Perumusan Masalah Epidemiologi Pengaruh Latihan Fisik Terhadap Saturasi Oksigen Pada Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik Stabil di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

saturasi oksigen dimana hal ini tidak terdeteksi melalui pemeriksaan CPET Cardio Pulmonary Exercise Testing. Pada penelitian yang dilakukan Escourrou 1990 mengikutsertakan 101 pasien, 33 orang diantaranya pasien PPOK dijumpai bahwa nilai saturasi oksigen yang dinilai dengan pulse oksimetri yang dihitung saat beristirahat dan saat latihan berbeda bermakna. Perbedaan saturasi oksigen dalam darah antara beristirahat dan aktifitas setara dengan perubahan pada pulse oksimetri. 4

1.2. Perumusan Masalah

5 Apakah ada pengaruh latihan fisik terhadap saturasi oksigen pada penderita PPOK stabil? 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Menganalisis pengaruh latihan fisik terhadap saturasi oksigen pada penderita PPOK stabil di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk melihat karakteristik penderita PPOK berdasarkan umur, jenis kelamin dan derajat obstruksi nilai VEP1. b. Untuk melihat karakteristik penderita PPOK berdasarkan tekanan darah dan nadi c. Untuk melihat perbedaan saturasi oksigen sebelum dan sesudah latihan fisik.

1.3.3 Manfaat Penelitian.

Universita Sumatera Utara a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap pelayanan penderita PPOK di RSUP. H. Adam Malik Medan dalam menilai saturasi oksigen sebelum dan setelah latihan fisik. b. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengalaman peneliti dalam menggunakan pulse oksimetri untuk menilai saturasi oksigen pada penderita PPOK. c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menilai kondisi hipoksia pada penderita PPOK dan untuk penatalaksanaan selanjutnya. d. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data sekunder untuk penelitian PPOK lebih lanjut. Universita Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Epidemiologi

PPOK merupakan penyebab ke-4 kesakitan dan kematian di Amerika Serikat dan diperkirakan urutan kelima beban penyakit di seluruh dunia tahun 2020, setelah penyakit jantung iskemik, depresi, kecelakaan dan penyakit serebrovaskuler. Di Indonesia tidak ditemukan data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Survei Kesehatan Rumah Tangga SKRT DEPKES RI 1992 menemukan angka kematian emfisema, bronkitis kronik dan asma menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia. Pada tahun 1997 penderita PPOK yang dirawat inap di RSUP Persahabatan sebanyak 124 39,7, sedangkan rawat jalan sebanyak 1837 atau 18,95. Di RSUD dr. Moewardi Surakarta ditemukan penderita PPOK rawat inap sebanyak 444 15, dan rawat jalan 2368 14. 6 PPOK merupakan gangguan heterogen ditandai dengan disfungsi pada saluran napas kecil dan besar dan dengan kerusakan parenkim dan pembuluh darah, dalam kombinasi yang sangat bervariasi. 7 Hipoksemia dapat terjadi saat latihan pada pasien PPOK. Hal ini disebabkan oleh hipoventilasi alveolar, keterbatasan difusi, shunt, ketidakcocokan ventilasi-perfusi, tekanan parsial oksigen darah vena yang rendah dan cardiac output yang rendah. Hipoksemia yang diinduksi oleh latihan akan meningkatkan tekanan arteri pulmonalis 8 Universita Sumatera Utara saat beraktifitas dan dapat berkontribusi pada penurunan toleransi latihan pada beberapa pasien. Latihan fisik pada PPOK dibatasi oleh berbagai faktor yaitu ventilasi alveolar, kelemahan otot inspirasi, sesak napas, deconditioning, asidosis respiratorik, gagal jantung dan disfungsi otot. 9 10,11 Pasien PPOK berat lebih rentan terhadap hipoksemia selama kegiatan olahraga dan rutin. Hipoksemia yang terjadi saat latihan dapat mengurangi toleransi latihan sehingga mengurangi manfaat rehabilitasi. Pasien PPOK mengalami penurunan toleransi terhadap latihan. 12 4 Pengukuran pertukaran gas selama latihan digunakan terhadap pasien dengan gangguan pernapasan. Perubahan oksigen dalam darah selama latihan dapat digunakan untuk mendeteksi penyakit paru, menilai derajat beratnya penyakit dan respon terhadap terapi. Beberapa cara dilakukan untuk menilai saturasi oksigen. Selain pulse oksimetri yang dalam hal ini merupakan tindakan yang non invasif juga dapat dilakukan secara invasif yaitu pengambilan darah secara langsung dari arteri. Pengambilan darah ini tidak selamanya berhasil terutama pada pasien dengan arteri radial yang kecil. Pulseoksimetri digunakan pada pasien PPOK stabil derajat berat VEP1 50 prediksi, pasien dengan eksaserbasi juga pemeriksaan pasien di rumah untuk menilai penanganan yang telah diberikan oleh dokter. 5 13 Penelitian Razi dkk. tahun 2003 di Iran bertujuan mencari hubungan antara pemeriksaan saturasi oksigen dengan pulse oksimetri dan analisa gas darah pada pasien yang hipoksemik dan non hipoksemik. Hasilnya dari 152 pasien penyakit paru baik yang hipoksemik atau yang non hipoksemik, didapati bahwa pulse oksimetri memiliki akurasi yang tinggi dalam menilai saturasi oksigen pada SpO 2 ≥ 80 dan dapat menggantikan analisa gas darah. 3 Universita Sumatera Utara Schenkel dkk. tahun 1996 dalam penelitiannya ingin membandingkan saturasi oksigen pasien PPOK derajat sedang sampai berat dalam aktifitas sehari-hari. Dengan mengikutsertakan 30 pasien PPOK yang sedang menjalani rehabilitasi paru maka dijumpai penurunan saturasi paling tinggi saat berjalan diikuti dengan saat mencuci, makan dan saat istirahat. Penting untuk diketahui bahwa pulse oksimetri merupakan pelengkap dalam penilaian pasien PPOK. Spirometri tetap menjadi baku emas dalam diagnosis dan penderajatan PPOK. 14

2.2 Definisi