4. Raja Saniang Naga bermarga Sinaga
Sinaga berarti Simada Naga, dimana Naga dalam mitologi dewa dikenal sebagai penebab Gempa dan Tanah Longsor. Keturunannya adalah
marga Sinaga di Kerajaan Tanah Jawa, Batangiou di Asahan. Saat kerajaan Majapahit melakukan ekspansi di Sumatera pada abad ke-14,
pasukan dari Jambi yang dipimpin Panglima Bungkuk melarikan diri ke kerajaan Batangiou dan mengaku bahwa dirinya adalah Sinaga.
Menurut Taralamsyah Saragih, nenek moyang mereka ini kemudian menjadi raja Tanoh Djawa dengan marga Sinaga Dadihoyong setelah ia
mengalahkan Tuan Raya Si Tonggang marga Sinaga dari kerajaan Batangiou dalam suatu ritual adu umpah Sibijaon. Tideman, 1922.
2.6 Sistem Kepercayaan.
Dalam kepercayaan Masyarakat Simalungun yang diperoleh melalui catatan analisis Tiongkok sewaktu Dinasty SWI 570-620, Kerajaan Nagur
sebagai Simalungun Tua, banyak disebut-sebut dalam hasil penelitian Sutan Martua Raja Siregar yang dimuat dalam Buku Sejarah Batak oleh Batara Sangti
Simanjuntak, yang mana terdapat pernyataan bahwa pada abad ke V Kerajaan “Nagur” sebagai satu “Simalungun Batak First Kingdom” yang telah mempunyai
hubungan bilateral dagang dengan bangsa-bangsa lain terutama dengan Tiongkok China.
Seiring dengan berkembangnya Kerajaan Nagur tersebut muncul sebuah sistem kepercayaan yaitu Animisme, dalam hal ini kepercayaan yang dianut adalah
Universitas Sumatera Utara
supajuh begu-begusipele begu, dimana pemimpin kepercayaannya disebut Datu. Dalam kepercayaan supajuh begu-begusipele begu mereka mempercayai adanya
tiga Dewa, yaitu : 1.
Naibata na i baboui nagori atas di Benua Atas 2.
Naibata na i tongahi nagori tongah di Benua Tengah 3.
Naibata na i toruhi nagori toruh di Benua Bawah Dalam Kerajaan Nagur terdapat istilah “Parhutahon” yaitu pemanggilan
arwah nenek moyang melalui upacara ritual, dimana dalam upacara tersebut dipercayai hadirnya roh melalui “Paninggiran” kesurupan oleh salah seorang
keturunannya atau seseorang yang mempunyai kemampuan sebagai perantara “paniaran”.
Dalam penelitian G. L Tichelman dan P. Voorhoeve yang dimuat dalam bukunya “Steenplastiek Simaloengoen” terbitan KohlerCo Medan tahun 1936
bahwa di Simalungun kerajaan Nagur terdapat 156 Panghulubalang Berhala. Panghulubalang adalah patung batu yang pada mulanya adalah panglima perang
yang kalah di medan pertempuran musuh yang kemudian kepala panglima tersebut dijadikan sebagai sesajen untuk para dewa dan selanjutnya roh panglima
perang tersebut terikat pada patung dan setia kepada musuh. Panghulubalang ini akan ditempatkan pada tempat yang dikeramatkan Sinumbah.
Dalam sebuah upacara ritual peserta yang mengikuti jalannya upacara adalah para Datu.Setiap Datu memiliki tongkat sihir atau disebut juga “Tungkot Tunggal
Panaluan”.Pimpinan tertingginya dari Datu-datu disebut “GURU BOLON”.Acara ritual kepercayaan ini dipegang penuh oleh Datu, baik di istana maupun di tengah
masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
2.7 Biografi Singkat Bapak Rosul Damanik