Definisi Hadis Prespektif Ulama Salafi

2. Definisi Hadis Prespektif Ulama Salafi

Dalam berbagai literatur, banyak sekali yang menyamakan persoalan hadis dengan sunnah, dengan kata lain, bahwa keduanya berbentuk sinonim, 73 Namun tidak sedikit pula yang yang membedakan keduanya, salah satunya adalah: ا ا فيضا - ع ص - طقف ع ف ص خ ا ا طقف لعفوا ل ف ح ا لا ق ص خ ا ت ف ااو ي ق نود ا ل عفااو لا قاا و ن ا ا ف . 74 “Hadis adalah sesuatu yang di sandarkan kepada Nabi Muhammad.saw hanya dari perkataan, pekerjaan saja, artinya dua komponen tersebut khusus pada hadis Nabi atau hadis Mar’fu’, Adapun Taqrir dan Sifat tidak termasuk bagian hadis Nabi melainkan khusus pada perkataan para sahabat. ” Artinya sifat dan taqrir persetujuan Nabi Muhammad saw dikeluarkan oleh para sahabat, karena mereka yang menyaksikan langsung keadaan Rasulullah saw. kalaupun dua komponen kata tersebut di masukkan dalam hadis maka keduanya tersmasuk hadis mauquf. Dalam redaksi yang berbeda, disebutkan bahwa: ا ا فيضا - ص - ييق خ وا ييق خ فصوا ا ي ق و لعف وا ل ق . ف ليقو ا ا فيضا عس ا ع ك ذ - وا ل ق يع ا ح ا وا ص وا ا ي ق و لعف ق خ وا ق خ فصو 75 73 Lihat, Abdul Majid Mahmud, Amtsal al- Hadits Ma’taqdimatin Fi ulum al-Hadist, Cairo:Dâr al-Turas, T. th, h. 4 74 Musthafa Abu Sulaiman, Majmu’ah risâlah, h.9 75 Musthafa Abu Sulaiman, Majmu’ah Risâlah Beirut: Dâr al-Kitâb al-Ilmiah, T.th, h. 8- 9 ”Segala sesuatu yang disandarkan pada Nabi Muhammad saw baik dari pembicaraan, pekerjaan, persetujuan, sifat kepribadian maupun bentuk Jasad Nabi.” Sebagian ulama memperluas definisi tersebut sebagai berikut: “Bahwa sunnah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad.saw, para sahabat dan t abi’in, baik dari pembiacaraan, pekerjaan, pengakuan, sifat kepribadian, sifat bentuk jasad Nabi.” Terminologi di atas sejalan dengan hasil penelitian Muhammad Suhudi Ismail dalam disertasinya bahwa hadis yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw maka ia disebut hadis m arfu’. Adapun hadis yang sandarkan kepada Sahabat Nabi, maka ia disebut hadis mauquf. Sedangkan hadis yang disandarkan kepada Tabi‟n, maka ia disebut hadis maqtu’. 76 Definisi sunnah di atas, sejalan dengan sebuah hadis dari Nabi Muhammad.saw: ْ ْح ا ْع ْ ع نا ْع ْ خ ح يزي ْ رْ ْخأ ص ع أ ْخأ ل ق ير س ْ ض ْ ع ْ ع و ْ ع : ا ل سر ص - سو ي ع ها ص - اص لئ ق ل قف , قْا ْ ْ جوو ن يعْا ْ ْ فرذ , غي عْ عو ْجفْا : صْوأف عد عْ أك ا ل سر ي . ل قف : ع ط او عْ س او ا ْق ْ يصوأ , ا ي ك فا ْخا يسف ْع ْ ْ ْشعي ْ إف , ًي ح ا ْع ن ك ْنإو س ْ ْي عف جا ْي ع ا ّع , يي ْ ْا ي شا ا ء ف ْا سو 76 M. Suhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis: Telaah Kritis dan Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah Jakarta: Bulan Bintang, 2005, h. 27. 77 Abdullah bin „Abd al-Rahman Abu Muhammad Ad-Darimiy, Sunan al-Darimi. Beirut: Dâr al-Kutûb,1407 H, h. 468 Maksud dari hadis ini dapat menggambarkan bahwa makna sunnah tidak di dominasi oleh Rasulullah saw, malainkan pula pada para sahabat, artinya selain sunnah Rasulullah.saw terdapat pula s unnah para Sahabat dan Tabi‟in. ها ل سر ع ا لك - ع ص - ع و ع ا ل ق , ف ا ي ح ا ظف ق طاذا و ها ل س ا ع و ي ا غ ا يف - ا ع : هرا قاو عفو ق 78 “Setiap sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhammad saw baik sebelum menjadi Rasul hingga pasca ia menjadi Rasul, akan tetapi bila kata Sunnah berdisi sendiri para ulama biasanya memberikan definisi segara sesuatu yang di riwayatkan dari Nabi Muhammad saw pasca Kerasulan beliau. Dari terminologi sunnah lebih umum dari h adis” Dari pemaparan di atas, dapat diketahui bahwa definisi para ulama salaf terdapat perbedaan yang sangat tajam, tentunya disebabkan olah latar belakang yang berbada-beda dalam melihat teks yang didefinisikan: a. Pada mulanya para ulama hadis membahas perihal Rasulullah.saw yang telah diberikan wahyu Allah.swt, mereka beralih pada terminologi yang lebih luas, yaitu ”Setiap sesuatu yang berhubungan dengan jejak, penciptaan, unsur-unsur individu, berita dan perkataan dan perbuatan, baik yang menjadi ketepan syara’ ataupun tidak menjadi ketetapan Syara’.” b. Adapun ulama usul fiqh membahas tentang Rasulullah saw dari sudut pandang syariahnya yang menjadi undang-undang bagi masyarakat dalam menjalani aktifitas. Artinya adalah mereka memandang perkataan, perbuatan, pengakuan yang telah ditetapkan sebagai hukum s yara’. 78 Muhammad „Ajajj al-Khatib, Usul al-Hadits, Ulûmuhu wa Musthalatuhu, h. 27 c. Sedangkan ulama fikih membahas tentang Rasulullah saw yang menunjukkan pada pekerjaan yang berhubungan dengan hukum s yara’, Dan mereka membagi tiga hal: Wajib, Sunnah, Mubah. 79 Adapun Haram tidak termasuk urutan bagian di atas, karena kata tersebut lawan dari kata Wajib.

3. Definisi Sunnah Prespektif Ulama Modern