62
4.4. Analisis Statistik
Analisis Statistik Perbandingan Input –Output dapat dilihat dalam lampiran 2, dapat diuraikan sebagai berikut :
4.4.1. Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Sebelum dan Sesudah Program SL-PTT
Produksi usahatani padi petani sebelum dan sesudah Program SL-
PTT dapat dikemukakan dalam Tabel 12 sebagai berikut : Tabel 12. Analisa Perbandingan Input - Output Antara Petani
Sebelum Dan Sesudah Mengikuti Program SLPTT Padi
No Uraian
Sebelum SLPTT
Rpha Sesudah
SLPTT Rpha
Tambahan Manfaat
Rpha
1
Input
a. Benihha 171.853,00
164.325,00 7.528,00
b. Pupukha 1.547.445,00 1.617.184,00
69.739,00 c. Pestisidaha
363.951,00 326.508,00
37.443,00 d. Tenaga Kerjaha
4.278.424,00 4.279.499,00 1.075
e. Lain-lainha 4.158.979,00
4.175.193,00 16.214,00
Total biaya 10.520.652,00
10.562.708,00 27.056,00
2
Penerimaan 16.435.032,00 19.889.199,00 3.454.176,00
3
Keuntungan 5.914.371,00
9.326.491,00 3.412.120,00 Sumber : Diolah Dari Data Primer, 2010
Dari Tabel 16 tersebut dapat diuraikan bahwa usahatani padi dengan melaksanakan SL-PTT terjadi penambahan input produksi yaitu
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
63
dari biaya produksi petani sebelum SL-PTT sebesar Rp. 10.520.652,00 dan sesudah SL-PTT sebesar Rp. 10.562.708,00 sehingga ada selisih
sebesar Rp. 27.056,00. Akan tetapi dari penambahan biaya produksi tersebut dapat memberikan tambahan penerimaam dari Rp.
16.435.032,00 menjadi Rp. 19.889.199,00. secara langsung memberikan tambahan manfaat sebesar Rp. 3.454.176,00 sedangkan tambahan
keuntungan yang diperoleh sebesar Rp. 3.412.120,00. Produksi usahatani padi antara sebelum dan sesudah Program SL-
PTT besarnya yaitu sebesar 7.826,53 kghektar, sedangkan produksi usahatani padi sesudah SL-PTT ysitu sebesar 9,040,54 kghektar yang
berarti selisih 1.214,01 kghektar. dalam satu kali tanam yaitu Musim Kemarau MK. Dari perbandingan RC sebelum SL-PTT adalah sebesar
1,56 sedangkan sesudah SL-PTT adalah sebesar 1,88. Jadi dalam hal ini hipotesis pertama yaitu : diduga ada perbedaan
tingkat efisiensi usahatani sebelum dan sesudah penerapan program SL- PTT padi terjawab.
Fenomena terjadinya kenaikan atau penambahan biaya produksi tersebut dikarenakan sebagai konsekuensi penggunaan teknologi baru
yaitu komponen teknologi PTT yang dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Penggunaan benih dari kebiasaan petani menggunakan benih 30
kgha denggan penerapan pada SL-PTT berkurang menjadi 25 kgha. Sehingga terjadi penghematan penggunaan benih 5 kgha dari
sebelum SLPTT padi.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
64
2. Penggunakan benih berlabel dalam SL-PTT lebih dari 93 ., hal ini karena semua benih bantuan adalah berlabel sehingga mempengaruhi
kenaikan produksi. 3. Penanaman dengan bibit muda pada umur 14 – 21 HSS, . sehingga
mempengaruhi peningkatan produksi. 4. Penanaman dengan bibit 2-3 bibit per lubang tanam terjadi penurunan
jumlah penanaman bibit per lubang, dan hal ini juga terlihat dari penggunaan benih kgha yang disebar pada persemaian
meningkatkan efisiensi. 5. Kebiasaan petani menggunakan dosis pupuk kimia terutama Urea yang
relatif relatif tinggi, belum dapat dikurangi secara cepat, akan tetapi pada SL-PTT ini sudah mulai diimbangi dengan penggunaan pupuk
organik atau pupuk kandang. Pada umumnya responden berpendapat bahwa penggunaan pupuk organik dan pupuk kandang mampu
meningkatkan produktivitas lahan dan memperbaiki struktur tanah serta dapat menghemat penggunaan pupuk kimia khususnya Urea.
Hal inilah yang menyebabkan kenaikan biaya produksi pada komponen biaya penggunaan pupuk dalam satu hektar.
6. Komponen pengendalian hama terpadu PHT belum dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan, terbukti dari masihtingginya
biaya pestisida yang digunakan. PHT merupakan pendekatan pengendalian yang memperhitungkan faktor ekologi sehingga
pengendalian yang dilakukan agar tidak terlalu mengganggu
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
65
keseimbangan alami dan tidak menimbulkan kerugian besar.PHT merupakan paduan beberapa cara pengendalian diantaranya
melakukan monitoring populasi hama dan kerusakan tanaman. Hal ini dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Organisme pengganggu tanaman yang muncul pada saat pelaksanaan SL-PTT tahun 2008 dan 2009 di Kabupaten Ngawi
yaitu : Penggerek batang sundep dan beluk, Xanthomonas sp kresek, Wereng batang coklat dan tikus.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi : 1. Kurangnya pengetahuan petani tentang OPT terutama teknis pengendalian; 2. Terbatasnya
petugas pertanian yang ada Mantri Tani, PPL, PHP; 3. Sedikitnya waktu pendampingan di sekolah lapangan standart minimal 12 kali
pertemuan; 4. Faktor cuaca yang kurang menguntungkan pertanaman padi cuaca, suhu dan kelembaban; 5. Pemakaian
pestisida yang kurang tepat; 6. Tidak adanya stock sarana pengendalian yang dimiliki Dinas Pertanian dan Hortikultura
Kabupaten Ngawi; 7. Pola tanam padi – padi – padi dalam satu tahun;dan 8. Pola pengembangan padi hibrida baik yang berasal
dari SL-PTT padi hibrida, BLBU, CBN maupun sumber pendanaan yang lain yang ditanam pada satu hamparan dengan padi non
hibrida menjadi sumber pemicu munculnya organisme pengganggu tanaman OPT sehingga menjadi titik sebar serangannya. Dalam
temuan penelitian ini pestisida yang biasa digunakan oleh petani
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
66
Score, Folicur, Furadan, Regent, Confidor, Buldog, matador, Fosbit dan Timek.
7. Pada komponen pengairan, sebagian besar petani setelah ikut SL- PTT 87 – 95 sudah melakukan pengairan berselang pada
pertanaman padi ikut mengurangi penggunaan input produksi. 8. Komponen penggunaan tenaga kerja mulai dari pengolahan tanah,
pemeliharaan, pemanenan dan seterusnya antara sebelum dan sesudah ikut SL-PTT relatif sama.
9. Pada komponen biaya lain-lain meliputi sewa lahan, pajak, iuran HIPPA Himpunan Petani Pengguna Air dan beli air antara sebelum
dan sesudah ikut SL-PTT relatif sama ada kenaikan. Tahapan pelaksanaan SL-PTT padi dan topik bahasannya dapat
dikemukakan dalam Lampiran 4. Dampak yang timbul dengan pelaksanaan program SL-PTT ini
adalah meningkatnya biaya produksi yang diakibatkan oleh penggunaan teknologi baru yaitu teknologi PTT, akan tetapi mampu meningkatkan
produksi yang sekaligus berpengaruh terhadap pendapatan usahatani yang secara sosial adalah meningkatnya kesejahteraan petani.
Sedangkan bagi pembangunan pertanian adalah dapat meningkatkan produksi padi sebagai sumbangan bagi program peningkatan produksi
beras sebesar 5 per tahun untuk mencukupi kebutuhan pangan nasional.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
67
4.4.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Peningkatan Produksi Usahatani Padi
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan produksi usahatani padi di Kabupaten Ngawi dengan menggunakan lima
variable. Variabel-variabel tersebut diantaranya adalah : 1. Sebagai variabel bebas adalah faktor luas lahan sewa lahan, Pajak,
Iuran, jumlah biaya benih, jumlah biaya pupuk, jumlah biaya pestisida, jumlah biaya tenaga kerja, dan dummy benih berlabel
unggul atau bermutu, pupuk berimbang pupuk kimia dan pupuk organik,
penggunaan pestisida
sesuai kebutuhan
teknologi PTT. 2. Sebagai variabel tidak bebas adalah produksi usahatani padi di
Kabupaten Ngawi. Untuk melihat sampai sejauh mana keenam variabel tersebut
dapat mempengaruhi peningkatan produksi usahatani padi di Kabupaten Ngawi, dalam perhitungannya menggunakan analisis regresi linear
berganda dengan menggunakan fasilitas program yaitu SPSSPC + yang terdapat pada Lampiran 4 dan Lampiran 5.
Perhitungan dan analisis fungsi produksi dengan dummy variable SL-PTT padi pada Lampiran 4, dapat dikemukakan pada Tabel
13 sebagai berikut :
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
68
Tabel 13. Hasil Analisis Fungsi Produksi Padi Berbentuk Regresi Linier Berganda Dengan Dummy Variabel SL-PTT Padi
di Kabupaten Ngawi
No URAIAN
Koefisien Regresi
t-
hitung
Taraf Sig.
1 Konstanta
3.101 3.116
0,002 2
Benih X
1
0,073 10,487
0,000 3
Pupuk X
2
-0,003 2,846
0,005 4
Pestisida X
3
0,001 0,540
0,590 5
Tenaga Kerja X
4
- 0,003 2,049
0.042 6
Lain-lain Sewa lahan,Biaya Pengairan, Pajak dan Iuran
X
5
-0,003 2,685
0,008
7 SL-PTT D
2,002 3,380
0,001 8
F-
hitung
53,365 9
R
2
0,699 Sumber : Hasil Analisis Data Primer
Dari hasil analisis pada Tabel 13 dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Nilai R
2
sebesar 0,699 Memperhatikan nilai koefisien determinasi R
2
menunjukkan bahwa model sangat baik, dimana Nilai F hitung sebesar 53,365, yang
menjelaskan secara bersama-sama semua variable independen berpengaruh terhadap variabel dependen peningkatan produksi
sebesar 69,9 , sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam persamaan dalam penelitian ini.
2. Secara parsial uji t” penggunaan pupuk, tenaga kerja dan biaya lain- lain sewa lahan, biaya pengairan, pajak dan iuran tidak berpengaruh
nyata terhadap peningkatan produksi. Sedangkan benih, pestisida dan keikutsertaan petani dalam program SL-PTT berpengaruh nyata
terhadap peningkatan produksi Y. Untuk penggunaan pupuk, tenaga kerja dan biaya lain-lain sewa lahan, biaya pengairan, pajak dan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
69
iuran penggunaannya khususnya pengairan sudah tidak efisien lagi sehingga berpengaruh negatif, hal ini dikarenakan program SL-PTT
dilaksanakan pada musim kemarau MK I. Untuk penggunaan benih, penggunaan pestisida berpengaruh positif karena adanya efisiensi
dengan mengunakan teknologi PTT padi. Demikian pula keikutsertaan dalam program SL-PTT berpengaruh positif terhadap peningkatan
produksi padi. Dalam bentuk matematis model persamaan secara umum dapat dihasilkan sebagai berikut :
Y = 3.101+ 0,073 X
1
- 0,003X
2
+ 0,001 X
3
- 0,003 X
4
- 0,003 X
5 +
2,002 D
1
………………. Persamaan 1 Untuk melihat perbedaan antara usahatani pada petani sebelum dan
sesudah SL-PTT padi, melalui perbedaan intersep sebagaimana tersebut pada persamaan berikut :
Untuk petani setelah ikut SL-PTT : D = 0, dengan model persamaan Y = 3.101 + 0 + 0,073 X
1
- 0,003X
2
+ 0,001 X
3
- 0,003 X
4
- 0,003 X
5
………………. Persamaan 2
Untuk petani setelah ikut SL-PTT : D = 1, dengan model persamaan Y = 3.101 + 2,002 + 0,073 X
1
- 0,003X
2
+ 0,001 X
3
- 0,003 X
4
– 0,003 X
5
………………. Persamaan 3 Usahatani sesudah SL-PTT padi produksinya lebih tinggi
dibandingkan dengan usahatani sebelum SL-PTT padi karena intersepnya lebih tinggi.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
70
Secara khusus hubungan antara variable independen terhadap variabel dependen dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Faktor Biaya Benih X
1
Nilai koefisien regresi b
1
sebesar 0,073 artinya apabila faktor biaya benih X
1
bertambah sebesar satu satuan 1 rupiah, maka akan meningkatkan produksi usahatani padi sebesar 0,073 satuan kg
dengan asumsi bahwa variabel lain dianggap konstan. Selain itu nilai b
1
positif berarti terdapat pengaruh yang positif antara faktor biaya benih dengan tingkat produksi padi.
Melalui uji t terhadap pengaruh faktor biaya benih terhadap usahatani padi di Kabupaten Ngawi ternyat t hitung = 10,487 dengan
taraf signifikan 0,000 α = 0,05 berati terdapat pengaruh nyata
antara faktor biaya benih dengan produksi usahatani padi. Dengan penambahan atau pengurangan terhadap faktor biaya benih akan
memberikan pengaruh yang nyata terhadap usahatani padi. Pengaruh variabel benih berlabel unggul dan bermutu yang
tersedia dalam prinsip 6 tepat varietas, kualitas, jumlah, waktu, tempat dan harga terhadap produksi padi dalam hal ini lebih berperan
bahwa usahatani padi akan dapat mencapai produksi yang optimal apabila jenis benih yang digunakan merupakan benih berlabel yang
unggul dan bermutu, sehingga akan lebih mampu untuk memanfaatkan faktor produksi yang lain secara lebih optimal.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
71
2. Faktor Biaya Pupuk X
2
Nilai koefisien regresi b
2
sebesar - 0,003 artinya apabila faktor biaya pupuk X
2
bertambah sebesar satu satuan 1 rupiah, maka akan menurunkan produksi usahatani padi sebesar - 0,003 kg dengan
asumsi bahwa variabel lain dianggap konstan. Selain itu nilai b
2
negatif berarti terdapat pengaruh yang negatif antara faktor biaya pupuk dengan tingkat produksi usahatani padi.
Melalui uji-t terdapat pengaruh faktor biaya pupuk terhadap produksi usahatani padi di Kabupaten Ngawi ternyata t-hitung = 2,846
taraf signifikan 0,005 α = 0,05 berarti terdapat pengaruh nyata
antara faktor biaya pupuk dengan produksi usahatani padi setelah SL- PTT Padi di Kabupaten Ngawi. Dengan penambahan atau
pengurangan terhadap faktor biaya pupuk akan memberikan pengaruh yang nyata terhadap usahatani padi.
Pengaruh variabel biaya pupuk khususnya pupuk kimia terhadap produksi usahatani padi dalam hal ini sudah tidak efisien
lagi. Berkaitan dengan penggunaan pupuk disarankan untuk meningkatkan penggunaan pupuk berimbang yaitu kombinasi secara
tepat antara penggunaan pupuk kimia secara berimbang ditambah pupuk organik sesuai dengan kebutuhan tanaman.
3. Biaya Pestisida X
3
Nilai koefisien regresi b
3
sebesar 0,001 artinya apabila faktor biaya pestisida X
3
bertambah sebesar satu satuan rupiah, maka akan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
72
meningkatkan produksi usahatani padi sebesr 0,001 Kg dengan asumsi bahwa variabel lain dianggap konstan. Selain itu nilai b
3
positif berarti terdapat pengaruh yang positif antara faktor biaya pestisida
dengan tingkat produksi usahatani padi. Melalui uji t terdapat pengaruh faktor biaya pestisida terhadap
produksi usahatani padi tenyata t-hitung = 0,540 dengan taraf signifikan 0,590
α =0,05 berarti tidak terdapat pengaruh nyata antara faktor biaya pestisida dengan produksi usahatani padi setelah SL-PTT
padi di Kabupaten Ngawi. Dengan penambahan atau pengurangan terhadap variabel biaya pestisida tidak akan memberikan pengaruh
yang nyata terhadap usahatani padi sesudah SL-PTT. Hal ini dikarenakan pengunaan pestisida tidak didasarkan
pada tingkat serangan hama penyakit yang diketahui melalui pengamatan secara rutin pada lahan usahataninya. Penggunaan
pestisida tidak mempengaruhi tingkat produksi padi yang dihasilkan akan tetapi lebih pada pengamanan hasil.
4. Biaya Tenaga Kerja X
4
Nilai koefisien regresi b
4
sebesar - 0,003 artinya apabila faktor biaya tenaga kerja X
4
bertambah sebesar satu satuan 1 rupiah, maka akan menurunkan produksi usahatani padi sebesar -
0,003 kg dengan asumsi bahwa variabel lain dianggap konstan. Selain itu nilai b
4
negatif berarti tidak terdapat pengaruh yang nyata
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
73
antara faktor biaya tenaga kerja dengan tingkat produksi usahatani padi.
Melalui uji t terhadap pengaruh faktor biaya tenaga kerja terhadap produksi usahatani padi di Kabupaten Ngawi ternyata t-
hitung = 2,049 dengan taraf signifikan 0.042 α = 0,05 berarti tidak
terdapat pengaruh nyata antara faktor biaya tenaga kerja dengan produksi usahatani padi. Dengan penambahan atau pengurangan
terhadap faktor biaya tenaga kerja tidak akan memberikan pengaruh yang nyata terhadap usahatani padi sesudah SL-PTT. Berarti
penggunaan variabel biaya tenaga kerja yang digunakan terlihat adanya pengelolaan yang kurang intensif kurang efisien dalam
usahatani yang dilakukan. Dengan melihat hal tersebut maka upaya yang harus dilakukan adalah melalui peningkatan kemampuan petani
dalam penerapan teknologi intensifikasi dengan pendampingan yang intensif oleh petugas pertanian melalui SL-PTT padi.
5. Biaya Lain-lain Sewa Lahan, Biaya Pengairan, Pajak dan Iuran X
5
Nilai koefisien regresi b
5
sebesar -0,003 artinya apabila faktor biaya lain-lain sewa Lahan, biaya pengairan, pajak dan iuran X
5
bertambah sebesar satu satuan 1 rupiah, maka akan menurunkan produksi usahatani padi sebesar -0,003 kg dengan asumsi bahwa
variabel lain dianggap konstan. Selain itu nilai b
5
negatif berarti terdapat pengaruh yang negatif antara variabel biaya lain-lain sewa
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
74
lahan, biaya pengairan, pajak dan iuran dengan tingkat produksi usahatani padi.
Melalui uji t terhadap pengaruh variabel biaya lain-lain sewa lahan, biaya pengairan, pajak dan iuran X
6
terhadap produksi usahatani padi ternyata t-hitung = 0,685 dengan taraf signifikan 0,008
α = 0,05 berarti terdapat pengaruh nyata antara variabel biaya lain- lain sewa lahan, biaya pengairan, pajak dan iuran dengan produksi
usahatani padi. Dengan penambahan atau pengurangan terhadap variabel biaya lain-lain sewa lahan, biaya pengairan, pajak dan iuran
akan memberikan pengaruh yang nyata terhadap usahatani padi. 6. Dummy D Keikutsertaan SL-PTT
Nilai koefisien regresi D
3
sebesar 2,002 artinya apabila sesudah mengikuti program SL-PTT padi variabel dummy, maka akan
meningkatkan produksi usahatani padi sebesar 2,002 kg dengan asumsi bahwa variabel lain dianggap konstan. Selain itu nilai D positif
berarti terdapat pengaruh yang positif antara mengikuti SL-PTT dengan tingkat produksi usahatani padi.
Melalui uji t terhadap pengaruh variabel dummy sesudah mengikuti program SL-PTT padi terhadap produksi usahatani padi
ternyata t-hitung = 3,380 dengan taraf signifikan 0,036 α = 0,05
berarti terdapat pengaruh yang nyata sesudah mengikuti program SL- PTT dengan produksi usahatani padi di Kabupaten Ngawi. Dengan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
75
keikutsertaan SL-PTT akan memberikan pengaruh yang nyata terhadap usahatani padi sesudah SL-PTT.
7. Nilai Konstanta Nilai konstanta dari persamaan di atas sebesar 3,101 artinya bahwa
tingkat produksi usahatani padi tanpa dipengaruhi oleh selain variabel jumlah penggunaan benih, penggunaan pupuk, pestisida, tenaga
kerja, biaya lain-lain Sewa Lahan, biaya pengairan, pajak dan iuran dan dummy pupuk berimbang pupuk kimia dan pupuk organik
sebesar 3.101. Dari hasil analisis diatas menunjukkan bahwa variabel yang
mempunyai dampak positif terhadap peningkatan produksi usahatani padi, harus dilakukan upaya-upaya peningkatan penggunaan faktor-faktor
produksi yang lebih tinggi lagi agar tercapai tingkat produksi yang optimum. Penambahan dari faktor-faktor produksi dalam kegiatan
usahatani harus tetap terkontrol dengan baik karena kegiatan usaha dalam pertanian mempunyai sifat kenaikan yang menurun dimana
apabila penambahan yang dilakukan melebihi kebutuhan optimum maka penambahan dari faktor produksi akan berdampak padap penurunan
efisiensi usaha. Pelaksanaan program SL-PTT di Kabupaten Ngawi dalam upaya
peningkatan produksi padi masih harus dilanjutkan danmasih diperlukan perbaikan dan penyesuaian komponen-komponen teknologi spesifik lokasi
agar sesuai dengan kebutuhan dan mudah diterapkan oleh petani. Hal ini
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
76
dapat dibuktikan dari hasil Analisis fungsi produksi padi berbentuk regresi linier berganda dengan dummy variabel SL-PTT padi bahwa usahatani
sesudah SL-PTT padi lebih tinggi produksinya dibandingkan dengan usahatani sebelum SL-PTT padi di Kabupaten Ngawi.
Jadi dalam hal ini hipotesis kedua yaitu : diduga faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi berbeda antara sebelum dan sesudah
penerapan program SL-PTT padi terjawab.
4.4.3. Persepsi Petani Terhadap Pelaksanaan Program SL-PTT Di Kabupaten Ngawi
Persepsi petani merupakan tanggapan, kehendak petani dan sekaligus cerminan dari perilaku petani yang perlu diperhatikan oleh
pemerintah agar di dalam pelaksanaan program dapat berjalan lebih baik. Persepsi petani terhadap pelaksanaan program SL-PTT cukup baik
hal ini terlihat dari : persepsi petani terhadap program SL-PTT dalam mendukung peningkatan produksi dan pendapatan usahatani padi seperti
tersebut pada Tabel 14 berikut :
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
77
Tabel 14. Persepsi Petani Sebelum dan Sesudah Mengikuti SL-PTT Padi di Kabupaten Ngawi
No Persepsi Petani
Sebelum Sesudah
1. Dapat Meningkatkan Pendapatan
Alasannya: a. Menguasahi budidaya padi terutama
pemberantasan hama penyakit secara terpadu
34,49 33,33
b. Penambahan pengetahuan terhadap upaya peningkatan produksi
19,24 30.33
c. Adanya perhatian pemerintah terhadap penyediaan saprodi
30,65 26.67
2. Tidak Meningkatkan Pendapatan,
Alasannya : a. Kegiatan usahatani sangat tergantung
pada ketersediaan dana dan lahan 15,16
10,00 4
Lain-lain Jumlah
100,00 100,00
Sumber : Diolah dari Data Primer, 2010 Dalam Tabel 14 dapat diuraikan bahwa sebelum SL-PTT sebesar
65,14 menyatakan bahwa SL-PTT dipersepsikan untuk menguasahi budidaya padi terutama pengendalian hama penyakit secara terpadu dan
bantuan saprodi dari pemerintah. Sedangkan sesudah SL-PTT sebesar 63,22 petani menyatakan bahwa program SL-PTT dapat meningkatkan
pengetahuan petani dalam upaya peningkatan pemanfaatan faktor-faktor produksi secara optimal yang utamanya tambahan pengetahuan berupa
cara pemberantasan hama dan penyakit tanaman dengan baik yang sebelumnya kegiatan usahatani padi sering kali produksinya tidak sesuai
dengan harapan akibat serangan hama penyakit. Akan tetapi masih ada petani sebesar 10 yang menyatakan
bahwa program SL-PTT tidak meningkatkan produksi dan pendapatan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
78
usahatani petani yang dilakukannya, dengan alasan bahwa kegiatan usahatani akan dapat berjalan sesuai dengan ketentuan dalam
intensifikasi pertanian dengan baik jika dana yang dimiliki oleh petani sangat rendah sehingga dalam upaya ini pemerintah harus juga
mengimbangi dengan program pemberian kredit usahatani.
4.4.4. Adopsi Petani Terhadap Pelaksanaan Program SL-PTT Padi Di Kabupaten Ngawi
Tingkat adopsi atau penyerapan suatu teknologi dapat dipakai
sebagai ukuran sampai sejauh mana teknologi yang diintrodusikan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi petani setempat. Tingkat adopsi juga dapat
dipakai sebagai indikasi komponen teknologi yang harus diperbaiki jika teknologi tersebut akan dikembangkan dalam skala yang lebih luas,
sesuai dengan kebutuhan petani pengadopsi. Dalam penelitian ini tingkat adopsi komponen teknologi PTT dapat dilihat dari beberapa aspek seperti
penggunaan benih kgha, berlabel, umur bibit, jumlah bibit per-lubang, penggunaan pupuk organik atau pupuk kandang dan anorganik kimia
secara seimbang, sistem pengairan dan pengendalian hama penyakit. Keragaan tingkat penerapan komponen teknologi PTT dapat disampaikan
dalam Tabel 15, berikut :
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
79
Tabel 15. Tingkat penerapan komponen teknologi PTT Sebelum dan Sesudah Mengikuti SL-PTT Padi di Kabupaten Ngawi
No Koponen Teknologi PTT
Sebelum Sesudah
1 Jumlah Penggunaan Benih
50,15 85,35
2 Benih berlabel unggul
83,74 93,74
3 Tanam Muda
15.,00 60,50
4 Jumlah bibit per lubang 2-3
20,15 80,50
5 Pupuk Berimbang
25,24 70,35
6 Pupuk Organikkandang
12,50 50,75
7 Pengaturan tata tanam
50,45 75,35
8 Irigasi Berselang
65,80 95,50
9 Umur bibit 14 – 21 HSS
35,40 60,25
10 Penerapan PHT
30,75 35,60
11 Penggunaan alat perontok mekanis
25,25 35,45
Sumber : Diolah Dari Data Pimer, 2010
Dari Tabel 15. tersebut menunjukkan bahwa penggunaan benih pada penerapan PTT sudah mendekati anjuran yaitu lebih kurang 25
kgha. Masih adanya penggunaan benih diatas anjuran diatas 25 kgha hal ini terkait dengan kebiasaan petani. Mereka masih khawatir jika terjadi
pertimbuhan benih yang tidak bagus, sehingga diatasi dengan melakukan persemaian dengan jumlah benih yang lebih banyak. Kejadian ini sering
dijumpai di lapangan mengingat benih yang dibeli petani sekalipun berlabel kadang-kadang pertumbuhannya masih tidak seperti yang
diharapkan. Sedangkan perlakuan benih dengan larutan garam untuk mendapatkan benih yang bernas belum dilakukan oleh petani. Namun
demikian jika dibandingkan dengan kebiasaan petani menggunakan benih 30 – 40 kgha terlihat bahwa teknologi PTT mampu menghemat
penggunaan benih 16 – 37,5 dari sebelum ikut SLPTT padi.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
80
Jumlah petani yang menggunakan benih berlabel dalam penerapan PTT lebih dari 93 , hal ini karena semua benih bantuan
adalah berlabel dan sebelum adanya program SL-PTT pun petani Ngawi sudah terbiasa menggunakan benih berlabel kecuali daerah atas
Kecamatan Ngrambe dan Kendal. Sedangkan pemilahan benih bernas dengan menggunakan air garam atau ZA 3 belum dilakukan karena
mereka tidak terbiasa dan sudah percaya kualitas benihnya. Sebelum ikut SL-PTT, petani sudah terbiasa menanam bibit pada
umur diatas 21 HSS hari setelah sebar dan tidak dijumpai petani menanam bibit pada umur 7 – 14 HSS. Setelah ikut SL-PTT sebagian
besar petani menanam bibit pada umur 14 - 21 HSS. Dengan demikian dengan PTT telah terjadi penananam bibit relatif muda. Adanya
kekhawatiran petani jika bibit mati dan tidak ada penggantinya serta adanya serangan hama keong emas dan belalang, maka jarang dijumpai
petani yang berani menanam 1 bibit per lubang tanam, kebanyakan petani peserta SLPTT menanam bibit 2-3 bibit per lubang tanam. Hal ini jika
dibandingkan dengan kebiasaann petani sebelum ikut SLPTT yang menanam 4 – 6 bibit per lubang tanam, maka dapat dikemukakan bahwa
dengan PTT telah terjadi penurunan jumlah penanaman bibit per lubang, dan hal ini juga terlihat dari penggunaan benih kgha yang disebar pada
persemaian. Belum adanya petani yang mau menanam satu bibit per lubang seperti program SRI system of rice intensification, hal ini
disebabkan terbatasnya tenaga tanam yang terampil. Walau ada tenaga
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
81
kerja yang mau mengerjakannya, tapi dengan upah lebih tinggi atau dengan upah yang sama dibutuhkan jumlah hari kerja yang lebih banyak.
Terbatasnya jumlah Bagan warna Daun BWD di lokasi penelitian menyebabkan komponen teknologi ini tidak sepenuhnya diadopsi petani.
BWD hanya dipunyai oleh petugas pertanian saja. Kebiasaan petani menggunakan dosis pemupukan tidak berimbang dan kurangnya BWD
menyebabkan penggunaan pupuk kimia terutama Urea relatif tinggi. Rata- rata penggunaan pupuk Urea dalam penerapan PTT masih diatas dosis
anjuran 300 kgha yaitu antara 400 – 500 kgha. Penggunaan pupuk organik atau pupuk kandang sudah biasa
dilakukan oleh petani Ngawi, hal ini dikarenakan adanya program pengembangan pupuk organik berupa pembinaan dan pelatihan
pembuatan pupuk organik yang selama lebih dari 5 lima tahun ini dikembangkan secara besar-besaran oleh Pemerintah Kabupaten Ngawi,
Sebagian kecil petani peserta SL-PTT belum menggunakannya pupuk organik. Alasan yang dikemukakan adalah meraka kesulitan mendapatkan
bahan baku, tidak praktis penggunaannya dan sebagain kecil mengatakan bahwa penggunaan pupuk organik tidak terlihat secara cepat
pengaruhnya. Walaupun sebagian besar petani mengetahui bahwa penggunaan pupuk organik akan mampu meningkatkan produktivitas dan
memperbaiki struktur tanah dan juga dapat menghemat penggunaan pupuk kimia khususnya Urea.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
82
Pada komponen pengairan, sebagian besar petani setelah ikut SL-PTT 87 – 95 sedah melakukan pengairan berselang pada
pertanaman padi. Faktor utama yang menyebabkan berjalannya sistem ini dikarenakan terbatasnya ketersediaan air banyak yang menggunaan air
dari pompa diesel. Petani yang tidak menerapkan pengairan berselang intermitten adalah petani yang dekat dengan saluran air saluran
skunder dan tersier. Pada penerapan PHT pengendalian hama dan penyakit secara
terpadu sebagaian besar petani sudah mengetahuinya yaitu dengan melakukan pengamatan mingguan dan penggunaan pestisida sesuai
kebutuhan secara bijaksana. Akan tetapi dari hasil temuan penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan pestisida untuk pengendalian hama
dan penyakit masih tinggi. Salah satu penyebabnya adalah adanya serangan hama penyakit yang relatif tinggi. Dari hasil penelitian ini
diketahui salah satu penyebabnya adalah oleh penanaman padi hibrida dan non hibrida secara bersamaan dalam satu hamparan.
Komponen penggunaan tenaga kerja mulai dari pengolahan tanah, pemeliharaan, pengendalian gulma, pemanenan dan seterusnya
antara sebelum ikut SL-PTT dan sesudah ikut SL-PTT relatif sama. Selanjutnya, harapan petani setelah ikut SL-PTT Padi adalah
adanya kesinambungan dan keberlanjutan program SL-PTT dan peningkatan pembinaan dan alokasi bantuan sebagai salah satu sarana
untuk meningkatan produksi dan pendapatan usaha taninya
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
83
4.5. Upaya-upaya Pengembangan SL-PTT Padi di Kabupaten Ngawi