Schenkel dkk. tahun 1996 dalam penelitiannya ingin membandingkan saturasi oksigen pasien PPOK derajat sedang sampai berat dalam aktifitas sehari-hari. Dengan
mengikutsertakan 30 pasien PPOK yang sedang menjalani rehabilitasi paru maka dijumpai penurunan saturasi paling tinggi saat berjalan diikuti dengan saat mencuci,
makan dan saat istirahat. Penting untuk diketahui bahwa pulse oksimetri merupakan pelengkap dalam
penilaian pasien PPOK. Spirometri tetap menjadi baku emas dalam diagnosis dan penderajatan PPOK.
14
2.2 Definisi
13
Definisi Penyakit Paru Obstruktif Kronik PPOK menurut GOLD Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease adalah penyakit paru yang dapat
dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap
partikel atau gas yang beracun disertai perubahan struktural pada jaringan paru dan saluran nafas, didapatkan pula efek ekstra paru yang berkontribusi terhadap derajat
berat penyakit.
6
a. Derajat I Ringan VEP1≥ 80
Berdasarkan GOLD 2010 derajat PPOK dibagi atas:
b. Derajat II Sedang 50 ≤ VEP1 80
c. Derajat III Berat 30 ≤ VEP1 50
d. Derajat IV Sangat Berat VEP1 30 atau VEP1 50 prediksi disertai gagal
napas kronik.
Universita Sumatera Utara
2.3. Faktor Risiko 2.3.1. Asap rokok.
Sekitar 15-44 dari perokok berkembang menjadi PPOK.
15
Menurut WHO World Health Organization, 100 juta kematian disebabkan rokok pada abad 20 dan
mencapai hingga 1 milyar pada abad 21. Jumlah perokok mencapai 1 milyar di seluruh dunia dan secara umum penggunaan produk tembakau ini meningkat terutama pada
negara berkembang. Lebih dari 80 dari jumlah perokok di seluruh dunia berada di negara- negara miskin dan berkembang. Diperkirakan rokok membunuh 5,4 juta orang
pertahun dan sekitar 10 adalah orang dewasa. PPOK merupakan penyebab terbesar angka kesakitan dan kematian di berbagai negara dengan merokok sebagai faktor risiko
yang berperan penting. WHO memperkirakan 80 juta orang di seluruh dunia adalah penderita PPOK sedang sampai berat. Perokok pasif juga berkontribusi berkembangnya
PPOK melalui inhalasi partikel dan berbagai gas yang dikeluarkan asap rokok.
16
Perokok tembakau merupakan penyebab penting PPOK seperti beberapa dokter menyebutnya paru- paru perokok yang memberikan pesan yang jelas mengenai
penyebab penyakit dan pentingnya menghentikan kebiasaan merokok. Usia mulai merokok, dalamnya isapan dan total jumlah batang rokok yang diisap menjadi faktor
yang penting.
15,16
2.3.2. Polusi .
Polusi di dalam ruangan biasanya berasal dari bahan bakar yang digunakan untuk memasak dan ruangan yang panas dengan ventilasinya buruk, sehingga dapat
menyebabkan keterbatasan aliran udara. Polusi udara dalam ruangan terjadi dari pembakaran bahan bakar minyak atau kompor dimana hal ini adalah faktor penting
dalam berkembangnya PPOK, terutama pada wanita di negara berkembang yang
Universita Sumatera Utara
menggunakan api untuk memasak dengan ventilasi yang sangat minim untuk mengeluarkan asap yang dihasilkan.
18
Polusi udara di luar ruangan menambah beban partikel udara yang dihirup, walaupun kadarnya tidak diketahui. Hal ini meliputi
partikel dan gas. Partikel ini terbentuk dari pembakaran yang tidak sempurna seperti minyak solardiesel, abu, dan debu. Komponen utama gas adalah seperti belerang,
nitrogen, karbon yang terionisasi dan juga pembakaran minyak yang berasal dari fosil, hidrokarbon dan ozon.
17
Polusi udara di luar ruangan merupakan gabungan ratusan zat polutan yang berasal dari industri, jalan raya, pembakaran sampah dan sumber-sumber
lain. Berbeda dengan risiko lain, paparan polusi udara di luar ruangan terjadi selama
rentang hidup. Bukti kuat menunjukkan bahwa paparan polusi udara luar ruangan berkorelasi dengan eksaserbasi akut PPOK.
19
Di negara berkembang seperti India 30- 50 bukan perokok menderita PPOK. Hal ini disebabkan penggunaan bahan bakar
biomass seperti kayu yang mengeluarkan zat polutan seperti SO
2
, CO, NO
2
, formaldehid yang menyebabkan polusi udara di dalam ruangan.
2.3.3. Pekerjaan
18
Pekerjaan dengan lingkungan kerja yang kotor oleh karena polusi berupa gas dan partikel meningkatkan risiko PPOK. Pekerjaan lain yang berisiko misalnya pada
penambang batubara, pekerja besi, pemanen gandum, pemanen kapas dan pekerja pabrik kertas.
17
Banyaknya pekerjaan yang berhubungan dengan debu berhubungan dengan bronkitis kronis dan berbagai penyakit saluran napas obstruktif berhubungan
dengan lingkungan kerja misalnya bisinosis pada pekerja kapas, asma pada penyemprot cat, penyakit saluran napas obstruktif pada petani. Di Amerika faktor pekerjaan
berperan 15 menjadi risiko berkembangnya COPD.
19,20
Universita Sumatera Utara
2.3.4. Infeksi .
Peran infeksi virus pada saluran napas atas dan bawah dalam patogenesis PPOK masih belum jelas. Infeksi saluran pernapasan pada masa kanak-kanak juga
berhubungan dengan penurunan fungsi paru dan meningkatkan masalah pernapasan pada saat dewasa yang mana dapat menyebabkan PPOK. Saat PPOK ditegakkan
kejadian eksaserbasi berulang oleh bakteri maupun virus sering dijumpai dan berperan dalam obstruksi jalan napas hingga menyebabkan penurunan fungsi paru. Penelitian
Levent Erkan dkk di Turki 2002 meneliti kultur sputum penderita PPOK eksaserbasi hasilnya 46 disebabkan oleh infeksi bakteri tipikal dan 26 oleh bakteri atipikal dan
penyebab yang paling banyak adalah Haemophilus influenzae 30.
2.3.5. Faktor genetik .
21
Hal ini jarang didapati. Faktor genetik yang paling sering disebutkan dalam literatur adalah defisiensi dari alpha- 1 antitripsin yang merupakan inhibitor dari serine
protease yang terbanyak beredar dalam sirkulasi. Hal ini terutama dapat dilihat pada emfisema panasinar yang secara umum menyerang paru bagian bawah.
1 7
Defisiensi genetik dari alpha 1 antitripsin berhubungan dengan emfisema pada usia muda. Hal ini menyumbang sedikitnya 1 dari semua kasus PPOK namun untuk
protease lain yang tidak teridentifikasi ini mungkin penting.
20
2.3.6. Jenis kelamin
Sering dinyatakan bahwa PPOK umumnya pada pria. Saat merokok dan paparan kerja diperhitungkan, risiko relatif berkembangnya PPOK pada pria lebih tinggi
dibanding pada wanita menjadi tidak signifikan.
17
Jenis kelamin juga menjadi faktor risiko PPOK karena ada interaksi antara jenis kelamin dengan berbagai faktor risiko
PPOK. Silverman dkk menemukan wanita memiliki prevalensi lebih tinggi 74 pada
Universita Sumatera Utara
84 studi yang mengikutsertakan PPOK berat. Perempuan perokok juga dua kali lebih mudah terjadinya obstruksi saluran napas dan 3,5 kali lebih mudah mengalami obstruksi
berat dibandingkan laki-laki perokok.
2.3.7. Status sosio-ekonomi .
15
Pada penelitian yang dilakukan di Inggris pada tahun 1950 dan 1960, ditemukan PPOK dengan prevalensi tinggi pada sosioekonomi rendah. Prevalensi tinggi juga
dijumpai pada mereka yang merokok dengan tingkat sosioekonomi rendah, dan mereka lebih cenderung untuk dipekerjakan di lapangan pekerjaan di mana mereka mungkin
berisiko mendapat paparan di tempat kerja. Kondisi perumahan yang sangat miskin dan penggunaan bahan bakar fosil untuk pemanasan tanpa ventilasi yang memadai mungkin
juga merupakan faktor penyebab yang penting. Meskipun banyak faktor yang dapat menyebabkan PPOK yang paling signifikan
adalah merokok. Pajanan asap rokok menyebabkan proses inflamasi yang mempengaruhi sedikit banyak jalan napas dan juga mempengaruhi mekanisme
pertahanan tubuh.
17
17, 20
2.4 Patofisiologi PPOK
Berbagai kelainan fungsi paru terjadi pada PPOK namun penurunan yang terus menerus aliran ekpirasi paksa maksimal merupakan gambaran fisiologis.
22
Sebagai konsekuensi patologis, peradangan pada PPOK menginduksi serangkaian perubahan
fisiologis yang pada akhirnya berdampak pada kualitas hidup dan kelangsungan hidup
pasien PPOK. Pertama proteolisis elastin mengakibatkan penurunan elastisitas paru,
sedangkan integritas dan pergerakan udara di bronkiolus terutama bergantung pada elastic recoil yang disebabkan oleh jaringan elastis di sekitarnya. Kerusakan elastin
menyebabkan penyempitan saluran napas yang signifikan dengan penurunan aliran
Universita Sumatera Utara
udara di bronkiolus dan air trapping di paru-paru. Kedua, remodeling dari jaringan
yang mengalami fibrosis yang menghasilkan saluran napas menyempit hingga menyebabkan peningkatan resistensi saluran napas yang tidak sepenuhnya kembali
bahkan dengan pemberian bronkodilator. Ketiga, apoptosis dari sel alveolar dan sel-sel
epitel bronkiolar dan pembuluh kapiler paru dan apoptosis kapiler paru pada gambaran histologis seperti emfisema dan gambaran fisiologis seperti penurunan luas permukaan
alveoli untuk pertukaran gas dan ventilasi-sirkulasi mismatch VQ. Emfisema juga mengurangi tekanan elastisitas paru-paru yang menyebabkan berkurangnya aliran
ekspirasi melalui saluran udara yang menyempit.
18
Obstruksi jalan napas tetap menjadi tanda utama dalam mendiagnosis PPOK dan derajat keparahannya sesuai dengan gambaran intensitas peradangan saluran napas kecil
edema mukosa, remodeling saluran napas dan fibrosis impaksi mukosa dan mungkin meningkatkan efek kolinergik otot polos saluran napas. Sejalan dengan obstruksi
saluran napas dan resistensi saluran napas yang meningkat dijumpai aliran udara berkurang selama ekspirasi. Gambaran fisiologis PPOK biasanya terdeteksi dengan
menggunakan spirometri yaitu menggunakan rasio volume udara dalam detik pertama VEP1 dan volume total udara KVP selama ekspirasi kuat setelah inhalasi maksimal
nilainya kurang dari 0,7 VEP1KVP 0,7. Penurunan VEP1 adalah ciri obstruksi jalan napas, dan pada pasien PPOK biasanya dijumpai penurunan progresif 50-60 ml nilai
VEP1 setiap tahun dibandingkan 20-30 ml pada orang dewasa normal.
2.4.1. Keterbatasan aliran udara dan hiperinflasi
23
Keterbatasan jalur ekspirasi adalah prinsip efek fisiologis dari PPOK. Faktor ekstrinsik jalan napas berhubungan dengan inflamasi dari dinding bronkial fibrosis dan
peningkatan sekresi mukosa. Faktor ekstrinsik melibatkan hilangnya elastisitas jaringan
Universita Sumatera Utara
pada saluran udara kecil dan tekanan ekspirasi yang dinamis dari saluran napas. Faktor lain seperti disfungsi otot pernapasan dapat memperberat keterbatasan aliran udara pada
beberapa pasien. Hiperinflasi terjadi oleh karena peningkatan dari kapasitas residu fungsional FRC dimana sejumlah udara tertahan di dalam paru pada saat ekspirasi
tidal. Hal ini menyebabkan terperangkapnya udara dan peningkatan volum residu VR. Sebagai konsekuensinya dijumpainya peningkatan kerja napas work of breathing saat
inspirasi, dimana hal ini menjadi faktor penting terjadinya sesak napas. Sama seperti saat ekspirasi yang bertujuan untuk mengosongkan paru, waktu untuk ini dapat
berkurang oleh peningkatan respirasi seperti saat latihan. Hasilnya adalah peningkatan kapasitas residu fungsional KRF. Fenomena ini disebut hiperinflasi dinamik yang
bertanggungjawab terhadap keterbatasan aktifitas pada PPOK.
24
Dispnea merupakan hasil perubahan dinamis paru-paru, yang menjadi karakteristik dari PPOK. Adanya keterbatasan aliran ekspirasi didefinisikan sebagai
aliran udara ekspirasi maksimal dicapai selama bernapas dengan volume tidal- meningkatkan hiperinflasi paru dinamis atau air trapping. Seiring waktu, peningkatan
hiperinflasi dinamis dan penurunan kapasitas inspirasi, menyebabkan dispnea dan keterbatasan latihan. Luasnya hiperinflasi dinamis berkorelasi dengan penurunan
kapasitas inspirasi. Selama latihan, volume tidal harus ditingkatkan untuk mengimbangi kebutuhan metabolik, namun, pada PPOK, hiperinflasi dinamis membatasi peningkatan
volume tidal atau ruang untuk bernapas, sehingga menimbulkan dispnea pada beban kerja rendah dan akibatnya membatasi toleransi terhadap latihan fisik. Pada individu
sehat selama latihan fisik volume paru pada akhir ekspirasi menurun sedikit, dan bernapas menggunakan sebagian dari volume cadangan ekspirasi. Peningkatan volume
cadangan inspirasi paru-paru, menggunakan sebagian dari kapasitas cadangan inspirasi,
Universita Sumatera Utara
dan volume tidal juga meningkat secara substansial. Pada pasien dengan PPOK, pengosongan paru-paru terhambat oleh peningkatan resistensi jalan napas dan
penurunan elastisitas paru hingga membutuhkan lebih banyak waktu untuk mengosongkan paru. Selama latihan, waktu untuk mengosongkan paru-paru berkurang
sejalan dengan frekuensi pernapasan meningkat, sehingga pengosongan paru-paru tidak lengkap. Pada orang sehat, kapasitas inspirasi meningkat selama latihan. Namun pada
pasien PPOK saat latihan berlangsung, secara progresif kapasitas inspirasi semakin berkurang sebagai peningkatan volume cadangan ekspirasi terhadap kapasitas paru
total.
8
Respon volume paru terhadap latihan pada PPOK dan orang sehat dijabarkan dalam gambar 1.
Gambar 1. Respon volume paru terhadap latihan pada PPOK dan orang sehat.
25
Universita Sumatera Utara
2.4.2. Gangguan Pertukaran gas
Gangguan pertukaran gas disebabkan oleh ketidakcocokan dari ventilasi dan perfusi. Proses ini menyebabkan hipoksemia namun bila penyakit berlanjut dapat
menimbulkan hiperkapnia dan asidosis respiratorik kronik. Adapun faktor lain yang berkontribusi terhadap gangguan pertukaran gas pada kasus PPOK pada tingkat lanjut
adalah hipertensi pulmonal dan gagal jantung. Dimana hal ini dapat mengakibatkan berkurangnya percampuran oksigenasi darah vena.
26
2.4.3. Disfungsi otot ventilasi
Sejumlah faktor berkontribusi untuk disfungsi otot ventilasi pada PPOK yang menjadi faktor utama akibat dari hiperinflasi. Faktor utama adalah konsekuensi dari
hiperinflasi yang membatasi kekuatan dan daya tahan otot, dan menempatkan otot-otot inspirasi pada kerugian mekanis. Faktor lainnya termasuk perubahan gizi, respons
inflamasi berkelanjutan yang mempengaruhi bagian yang berkontraksi, hipoksia jaringan, dan kehilangan massa otot. Faktor-faktor ini juga mempengaruhi otot rangka
lainnya, yang selanjutnya dapat berkontribusi untuk pembatasan latihan.
2.4.4. Gangguan kardiovaskular
24
Gangguan kardiovaskular umumnya terjadi pada PPOK, hal ini merupakan komplikasi penyakit ini yang dipicu oleh faktor yang sama yaitu merokok. Peradangan
paru secara langsung mempengaruhi aterogenesis melalui inflamasi sistemik.
24
Seluruh perubahan yang terjadi di dalam paru yang berperan dalam patofisiologi PPOK terdapat
dalam Gbr.2
18
Universita Sumatera Utara
Gambar 2. Perubahan di dalam paru yang berperan dalam patofisiologi PPOK.
2.5. Latihan fisik pada PPOK
18
Latihan fisik merupakan salah satu bagian dari rehabilitasi paru dimana banyak hal bermanfaat yang didapat. Pada orang normal keuntungan yang didapat dapat diukur
dari biokimia otot dan transportasi oksigen. Beberapa pasien PPOK sangat terganggu dalam beraktifitas. Hal ini terjadi oleh karena disfungsi mekanik dari paru sehingga
pasien tidak mampu melakukan pelatihan tingkat aerobik. Ini disebabkan adanya disfungsi mekanika paru, otot ventilasi yang lemah, menurunnya peregangan diafragma,
resistensi saluran napas meningkat, pertukaran gas yang tidak memadai, kelemahan otot, asidosis laktat, daya tahan yang buruk, status gizi tidak memadai, fungsi jantung
terganggu, dan dispnea. Semua ini membuat pasien cacat dan bergantung pada orang lain. Program latihan dapat mengurangi keterbatasan ini. Bahkan, program latihan
Penurunan elastisitas jaringan
Berkurangnya elastisitas paru terhadap tekanan
dinding dada hingga meningkatkan kapasitas
Penyempitan jalan napas mengakibatkan
keterbatasan aliran
udara Hiperinfla
Sel alveolar mengalami apoptosis
menyebabkan berkurangnya
k dif i
Perubahan di dalam paru yang berperan dalam patofisiologi PPOK
Universita Sumatera Utara
memberikan dampak yang lebih besar atas pasien dibandingkan orang sehat karena pasien dapat dilatih secara maksimal.
27
Pasien PPOK mengurangi aktivitas fisik harian mereka untuk menghindari ketidaknyamanan pernapasan. Hal ini menyebabkan atrofi otot rangka dengan
penurunan fungsionalnya. Mekanisme terjadinya sesak napas dan intoleransi terhadap latihan melibatkan banyak hal. Intoleransi terhadap latihan terjadi akibat pembatasan
ventilasi sebagai efek dari resistensi saluran napas yang meningkat, namun mekanisme lainnya dianggap berperan, termasuk: a pengurangan kegiatan sehari-hari yang
menyebabkan deconditioning otot b gangguan pertukaran gas, hipoksemia arteri sistemik dan aliran O
2
tidak memadai pada akhirnya mengakibatkan oksigenasi tidak cukup di jaringan, c metabolisme yang buruk akibat dari gizi buruk dan sebagai akibat
deplesi energi fosfat dalam otot rangka. Peran hipoksemia dan disfungsi otot rangka sangat tinggi dalam membatasi
toleransi latihan pada PPOK. Hipoksemia berhubungan dengan penurunan pengiriman O
28
2
dari darah ke otot. Dalam beberapa kasus hipoksemia memburuk selama latihan oleh karena pengurangan lebih lanjut dari ketersediaan O
2
di otot kapiler. Hal ini menyebabkan difusi O
2
dalam otot terganggu. Dengan demikian, hipoksemia mempengaruhi ketersediaan O
2
untuk otot yang berpengaruh pada pengiriman dan difusi O
2
. Pada PPOK kondisi hipoksemia kronis berpengaruh terhadap otot sehingga otot menjadi kurang aktif. Pengurangan dalam jumlah kapiler akan menurunkan
konduktansi O
2
dengan mengurangi pertukaran dan atau dengan meningkatkan waktu transit sel darah merah dalam serat otot. Cardiac output dan aliran darah otot mungkin
akan terpengaruh karena deconditioning. Perekrutan kapiler otot mungkin tidak memadai dan kepadatan kapiler dapat menjadi dibatasi. Luas permukaan rendah yang
Universita Sumatera Utara
tersedia untuk difusi O
2
dan perfusi, metabolisme heterogenitas lebih lanjut dapat mengganggu otot.
28
2.5.1. Jenis latihan fisik
Kekuatan otot dan daya tahan meningkat pada otot yang dilatih. Dengan demikian, baik tungkai atas dan tungkai bawah dianjurkan untuk dilatih. Pelatihan
tungkai bawah meliputi treadmill, cycle ergometri dan berjalan di koridor corridor walking. Berbagai penelitian telah melaporkan peningkatan puncak kapasitas latihan,
jarak berjalan dan daya tahan. Banyak pasien PPOK memiliki kesulitan dalam melakukan kegiatan yang melibatkan penggunaan tungkai atas. Pelatihan tungkai atas
meliputi ergometri, melempar dan angkat beban. Sama seperti latihan otot tungkai bawah, ketahanan dan kekuatan otot juga meningkat dengan latihan otot tungkai
atas.
28,29
2.5.2. Intensitas dan durasi latihan
Latihan dengan intensitas tinggi meningkatkan 90-100 kapasitas maksimal. Skala Borg lebih dari 4-6 atau munculnya laktat darah mungkin dapat diambil sebagai
indikator intensitas latihan. Latihan dengan intensitas tinggi dalam jangka pendek akan meningkatkan kekuatan otot, sedangkan latihan dengan intensitas rendah dalam jangka
waktu lama akan meningkatkan daya tahan. Latihan intensitas sedang dapat mencapai 60-80 dari kapasitas maksimal. Program pelatihan dengan durasi yang lebih lama
menghasilkan lebih banyak manfaat dibandingkan dengan durasi pendek. Sesi pelatihan rawat jalan setidaknya tiga sesi per minggu Program latihan sebaiknya diikuti minimum
6-7 minggu. Pelatihan dengan waktu kurang dari 6 minggu kurang bermanfaat.
29
Universita Sumatera Utara
2.5.3 Pemeliharaan latihan
Manfaat program latihan setelah berhenti akan berkurang seiring dengan waktu. Berbagai program perawatan telah dipelajari dengan hasil variabel. Foglio dkk telah
mempelajari efek dari program rehabilitasi paru yang diadakan setiap tahun. Mereka menemukan manfaat dengan program delapan minggu. Studi lainnya telah menemukan
efek sederhana pemeliharaan program pada hasil jangka panjang. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan durasi, jenis dan intensitas program pemeliharaan.
Pasien dengan PPOK berat yang diindikasikan untuk pemeriksaan spirometri, biasanya menunjukkan desaturasi oksigen selama beraktifitas. Hal ini merupakan hasil
dari rendahnya tekanan oksigen darah vena diikuti dengan rendahnya ventilasi perfusi dan hipoventilasi.
30
Pada pasien PPOK derajat ringan pasien mungkin mengalami dispnea saat beraktivitas berat dan akan menurun seiring dengan usia. Pada pasien derajat
sedang dan berat umumnya mengalami kesulitan melakukan tugas sehari-hari, rekreasi olahraga, hobi, dan perawatan diri. Dispnea, kelelahan kaki, dan ketidaknyamanan
adalah gejala utama yang membatasi latihan, dan pasien biasanya membatasi kegiatan mereka untuk menghindari ketidaknyamanan. Ketidakmampuan beraktifitaspun
berlanjut hingga meningkatkan suatu upaya pernapasan sesuai dengan beban yang diberikan. Akhirnya, pasien menjadi semakin terisolasi dan memilih tinggal di rumah,
yang dapat berkembang menjadi depresi dan merasa kecemasan. Beberapa faktor berkontribusi untuk intoleransi terhadap latihan pasien PPOK. Yang penting, adalah
sedapat mungkin meningkatkan toleransi latihan dari pasien PPOK, disamping penurunan fungsi paru yang permanen. Optimalisasi terapi medis, penggunaan strategi
pernapasan seperti pursed-lips breathing dan terapi oksigen, manajemen cemas, pernapasan dalam dan lambat, dan intervensi gizi sangatlah bermanfaat.
29.30
Universita Sumatera Utara
Program latihan telah terbukti secara meyakinkan dapat meningkatkan toleransi latihan pada pasien PPOK melebihi keuntungan yang didapat dengan mengoptimalkan
terapi medis. Harus dicatat bahwa banyak uji klinis menunjukkan manfaat dari latihan telah dilakukan dalam konteks program rehabilitasi paru PR yang komprehensif.
Intoleransi terhadap latihan umumnya terjadi pada pasien PPOK dan dibutuhkan kesesuaian dalam kegiatan sehari-hari yang akhirnya berhubungan dengan kualitas
hidup.
2.6. Prinsip Latihan
30
Kelebihan beban overloading. Untuk mencapai efek pelatihan perlu untuk
mengekspos seseorang dengan beban berlebih, yaitu melalui stres yang lebih besar daripada yang biasanya. Kelebihan beban ini dimodulasi oleh durasi, intensitas dan
frekuensi latihan fisik.
31
Pemberian beban berlebih secara progresif. Intensitas beban yang dibutuhkan untuk menghasilkan dan meningkatkan efek kinerja latihan ditingkatkan dalam
pelatihan. Oleh karena itu, sebagai adaptasi terhadap beban yang diberikan, intensitas pelatihan harus terus ditingkatkan untuk mencapai perbaikan lebih lanjut.
32
Spesifisitas dari beban. Merupakan adaptasi fisiologis khusus untuk jenis latihan yaitu daya tahan atau resistance training terhadap kelompok otot yang dilatih
ekstremitas atas atau bawah dan modus latihan latihan terus menerus atau interval.
32
De-Conditioning. Adaptasi fisiologis terbentuk oleh program pelatihan. Kebanyakan PPOK didasarkan pada daya tahan yang melibatkan latihan tubuh bagian
bawah baik di atas treadmill atau sepeda ergometer stasioner. Pelatihan ketahanan umumnya dilaksanakan secara simultan karena keterbatasan otot utama kardiorespirasi
dan perifer dari pasien yang biasanya menyebabkan pernapasan tertahankan dan
Universita Sumatera Utara
ketidaknyamanan kaki. Dengan demikian, telah ditunjukkan bahwat latihan yang dinamis akan mengurangi dipsnea secara signifikan setelah periode 8 hingga 10 minggu
latihan pada latihan dengan beban yang sedang 60-70 puncak kapasitas sedangkan respon kinetik dari pengambilan oksigen dan denyut jantung untuk beban konstan
latihan bertambah, sehingga fungsi kardiovaskular akan meningkat.
31
Tes 6 menit berjalan umumnya digunakan untuk menilai kapasitas latihan pada pasien jantung dan
paru sedang sampai berat. Meskipun pengukuran pertama pada tes ini adalah jarak jalan, namun saturasi oksigen selama tes penting juga diukur. Penelitian terbaru menunjukkan
penurunan saturasi oksigen selama tes pada pasien PPOK dan fibrosis paru idiopatik dapat memperkirakan angka kematian. Deteksi akurat dari penurunan saturasi mungkin
penting dalam penilaian prognosis dan petunjuk terapi.
2.7. Pursed lip breathing