuah penelitian pada pasien kritis, delapan dari 13 pulseoksimetri memiliki bias ± 5% saat saturasi kurang dari 80%.33

Pada pasien PPOK, pulseoksimetri berguna pada pasien derajat berat (VEP1 <50% prediksi), pada pasien eksaserbasi akut, juga digunakan di rumah untuk membantu manajemen mereka di bawah bimbingan dokter. Penting untuk dicatat bahwa pulseoksimetri berfungsi melengkapi bukan bersaing dengan spirometri dalam penilaian pasien PPOK. Spirometri tetap standar emas untuk mendiagnosis PPOK, sementara pulseoksimetri menyediakan metode cepat untuk penilaian saturasi oksigen dalam jangka pendek pasien dengan gangguan pernapasan.

2.8.1 Prinsip penggunaan pulseoksimetri.

35

Prinsip penggunaan pulseoksimetri sebagai alat untuk mengukur kejenuhan HbO2 pada pembuluh darah tepi adalah elektrofotometri. Alat ini biasanya diletakkan pada jari atau daun telinga. Prinsip dasar kerjanya adalah membandingkan penyerapan cahaya yang memiliki panjang gelombang tertentu oleh HbO2 dengan Hb total (HbO2 + Hb). Pada alat ini digunakan cahaya dengan dua panjang gelombang yang berbeda, yaitu dengan panjang gelombang dimana molekul HbO2 dan Hb mempunyai nilai penyerapan yang sama (850 nm) dan cahaya dengan panjang gelombang dimana molekul HbO2 dan Hb mempunyai nilai selisih penyerapan terbesar (660 nm) dimana perbandingan nilai penyerapan oleh dua molekul ini diketahui. Penyerapan cahaya yang dipancarkan ini disebabkan oleh dua unsur yaitu ketebalan jaringan (ketebalan dan pigmentasi) sebagai komponen statis dan pembuluh darah arterial yang berdenyut sebagai komponen pulsatil. Rangkaian elektronik pada alat ini dirancang untuk mampu


(40)

membedakan antara cahaya yang diserap oleh komponen statis dengan cahaya yang diserap oleh komponen pulsatil, pada kedua panjang gelombang diatas dan hanya komponen pulsatil yang ditampilkan oleh alat ini. Perbandingan komponen pulsatil pada kedua panjang gelombang cahaya diatas dibandingkan secara empiris dengan pemeriksaan SaO2 yang dilakukan secara invasif sehingga nilai SaO2 pada pulse oksimeter tidak memerlukan kalibrasi.

Pulseoksimetri

36

adalah alat yang berguna untuk tujuan klinis untuk mengukur secara tidak langsung saturasi oksigen. Pengukuran saturasi oksigen dengan pulseoksimetri (SpO2) dapat digunakan untuk evaluasi dan kontrol hipoksemia pada PPOK. Hal ini dapat dibedakan dari komponen yang tidak berdenyut karena vena, kapiler, dan jaringan penyerapan cahaya.Sebuah dioda pemancar cahaya merah (LED) pada satu sisi probe dengan LED infra merah fotodetektor di sisi lain. Cahaya transmisi yang diterima foto detektor dibagi menjadi dua komponen A dan B. Komponen A ditransmisikan oleh cahaya dengan intensitas yang berbeda dimana terjadi suatu sistol dan ini berfungsi sebagai pulsasi dari darah arteri yang teroksigenasi. Komponen B adalah transmisi cahaya (selama diastole) yang memiliki intensitas yang konstan dan merupakan fungsi jaringan yang bervariasi (seperti pigmen kulit, otot, lemak, tulang, dan darah vena). Pulse oksimetri membagikan absorbsi pulsasi dari komponen A dengan mengabsorbsi cahaya latar belakang komponen B pada dua panjang gelombang yang berbeda untuk mendapatkan ratio absorbsi (R).37

Fotodetektor menukar sinyal cahaya kepada sinyal elektrik yang seterusnya diamplifikasi dan dikonversi kepada informasi digital. Persentasi SpO

2 ditentukan menurut ratio absorbsi warna merah pada gelombang infra merah. Maka, persentasi


(41)

SpO2 digunakan untuk mengestimasi saturasi oksigen arteri per jumlah hemoglobin yang terdapat dalam darah (%SaO2).36

2.8.2 Keterbatasan pulse oksimetri

Pulse oksimetri memiliki sejumlah keterbatasan yang dapat menyebabkan pembacaan tidak akurat. Pulse oksimetri mengukur SaO2 yang fisiologis terkait dengan tekanan oksigen arteri (PaO2) sesuai dengan kurva disosiasi HbO2. Karena kurva disosiasi HbO2 memiliki bentuk sigmoid, pulse oksimetri relatif tidak sensitif dalam mendeteksi pengembangan hipoksemia pada pasien dengan tingkat dasar tinggi PaO2.37 Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kesalahan dalam perkiraan oleh pulse oksimeter meliputi konsentrasi arteri karboksihemoglobin (HbCO) dan methemoglobin (MetHb), kehadiran pewarna intravena, variabilitas LED, tingkat hipoksemia, pigmen kulit,dan respon sinyal. Keakuratan pengukuran ko-oksimeter dipengaruhi oleh frekuensi instrumen, kalibrasi dan teknik pengambilan sampel darah. Dua komponen sebagaimana dicatat mengasumsikan, pulse oksimeter mampu membedakan hanya dua hemoglobin (HbO, dan Hb). Algoritma yang digunakan dalam pulseoksimetri menggabungkan kurva kalibrasi berasal dari studi di mana tingkat saturasi oksigen arteri adalah > 70%. Selain itu, selama kondisi hipoksia, tingkat hemoglobin berkurang sangat besar sehingga dapat memperbesar kesalahan. Fanconi melaporkan penggunaan pulse oksimetri selama episode hipoksemia pada 9 penelitian dan menemukan hasil yang beragam. Secara keseluruhan, hanya sedikit pulseoksimeters yang berkinerja yang baik pada tingkat saturasi oksigen kurang dari 70%. Selain itu, menurut Technology Assessment Task Force of the Society of Critical Care Medicine dan AARC menduga bahwa untuk tingkat SaO2 kurang dari 80% pembacaan pulse oksimetri kurang akurat


(42)

karena oksihemoglobin dan deoksihemoglobin hampir sama warnanya pada tingkat kejenuhan (saturasi).

38,39,40

Ketika perfusi jaringan perifer buruk, sinyal dari aliran darah akan terganggu. Dengan demikian, jika pulsa perifer tidak ada (cardiac arrest) atau amplitudo rendah (hipovolemia, hipotensi, hipotermia, edema perifer, alpha-adrenergik infus, syok kardiogenik, atau bypass jantung), pembacaan pulse oksimetri akan terputus-putus atau tidak muncul.38,40,41

Tabel 1. Keterbatasan pulseoksimetri.

Kondisi Permasalahan

SpO2 Pulse oksimetri dapat berlebihan dalam menilai saturasi oksigen, terutama pada kulit berpigmen gelap

< 80%

Rendahnya perfusi seperti pada hipotensi, hipovolemia, cuaca dingin, atau gagal jantung

Dapat mengakibatkan mesin tidak dapat membaca hasil

Anemia Pengiriman oksigen ke jaringan tidak memadai, tetapi SpO2

Paparan karbon monoksida

normal

Karbon monoksida berikatan dengan hemoglobin, sehingga transportasi oksigen tidak memadai meskipun

Sedang memakai obat retroviral

pembacaan pulse oksimetri normal

Mempengaruhi ikatan oksigen dengan hemoglobin Pergerakan pasien, pasien

menggigil, aritmia jantung

Pulse oksimetri mungkin tidak dapat mengidentifikasi sinyal secara memadai

Penggunaan cat kuku, kotor, kuku palsu

Dapat menyebabkan kesalahan pembacaan atau tidak mampu membaca


(43)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan pre eksperimen dengan rancangan one group pre dan post test dengan tujuan menilai saturasi oksigen sebelum dan setelah latihan fisik penderita PPOK stabil.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Poli Rawat Jalan RSUP H. Adam Malik Medan. Rencana penelitian dilaksanakan selama kurun waktu 8 minggu (Oktober-Nov 2013). 3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah semua penderita PPOK stabil yang dirawat jalan di poli PPOK RSUP. H. Adam Malik Medan.

3.3.2. Sampel

Sampel diambil secara consecutive sampling dimana semua penderita PPOK yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi.

3.3.3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi a. Kriteria inklusi

1. Penderita PPOK rawat jalan derajat ringan sampai dengan berat 2. Kisaran umur 40-80 tahun.

3. Tidak sedang mengalami eksaserbasi


(44)

5. Setelah prosedur penelitian dijelaskan kepada penderita, penderita bersedia menandatangani formulir persetujuan setelah penjelasan atau informed consent yang ada.

6. Saturasi oksigen sebelum latihan fisik > 90% b. Kriteria Eksklusi :

1. Menderita asma, SOPT atau riwayat TB paru dan penyakit paru lainnya. 2. Menderita kelainan jantung seperti CHF, MCI

3. Menderita gangguan sendi seperti rheumatoid arthritis 4. Menderita kelainan neurologis

5.

3.4. Besar Sampel

Menderita kelainan darah seperti anemia.

Jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus:

n = { (zα + zβ)s } (x

2 2

zα : kesalahan alfa adalah resiko membuat kesalahan positif semu )

: 0,05 dengan “confidence level “ 95% maka Z= 1,960 zβ : simpangan teknis: 0,2 maka Z = 0,842

s : simpang baku kedua kelompok = 6 x

Jumlah sampel yang dibutuhkan untuk penelitian ini : : perubahan saturasi oksigen = 5

n = { (1,960 + 0,842) 6 }2 ( 5 )

= 11,3

Jadi jumlah sampel yang dibutuhkan untuk penelitian ini = 12 orang 2


(45)

Setiap pasien yang didiagnosa PPOK stabil derajat ringan- berat yang didiagnosa di Poli Paru RSUP H Adam Malik dijelaskan dan dimotivasi untuk ikut dalam program penelitian. Sebelum program dimulai, pasien menyetujui dengan menandatangani

informed consent. Kemudian dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital (frekuensi napas,

nadi, dan tekanan darah), foto toraks dan pemeriksaan fisis. Pasien yang memenuhi persyaratan sesuai kriteria inklusi dan kriteria eksklusi diikutkan dalam program penelitian. Sebelum mengikuti program penelitian, pasien dinilai faal paru (VEP1) dan pemeriksaan saturasi oksigen dengan pulse oksimetri. Kemudian pasien melakukan program latihan fisis berupa cycle ergometry 10 menit dan setelah selesai dilakukan

pemeriksaan saturasi oksigen dengan pulse oksimetri. Latihan dilakukan 2 kali dalam satu minggu, selama 8 minggu.

Bahan dan alat kerja

1. Spirometri (Schiller SP-, Switzerland) 2. Tensimeter (Riester), stetoskop (Littman) 3. Pulse oksimeter (Finger pulse oximeter, China) 4. Tabung oksigen

5. Alat nebulizer

6. Bronkodilator β2 agonis inhaler dan nebule, Deksametason 7. Formulir data dasar

8. Formulir persetujuan

Identifikasi variabel

Variabel bebas : olahraga/latihan Variabel terikat :


(46)

1. VEP1 (Volume Ekspirasi Paksa detik pertama) 2. Nilai saturasi oksigen

3. Tekanan darah 4. Nadi

Karakteristik penderita PPOK : 1. Umur

2. Jenis Kelamin 3. Pekerjaan


(47)

3.6. Kerangka Operasional

3.7. Definisi Operasional

1. PPOK ( Penyakit Paru Obstruktif Kronik ) adalah penyakit paru yang ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun / berbahaya, disertai efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat berat penyakit. Derajat PPOK berdasarkan nilai VEP1 (menurut GOLD 2010) adalah:

Dilakukan latihan fisik 10 menit sambil dilakukan pemeriksaan saturasi oksigen

Pasien PPOK stabil yang memenuhi kriteria inklusi

Pemeriksaan vital sign Pemeriksaan VEP1

Pemeriksaan saturasi oksigen (pulse oksimetri)

Pemeriksaan saturasi oksigen(pulse oksimetri

Istirahat 10 menit


(48)

a. Derajat I (Ringan) VEP1≥ 80% b. Derajat II (Sedang) 50 ≤ VEP1 < 80% c. Derajat III (Berat) 30 ≤ VEP1 < 50%

d. Derajat IV (Sangat Berat) VEP1 < 30% atau VEP1 <50% prediksi disertai gagal napas kronik

2. VEP1 prediksi adalah volume ekspirasi paksa detik pertama nilai prediksi untuk menentukan ukuran derajat obstruksi dalam persen yang diukur dengan spirometri.

3. Nilai saturasi oksigen adalah nilai saturasi oksigen dalam persen (%) diukur dengan pulse oksimetri yang diletakkan pada ibu jari.

4. Umur : dalam tahun sesuai dengan tanggal lahir yang tercatat 5. Jenis kelamin : laki-laki atau perempuan

6. Pekerjaan : sesuai yang diutarakan subjek

3.8. Analisa Data

1. Analisa univariat, untuk melihat karakteristik penderita PPOK berdasarkan umur, jenis kelamin dan derajat obstruksi disajikan dalam bentuk tabulasi dan dideskripsikan.

2. Analisa bivariat, untuk melihat saturasi oksigen sebelum dan setelah latihan fisik dilakukan uji t.dependent.

Pada uji statistik dibandingkan nilai saturasi oksigen sebelum dan sesudah perlakuan, digunakan uji t dengan tingkat kemaknaan :

a. p < 0,05 : bermakna b. p > 0,05 : tidak bermakna


(49)

3.9. Pengolahan Data

Pengolahan data hasil penelitian ini diformasikan dengan menggunakan langkah - langkah berikut :

• Editing : untuk melengkapi kelengkapan, konsistensi dan kesesuaian antara kriteria yang diperlukan untuk menjawab tujuan penelitian.

• Coding : untuk mengkuatifikasi data kualitatif atau membedakan aneka karakter. Pemberian kode ini sangat diperlukan terutama dalam rangka pengolahan data, baik secara manual maupun dengan menggunakan komputer.

• Cleaning : pemeriksaan data yang sudah dimasukkan ke dalam program komputer guna menghindari terjadinya kesalahan pada pemasukan data.

3.11 Jadwal Kegiatan

No KEGIATAN I II-III IV-V VI VII VIII

1 Persiapan √

2 Pengumpulan Data √ √

3 Pengolahan Data √ √

4 Penyusunan Laporan √ √

5 Seminar Hasil √

3.12. Perkiraan Biaya Penelitian

a. Pengumpulan kepustakaan Rp. 500.000,-b. Pembuatan proposal Rp. 700.000,-c. Seminar proposal Rp.

2.000.000,-d. Pelaksanaan Rp.

2.300.000,-e. Pembuatan dan penggandaan laporan Rp. 1.000.000,-f. Biaya tim penelitian Rp. 1.500.000,-g. Seminar hasil penelitian

Jumlah Rp.


(50)

3.000.000,-BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. HASIL PENELITIAN

Penelitian ini mengambil sampel sebanyak 14 orang penderita PPOK stabil.

Setiap pasien yang didiagnosa PPOK stabil derajat ringan- berat yang didiagnosa di Poli Paru RSUP H Adam Malik dijelaskan dan dimotivasi untuk ikut dalam program penelitian. Sebelum program dimulai, pasien menyetujui dengan menandatangani

informed consent. Kemudian dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital (frekuensi napas,

nadi, dan tekanan darah), foto toraks dan pemeriksaan fisis. Pasien yang memenuhi persyaratan sesuai kriteria inklusi dan kriteria eksklusi diikutkan dalam program penelitian. Sebelum mengikuti program penelitian, pasien dinilai faal paru (VEP1) dan pemeriksaan saturasi oksigen dengan pulse oksimetri. Kemudian pasien melakukan program latihan fisik berupa cycle ergometry 10 menit, dan diamati saturasi selama latihan fisik dan setelah selesai dilakukan pemeriksaan saturasi oksigen dengan pulse oksimetri.

4.2. KARAKTERISTIK PENELITIAN

4.2.1 Karakteristik penderita berdasarkan jenis kelamin Tabel 4.1 Distribusi penderita berdasarkan jenis kelamin

Jenis kelamin n % Laki-laki 14 100

Perempuan 0 0

Total 14 100


(51)

4.2.1 Karakteristik penderita berdasarkan umur.

Tabel 4.2. Distribusi penderita PPOK berdasarkan umur

Usia n %

40-45 1 7.1

46-50 1 7.1

51-55 2 14.3

56-60 2 14.3

61-65 4 28.6

≥ 66 4 28.6

Total 14 100

Berdasarkan umur penderita didapati kelompok umur 61 – 65 tahun dan kelompok umur≥ 66 tahun sama yaitu sebanyak 4 orang 28,6%). Kelompok 56 – 60 tahun dan kelompok umur 51 – 55 tahun sama sebanyak 2 orang (14,3%). Kelompok umur 40-45 tahun dan kelompok umur 46-50 tahun sama yaitu sebanyak 1 orang (7,1%)

Tabel 4.3. Distribusi penderita PPOK berdasarkan derajat Indeks Brinkman

Derajat Indeks Brinkman n %

Ringan 0 0

Sedang 4 28,6

Berat 10 71,4

Total 14 100

Tabel 4.4 Distribusi penderita berdasarkan nilai VEP1

Nilai VEP1 n %

VEP1 > 80% prediksi 1 7.1 50% < VEP1 < 80% prediksi 4 28.6 30% < VEP1 < 50% prediksi 6 42.9 VEP1 < 30% prediksi 3 21.4

Total 14 100

Berdasarkan nilai VEP1, penderita terbanyak adalah kelompok dengan nilai 30% <

VEP1 < 50% prediksi sebanyak 6 orang (42,9%), kelompok dengan nilai VEP1 > 80% prediksi sebanyak 1 orang (7,1%), kelompok nilai 50% < VEP1 < 80% prediksi


(52)

sebanyak 4 orang (28,6%), dan kelompok nilai VEP1

Distribusi penderita PPOK berdasarkan derajat obstruksi dijumpai derajat ringan sebanyak 1 orang (7,1%) derajat berat ada 6 orang( 42,9%)

< 30% prediksi sebanyak 3 orang (21,4%) .

Tabel 4.6. Saturasi oksigen sebelum, selama dan sesudah cycle ergometri n

Saturasi oksigen sebelum cycle ergometri 98% 14 Saturasi oksigen selama cycle ergometri

96-98% 13 97-98% 1 Saturasi oksigen sesudah cycle ergometri

96% 1 97% 4 98% 9

Pada pemeriksaan saturasi oksigen sebelum cycle ergometri dijumpai saturasi 98% pada seluruh pasien yaitu 14 orang (100%). Selama cycle ergometri saturasi oksigen berkisar 97%-98% sebanyak 13 orang dan kisaran 96% -98% sebanyak 1 orang. Sesudah cycle ergometri dijumpai saturasi 96% pada 1 orang, saturasi 97% sebanyak 4 orang dan saturasi 98% sebanyak 9 orang.

Tabel 4.5. Distribusi penderita berdasarkan derajat obstruksi

Derajat obstruksi PPOK n %

Ringan 1 7.1

Sedang 4 28.6

Berat 6 42.9

Sangat berat 3 21.4

Total 14 100


(53)

4.3. PEMBAHASAN

Pada penelitian ini seluruh subyek penelitian berjumlah 14 orang dan semuanya berjenis kelamin laki-laki. Keseluruhan subyek telah mendapatkan penjelasan dan menandatangani persetujuan mengikuti penelitian sampai selesai.

Pasien PPOK mengalami penurunan toleransi terhadap latihan.4 Pengukuran pertukaran gas selama latihan digunakan terhadap pasien dengan gangguan pernapasan. Perubahan oksigen dalam darah selama latihan dapat digunakan untuk mendeteksi penyakit paru, menilai derajat beratnya penyakit dan respon terhadap terapi. Beberapa cara dilakukan untuk menilai saturasi oksigen. Selain pulse oksimetri yang dalam hal ini merupakan tindakan yang non invasif juga dapat dilakukan secara invasif yaitu pengambilan darah secara langsung dari arteri. Pengambilan darah ini tidak selamanya berhasil terutama pada pasien dengan arteri radial yang kecil.

Pulseoksimetri digunakan pada pasien PPOK stabil derajat berat (FEV1 < 50% prediksi), pasien dengan eksaserbasi juga pemeriksaan pasien di rumah untuk menilai penanganan yang telah diberikan oleh dokter.

5

13

Penelitian Razi dkk.( tahun 2003) di Iran bertujuan mencari hubungan antara pemeriksaan saturasi oksigen dengan pulse oksimetri dan analisa gas darah pada pasien yang hipoksemik dan non hipoksemik. Hasilnya dari 152 pasien penyakit paru baik yang hipoksemik atau yang non hipoksemik, didapati bahwa pulse oksimetri memiliki akurasi yang tinggi dalam menilai saturasi oksigen pada SpO2 ≥ 80% dan dapat menggantikan analisa gas darah.

Schenkel dkk. (tahun 1996) dalam penelitiannya ingin membandingkan saturasi oksigen pasien PPOK derajat sedang sampai berat dalam aktifitas sehari-hari. Dengan mengikutsertakan 30 pasien PPOK yang sedang menjalani rehabilitasi paru maka


(54)

dijumpai penurunan saturasi paling tinggi saat berjalan diikuti dengan saat mencuci, makan dan saat istirahat.

Hasil penelitian menunjukan bahwa semua peserta berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 14 orang (100%). Pada banyak negara yang disurvei, prevalensi PPOK pada perempuan biasanya lebih rendah daripada laki-laki karena perempuan sebagian besar tidak merokok seperti laki-laki.

14

Sebaran subyek penelitian berdasarkan Indeks Brinkman menunjukkan bahwa peserta penelitian yang memiliki derajat Indeks Brinkman sedang sebanyak 4 orang (28,6%) dan derajat berat sebanyak 10 orang (71,4%). Kerusakan DNA oksidatif yang lebih tinggi pada jaringan paru perokok dan penderita yang pernah merokok mendukung hipotesa bahwa oksigen radikal tetap diproduksi pada jaringan paru karena merokok. Ini dipengaruhi oleh lamanya merokok dan jumlah rokok yang dihisap per hari yang dikenal dengan Indeks Brinkman.

46

Dari seluruh subyek penelitian menurut nilai VEP 47.

1 menunjukkan jumlah peserta yang memiliki VEP1

Distribusi peserta penelitian menurut derajat obstruksi PPOK menunjukkan penderita dengan derajat obstruksi ringan sebanyak 1 orang (7,1%), sedang sebanyak 4 orang (28,6%), berat sebanyak 6 orang (42,9%) dan sangat berat sebanyak 3 orang (21,4%).

>80% prediksi sebanyak 1 orang (7,1%), 50% < VEP1 < 80% prediksi sebanyak 4 orang (28,6%), 30% < VEP1 < 50% prediksi sebanyak 6 orang (42,9%) dan VEP1 < 30% prediksi sebanyak 3 orang (21,4%).

Dari pemeriksaan saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oksimetri tidak dijumpai perbedaan yang bermakna antara saturasi oksigen sebelum dan sesudah cycle


(55)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. KESIMPULAN

1. Penderita PPOK yang mengikuti latihan fisik sebanyak 14 orang. Dimana semua pasien berjenis kelamin laki-laki dengan usia rata-rata >66 tahun.

2. Dari 14 orang yang mengikuti penelitian ini rata-rata mempunyai nilai Indeks Brinkman yang berat yaitu berjumlah 10 orang dengan derajat obstruksi berat sebesar 42,9%.

3. Dari penelitian ini tidak ada perbedaan yang bermakna nilai saturasi oksigen sebelum dan setelah cycle ergometri.

5.2. SARAN

Untuk penelitian selanjutnya dilakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih banyak agar didapatkan hasil yang lebih bermakna.


(56)

DAFTAR PUSTAKA

1. Kent BD, Mitchell PD, McNicholas WT, Hypoxemia in patients with COPD: cause, effects, and diseases progression, International Journal Of COPD, 2011:6;199-208

2. Hadeli OK, Siegel EM, Sherrill DL, Beck KC, Enright PL, Predictor of oxygen desaturation during submaximal exercise in 8,000 patients, Chest, July 2001;120:88-92.

3. Razi E, Akbari H, A Comparison of arterial oxygen saturation measured both by pulse oximeter and arterial blood gas analyzer in hypoxemic and non-hypoxemic pulmonary diseases, Turkish Respiratory Journal 2006; 7(2):43-47

4. Poulain M, Durand F, Palomba B, Ceugniet F, Desplan J, Varray A et all, 6- Minute walk testing is more sensitive than maximal incremental cycle testing for detecting oxygen desaturation in patients in patients with COPD, Chest 2003; 123:1401-1407

5. Escourrou, JL, Delaperche MF, Visseaux A, Reliability of pulse oximetri during exercise in pulmonary patients, Chest 1990; 97:635-638.

6. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and prevention of chronic obstructive lung disease. Global Strategy for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2011.

7. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Penyakit paru obstruksi kronik, pedoman praktis diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia, 2011.


(57)

9. Rooyackers J M, Dekhuijzen P N R, Herwaarden C L A, Folgering H T M, Training with supplemental oxygen in patients with COPD and hypoxemia at peak exercise, Euro Respir. J,1997; 10:1278-1284.

10.Singh Sheetu, Singh Virendra, Pulmonary rehabilitation in COPD, Supplement to JAPI, Vol.60, February 2012.

11.Truwit J, Pulmonary disorder and exercise, Clin Sports Medicine 2003: 22:161-180.

12.Garrod R, Paul EA, Wedzicha JA, Supplemental oxygen during pulmonary rehabilitation in patients with COPD with exercise hypoxemia, Thorax 2000;55:539-543.

13.Clinical use of pulseoximetry: Pocket referensi 2010, Global Primary Care and Patients Education.

14.Schenkel NS, Burdet L, Muralt BD, Fitting JW, Oxygen saturation during activities in chronic obstructive pulmonary disease, Euro Respir J, 1996;9:2584-2589.

15.Ohar Jill, Fromer Leonard, FD James, Reconsidering sex based stereotypes of COPD, Primary Care Respiratory Journal 2011;20(4):370-378.

16.Laborin L R, Smoking and Chronic Obstructive Pulmonary Disease(COPD) Parallel Epidemic of the 21st

17.Macnee W, Chronic Obstructive Pulmonary Disease: Epidemiology, physiology, and clinical evaluation in Albert KR, Spiro SG, Jett JR, Clinical Respiratory Medicine, 2008; 3:491-516.

Century, Int. J. Environ. Res. Public Health 2009,6,209-224.


(58)

18.Brashier BB, Kodgule R, Risk factor and pathophysiology of chronic obstructive pulmonary disease, Supplement to JAPI, Vol.60, 2012.

19.Bourke SJ, Respiratory Medicine, 2003; Sixth edition, 111-124.

20.Eisner MD, Anthonisen N, Coultas D, Kuenzli N, et all, An Official American Thoracic Society Public Policy Statement: Novel Risk Factors and the Global Burden of Chronic Obstructive Pulmonary Disease,Am J Respir Crit Care Med Vol 182, 693–718, 2010.

21.Erkan L, Uzun O, Findik S, Katar D, Sanic A, Atici GA, Role of bacteria in acute exacerbations in chronic obstuctive pulmonary disease, International Journal of COPD2008:3(3), 463–467.

22.Senior MR, Atkinson JJ, Chronic obstructive pulmonary disease: epidemiology, pathophysiology, and pathology in Fishman AP, Pulmonary Diseases and Disorder, 2008; 4:707-728.

23.Kaul Sunny, Pathophysiology: in managing chronic obstructive pulmonary disease, Blackler L, Jones C, Mooney C, 2007; 1-25.

24.Talag AA, Clinical physiology of chronic obstructive pulmonary diseases, BC medical journal, vol.50, 2008.

25.Chapman RK, Doherty ED, Martinez JF, Belfer HM, Multifaceted COPD management, The journal of family practice October 2007 · Vol. 56, No. 10. 26.Hughes JMB, Pulmonary gas exchange, Euro Resp Mon, 2005; 31:106-126. 27.Tiep BL, Disease management of COPD with pulmonary rehabilitation, Chest


(59)

28.Carone M, Patessio A, Appendini L, Purro, A, Czernicka E, Zanaboni, Donner C F, Comparison of invasive and noninvasive saturation monitoring in prescribing oxygen during exercise in COPD patients, Euro Respir J, 1997;10:446-451. 29.Chiappini F, Fuso L, Pistelli R, Accuracy of a pulse oximeter in the

measurement of the oxyhaemoglobin saturation, Eur Respir J 1998;11:716-719. Times New Roman

30.Jensen A L, Oniskiw E J, Prasad NGN, Meta-analysis of arterial oxygen saturation monitoring by pulse oxymetri in adults, Heart and Lung;1998:387-408)

31.Nici L, Pulmonary rehabilitation in the treatment of Chronic Respiratory Diseases, Business briefing: US Respiratory Care, 2005.

32.Viegi G, Maio S, Pistelli F, Baldacci S, Carrozzi L, Epidemiology of chronic obstructive pulmonary disease: Health effects of air pollution, J. Respirology 2006; 11:523-532

33.Mahler DA, Gifford AH, Waterman LA, Ward J, Machala S, Baird JC, Mechanism of greater oxygen desaturation during walking and cycling in patients with COPD,Chest 2011; 140: 351-358.

34.Schanlon PD, The Pathogenesis and pathology of COPD: identifying risk factors and improving morbidity and mortality, Advances studies in medicine, vol.4 , 2004.

35.Carlin BW, Pulmonary rehabilitation and chronic lung disease: opportunities for the respiratory therapist, Respir Care 2009; 54(8):1091-1099.


(60)

36.Schermer T, Leenders J, Veen H, Bosch W, Wissink A, Smeele I et all, Pulseoximetry in family practice: indications and clinical observation in patients with COPD, Family Practice 2009; 26:524-531

37.Grap J M, Pulse oximetry, Critical care nurse, 2002; 22:74-76.

38.Blonshine S, Technology advances: Pulse oximetry, AARC times, February 1999.

39.Yamaya Y, Bogaard JH, Wagner DP, Niizeki K, Hopkins R S, Validity of pulse oximetry during maximal exercise in normoxia, hypoxia, and hyperoxia, J Appl Physiol. 2002; 92:162-168.

40.Clinical used of pulseoximetry Pocket reference 2010, Global primary care and patient education.


(61)

Lampiran 1: Dummy table

Tabel 1. Distribusi penderita PPOK berdasarkan umur

Usia n %

40-45 46-50 51-55 56-60 61-65 Total

Tabel 2. Distribusi penderita PPOK berdasarkan derajat obstruksi PPOK

Derajat obstruksi PPOK n %

Derajat I (Ringan) Derajat II (Sedang) Derajat III (Berat)

Derajat IV (Sangat berat)

Total

Tabel 3. Perbedaan rerata SpO Variabel

2

n Mean

SpO2

SD CV

SpO2 sebelum latihan fisik

SpO2 setelah latihan fisik

Tabel 3. Perbedaan rerata VEP1

Variabel n Mean

VEP1

SD CV

VEP1 sebelum latihan fisik VEP1 setelah latihan fisik


(62)

Lampiran 2

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBYEK PENELITIAN

Selamat pagi/siang , Bapak/Ibu/Sdr/I, saya dr. Anriany H Sinambela, PPDS Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, saat ini sedang melakukan penelitian dengan judul “PENGARUH LATIHAN FISIK TERHADAP SATURASI OKSIGEN PADA PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK STABIL DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN” dengan tujuan menganalisa pengaruh latihan fisik dalam hal ini berupa cycle ergometri (sepeda statis) terhadap kejenuhan oksigen pada penderita PPOK stabil di RSUP H. Adam Malik Medan.

Kami sangat mengharapkan keikutsertaan Bapak/Ibu/Saudara/I dalam penelitian ini. Selama penelitian ini, Bapak/Ibu/Saudara/I tidak dibebankan biaya apapun. Semua data dan hasil penelitian ini bersifat rahasia, tidak diketahui orang lain. Apabila berkeberatan Bapak/Ibu/Saudara/I bebas untuk menolak mengikuti penelitian ini, tanpa khawatir akan mengurangi pelayanan kami. Jika sudah mengerti dan bersedia mengikuti penelitian ini, Bapak/Ibu/Saudara/I dapat mengisi lembar persetujuan.

Pada lazimnya, penelitian ini tidak akan menimbulkan hal-hal yang berbahaya bagi Bapak/Ibu/Saudara/I sekalian. Namun bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama penelitian berlangsung, yang disebabkan oleh perlakuan pola penelitian ini, Bapak/Ibu/Saudara/I dapat menghubungi saya.

Nama : dr. Anriany H Sinambela

Alamat Kantor : Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUSU- RS HAM- Jl. Bunga Lau no. 17, Telp. 061-8365915 Alamat Rumah : Jl. Serimpi 1 no 3 Medan permai. Telp: 08126357043

Demikian penjelasan ini saya sampaikan, kiranya hasil dari penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 2013 Peneliti


(63)

Lampiran 3.

Formulir Persetujuan Setelah Penjelasan (informed consent)

Nama Instansi : Departemen Pulmonologi dan Imu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran/ RSUP H. Adam Malik

SURAT PERSETUJUAN PENELITIAN Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin : Pekerjaan :

Alamat :

Setelah mendapat keterangan secukupnya serta menyadari manfaat dan resiko penelitian dibawah ini yang berjudul :

PENGARUH LATIHAN FISIK TERHADAP SATURASI OKSIGEN PADA PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK STABIL DI RUMAH

SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

Dengan sukarela menyetujui untuk diikutsertakan dalam penelitian diatas dengan catatan bila sesuatu waktu dirugikan dalam bentuk apapun, berhak membatalkan persetujuan ini.

Medan, 2013

Mengetahui : Yang menyetujui : Penanggung Jawab Penelitian Peserta


(64)

(1)

28.Carone M, Patessio A, Appendini L, Purro, A, Czernicka E, Zanaboni, Donner C F, Comparison of invasive and noninvasive saturation monitoring in prescribing oxygen during exercise in COPD patients, Euro Respir J, 1997;10:446-451. 29.Chiappini F, Fuso L, Pistelli R, Accuracy of a pulse oximeter in the

measurement of the oxyhaemoglobin saturation, Eur Respir J 1998;11:716-719. Times New Roman

30.Jensen A L, Oniskiw E J, Prasad NGN, Meta-analysis of arterial oxygen saturation monitoring by pulse oxymetri in adults, Heart and Lung;1998:387-408)

31.Nici L, Pulmonary rehabilitation in the treatment of Chronic Respiratory Diseases, Business briefing: US Respiratory Care, 2005.

32.Viegi G, Maio S, Pistelli F, Baldacci S, Carrozzi L, Epidemiology of chronic obstructive pulmonary disease: Health effects of air pollution, J. Respirology 2006; 11:523-532

33.Mahler DA, Gifford AH, Waterman LA, Ward J, Machala S, Baird JC, Mechanism of greater oxygen desaturation during walking and cycling in patients with COPD,Chest 2011; 140: 351-358.

34.Schanlon PD, The Pathogenesis and pathology of COPD: identifying risk factors and improving morbidity and mortality, Advances studies in medicine, vol.4 , 2004.

35.Carlin BW, Pulmonary rehabilitation and chronic lung disease: opportunities for the respiratory therapist, Respir Care 2009; 54(8):1091-1099.


(2)

36.Schermer T, Leenders J, Veen H, Bosch W, Wissink A, Smeele I et all, Pulseoximetry in family practice: indications and clinical observation in patients with COPD, Family Practice 2009; 26:524-531

37.Grap J M, Pulse oximetry, Critical care nurse, 2002; 22:74-76.

38.Blonshine S, Technology advances: Pulse oximetry, AARC times, February 1999.

39.Yamaya Y, Bogaard JH, Wagner DP, Niizeki K, Hopkins R S, Validity of pulse oximetry during maximal exercise in normoxia, hypoxia, and hyperoxia, J Appl Physiol. 2002; 92:162-168.

40.Clinical used of pulseoximetry Pocket reference 2010, Global primary care and patient education.


(3)

Lampiran 1: Dummy table

Tabel 1. Distribusi penderita PPOK berdasarkan umur

Usia n %

40-45 46-50 51-55 56-60 61-65 Total

Tabel 2. Distribusi penderita PPOK berdasarkan derajat obstruksi PPOK

Derajat obstruksi PPOK n %

Derajat I (Ringan) Derajat II (Sedang) Derajat III (Berat)

Derajat IV (Sangat berat) Total

Tabel 3. Perbedaan rerata SpO Variabel

2

n Mean SpO2

SD CV

SpO2 sebelum latihan fisik SpO2 setelah latihan fisik

Tabel 3. Perbedaan rerata VEP1

Variabel n Mean

VEP1

SD CV

VEP1 sebelum latihan fisik VEP1 setelah latihan fisik


(4)

Lampiran 2

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBYEK PENELITIAN

Selamat pagi/siang , Bapak/Ibu/Sdr/I, saya dr. Anriany H Sinambela, PPDS Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, saat ini sedang melakukan penelitian dengan judul “PENGARUH LATIHAN FISIK TERHADAP SATURASI OKSIGEN PADA PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK STABIL DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDANdengan tujuan menganalisa pengaruh latihan fisik dalam hal ini berupa cycle ergometri (sepeda statis) terhadap kejenuhan oksigen pada penderita PPOK stabil di RSUP H. Adam Malik Medan.

Kami sangat mengharapkan keikutsertaan Bapak/Ibu/Saudara/I dalam penelitian ini. Selama penelitian ini, Bapak/Ibu/Saudara/I tidak dibebankan biaya apapun. Semua data dan hasil penelitian ini bersifat rahasia, tidak diketahui orang lain. Apabila berkeberatan Bapak/Ibu/Saudara/I bebas untuk menolak mengikuti penelitian ini, tanpa khawatir akan mengurangi pelayanan kami. Jika sudah mengerti dan bersedia mengikuti penelitian ini, Bapak/Ibu/Saudara/I dapat mengisi lembar persetujuan.

Pada lazimnya, penelitian ini tidak akan menimbulkan hal-hal yang berbahaya bagi Bapak/Ibu/Saudara/I sekalian. Namun bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama penelitian berlangsung, yang disebabkan oleh perlakuan pola penelitian ini, Bapak/Ibu/Saudara/I dapat menghubungi saya.

Nama : dr. Anriany H Sinambela

Alamat Kantor : Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUSU- RS HAM- Jl. Bunga Lau no. 17, Telp. 061-8365915 Alamat Rumah : Jl. Serimpi 1 no 3 Medan permai. Telp: 08126357043

Demikian penjelasan ini saya sampaikan, kiranya hasil dari penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 2013 Peneliti

(dr. Anriany H Sinambela


(5)

Lampiran 3.

Formulir Persetujuan Setelah Penjelasan (informed consent)

Nama Instansi : Departemen Pulmonologi dan Imu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran/ RSUP H. Adam Malik

SURAT PERSETUJUAN PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Pekerjaan :

Alamat :

Setelah mendapat keterangan secukupnya serta menyadari manfaat dan resiko penelitian dibawah ini yang berjudul :

PENGARUH LATIHAN FISIK TERHADAP SATURASI OKSIGEN PADA PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK STABIL DI RUMAH

SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

Dengan sukarela menyetujui untuk diikutsertakan dalam penelitian diatas dengan catatan bila sesuatu waktu dirugikan dalam bentuk apapun, berhak membatalkan persetujuan ini.

Medan, 2013

Mengetahui : Yang menyetujui :


(6)