Definisi Sunnah dan Hadis Prespektif Kamus Pendapat Para Ulama Mengenai Sunnah dan Hadis

BAB III DEFINISI SUNNAH

DAN HADIS

A. Studi Etimologi Definisi Sunnah dan Hadis

1. Definisi Sunnah dan Hadis Prespektif Kamus

Sunnah berasal dari bahasa arab berarti mengasah atau manajamkan. Namun, kata tersebut tidak hanya mempunyai makna tunggal, melainkan memiliki makna yang sangat luas, ia sangat tergantung pada susunan kalimatnya. Bila kata sunnah disandarkan pada kata قي ط ا maka ia berarti “berjalan di jalan”, dan bila kata tersebut disandarkan pada manusia maka ia berarti “Mengadakan sunnah untuk mereka,” dan bila kata tersebut diberi syiddah س - ج - س maka ia berarti “jalan, tabi‟at, peri kehidupan.” Intinya adalah makna kata sunnah sangat dipengaruhi oleh kalimat yang mengikutinya. 1 Hal tersebut didukung oleh penulis kamus yang lain seperti kamus al-Munawir, 2 kamus Arab- Kontemporer. 3 Hal yang sama juga terjadi pada hadis, artinya kata hadis berasal dari bahasa Arab, yaitu ث ح - ث حي - و ح berlaku, terjadi. ث ح - ث حي - ا ح berarti baru, bilamana kata tersebut ber-syiddah, maka ia berarti menceritakan, memberikan. 1 Muhammad Yunus, Kamus Arab-Indonesia Jakarta: Hidakarya Agung, 1989, h. 180 2 Ahmad Warson Munawwar, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap Jogyakarta: Pustaka Progresif, 1997, h. 670 3 Ahmad Zuhdi Muhdior, Kamus Kontemporer: Arab-Indonesia, Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum, 1996, h. 1092 Apabila kata tersebut dirubah harkah menjadi ي ح - ج - يد حا berarti cerita, berita, riwayat dari nabi Muhammad saw. 4

2. Pendapat Para Ulama Mengenai Sunnah dan Hadis

a. Etimologi Sunnah Kebanyakan para ulama dunia Islam menetapkan definisi sunnah secara etimologis adalah: قي ط او يس ا يح ق ك سح د ع ا Jejak dan jalan yang bersifat kebiasaan baik bagus maupun jelek يس ا يح ق ك سح Jalan yang dijalani baik terpuji maupun tercelah. 5 قي ط ا يق س ا Jalan yang lurusatau jalan yang harus ditempuh. 6 ” Ulama yang berbeda berpendapat, bahwa kata sunnah dapat diartikan “politik” kata tersebut diambil dari bahasa Yunani „politeia’ yang berarti konstitusi atau repulik, secara filosofis ia mempunyai arti tentang keadilan, 7 intinya adalah kesatuan negara dan masyarakat, politik merupakan aturan main yang berada di dalamnya. 8 Dalam hal ini Rasulullah.saw merupakan seorang 4 Muhammad Yunus, Kamus Arab-Indonesia, h.98 5 Nur al-Din Atar, Manhâj al-Nâqidi Fî Ulumu al-Hadits Beirut: Dâr al-Fikr, 1979, h. 27 6 Taqiyuddin al-Nabhani,Penuturan Hidup dalam Islam;idisi Mutamadah, Penerjemah. Abu Amin,dkk Jakarta: HTI Press, 2010, h. 122 7 Deliar Noer, Pemikiran Politik di Negeri Barat Bandung: Mizan, 1997, h. 7-8 8 Rusadi Kantaprawira, Sistem Politik Indonesia: Satu Model Pengantar Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1999, h. 2 Rasulullah yang merangkap sebagai presiden yang mengatur semua sistem kehidupan masyarakat waktu itu. 9 Berdasarkan etimologi di atas, penulis pahami bahwa kata sunnah mempunyai dua unsur atau ciri khusus yaitu, jalan dan perjalanan atau jejak sejarah. Dua ciri tersebut harus disebutkan dalam terminologi. b. Etimologi Hadis Secara etimologi, 10 kata hadis merupakan serapan dari bahasa arab, yang aslinya berbunyi al-Hadîts. Dalam hal ini para ulama memberikan sikap yang berbeda-beda, maskipun tidak terlalu tajam, artinya hal tersebut masih bisa ditolerir: Berikut beberapa pendapat para ulama perihal etimologi hadis: 1. Menurut al-Fayumiy, telah mengartikan kata hadis dengan: ي ق لق يو ث ح ي هد جو د ج “Yang baru keberadaanya, apa yang diceritakan dengannya dan dinukilkan dekat atau menjelang” 11 2. Menurut Jamal al-Dîn Muhammad bin Mukarram bin Manzhur, lebih dikenal dengan penggilan Ibn Manzhur , mengartikan hadis sebagai berikut: ي او لي ق ا ع ي اء يشاا ي ج ا “Sesuatu yang baru berupa berita yang datang, baik sedikit atau banyak” 9 Abd A‟la al-Maududi, Khalifah dan Kerajaan, Penerjemah. Muhammad al-Baqir, Bandung: Mizan, 2007, h. 55 10 Penyelidikan mengenai asal-usul kata atau istilah serta pembahasannya, Lihat, Pius A Partanto, dkk, Kamus Ilmiah Populer, h. 162 11 Ahmad bin Muhammad bin Ali al-Murqiy al-Fayyumiy, al-Misbah al-Munir Fi Gharib al-Syarh al-Kabir li al- Rafi’iy Saudi Arabia: Al-Mamlakah, T.th, h. 135 Selanjutnya dikatakan bahwa kata jamak ialah hadis sebagaimana kata qat a’a –aqti’ hanya saja kata jamak dengan model seperti ini adalah syadz dan menyalahi qiyas. 12 3. Badr al-Dîn Muhammad bin Ibrahim bin Jama ‟ah, Mengartikan: ه يكو ا لي ق ف ل ع سا قو ي ق ا ض ص ف ي ح ا او “Adapun asal makna kata al-Hadîts adalah lawan dari kata al-Qadim terdahulu, dan kadang dipakai untuk makna berita baik yang sedikit maupun banyak” Pakar ilmu hadis Rasulullah Saw, ‘Ajaj al-Khatib dalam dua bukunya, dengan tegas mengartikan, kata hadis secara etimologi al-Jadîd yang baru, al- Qarib dekat. Subhi Shaleh menambahkan bahwa makna hadis adalah al-kalam pembicaraan, 13 secara bahasa hal ini terlihat berseberangan dengan al- Qur’an yang bersifat Al-Qadim yang terdahulu. 14 Pada literatur yang berbeda disebutkan, bahwa makna kata hadis sangat di tentukan oleh kata yang mengikutinya, bila kata tersebut disandarkan pada Allah Saw maka ia menjadi hadis qudsi. 15 Apabila kata tersebut disandarkan pada kata Nabi maka ia menjadi hadis nabawi.

3. Makna Sunnah dan Hadis dalam al-Qur’an