Pemeriksaan Pajak Sebagai Tindakan Pengawasan Atas Pelaksanaan Sistem Self Assessment Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia

(1)

LAPORAN TUGAS AKHIR

TENTANG

PEMERIKSAAN PAJAK SEBAGAI TINDAKAN PENGAWASAN ATAS PELAKSANAAN SISTEM SELF ASSESSMENT PADA KANTOR

PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN POLONIA

O L E H

NAMA : ISABELLA ROSALINI NIM : 082600117

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Menyelesaikan Study Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur ku panjatkan ke hadirat Mu Tuhan Yesus yang telah melimpahkan berkat dan penyertaanMu kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini dengan baik dan tepat pada waktunya.

Laporan PKLM ini merupakan salah satu syarat menyelesaikan pendidikan program studi D III Administrsai Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara. Judul dari laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) yang dibuat oleh penulis adalah : PEMERIKSAAN PAJAK SEBAGAI TINDAKAN PENGAWASAN ATAS PELAKSANAAN SISTEM SELF ASSESSMENT PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN POLONIA.

Adapun materi-materi yang penulis bahas dalam laporan PKLM ini adalah mengenai kebijakan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, dan pembahasan materi yang dituangkan diambil dari berbagai sumber buku tentang pemeriksaan pajak, Peraturan Pemerintah, Keputusan Dirjen Pajak, dan Surat Edaran Dirjen Pajak yang terbaru.

Dalam penulisan Laporan ini, dapat terselesaikan dengan baik karena adanya motivasi dan bantuan dari beberapa pihak dan karenanya penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Orang tuaku R. Aritonang dan L. Nainggolan, terimakasih atas kasih sayang dan dukungan doa, serta semangat yang selalu kalian berikan.


(3)

2. Kakak dan abang yang telah banyak memberikan dukungan dan doa serta slalu membantu dalam hal materi,, terimakasih banyak ya. Gak bakal lupa dehh aku..

3. Bapak Alwi Hasyim Batubara selaku ketua jurusan D III Administrasi Perpajakan USU.

4. Bapak Harmaini Hasan, SH, MH selaku dosen pembimbing, yang telah membimbing dan meluangkan waktu untuk membimbing dan mengajari penulis.

5. Teristimewa buat Agustinus Gultom yang selalu mendukung ku, selalu membantu dan menyemangati dalam hal apapun. Makasih banyak ya bebebbku. Suksess trus buatmu yaaa.

6. Terimakasih kepada seluruh pegawai, dosen Prodip III Adm Perpajakan yang telah banyak membantu menyelesaikan studi.

7. Bapak Korpen Damanik selaku Kepala Subbagian Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.

8. Bapak Kepala Seksi Pemeriksaan, pegawai-pegawai di seksi pemeriksaan dan bang paroul juga yang banyak membantu.. Sukses buat semua.

9. Seluruh keluarga, terimakasih atas doa dan dukungan serta motivasi kalian semua sehingga tambah semangat deh mengerjakan laporan ini.

10. Buat para mamen Rina, Putri, Debi, Della, Desent.. makasih ya para mamen sudah mendengar keluh kesah ku selama ni.. Semangat juga buat kalian ya. 11. Buat MBF, biarpun udah pada jauh-jauh tapi tetep ada kalo lagi diperlukan.


(4)

12. Buat teman-teman stambuk 2008 anak C yang sekarang juga lagi nyusun. Sama-sama semangat ya.

13. Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu karena kebanyakan.. Pokoknya makasih semua nya..

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan PKLM ini, sehingga masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan laporan ini.

Akhir kata penulis penulis menyerahkan semua apa yang telah diperoleh ini semua untuk kemuliaan Tuhan, karena semua tidak akan terlaksana tanpa kehendak-Nya dan semoga laporan ini bermanfaat bagi yang membaca.

Medan, Juni 2011 Penulis

Isabella Rosalini (082600117)


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………..i

DAFTAR ISI………...iv

DAFTAR TABEL………...vi

DAFTAR LAMPIRAN………..vii

BAB I PENDAHULUAN………1

A. Latar belakang………1

B. Tujuan dan Manfaat………...5

C. Uraian Teoritis………...7

D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri………12

E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri...13

F. Metode Pengumpulan Data………..14

G. Sistematika Penulisan Laporan PKLM………14

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PKLM...16

A. Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia………..16

1. Sejarah Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia……….16

B. Struktur Organisasi dan Deskripsi Tugas KPP Pratama Medan Polonia…….20

1. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia…..20

2. Deskripsi Tugas Bidang Kerja KPP Pratama Medan Polonia...21

BAB III GAMBARAN DATA PKLM………..25


(6)

B. Dasar Hukum Pemeriksaan………..25

C. Pengertian Seputar Pemeriksaan Pajak………26

D. Tujuan Pemeriksaan Pajak………...29

E. Jangka Waktu Pemeriksaan………..30

F. Pelaksanaan Pemeriksaan……….31

G. Standar Pemeriksaan………33

H. Norma Pemeriksaan Pajak………...37

I. Laporan Hasil Pemeriksaan……….38

J. Pemberitahuan Hasil Akhir Pemeriksaan dan Pembahasan Hasil Akhir Pemeriksaan ………40

BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI………44

A. Prosedur dan Tata Cara Pelaksanaan Pemeriksaan………..47

B. Penyebab-Penyebab Dilakukan Tindakan Pemeriksaan Pajak oleh Fiskus….49 C. Usaha-Usaha yang Dilakukan untuk Menanggulangi Masalah Wajib Pajak yang Tidak dan Kurang Patuh………..51

D. Upaya-Upaya untuk Mengoptimalkan Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Tindakan Pemeriksaan……….52

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….55

A. Kesimpulan………..55

B. Saran……….56

DAFTAR PUSTAKA………57 LAMPIRAN


(7)

DAFTAR TABEL

I. Jumlah Wajib Pajak yang diperiksa oleh Kantor Pelayanan Pajak


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kartu Tanda Pengenal Pemeriksa 2. Surat Perintah Pemeriksaan

3. Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan 4. Surat Peringatan Untuk Memberikan Keterangan 5. Berita Acara Pemberian Keterangan Wajib Pajak 6. Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan

7. Daftar Temuan Pemeriksaan


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Sebagai mahluk hidup dan juga sosial manusia memerlukan fasilitas-fasilitas pribadi maupun fasilitas-fasilitas-fasilitas-fasilitas umum untuk dapat hidup sejahtera. Fasilitas pribadi antara lain seperti : rumah, kendaraan, dan lain-lain. Sedangkan fasilitas umum antara lain seperti : jalan raya, jembatan, sarana tempat peribadatan, sarana pendidikan, keamanan, dan fasilitas-fasilitas umum lainnya. Dengan demikian semakin besar dan semakin banyak kepentingan bersama yang diinginkan, maka semakin kompleks juga cara merealisasikannya, seperti bagaimana cara mengumpulkan dana, kapan waktu yang tepat mengumpulkan dana, kepada siapa dana tersebut diminta, dan siapa yang akan melaksanakan pengumpulan dana tersebut.

Dan dalam hal ini pajak merupakan salah satu sumber utama penerimaan pemerintahan dalam membiayai pembangunan nasional. Sejak di berlakukannya reformasi perpajakan tahun 1983, maka system perpajakan yang sebelumnya adalah official assessment system yaitu suatu system pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pemerintah untuk menentukan besarnya pajak terutang oleh wajib pajak menjadi self assesment system.

Self Assesment System adalah sebuah sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan kepada masyarakat wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar danmelaporkan sendiri pajak yang terutang. Sistem


(10)

pemungutan pajak tersebutmempunyai arti bahwa penentuan penetapan besarnya pajak yang terutangdipercayakan kepada Wajib Pajak sendiri dan melaporkannya secara teratur jumlah pajak yang terutang dan yang telah dibayar sebagaimana ditentukan dalam peraturanperundang-undangan perpajakan. Namun hal ini tidak efektif bila tidak dilakukan dengan pengontrolan secara teratur yang dilakukan oleh aparat pajak dengan cara melakukan pengawasan secara langsung terhadap wajib pajak. Dan dengan kata lain wajib pajak dapat berperan aktif dalam menentukan keberhasilan sistem perpajakan tersebut.

Pengawasan merupakan aktivitas penting dalam manajemen pemerintahan. Pengawasan bukan dimaksudkan mencari kesalahan, tetapi untuk menemukan penyimpangan atas pelaksanaan suatu pekerjaan, sehingga bisa dilakukan tindakan korektif. Dengan adanya tindakan korektif, maka pekerjaan yang dilakukan akan sesuai dengan rencana.

Di dalam sistem self assessment tidak semua Surat Pemberitahuan (SPT) dilakukan pemeriksaan pajak, kriteria SPT yang dilakukan pemeriksaan pajak adalah SPT lebih bayar. Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Mardiasmo, 2003:17). Dengan kuasa pasal 17 C undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang SPT nya menyatakan lebih bayar akan dikurangi jumlahnya, sehingga pemeriksaan dapat lebih diarahkan kepada wajib pajak yang


(11)

tingkat kepatuhannya rendah tersebut atau menjadi wajib pajak yang memenuhi kriteria tertentu.

Kriteria pemeriksaan pajak merupakan kebijakan pemeriksaan pajak dari Direktorat Jenderal Pajak, seperti yang dituangkan dalam surat edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-10PJ.7/2004, kriteria pemeriksaan adalah

1. Pemeriksaan Rutin dapat dilakukan dalam hal :

a. Wajib Pajak orang pribadi atau badan yang menyampaikan SPT Tahunan/SPT Masa yang menyatakan lebih bayar

b. SPT Tahunan PPh (pajak penghasilan) Wajib Pajak menyatakan rugi tidak lebih bayar

c. Wajib Pajak orang pribadi atau badan tidak menyampaikan SPT Tahunan/Masa dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan setelah ditegur secara tertulis tidak menyampaikan SPT pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran.

d. Wajib Pajak orang pribadi atau Badan melakukakn kegiatan membangun sendiri yang pemenuhan kewajiban PPN (Pajak Pertambahan Nilai) atas kegiatan tersebut patut diduga tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. 2. Pemeriksaan Kriteria seleksi terdiri dari :

a. Kriteria seleksi dilaksanakan apabila SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan terpilih untuk diperiksa berdasarkan kriteria seleksi


(12)

b. Kriteria seleksi lainnya dilaksanakan apabila SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan terpilih untuk diperiksa secara komputerisasi.

3. Pemeriksaan khusus dapat dilakukan dalam hal : a. Adanya dugaan melakukan tindak pidana

b. Pengaduan masyarakat, termasuk melalui pos 5000

c. Terdapat data baru atau data semula yang belum terungkap yang dilakukan melelui pemeriksaan ulang Direktur Jenderal Pajak

d. Permintaan wajib pajak

e. Pertimbangan Direktur Jenderal Pajak

f. Untuk memperoleh informasi dan atau data tertentu dalam rangka pelaksanaan peraturan perundang-undangann perpajakan

4. Pemeriksaan bukti permulaan dapat dilakukan :

Apabila ditemukan adanya indikasi tindak pidana dibidang perpajakan berdasarkan hasil analisis data, informasi, laporan, pengaduan, laporan pengamatan atau laporan pemeriksaan pajak.

Praktek Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) adalah metode latihan operasional dimana penulis dilatih secara langsung untuk meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan keterampilan etika pekerjaan, sikap, tugas, dan tanggung jawab seta kesempatan ,untuk menerapakan ilmu pengetahuan yang diperolah selama masa prkuliahan secara khusus penulis ingin mengetahui seberapa besar tingkat kepetuhan masyarakat memenuhi kewajiban perpajakannya. Kemudian penulis ingin mengetahui kinerja Kantor Pelayanan


(13)

Pajak Pratama Medan Polonia dalam melakukan pemeriksaan dan pengaruh pemeriksaan terhadap peningkatan kepatuhan Wajib Pajak dan penerimaan pajak. Dari permasalahan tersebut penulis tertarik untuk melakukan PKLM dengan mengangkat judul “PEMERIKSAAN PAJAK SEBAGAI TINDAKAN PENGAWASAN ATAS PELAKSANAAN SISTEM SELF ASSESSMENT PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN POLONIA”.

B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Praktik Kerja Lapangan Mandiri merupakan salah satu syarat yang wajib dilaksanakan oleh mahasiswa untuk menyelesaikan pendidikan program diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU.

Setiap kegiatan yang dilaksanakan pasti mempunyai tujuan.

1. Tujuan pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Tujuan pelaksanaa Praktik Kerja Lapangan Mandiri yaitu :

1) Untuk mengetahui pelaksanaan sistem self assessment.

2) Untuk mengetahui Prosedur dan Tata Cara Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.

3) Untuk mengetahui sebab-sebab dilakukannya tindakan pemeriksaan oleh fiskus terhadap wajib pajak.

4) Untuk mengetahui tingkat kepatuhan wajib pajak dalam tindakan pemeriksaan yang dilakukan fiskus.


(14)

5) Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab ketidakpatuhan Wajib Pajak serta untuk menanggulangi masalah wajib pajak yang tidak atau kurang patuh.

2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Disini juga disebutkan manfaat dari pelaksanaan PKLM yaitu : a. Bagi Mahasiswa

1) Melihat aplikasi teori kedalam permasalahan yang timbul selama melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.

2) Mempelajari perilaku dan keahlian baru serta mempelajari bentuk tim dan kerjasama.

3) Meningkatkan kemampuan berkomunikasi.

4) Mendorong semangat belajar untuk mempertinggi prestasi.

5) Menyiapkan mahasiswa sebagai tenaga baru yang terampil dan professional dalam menghadapi dunia kerja.

b. Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia

1) Memperolah masukan dan kritikan yang bersifat membangun. 2) Menjalin hubungan yang baik dengan Universitas Sumatera Utara. 3) Sarana mempromosikan citra institusi yang baik kepada masyarakat. c. Bagi Universitas Sumatera Utara

1) Memberikan uji nyata atas disiplin ilmu yang disampaikan.

2) Membuka interaksi antara Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU dan instansi pemerintah.


(15)

3) Mengusahakan adanya umpan balik untuk revisi kurikulum. 4) Mempromosikan sumber daya Universitas Sumatera Utara. d. Bagi Masyarakat

Sebagai sumber informasi data dan keterangan tentang pemeriksaan yg dilakukan fiskus dalam tindakan pengawasan sistem self assessment.

C. Uraian Teoritis 1. Defenisi Pajak

Menurut Soemitro dalam (Mardiasmo 2002 :1) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Menurut R. Santoso Brotodiharjo dalam (Waluyo dan Wirawan B.Iiyas 2002 :4) Pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan yang terutang oleh yang membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi-kembali, yang langsung dapat ditujukan dan gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan.

Dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan No. 28 tahun 2007, pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.


(16)

2. Fungsi Pajak

Terdapat dua fungsi pajak yaitu :

a. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)

Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan.

Contoh : Dana yang dikumpulkan dari hasil pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran rutin maupun pembangunan.

b. Fungsi Regulerend (Mengatur)

Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi dan mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan.

Contoh : Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurang gaya hidup mewah, tarif pajak progresif dikenakan atas penghasilan, tarif pajak ekspor adalah 0 %.

3. Sistem Pemungutan Pajak

a. Official Assessment system

Official assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.

Ciri-cirinya adalah sebagai berikut :

1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.


(17)

3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak oleh fiskus.

b. Self Assessment System

Self assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.

Ciri-cirinya adalah sebagai berikut :

1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak adalah wajib pajak sendiri.

2) Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.

3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

c. With Holding System

With holding system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.

Ciri-cirinya adalah wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga.

4. Pemeriksaan Pajak

Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam


(18)

rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

5. Dasar Hukum Pemeriksaan Pajak

Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2007, lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2007 Nomor 85.

6. Tujuan Pemeriksaan

Menguji kepetuhan pemenuhan kewajiban perpajakan berupa : a. SPT lebih bayar dan atau Rugi.

b. SPT tidak atau terlambat disampaikan.

c. SPT memenuhi kriteria yang ditentukan Direktur Jenderal Pajak untuk diperiksa.

d. Adanya indikasi tidak dipenuhi kewajiban-kewajiban lainnya. Tujuan lain antara lain :

a. Pemberian NPWP secara jabatan. b. Penghapusan NPWP.

c. Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan PKP. d. WP mengajukan keberatan.

e. Pengumpulan bahan guna penyusunan norma penghitungan penghasilan netto.

f. Pencocokan data dan/atau alat keterangan. g. Penentuan WP berlokasi di daerah terpencil.


(19)

h. Penentuan salah satu atau lebih tempat terutang PPN. i. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak.

j. Penentuan saat mulai berproduksi sehubungan dengan fasilitas perpajakan dan/atau:

k. Pemenuhan permintaan informasi dari Negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda.

7. Wewenang Pemeriksa Pajak

Berdasarkan pasal 29 ayat 1 UU. No 28/2007, Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan WP dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan perundang-undangan perpajakan. 8. Hak Wajib Pajak Apabila Dilakukan Pemeriksaan

a. Meminta kepada petugas pajak untuk menunjukkan tanda pengenal pemeriksa

b. Meminta surat perintah pemeriksa pajak

c. Meminta penjelasan tentang maksud dan tujuan pemeriksa pajak d. Meminta tanda bukti peminjaman buku-buku, catatan-catatan, serta

dokumen-dokumen yang dipinjam oleh pemeriksa pajak

e. Meminta rincian berkenaan dengan hal-hal yang berbeda antara hasil pemeriksaan dengan Surat Pemberitahuan (SPT) mengenai koreksi-koreksi yang akan dilakukan oleh pemeriksa pajak terhadap SPT yang telah disampaikan


(20)

f. Mengajukan pengaduan apabila kerahasiaan usaha dibocorkan kepada pihak lain yang tidak berhak memperoleh lembar asli berita acara penyegelan apabila pemeriksa pajak melakukan penyegelan atas tempat atau ruangan tertentu

9. Kewajiban Wajib Pajak apabila dilakukan pemeriksaan

a. Memperlihatkan atau meminjamkan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lainnya yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP atau objek yang terutang pajak.

b. Memberi kesempatan kepada pemeriksa untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perlu oleh pemeriksa dan membantu guna kelancaran pemeriksaan.

c. Memberikan keterangan yang diperlukan.

D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Praktik Kerja Lapangan Mandiri dilaksanakan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia. Kegiatan yang diteliti pada Praktik Kerja Lapangan Mandiri adalah :

1. Pelaksanaan sistem self assessment.

2. Prosedur dan Tata Cara Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak.

3. Tingkat kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. 4. Faktor-faktor yang menyebabkan tindakan pemeriksaan.


(21)

E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Adapun sumber-sumber data yang diperlukan penulis untuk mendukung pembuatan laporan ini adalah :

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini penulis melakukan berbagai persiapan dimulai dari penentuan tempat di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia. Mencari bahan untuk pembuatan proposal, hingga pada konsultasi pada pihak dosen.

2. Studi Literatur

Penulis mencari berbagai sumber-sumber bacaan seperti buku-buku, undang-undang, dan literatur yang berhubungan dengan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.

3. Observasi Lapangan

Penulis melakukan pengamatan langsung dan pencatatan secara sistematis terhadap data yang ada pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia. 4. Pengumpulan Data

Yaitu dengan mencari serta mengumpulkan data mengenai topik yang ajkan dibahas yang tersedia pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia. 5. Analisis data dan Evaluasi

Setelah seluruh data terkumpul maka dilaksanakan analisa dan evaluasi data. Teknik analisis data yang digunakan adalah dengan menghitung dan menganalisa data yang diperoleh di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.


(22)

F. METODE PENGUMPULAN DATA

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data berupa : 1. Wawancara

Yaitu dengan mengadakan pembicaraan langsung kepada pihak KPP Medan Polonia.

2. Observasi

Yaitu dilakukan dengan pengamatan langsung atas kegiatan yang dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.

3. Dokumentasi

Yaitu dengan mengumpulkan teori-teori, data-data mengenai pemeriksaan yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.

G. SISTEMATIKA PENULISAN LAPORAN

Adapun yang menjadi sistematika dalam penyusunan tugas akhir adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan dibahas latar belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), Ruang lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), Metode pengumpulan data, dan Sistematika Penul,isan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)


(23)

BAB II GAMBARAN UMUM KPP MEDAN POLONIA Dalam bab ini akan dibahas sejarah singkat KPP Medan Polonia, struktur organisasi,uraian tugas pokok dan fungsi Serta gambaran pegawai.

BAB III GAMBARAN DATA PEMERIKSA PAJAK

Dalam bab ini penulis menguraikan pengertian-pengertian secara teoritis dan teori-teori yang berkaitan dengan pemeriksa pajak, jangka waktu pemeriksaan.

BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI

Dalam bab ini akan dibahas penyebab-penyebab dilakukannya tindakan pemeriksaan pajak oleh fiskus, Prosedur dan Tata Cara Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak, usaha-usaha yang dilakukan untuk menanggulangi masalah Wajib Pajak yang tidak atau kurang patuh, dan upaya-upaya untuk mengoptimalkan kepatuhan wajib pajak dalam tindakan pemeriksaan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan mengenai masalah yang diangkat sebagai judul penulis dan saran terhadap pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) agar lebih baik dimasa yang akan dating.


(24)

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM

A. Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia 1. Sejarah Umum Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia

Sejarah umum dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia dimulai pada masa penjajahan belanda, Kantor Pelayanan Pajak disebut Belasting, yang kemudian setelah kemerdekaan diubah menjadi Kantor Inspeksi Keuangan. Kemudian berubah lagi menjadi Kantor Inspeksi Pajak dengan induk organisasinya Direktorat Jenderal Pajak Keuangan Republik Indonesia.

Sebelum tahun 1967, Kantor Pelayanan Pajak bernama Kantor Inspeksi Pajak Medan dan oleh pemerintah dipecah menjadi dua bagian yaitu :

a. Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara yang berlokasi di Jl. Suka Mulia No. 17 A

b. Kantor Inspeksi Pajak Selatan yang berlokasi di Jl. Diponegoro No.30 A Sebelum Indonesia merdeka, masa pajak ini dikelola oleh pemerintah hindia Belanda yang segala sesuatu peraturannya diatur sesuai peraturan yang berlaku di Belanda. Setelah Indonesia merdeka maka peraturan dan Undang-undang tentang perpajakan disesuaikan dengan iklim dan kebudayaan Indonesia.

Pada tahun 1978 Kantor Pelayanan Pajak masih disebut Kantor Inspeksi Pajak. Pada saat itu hanya ada dua Kantor Inspeksi Pajak yaitu :


(25)

Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dan Kantor Inspeksi Pajak Kisaran. Dengan pertumbuhan ekonomi penduduk maka pemerintah mendirika Kantor Inspeksi Pajak Medan Barat. Untuk menetapkan pelayanan pajak yang akan diberikan kepada masyarakat umum, khususnya kepada Wajib Pajak maka berdasarkan keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 276/KMK/01/1987 tentang organisasi dan Tata Usaha Direktorat Jenderal Pajak, maka Kantor Inspeksi Pajak diubah menjadi Kantor Pelayanan Pajak Binjai KM 7,5.

Pada tanggal 1 April 1979 Kantor Inspeksi Pajak diseluruh Indonesia diubah namanya menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Untuk wilayah medan, Kantor Pelayanan Pajak dibagi menjadi dua bagian yaitu :

1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara yang berlokasi di Jl. Suka Mulia No.17 A

2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Selatan yang berlokasi di Jl. Diponegoro No.30 A

Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 443/KMK 01/2001 tanggal 23 Juli 2001 tentang organisasi dan tata kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak dan Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan, sehingga Kantor Pelayanan Pajak di Medan dibagi menjadi enam KPP yaitu :


(26)

1. KPP Medan Belawan 2. KPP Medan Selatan 3. KPP Medan Timur 4. KPP Medan Binjai 5. KPP Medan Kota 6. KPP Medan Polonia

KPP Medan Polonia berdiri pada awal tahun 2002 yang mana merupakan pemecahan dari KPP Medan Barat yang terletak di Jl. Sukamulia dengan tujuan untuk mengembangkan kantor wilayah kerja. KPP Medan Polonia ini mencakup 5 Kecamatan yaitu :

1. Kecamatan Medan Maimun 2. Kecamatan Medan Polonia 3. Kecamatan Medan Baru 4. Kecamatan Medan Selayang 5. Kecamatan Medan Tuntungan

Sesuai dengan surat edaran No. SE-19/PJ/2007 tentang Persiapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern pada Kantor Wilayah DJP dan pembentukan Kantor Pelayanan Pajak Pratama seluruh Indonesia tahun 2007-2008. KPP Pratama adalah jenis KPP sebagaimana terdapat pada Peraturan Menteri Keuangan No. 132/PMK/2006. KPP Pratama dibagi menjadi KPP Pratama induk dan KPP Pratama pecahan.


(27)

Pada tanggal 19 Mei 2008 Menteri Keuangan mengeluarkan Keputusan dengan No. Kep.95/PJ/2008 tentang Kantor Pelayanan Pajak menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang terdiri dari :

1. KPP Pratama Binjai 2. KPP Pratama Medan Barat 3. KPP Pratama Medan Belawan 4. KPP Pratama Medan Kota 5. KPP Pratama Medan Petisah 6. KPP Pratama Medan Polonia 7. KPP Pratama Medan Timur 8. KPP Pratama Lubuk Pakam

Berdasarkan surat-surat Keputusan tersebut maka Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia berubah menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia yang beralamat di Jl. Diponegoro No. 30 A Medan.

Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia adalah sebagai institusi pemerintah yang bertujuan sebagai pelayanan pajak yang professional dengan kinerja yang baik dan yang dapat dipercaya untuk meningkatkan penerimaan negara untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I.

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia menggunakan Logo Direktorat Jenderal Pajak sebagai logo perusahaan, dikarenakan seluruh Kantor Pelayanan Pajak Pratama berada dibawah naungan Direktorat Jenderal Pajak. Makna dari keseluruhan lambang logo tersebut adalah ungkapan suatu


(28)

daya yang mempersatukan dengan menyerasikan dalam gerak kerja untuk melaksanakan tugas Departemen Keuangan.

B. Struktur Organisasi dan Deskripsi Tugas KPP Pratama Medan Polonia a. Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Polonia

Setiap instansi atau perusahaan satu organiusasi dalam fungsi dan tugasnya masing-masing, sedangkan definisi struktur organisasi itu adalah kerangka yang menyeluruh menghubungkan suatu organisasi dan menerapkan hubungan yang ditetapkan.

Berddasarkan keputusan Presiden RI No.23 tahun 1997 tentang perubahan keputusan Presiden No.15 tahun 1984 tentang susunan suatu organisasi Departemen, maka Direktorat Jenderal Pajak terdiri dari susunan sebagai berikut:

i. Sekretariat Direktorat Jenderal Pajak

ii. Direktorat Perencanaan dan Potensi Perpajakan iii. Direktorat Peraturan Perpajakan

iv. Direktorat Hubungan Perpajakan Internasional v. Direktorat Pajak Penghasilan

vi. Direktorat Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak tidak langsung lainnya vii. Direktorat Pajak Bumi dan Bangunan

viii. Direktorat Pemeriksas Pajak ix. Pusat Penyuluhan Perpajakan

x. Pusat Pengolahan Data dan Informasi Perpajakan xi. Pusat Pendidikan dan Latihan Perpajakan


(29)

Sedangkan Kantor Pelayanan Pajak adalah sebagai berikut : a. Sub Bagian Umum

b. Seksi Ekstensifikasi

c. Seksi Pengolahan Data dan Informasi d. Seksi Penagihan

e. Seksi Pengawasan dan Konsultasi f. Seksi Pemeriksaan

g. Kelompok Fungsional h. Seksi Pelayanan

i. Unit Fiskal Luar Negeri

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia memakai struktur organisasi garis staff yang dipakai oleh kepala Kantor Wilayah I Direktorat Jenderal Pajak Sumatera bagian Utara, dimana semua pegawainya merupakan Pegawai Negeri Sipil Departemen Keuangan RI.

b. Deskripsi Tugas Bidang Kerja KPP 1. Kepala Kantor

Mengingat KPP Pratama merupakan penggabungan dari KPP, KPPBB, dan Karikpa maka kepala kantor KPP Pratama mempunyai tugas mengkoordinasi pelaksanaan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan wajib pajak dibidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak tidak langsung lainnya, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(30)

2. Sub Bagian Umum

Sub bagian umum mempunyai tugas membantu dan menunjang kelancaran tugas kantor dalam mengkoordinasikan tugas dan fungsi pelayanan kesekretariatan terutama melakukan urusan tata usaha, kepegawaian, keuangan dan rumah tangga.

3. Seksi Ekstensifikasi

Seksi ekstensifikasi mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha wajib pajak, penerimaan dan pengecekan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan serta penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP). Untuk menyelenggarakan tugas tersebut seksi ini mempunyai fungsi dalam pendaftaran wajib pajak, penatausahaan penerimaan dan pengecekan SPT, pengurusan kearsipan berkas wajib pajak, menangani masalah-masalah PBB.

4. Seksi Pengolahan Data dan Informasi

Memiliki tugas dalam hal pengumpulan, pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakan, urusan tata usaha penerimaan perpajakan, pengalokasian, dan penatausahaan bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, pelayanan dukungan teknis computer, pemantauan aplikasi SPT dan e-Filling dan penyiapan laporan kinerja.

5. Seksi Penagihan

Memiliki yugas dalam hal pelaksanaan dan penatausahaan penagihan aktif, piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak dan usulan penghapusan piutang poajal sesuai ketentuan yang berlaku.


(31)

6. Seksi Pemeriksaan

Memiliki tugas dalam hal pelaksanaan penyusunan rencana pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan dan penyaluran surat perintah pemeriksaan pajak serta administrasi pemeriksaan pajak lainnya.

7. Kelompok Fungsional

Kelompok fungsional yang terdiri atas Pejabat Fungsional Pemeriksa dan Pejabat Fungsional Penilai yang bertanggung jawab secara langsung kepada kepala KPP Pratama Medan Polonia. Dalam melaksanakan pekerjaannya, Pejabat Fungsional Pemeriksa berkoordinasi dengan seksi pemeriksaan sedangkan Pejabat Fungsional Penilai berkoordinasi dengan Seksi Ekstensifikasi.

8. Seksi Pelayanan

Memiliki tugas dalam hal penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan dan surat lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi wajib pajak, serta kerjasama perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku.

9. Seksi Pengawasan dan Konsultasi (WASKON I, II, III, IV)

Memiliki tugas dalam hal mengkoordinasikan pengawasan kepatuhan wajib pajak (PPh, PPN dan PPnBM, PBB, BPHTB, dan pajak lainnya), bimbingan atau himbauan kepada wajib pajak dan konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil wajib pajak, analisa kinerja wajib pajak dalam


(32)

rangka melakukan intensifikasi, dan melakukan evaluasi banding berdasarkan ketentuan yang berlaku. Dalam satu KPP terdapat 4 (empat) kepala seksi pengawasan dan konsultasi yang pembagian tugasnya didasarkan pada cakupan wilayah (territorial tertentu).

10. Unit Fiskal Luar Negeri

Unit Fiskal Luar Negeri mempunyai tugas membeikan layanan fiskal luar negeri kepada warga negara yang berhak bepergian keluar negeri. Unit ini berada di Bandara Internasional Polonia Medan, dan bertugas setiap hari.


(33)

BAB III

GAMBARAN DATA PKLM

A. Ketentuan Pemeriksaan Pajak

Di dalam melakukan pemeriksaan pajak, pemeriksa pajak harus berdasarkan ketentuan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku yang terdiri dari ketentuan formal dan ketentuan material. Ketentuan formal pemeriksaan berdasarkan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sedangkan ketentuan material berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan dan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Ketiga undang-undang perpajakan tersebut, telah menngalami beberapa kali perubahan. B. Dasar Hukum Pemeriksaan Pajak

a. Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740) b. Peraturan Menteri Keuangan No.199/PMK.03/2007, tentang Tata Cara

Pemeriksaan Pajak.

Dengan adanya peraturan dan Undang-Undang yang menjadi landasan hukum pemeriksaan pajak di Indonesia ini, maka pajak yang dipungut oleh


(34)

pemerintah sudah mempunyai suatu pondasi yang kuat dan tegas sehingga tidak perlu lagi adanya keragu-raguan ataupun alas an bagi wajib pajak.

C. Pengertian Seputar Pemeriksaan Pajak

Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. (Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan).

Pemeriksa pajak adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan. (Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 199/PMK.03.2007 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak)

Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak-hak dan memenuhi kewajiban wajib pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (Pasal 1 angka 28 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan).

Pemeriksaan Lapangan adalah pemeriksaan yang dilakukan di tempat kedudukan, tempat kegiatan usaha, atau pekerjaan bebas, tempat tinggal wajib pajak atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak. (Peraturan


(35)

Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 199/PMK.03.2007 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak).

Pemeriksaan Kantor adalah Pemeriksaan yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak. (Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 199/PMK.03.2007 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak).

Pemeriksaan bukti permulaan adalah Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana dibidang perpajakan. (Peraturan Menetri Keuangan Nomor 199/PMK.03.2007 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak).

Pemeriksaan ulang adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap wajib pajak untuk jenis pajak dan masa/tahun pajak yang telah diperiksa pada pemeriksaan sebelumnya. (Peraturan Menetri Keuangan Nomor 199/PMK.03.2007 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak).

Pemeriksaan rutin adalah pemeriksaan yang bersifat rutin dilakukan terhadap wajib pajak sehubungan dengan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya. (Peraturan Menetri Keuangan Nomor 199/PMK.03.2007 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak).

Pemeriksaan Kriteria Seleksi adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap wajib pajak yang dipilih berdasarkan resiko kepatuhan secara komputerisasi. (Surat Edaran No :SE-01/PJ.7/2003 Tentang Kebijaksanaan Pemeriksaan Pajak).

Pemeriksaan Khusus adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap wajib pajak sehubungan dengan adanya informasi, data, laporan, atau pengaduan yang berkaitan dengannya serta untuk memperoleh informasi atau data untuk tujuan


(36)

tertentu. (Surat Edaran No :SE-01/PJ.7/2003 Tentang Kebijaksanaan Pemeriksaan Pajak).

Pemeriksaan Tahun Berjalan adalah pemeriksaan terhadap wajib pajak yang dilakukan dalam tahun berjalan untuk jenis-jenis pajak tertentu atau seluruh jenis pajak dan/atau untuk mengumpulkan data dan/atau keterangan untuk tujuan tertentu. (Surat Edaran No :SE-01/PJ.7/2003 Tentang Kebijaksanaan Pemeriksaan Pajak).

Surat Perintah Pemeriksaan Pajak adalah surat perintah untuk melakukan pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. (Peraturan Menetri Keuangan Nomor 199/PMK.03.2007 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak).

Kertas Kerja Pemeriksaan adalah catatan secara rinci dan jelas yang diselenggarakan oleh pemeriksa pajak mengenai prosedur pemeriksaan yang ditempuh kemudian, bukti dari keterangan yang dikumpulkan dan kesimpulan yang diambil sehubungan dengan pelaksanaan pemeriksaan.

Laporan Hasil Pemeriksaan adalah laporan yang berisi tentang pelaksanaan dan hasil pemeriksaan yang disusun oleh pemeriksa pajak secara ringkas dan jelas sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan pemeriksaan. (Peraturan Menetri Keuangan Nomor 199/PMK.03.2007 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak).


(37)

D. Tujuan Pemeriksaan Pajak

Pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat pajak terhadap wajib pajak yang diperiksa pada hakikatnya memikiki tujuan yang hendak dicapai. Pejabat pajak dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, berwenang melakukan pemeriksaan untuk :

i. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban wajib pajak;

ii. tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban wajib pajak dapat dilakukan dalam hal :

e. Surat Pemberitahuan menunjukkan kelebihan pembayaran pajak dan/atau Rugi.

f. Surat Pemberitahuan tidak disampaikan atau tidak tepat waktu yang sudah ditetapkan.

g. Surat Pemberitahuan memenuhi kriteria yang ditentukan Direktur Jenderal Pajak untuk diperiksa.

h. Adanya indikasi tidak dipenuhi kewajiban-kewajiban lainnya.

Sedangkan dalam hal tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan , yang dapat dilakukan adalah untuk hal-hal seperti ini:

l. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau pencabutan NPWP secara jabatan.


(38)

n. Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) atau pencabutan PKP. o. Wajib Pajak mengajukan keberatan atau banding.

p. Pengumpulan bahan guna penyusunan norma penghitungan penghasilan netto. q. Penentuan Wajib Pajak yang berlokasi di daerah tertentu.

r. Penentuan WP berlokasi di daerah terpencil.

s. Penentuan salah satu atau lebih tempat terutang PPN. t. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak.

u. Penentuan saat mulai berproduksi sehubungan dengan fasilitas perpajakan dan/atau:

v. Pemenuhan permintaan informasi dari Negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda.

Tujuan lain pemeriksaan pajak tersebut di atas hanya sekedar untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada wajib pajak. Sementara itu untuk mewujudkan pelayanan yang terbaik adalah kewajiban pejabat pajak sebagaimana yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.

E. Jangka Waktu Pemeriksaan

Berdasarkan peraturan Menteri Keuangan No. 199/PMK.03/2007 jangka waktu pemeriksaan terdiri dari :

1. Pemeriksaan Kantor dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3(tiga) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 6(enam) bulan yang dihitung sejak tanggal wajib pajak dating memenuhi surat panggilan dalam rangka pemeriksaan kantor sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.


(39)

2. Pemeriksaan Lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4(empat) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 8(delapan) bulan yang dihitung sejak tanggal Surat Perintah Pemeriksaan sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.

3. Apabila dalam pemeriksaan lapangan ditemukan indikasi transaksi yang terkait dengan transfer pricing dan/atau transaksi lain yang berindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan yang memerlukan pengujian yang lebih mendalam serta memerlukan waktu yang lebih lama, pemeriksaan lapangan dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 2 tahun.

4. Dalam hal pemeriksaan dilakukan atas Surat Pemberitahuan Lebih Bayar, jangka waktu pemeriksaan tersebut harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.

F. Pelaksanaan Pemeriksaan

Dalam rangka memperlancar pemeriksaan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, pemerintah melalui Keputusan Menteri Keuangan mengatur wewenang dan kewajiban pemeriksa pajak.

1. Wewenang Pemeriksa Pajak dalam Pemeriksaan Lapangan

Dalam hal pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilaksanakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, pemeriksa pajak berwenang :

a. Melihat dan/atau meminjam buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen yang berhubungan dengan penghasilan yang diterima.


(40)

b. Mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik. c. Memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak dan/atau

tidak bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku atau catatan yang dapat memberi petunjuk tentang penghasilan yang diperoleh.

d. Meminta kepada wajib pajak untuk memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan antara lain berupa :

2. Menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya wajib pajak apabila dalam mengakses data yang dikelola secara elektronik memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus.

3. Memberi kesempatan kepada pemeriksa pajak untuk membuka barang bergerak dan/atau tidak bergerak.

4. Menyediakan ruangan khusus tempat dilakukannya pemeriksaan lapangan dalam hal jumlah buku, catatan, dan dokumen sangat banyak sehingga sulit untuk dibawa ke kantor Direktorat Jenderal Pajak.

1. Melakukan penyegelan tempat atau ruang tertentu serta barang bergerak dan/atau tidak bergerak.

2. Meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Wajib pajak.

3. Meminta keterangan dan/atau bukti yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan wajib pajak yang diperiksa melalui kepala unit pelaksana pemeriksaan.


(41)

5. Wewenang Pemeriksa Pajak dalam Pemeriksaan Kantor

a. Dalam hal pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan perpajakan dilaksanakan dengan jenis pemeriksaan kantor, pemeriksa pajak berwenang : Memanggil wajib pajak untuk dating ke kantor Direktorat Jenderal Pajak dengan menggunakan surat panggilan.

b. Melihat dan/atau meminjam buku dan/atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain yang termasuk data yang dikelola secara elektronik yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh.

c. Meminta kepada wajib pajak untuk memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan.

d. Meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari wajib pajak.

e. Meminjam Kertas Kerja Pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan Publik melalui wajib pajak dan mempunyai hubungan dengan wajib pajak yang diperiksa melalui kepala unit pelaksana pemeriksaan.

G. Standar Pemeriksaan

Standar pemeriksaan pajak berdasarkan pasal 6 (enam) sampai dengan pasal 10 (sepuluh) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007. Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilaksanakan sesuai dengan standar pemeriksaan.

Standar pemeriksaan meliputi : Standar Umum, Standar Pelaksanaan Pemeriksaan, Standar Pelaporan Hasil Pemeriksaan.


(42)

1. Standar Umum Pemeriksaan (Pasal 7)

Standar Umum Pemeriksaan merupakan standar yang bersifat pribadi dan berkaitan dengan persyaratan pemeriksa pajak dan mutu pekerjaannya.

Pemeriksaan dilaksanakan oleh pemeriksa pajak yang :

a. Telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan teknis yang cukup serta memiliki keterampilan sebagai pemeriksa pajak, dan menggunakan keterampilannya secara cermat dan seksama.

b. Jujur dan bersih dari tindakan-tindakan tercela serta senantiasa mengutamakan kepentingan negara.

c. Taat terhadap berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk taat terhadap batasan waktu yang ditetapkan.

Dalam hal diperlukan, pemeriksaan dapat dilaksanakan oleh tenaga ahli dari luar Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak. 2. Standar Pelaksanaan Pemeriksaan (Pasal 8)

Pelaksanaan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilakukan sesuai standar pelaksanaan pemeriksaan, yaitu : 1. Pelaksanaan pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik, sesuai

dengan tujuan pemeriksaan, dan mendapat pengawasan yang seksama.

2. Luas pemeriksaan (audit scope) ditentukan berdasarkan petunjuk yang diperoleh yang harus dikembangkan melalui pencocokan data, pengamatan, permintaan keterangan, konfirmasi, teknik sampling, dan pengujian lainnya berkenaan dengan pemeriksaan.


(43)

3. Temuan pemeriksaan harus didasarkan pada bukti kompeten yang cukup dan berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan

4. Pemeriksaan dilakukan oleh suatu tim pemeriksa pajak yang terdiri dari seorang supervisor, seorang ketua tim dan seorang atau lebih anggota tim. 5. Tim pemeriksa pajak tersebut dapat dibantu oleh seorang atau lebih yang

memiliki keahlian tertentu yang bukan merupakan pemeriksa pajak, baik yang berasal dari Direktorat Jenderal Pajak maupun yang berasal dari instansi luar Direktorat Jenderal Pajak yang telah ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai tenaga ahli seperti penerjemah bahasa, ahli dibidang teknologi dan informasi, dan pengacara.

6. Apabila diperlukan, pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat dilakukan secara bersama-sama dengan tim pemeriksa dari instansi lain.

7. Pemeriksaan dapat dilaksanakan di kantor Direktorat Jenderal Pajak, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, tempat tinggal wajib pajak, atau di tempat lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa Pajak.

8. Pemeriksaan dilakukan pada jam kerja dan apabila diperlukan dapat dilanjutkan dapat dilanjutkan di luar jam kerja.

9. Pelaksanaa pemeriksaan disokumentasikan dalam bentuk kertas kerja pemeriksaan.

3. Kertas Kerja Pemeriksaan (Pasal 9)

Kegiatan pemeriksaan untuk mengujin kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus didokumentasikan dalam bentuk Kertas Kerja Pemeriksaan


(44)

sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf i dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Kertas Kerja Pemeriksaan wajib disusun oleh Pemeriksa Pajak dan berfungsi sebagai :

2. Bukti bahwa pemeriksaan telah dilaksanakan sesuai standar pelaksanaan pemeriksaan.

3. Bahan dalam melakukan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dengan Wajib Pajak mengenai temuan pemeriksaan.

4. Dasar pembuatan Laporan Hasil Pemeriksaan.

5. Sumber data atau informasi bagi penyelesaian keberatan dan banding yang diajukan oleh wajib pajak.

6. Referensi untuk pemeriksaan berikutnya.

7. Kertas Kerja Pemeriksaan harus memberikan gambaran mengenai : 8. Prosedur pemeriksaan yang dilaksanakan.

9. Data, keterangan, dan/atau bukti yang diperoleh. 10. Pengujian yang telah dilakukan; dan

11. Simpulan dalam hal-hal lain yang dianggap perlu yang berkaitan dengan pemeriksaan.

4. Standar Pelaporan Hasil Pemeriksaan (Pasal 10)

Kegiatan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilaporkan dalam bentuk Laporan Hasil Pemeriksaan yang disusun sesuai standar pelaopran hasil pemeriksaan, yaitu :


(45)

1. Laporan Hasil Pemeriksaan disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang lingkup atau pos-pos yang diperiksa sesuai dengan tujuan Pemeriksaan, memuat simpulan pemeriksa pajak yang didukung temuan yang kuat tentang ada atau tidak adanya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan, dan memuat pula pengungkapan informasi lain yang terkait dengan pemeriksaan

2. Laporan Hasil Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan antara lain mengenai :

a) Penugasan Pemeriksaan b) Identitas Wajib Pajak

c) Pembukuan atau pencatatan Wajib Pajak d) Pemenuhan kewajiban perpajakan e) Data/informasi yang tersedia f) Buku atau dokumen yang dipinjam g) Materi yang diperiksa

h) Uraian hasil pemeriksaan i) Ikhtisar hasil pemeriksaan j) Penghitungan pajak terutang

k) Simpulan dan usul Pemeriksa Pajak H. Norma Pemeriksaan Pajak

Berdasarkan pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, untuk keperluan pemeriksaan harus memilki tanda pengenal pemeriksa dan dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan (SPP) serta memperlihatkan


(46)

kepada wajib pajak yang diperiksa. Di dalam penjelasan pasal 29 ayat 2 Undang-Undang No.28/2007, dijelaskan tentang kewajiban pemeriksa pajak yaitu pemeriksaan dilaksanakan oleh petugas pemeriksa harus memilki tanda pengenal identitasnya. Oleh karena itu, petugas pemeriksa harus memilki tanda pengenal pemeriksa dan dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan, serta memperlihatkannya kepada wajib pajak yang diperiksa. Petugas pemeriksa harus menjelaskan tujuan dilakukan pemeriksaan kepada wajib pajak.

Petugas pemeriksa harus telah mendapat pendidikan teknis yang cukup dan memiliki keterampilan sebagai pemeriksa pajak. Dalam menjalankan tugasnya, petugas pemeriksa harus bekerja dengan jujur, bertanggungjawab, penuh pengertian, sopan, dan objektif serta wajib menghindarkan diri dari perbuatan tercela.

Pendapat dan simpulan petugas pemeriksa harus didasarkan pada bukti yang kuat dan berkaitan serta berlandaskan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Petugas pemeriksa harus melakukan pembinaan kepada wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

I. Laporan Hasil Pemeriksaan

Setiap pemeriksaan selalu diakhiri dengan pertanggungjawaban yaitu dengan menyusun laporan pemeriksaan. Dalam pemeriksaan pajak, pembuatan laporan pemeriksaan itu menjadi keharusan. Laporan ini akan mencerminkan watak dan profesionalisme pemeriksa. Selain itu, dalam laporan ini akan diketahui


(47)

kekurangan yang ditemui oleh pemeriksa pajak dalam pembukuan atau diri wajib pajak.

Kegiatan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilaporkan dalam bentuk Laporan Hasil Pemeriksaan yang disusun sesuai standar pelaporan hasil pemeriksaan, yaitu :

1. Laporan Hasil Pemeriksaan disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang lingkup atau pos-pos yang diperiksa sesuai dengan tujuan Pemeriksaan, memuat simpulan pemeriksa pajak yang didukung temuan yang kuat tentang ada atau tidak adanya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan, dan memuat pula pengungkapan informasi lain yang terkait dengan pemeriksaan.

2. Laporan Hasil Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan antara lain mengenai :

a. Penugasan Pemeriksaan b. Identitas Wajib Pajak

c. Pembukuan atau pencatatan Wajib Pajak d. Pemenuhan kewajiban perpajakan e. Data/informasi yang tersedia f. Buku atau dokumen yang dipinjam g. Materi yang diperiksa

h. Uraian hasil pemeriksaan i. Ikhtisar hasil pemeriksaan j. Penghitungan pajak terutang


(48)

k. Simpulan dan usul Pemeriksa Pajak

J. Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan

Berdasarkan pasal 31 Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pemeriksa pajak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) kepada wajib pajak, dan hak wajib pajak untuk hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan (closing conference) dalam batas waktu yang ditentukan. Dalam hal wajib pajak tidak hadir dalam batas waktu yang ditentukan, hasil pemeriksaan ditindak lanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Berdasarkan Pasala 36 ayat 1 huruf d UU No.28/2007, Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau permohonan wajib pajak dapat membatalkan Hasil Pemeriksaan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa penyampaian SPHP atau pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan wajib pajak.

Tata cara pemberitahuan hasil pemeriksaan dan pembahasan akhir hasil pemeriksaan gterdapat dalam pasal 22, pasal 23, pasal 24 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 antara lain :

1. Hasil pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemernuhan kewajiban perpajakan harus diberitahukan kepada wajib pajak dengan memberikan hak kepada wajib pajak untuk hadir dalam pembahasan akhir.

2. Pemberitahuan hasil pemeriksaan kepada wajib pajak tidak dilanjutkan apabila pemeriksaan dilanjutkan dengan pemeriksaan bukti permulaan.


(49)

3. Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) beserta lampirannya disampaikan oleh pemeriksa pajak melalui kurir, faksimili, pos, atau jasa pengiriman lainnya.

4. Wajib pajak memberikan tanggapan tertulis atas SPHP dan berhak hadir dalam Pembahasan akhir hasil pemeriksaan palilng lama 3 hari kerja sejak SPHP diterima oleh wajib pajak untuk pemeriksaan kantor dan 7 hari kerja sejak SPHP diterima oleh wajib pajak untuk pemeriksaan lapangan.

5. Apabila dalanm jangka waktu tersebut, wajib pajak menyampaikan surat tanggapan hasil pemeriksaa yang berisi tentang persetujuan atas seluruh hasil pemeriksaan dan hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan (PAHP), pameriksa apajak menggunakan tanggapan tersebut sebagai dasar untuk membuat risalah pembahasan dan berita acara PAHP, yang ditandatangani oleh tim pemeriksa pajak dan wajib pajak.

6. Apabila dalam jangka waktu tersebut, wajib pajak menyampaikan surat tanggapan hasil pemeriksaan yang berisi persetujuan atas seluruh hasil pemeriksaan namun tidak hadir dalam PAHP, pemeriksa pajak menggunakan surat tanggapan tersebut sebagai dasar untuk mrmbuat risalah pembahasan dan berita acara ketidak hadiran wajib pajak dalam PAHP, yang ditanda tangani oleh pemeriksa pajak dan wajib pajak.

7. Apabila dalam jangka waktu tersebut, wajib pajak menyampaikan surat tanggapan hasil pemeriksaan yang berisi tentang ketidaksetujuan atas sebagian atau seluruh hasil pemeriksaan dan hadir dalam PAHP, pemeriksa pajak menggunakan surat tanggapan tersebut sebagai dasar untuk melakukan


(50)

pembahasan akhir dengan wajib pajak dan hasil pembahasannya dituangkan dalam risalah pembahasan dan berita acara PAHP, yang ditandatangani oleh tim pemeriksa pajak dan wajib pajak.

8. Apabila dalam jangka waktu tersebut, wajib pajak menyampaikan surat tanggapan hasil pemeriksaan yang berisi tentang ketidaksetujuan atas sebagian atau seluruh hasil pemeriksaan namun tidak hadir fdalam PAHP, pemeriksa pajak menggunakan surat tanggapan tersebut sebagai dasar untuk membuiat risalah pembahasan dan berita acara ketidakhadiran wajib pajak dalam PAHP, yang ditandatangani oleh pemeriksa pajak.

9. Apabila dalam jangka waktu tersebut, wajib pajak tidak menyampaikan surat tanggapan hasil pemeriksaan dan tidak hadir dalam PAHP, pemeriksa pajak membuat berita acara ketidakhadiran wajib pajak dalam PAHP, yang ditandatangani oleh pemeriksa pajak.

10. Dalam hal wajib pajak tidak hadir dalam PAHP dan pemeriksa pajak telah membuat dan menandatangani berita acara ketidakhadiran wajib pajak dlm PAHP, maka PAHP dianggap telah dilaksanakan.

11. Dalam hal wajib pajak menolak menandatangani berita acara PAHP, pemeriksa pajak membuat catatan tentang penolakan tersebut dalam berita acara PAHP.

12. Dalam hal terjadi perbedaan pendapat antara wajib pajak dengan pemeriksa pajak dalam PAHP, wajib pajak dapat mengajukan permintaan agar perbedaan tersebut dibahas lebuih dahulu oleh tim pembahas yang dibentuk oleh Direktur Jenderal Pajak.


(51)

13. Hasil pembahasan oleh tim pembahas dituangkan dalam risalah tim pembahas yang merupakan bagian dari kertas kerja pemeriksaan.

14. Jangka waktu PAHP untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis pemeriksaan kantor harus diselesaikan paling lama 3 (tiga) minggu.

15. Jangka waktu PAHP untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan harus diselesaikan paling lama 1(satu) bulan.

16. Risalah pembahasan dan berita acara PAHP, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Laporan Hasil Pemeriksaan.

17. Pajak yang terutang dalam SKP atau STP dihitung sesuai dengan PAHP, kecuali sebagaimana yang dimaksud dalam huruf f, h, fdan i.


(52)

BAB IV

ANALISIS DAN EVALUASI

Sejak awal tahun 1984 sistem self assessment dibidang perpajakan di Indonesia telah diberlakukan untuk Pajak Penghasilan (PPh) dan untuk Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPN & PPnBM) dimulai sejak 1 April 1985. Sedangkan untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) belum sepenuhnya diberlakukan sistem self assessment, sebagian masih diberlakukan sistem official assessment.

Sistem self assessment adalah sebuah sistem pemungutan pajak dimana Wajib Pajak (WP) diberi kepercayaan dan tanggung jawab untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan meleporkan sendiri pajak yang terutang. Wewenang untuk menentukan pajak yang terutang oleh seseorang berada pada kedua belah pihak, yaitu Wajib Pajak dan fiskus. Sistem self assessment diberlakukan sampai sekarang karena sistem official assessment yang sebelumnya diberlakukan dinilai tidak efisien, dan menimbulkan kecenderungan Wajib Pajak kurang bertanggungjawab, dan sering terjadi perlawanan pajak dengan cara menghindar dari kewajiban perpajakannya. Denngan menyadari kelemahan-kelemahan tersebut maka sistem self assessment la yang diberlakukan.

Dalam sistem self assessment pemberdayaan masyarakat (empowering people) adalah hal yang pokok, dimana prinsip itikad baik (good faith) merupakan tuntutan moral menyelenggarakan pembukuan untuk keperluan pajak. Berdasarkan sistem ini perlu setiap wajib pajak diwajibkan:


(53)

1. Mendaftarkan diri pada Kantor Direktorat Jenderal Pajak (Kantor Pelayanan Pajak) untuk dicatat sebagai wajib pajak dan sekaligus mendapatkan nomor pokok wajib pajak,

2. kewajiban memahami peraturan perpajakan yang berlaku,

3. menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan untuk keperluan administrasi pajak dengan disertai oleh moral dan etika yang bertanggung jawab.

Dalam pelaksanaan penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan terjadinya pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, selain dalam bentuk tax evasion dapat juga terjadi karena kelalaian memenuhi kewajiban perpajakan. Zain (1998) mengemukakan bahwa kelalaian memenuhi kewajiban perpajakan dapat disebabkan:

a. ketidaktahuan (ignorance), yaitu wajib pajak tidak sadar atau tidak tahu akan adanya ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan,

b. kesalahan (error), yaitu wajib pajak paham dan mengerti mengenai peraturan perundang-undangan perpajakan, tetapi salah dalam menerapkan dan penghitungan datanya,

c. kesalah pahaman (misunderstanding), yaitu wajib pajak salah menafsirkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan,

d. kealfaan (negligence), yaitu wajib pajak alfa untuk menyimpan buku beserta bukti-buktinya secara lengkap.

Sistem self assessment juga mengandung hal yang penting, yang diharapkan ada dalam diri wajib pajak yaitu:


(54)

1. Tax consciousness / Kesadaran Wajib Pajak 2. Kejujuran Wajib Pajak

3. Tax Mindedness Wajib Pajak, hasrat untuk membayar pajak

4. Tax Discipline, disiplin Wajib Pajak terhadap pelaksanaan peraturan

pajak-pajak, sehingga pada waktunya Wajib Pajak dengan sendirinya memenuhi kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya oleh undang-undang seperti memasukkan SPT pada waktunya, membayar pajak pada waktunya dan sebagainya, tanpa diperingatkan untuk melakukan hal-hal itu.

Hal-hal penting yang mempengaruhi keberhasilan sistem self assessment adalah tingkat kepatuhan wajib pajak. Ciri-ciri sistem pemungutan pajak berdasarkan sistem self assessment adalah:

1. Adanya kepastian hukum 2. Pelaksanaannya mudah

3. Lebih mencerminkan azas keadilan dan merata

4. Memperkecil kemungkinan Wajib Pajak tidak mampu bayar pajak akibat perhitungan yang terlalu besar.

Dalam rangka pengawasan atas sistem self assessment, Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan tindakan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakan dan tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Sampai dengan tahun 2010, tindakan pemeriksaan yang dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia adalah sebagai berikut:


(55)

Wajib Pajak Jumlah WP Terdaftar

Tahun Pemeriksaan

2008 2009 2010

Orang Pribadi 93356 64 52 43

Badan 9814 97 102 158

Bendaharawan 1020 26 12 58

Total 104190 187 166 259

Sumber : KPP Pratama Medan Polonia

A. Prosedur dan Tata Cara Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak

Pemeriksaan dilakukan oleh Pemeriksa Pajak yang tergabung dalam tim pemeriksa pajak yang susunannya terdiri dari beberapa supervisor, seorang ketua tim, dan beberapa pemeriksa/penilai yang tergabung dalam kelompok fungsional. 1. Tata cara pelaksanaan pemeriksaan pajak harus dilakukan sesuai dengan:

a. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 Tentang Tata Cara Pemeriksaan.

b. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 19/PJ/2008 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan

c. Peraturan Jenderal Pajak Nomor 20/PJ/2008 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Kantor

2. Pemeriksaan harus dilaksanakan sesuai dengan standart pemeriksaan yang meliputi standar umum, standar pelaksanaan pemeriksaan dan standar pelaporan pemeriksaan.


(56)

3. Tim Pemeriksa Pajak harus mencantumkan dasar hukum berupa ketentuan pelaksanaannya serta bukti-bukti pendukungnya, atas setiap temuan pemeriksaan.

4. Temuan pemeriksaan harus diberitahukan kepada Wajib Pajak melalui penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) yang penyampaiannya hanya dapat dilakukan satu kali.

5. Wajib Pajak harus diberi kesempatan hadir untuk melakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan. Pembahasan akhir harus dilakukan sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan yaitu 1 (satu) bulan untuk pemeriksaan lapangan dan 3 (tiga) minggu untuk pemeriksaan kantor.

6. Dalam hal dilakukan pembahasan oleh Tim Pembahas, baik Tim Pembahas Tingkat Unit Pelaksana Pemeriksaan maupun Tingkat Kantor Wilayah, harus diperhatikan hal-hal berikut :

a. Tim pembahas dibentuk oleh Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan atau Kepala Kantor Wilayah DJP dan atas nama Direktur Jenderal Pajak yang bertugas.

b. Tim Pembahas akan melaksanakan tugasnya dalam hal terdapat permohonan dari Wajib Pajak.

c. Pembahasan oleh Tim Pembahas hanya dilakukan antara Tim Pemeriksa Pajak dan Tim Pembahas tanpa dihadiri oleh Wajib Pajak.

7. Apabila hasil pemeriksaan ternyata berbeda dengan profil Wajib Pajak, tim pemeriksa pajak harus menjelaskan perbedaan tersebut dalam Kertas Kerja


(57)

Pemeriksaan dan Laporan Hasil Pemeriksaan serta mengirimkan data perbedaan tersebut kepada Seksi Pengawasan dan Konsultasi Terkait

8. Dalam hal pemeriksaan dilaksanakan berdasarkan 1 (satu) Surat Perintah Pemeriksaan yang meliputi satu atau beberapa jenis pajak dan satu atau beberapa masa pajak, maka Nota Perhitungan dan Surat Ketetapan Pajak harus diterbitkan untuk setiap Masa Pajak dan Jenis Pajak.

Adapun prosedur Pemeriksaan Pajak yang dilakukan oleh Tim Pemeriksa Pajak adalah sebagai berikut :

1. Mengevaluasi data-data yang dilaporkan Wajib Pajak

2. Menganalisa angka-angka yang tercantum dalam laporan keuangan Wajib Pajak

3. Meminta keterangan lisan dan/atau tulisan Wajib Pajak yang diperiksa

4. Memasuki tempat atau ruangan yang diduga merupakan tempat penyimpanan dokumen, uang, barang yang dapat memberi petunjuk.

5. Melakukan penyegelan tempat atau ruangan tersebut pada nomor 4 (empat), apabila Wajib Pajak atau kuasanya tidak memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan dimaksud.

B. Penyebab-penyebab Dilakukan Pemeriksaan Pajak oleh Fiskus

Dalam hal menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban wajib pajak, maka Wajib Pajak dapat diperiksa apabila :

i. Surat Pemberitahuan menunjukkan kelebihan pembayaran pajak dan/atau Rugi.


(58)

j. Surat Pemberitahuan tidak disampaikan atau tidak tepat waktu yang sudah ditetapkan.

k. Surat Pemberitahuan memenuhi kriteria yang ditentukan Direktur Jenderal Pajak untuk diperiksa.

l. Adanya indikasi tidak dipenuhi kewajiban-kewajiban lainnya.

Pemeriksaan pajak juga dapat dilakukan karena adanya indikasi ketidakpatuhan dari Wajib Pajak dalam menjalankan sistem self assessment yaitu: 1. Ketidakpatuhan Wajib Pajak dalam kewajiban intern, yaitu dalam pembayaran

atau pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa dan SPT Ppn setiap bulan 2. Ketidakpatuhan Wajib Pajak dalam kewajiban tahunan, yaitu dalam

menghitung pajak atas dasar sistem self assessment dan melaporkan perhitungan pajak dalam Surat Pemberitahuan (SPT) pada akhir tahun pajak serta melunasi hutang pajaknya.

3. Ketidakpatuhan Wajib Pajak terhadap ketentuan materiil dan yuridis formal perpajakan melalui pembukuan sebagaimana mestinya.

Sedangkan pemeriksaan khusus juga dapat dilakukan oleh fiskus antara lain dapat dilakukan dalam hal :

a. Adanya dugaan melakukan tindak pidana

b. Pengaduan masyarakat, termasuk melalui pos 5000

c. Terdapat data baru atau data semula yang belum terungkap yang dilakukan melelui pemeriksaan ulang Direktur Jenderal Pajak

d. Permintaan wajib pajak


(59)

f. Untuk memperoleh informasi dan atau data tertentu dalam rangka pelaksanaan peraturan perundang-undangann perpajakan

C. Usaha-usaha untuk Menanggulangi Masalah Wajib Pajak yang Kurang dan Tidak Patuh

Pada umumnya sebagian besar masyarakat Indonesia masih banyak yang kurang atau bahkan tidak mengerti pelaksanaan sistem self assessment yang berlaku dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Hal tersebut mengakibatkan sampai saat ini masih banyak penyelewengan pajak yang terjadi, baik yang tidak sengaja akibat kurangnya pemahaman Wajib Pajak mengenai sistem tersebut maupun yang disengaja oleh Wajib Pajak itu sendiri karena ketidakpatuhannya terhadap Undang-Undang perpajakan yang berlaku.

Semakin tingginya penyelewengan yang terjadi dibidang perpajakan mengakibatkan pemeriksaan pajak beberapa tahun belakangan ini semakin gencar dilaksanakan oleh pihak pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak. Untuk itu perlu usaha-usaha yang harus dilakukan oleh pihak fiskus untuk menanggulangi masalah Wajib Pajak yang kurang atau tidak patuh.

Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk menanggulangi masalah Wajib Pajak yang tidak atau kurang patuh tersebut adalah hendaknya pemerintah banyak melakukan penyuluhan-penyuluhan dan sosialisasi kepada Wajib Pajak. Penyuluhan tersebut adalah kegiatan menyampaikan informasi, konsultasi, bimbingan secara berkesinambungan kepada masyarakat khususnya Wajib Pajak guna meningkatkan pengetahuan WP terhadap sistem self assessment tersebut


(60)

serta meningkatkan kesadaran WP untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Penyuluhan pajak dilakukan oleh penyuluh perpajakan yang telah mempunyai pengetahuan, pengalaman, keahlian, dan keterampilan dibidang perpajakan. Penyuluhan perpajakan setidaknya dapat memberikan pengetahuan dasar mengenai :

1. Prosedur pelaksanaan sistem self assessment.

2. Cara menghitung, memungut, membayar, dan melaporkan pajak sendiri

3. Sanksi-sanksi yang akan dikenakan kepada Wajib Pajak itu sendiri sesuai yang tercantum dalam Undang-undang perpajakan, baik sanksi administrasi maupun sanksi tindak pidana

4. Perundang-undangan yang berlaku serta perubahan-perubahan perundang-undangan tersebut secara transparan.

Penyuluhan dan sosialisasi yang dilakukan oleh fiskus tersebut diharapkan dapat menambah dan meningkatkan pengetahuan serta pemahaman Wajib Pajak terhadap sistem self assessment sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan, serta meningkatkan kesadaran Wajib Pajak akan pentingnya kepatuhan terhadap kewajiban perpajakan, guna menanggulangi masalah perpajakan dari WP yang tidak patuh.

D. Upaya-upaya untuk Mengoptimalkan Kepatuhan Wajib Pajak dalam Pelaksanaan Tindakan Pemeriksaan

Dalam pelaksanaan tindakan pemeriksaan perlu didahulukan dengan persiapan yang baik sesuai dengan tujuan pemeriksaan dan mendapatkan


(61)

pengawasan yang seksama terhadap Wajib Pajak yang akan diperiksa. Jadi untuk mengoptimalkan kepatuhan wajib pajak dalam pelaksanaan tindakan pemeriksaan maka diperlukan upaya-upaya yang harus diterapkan oleh pihak pemerintah perpajakan.

Dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak perlu meningkatkan efisiensi sekaligus menegakkan profesionalisme serta integritas aparat dalam menegakkan peraturan perpajakan. Upaya peningkatan efisiensi institusional, profesionalitas, dan integritas aparat perpajakan tersebut dapat dilakukan melalui beberapa langkah sebagai berikut :

1. Meningkatkan pengawasan internal untuk mendeteksi berbagai kasus penyimpangan sehubungan dengan pelaksanaan tugas

2. Memperbaiki sistem dan prosedur yang mengarah pada sistem yang dapat mempermudah pelayanan dan mendorong efektifitas dalam pelaksanaan pengawasan

3. Menerapkan sistem reward (hadiah) dan punishment (hukuman) dalam pelaksanaan tugas

4. Melibatkan masyarakat luas dalam mekanisme pengawasan terhadap aparat perpajakan

5. Perbaikan kinerja Direktorat Jenderal Pajak juga terkait dengan koordinasi dengan pihak-pihak lain

Namun jika semua upaya yang dilakukan tetap tidak membuahkan hasil dan walaupun telah dilakukan pemeriksaan WP tetap tidak mau melakukan pembetulan dengan kesadaran sendiri maka dapat ditindak lanjuti dengan upaya


(62)

penyidikan yaitu tindakan yang dilakukan apabila ditemukan bukti pendahuluan berupa bukti baik tulisan maupun lisan, perbuatan, keterangan ataupun benda yang dapat memberikan petunjuk bahwa tindakan tersebut merugikan negara. Upaya penyidikan merupakan upaya terakhir yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.


(63)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini dibahas kesimpulan yang diambil dari hasil pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, dan kesimpulan yang diperoleh dari teori pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM). Dalam bab ini juga penulis mencoba memberikan saran-saran terhadap pelaksanaan PKLM guna untuk membangun dimasa yang akan datang agar lebih baik lagi, dan saran-saran agar pelaksanaan pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh fiskus dapat berjalan sesuai peraturan perundang-undangan dan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

A. Kesimpulan

1. Sistem Perpajakan di Indonesia menganut sistem self assessment dimana wajib pajak diberi kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, dan membayar sendiri pajak terutang tersebut serta melaporkan kewajiban tersebut melalui Surat Pemberitahuan (SPT) kepada Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan jenis pajak dan batas waktu yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.

2. Pemeriksaan pajak merupakan salah satu upaya Direktorat Jenderal Pajak dalam menerapkan pengawasan terhadap kepatuhan Wajib Pajak dan diharapkan juga Wajib Pajak dapat memahami peraturan perpajakan yang berlaku dan segera memperbaiki jika terdapat kekeliruan dan kesalahan


(64)

dalam melaporkan kewajiban perpajakannya serta menumbuhkan kesadaran masyarakat bahwa tidak ada seorangpun yang dapat menghindari kewajibannya sebagai warga negara.

3. Dalam pelaksanaannya sistem self assessment harus dengan data yang sebenar-benarnya, dan harus dilaksanakan dengan tepat waktu, sehingga tidak terkena sanksi baik sdministrasi maupun sanksi tindak pidana yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.

B. Saran

1. Meningkatkan Upaya penyuluhan dan sosialisai guna meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya 2. Agar meningkatkan kualitas layanan public terutama dalam bidang

kebutuhan yang menyangkut kepentingan orang banyak

3. Dalam melakukan pemeriksaan pajak, Tim Pemeriksa hendaknya memperhatikan hak-hak dan kewajiban Wajib Pajak dan bersikap sesuai dengan etika pemeriksa pajak

4. Menjalin koordinasi yang baik antara Direktorat Jenderal Pajak dengan instansi lain serta semua pihak yang terkait.


(65)

DAFTAR PUSTAKA

Brotodihardjo, Santoso, 2003, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Refika Aditama, Jakarta

Hutagaol, Jhon, 1998, Perpajakan, STIE Perbanas Jakarta, Jakarta Ilyas, Wirawan, 2007, Hukum Pajak, Penerbit Salemba Empat, Jakarta Mardiasmo, 2002, Perpajakan, Penerbit Andi, Yogyakarta

Pardiat, 2008, Pemeriksaan Pajak, Mitra Wacana Media, Jakarta

Resmi, Siti, 2005, Perpajakan Teori dan Kasus, Penerbit Salemba Empat, Jakarta Sihaloho, Cyrus, 2002, Modul Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan,

Rajawali Pers, Jakarta

Soemitro, Rochmat, 1998, Azas Dan Dasar Perpajakan 2, Refika Aditama, Jakarta

Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan

Pemerintah Republik Indonesia, Peraturan MenKeu No.199/PMK.03/2007 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak

Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-123/PJ/2006, tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan

Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-142/PJ/2005, tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Kantor

Surat Edaran, Nomor: SE-10/PJ.04/2008 Tentang Kebijakan Pemeriksaan Pajak Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan


(1)

serta meningkatkan kesadaran WP untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Penyuluhan pajak dilakukan oleh penyuluh perpajakan yang telah mempunyai pengetahuan, pengalaman, keahlian, dan keterampilan dibidang perpajakan. Penyuluhan perpajakan setidaknya dapat memberikan pengetahuan dasar mengenai :

1. Prosedur pelaksanaan sistem self assessment.

2. Cara menghitung, memungut, membayar, dan melaporkan pajak sendiri

3. Sanksi-sanksi yang akan dikenakan kepada Wajib Pajak itu sendiri sesuai yang tercantum dalam Undang-undang perpajakan, baik sanksi administrasi maupun sanksi tindak pidana

4. Perundang-undangan yang berlaku serta perubahan-perubahan perundang-undangan tersebut secara transparan.

Penyuluhan dan sosialisasi yang dilakukan oleh fiskus tersebut diharapkan dapat menambah dan meningkatkan pengetahuan serta pemahaman Wajib Pajak terhadap sistem self assessment sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan, serta meningkatkan kesadaran Wajib Pajak akan pentingnya kepatuhan terhadap kewajiban perpajakan, guna menanggulangi masalah perpajakan dari WP yang tidak patuh.

D. Upaya-upaya untuk Mengoptimalkan Kepatuhan Wajib Pajak dalam Pelaksanaan Tindakan Pemeriksaan

Dalam pelaksanaan tindakan pemeriksaan perlu didahulukan dengan persiapan yang baik sesuai dengan tujuan pemeriksaan dan mendapatkan


(2)

pengawasan yang seksama terhadap Wajib Pajak yang akan diperiksa. Jadi untuk mengoptimalkan kepatuhan wajib pajak dalam pelaksanaan tindakan pemeriksaan maka diperlukan upaya-upaya yang harus diterapkan oleh pihak pemerintah perpajakan.

Dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak perlu meningkatkan efisiensi sekaligus menegakkan profesionalisme serta integritas aparat dalam menegakkan peraturan perpajakan. Upaya peningkatan efisiensi institusional, profesionalitas, dan integritas aparat perpajakan tersebut dapat dilakukan melalui beberapa langkah sebagai berikut :

1. Meningkatkan pengawasan internal untuk mendeteksi berbagai kasus penyimpangan sehubungan dengan pelaksanaan tugas

2. Memperbaiki sistem dan prosedur yang mengarah pada sistem yang dapat mempermudah pelayanan dan mendorong efektifitas dalam pelaksanaan pengawasan

3. Menerapkan sistem reward (hadiah) dan punishment (hukuman) dalam pelaksanaan tugas

4. Melibatkan masyarakat luas dalam mekanisme pengawasan terhadap aparat perpajakan

5. Perbaikan kinerja Direktorat Jenderal Pajak juga terkait dengan koordinasi dengan pihak-pihak lain

Namun jika semua upaya yang dilakukan tetap tidak membuahkan hasil dan walaupun telah dilakukan pemeriksaan WP tetap tidak mau melakukan pembetulan dengan kesadaran sendiri maka dapat ditindak lanjuti dengan upaya


(3)

penyidikan yaitu tindakan yang dilakukan apabila ditemukan bukti pendahuluan berupa bukti baik tulisan maupun lisan, perbuatan, keterangan ataupun benda yang dapat memberikan petunjuk bahwa tindakan tersebut merugikan negara. Upaya penyidikan merupakan upaya terakhir yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini dibahas kesimpulan yang diambil dari hasil pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, dan kesimpulan yang diperoleh dari teori pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM). Dalam bab ini juga penulis mencoba memberikan saran-saran terhadap pelaksanaan PKLM guna untuk membangun dimasa yang akan datang agar lebih baik lagi, dan saran-saran agar pelaksanaan pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh fiskus dapat berjalan sesuai peraturan perundang-undangan dan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

A. Kesimpulan

1. Sistem Perpajakan di Indonesia menganut sistem self assessment dimana wajib pajak diberi kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, dan membayar sendiri pajak terutang tersebut serta melaporkan kewajiban tersebut melalui Surat Pemberitahuan (SPT) kepada Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan jenis pajak dan batas waktu yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.

2. Pemeriksaan pajak merupakan salah satu upaya Direktorat Jenderal Pajak dalam menerapkan pengawasan terhadap kepatuhan Wajib Pajak dan diharapkan juga Wajib Pajak dapat memahami peraturan perpajakan yang berlaku dan segera memperbaiki jika terdapat kekeliruan dan kesalahan


(5)

dalam melaporkan kewajiban perpajakannya serta menumbuhkan kesadaran masyarakat bahwa tidak ada seorangpun yang dapat menghindari kewajibannya sebagai warga negara.

3. Dalam pelaksanaannya sistem self assessment harus dengan data yang sebenar-benarnya, dan harus dilaksanakan dengan tepat waktu, sehingga tidak terkena sanksi baik sdministrasi maupun sanksi tindak pidana yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.

B. Saran

1. Meningkatkan Upaya penyuluhan dan sosialisai guna meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya 2. Agar meningkatkan kualitas layanan public terutama dalam bidang

kebutuhan yang menyangkut kepentingan orang banyak

3. Dalam melakukan pemeriksaan pajak, Tim Pemeriksa hendaknya memperhatikan hak-hak dan kewajiban Wajib Pajak dan bersikap sesuai dengan etika pemeriksa pajak

4. Menjalin koordinasi yang baik antara Direktorat Jenderal Pajak dengan instansi lain serta semua pihak yang terkait.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Brotodihardjo, Santoso, 2003, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Refika Aditama, Jakarta

Hutagaol, Jhon, 1998, Perpajakan, STIE Perbanas Jakarta, Jakarta Ilyas, Wirawan, 2007, Hukum Pajak, Penerbit Salemba Empat, Jakarta Mardiasmo, 2002, Perpajakan, Penerbit Andi, Yogyakarta

Pardiat, 2008, Pemeriksaan Pajak, Mitra Wacana Media, Jakarta

Resmi, Siti, 2005, Perpajakan Teori dan Kasus, Penerbit Salemba Empat, Jakarta Sihaloho, Cyrus, 2002, Modul Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan,

Rajawali Pers, Jakarta

Soemitro, Rochmat, 1998, Azas Dan Dasar Perpajakan 2, Refika Aditama, Jakarta

Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan

Pemerintah Republik Indonesia, Peraturan MenKeu No.199/PMK.03/2007 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak

Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-123/PJ/2006, tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan

Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-142/PJ/2005, tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Kantor

Surat Edaran, Nomor: SE-10/PJ.04/2008 Tentang Kebijakan Pemeriksaan Pajak Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan