Penerapan Asas Proporsionalitas dalam Pembentukan Kontrak Komersial.

B. Penerapan Asas Proporsionalitas dalam Pembentukan Kontrak Komersial.

Kontrak pada dasarnya merupakan bagian penting dari suatu proses bisnis yang syarat dengan pertukaran kepentingan di antara para pelakunya. Merancang suatu kontrak pada hakikatnya menuangkan proses bisnis ke dalam format hukum. Mengandaikan hubungan yang sinergiskorelatif antara aspek bisnis dengan hukum kontrak, ibarat lokomotif dan gerbongnya sebagai personifikasi aspek bisnis sedang bantalan rel di mana lokomotif dan gerbong itu berjalan menuju tujuannya sebagai personifikasi aspek hukumnya kontrak. Oleh karena itu, keberhasilan bisnis antara lain juga akan ditentukan oleh struktur atau bangunan kontrak yang dirancang dan disusun oleh para pihak. Namun patut disayangkan para pelaku bisnis merumuskan proses bisnisnya dalam format kontrak yang asal-asalan, sehingga tidak memerhatikan proses, prosedur serta norma perancangan kontrak yang benar. Aktivitas bisnis pada dasarnya senantiasa dilandasi aspek hukum terkait, ibaratnya sebuah kereta api hanya akan dapat berjalan menuju tujuannya apabila ditopang dengan rel yang berfungsi sebagai landasan geraknya. Tidak berlebihankiranya, apabila keberhasilan suatu proses bisnis yang menjadi tujuan akhir para pihak hendaknya senantiasa memerhatikan aspek kontraktual yang membingkai aktivitas bisnis mereka. Dengan demikian, bagaimana agar bisnis mereka berjalan sesuai tujuan akan berkorelasi dengan struktur kontrak yang dibangun bersama.Kontrak akan melindungi proses bisnis para pihak, apabila pertama-tama dan terutama kontrak tersebut dibuat secara sah karena hal ini Universitas Sumatera Utara menjadi penentu proses hubungan hukum selanjutnya. Menyikapi tuntutan dinamika tersebut di atas, pembuat undang-undang telah menyiapkan seperangkat aturan hukum sebagai tolak ukur bagi para pihak untuk menguji standar keabsahan kontrak yang mereka buat. Perangkat aturan hukum tersebut sebagaimana yang diatur dalam sistematika Buku III KUHPerdata yaitu : 1. Syarat sahnya kontrak yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. 2. Syarat sahnya kontrak yang diatur di luar Pasal 1320 KUHPerdata. Pasal 1320 KUHPerdata merupakan instrumen pokok untuk menguji keabsahan kontrak yang dibuat para pihak. Dalam Pasal 1320 KUHPerdata tersebut terdapat empat syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu kontrak, yaitu : 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya 2. Kecakapan untuk membuat perikatan 3. Suatu hal tertentu 4. Suatu sebab yang halal atau diperbolehkan. Sehubungan dengan keempat syarat dalam Pasal 1320 UHPerdata tersebut di atas terdapat penjelasan lebih lanjut terkait dengan konsekuensi tidak dipenuhinya masing-masing syarat dimaksud. Pertama, syarat kesepakatan dan kecakapan, merupakan unsur subjektif karena berkenaan dengan diri orang atau subjek yang membuat kontrak. Kedua, syarat objektif tertentu dan kausa yang diperbolehkan merupakan unsur objektif. Suatu kontrak yang tidak memenuhi syarat sah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, baik syarat subjektif maupun syarat objektif akan mempunyai akibat-akibat. Universitas Sumatera Utara 1. Kesepakatan Pasal 1320 KUHPerdataangka 1 mensyaratkan adanya kesepakatan sebagai salah satu syarat keabsahan kontrak. Kesepakatan mengandung pengertian bahwa para pihak saling menyatakan kehendak masing-masing untuk menutup suatu perjanjian atau pernyataan pihak yang satu cocok atau bersesuaian dengan pernyataan pihak yang lain. Pernyataan kehendak tidak selalu harus dinyatakan secara tegas namun dapat dengan tingkah laku atau hal-hal lain yang mengungkapkan pernyataan kehendak para pihak.Kontrak yang lahir dari kesepakatan karena bertemunya penawaran dan penerimaan, pada kondisi normal adalah bersesuaian antara kehendak dan pernyataan. Namun demikian, tidak menutup kemunginan bahwa kesepakatan dibentuk oleh adanya unsur cacat kehendak. Kontrak yang proses pembentukannya dipengaruhi oleh adanya unsur cacat kehendak tersebut mempunyai akibat hukum dapat dibatalkan . Dalam BW terdapat tiga hal yang dapat dijadikan alasan pembatalan kontrak berdasarkan adanya cacat kehendak, yaitu : a. Kesesatan vide Pasal 1322 KUHPerdata Terdapat kesesatan apabila terkait dengan ‘hakikat benda atau orang’ dan pihak lawan harus mengetahui atau setidak-tidaknya mengetahui bahwa sifat atau keadaan yang menimbulkan kesesatan bagi pihak lain sangat menentukan. Dengan demikian, mengenai kesesatan terhadap hakikat benda yang dikaitkan dengan keadaan akan datang, karena kesalahan sendiri atau karena perjanjian atau menurut pendapat umum menjadi risiko sendiri, tidak bisa dijadikan alasan pembatalan kontrak. Universitas Sumatera Utara b. Paksaan vide Pasal 1323 – 1327 KUHPerdata Paksaan timbul apabila seseorang tergerak untuk menutup kontrak memberikan kesepakatan di bawah ancaman yang bersifat melanggar hukum. Ancaman bersifat melanggar hukum ini meliputi dua hal, yaitu : 1. Ancaman itu sendiri sudah merupakan perbuatan melanggar hukum pembunuhan, penganiayaan. 2. Ancaman itu bukan merupakan perbuatan melanggar huum, tetapi ancaman itu dimaksudkan untuk mencapai sesuatu yang tidak dapat menjadi hak pelakunya. c. Penipuan atau bedrog vide Pasal 1328 KUHPerdata Penipuan merupakan bentuk kesesatan yang dikualifisir, artinya ada penipuan bila gambaran yang keliru tentang sifat-sifat dan keadaan-keadaan kesesatan ditimbulkan oleh tingkah laku yang sengaja menyesatkan dari pihak lawan. 2. Kecakapan Kecakapan yang dimaksudkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata syarat dua adalah kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum diartikan sebagai kemungkinan untuk melakukan perbuatan hukum diartikan sebagai kemungkinan untuk melakukan perbuatan hukum secara mandiri yang mengikat diri sendiri tanpa dapat diganggu gugat. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum pada umumnya diukur dari standar, berikut ini : 71 71 Subekti, Op. Cit., hlm. 20 Universitas Sumatera Utara a. Person pribadi, diukur dari standar usia kedewasaandan b. Rechtspersoon badan hukum, diukur dari aspek kewenangan. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum bagi person pada umumnya diukur dari standar usia dewasa atau cukup umur. Namun demikian, masih terdapat polemik mengenai kecakapan melakukan perbuatan hukum yang tampaknya mewarnai praktik lalu lintas hukum di masyarakat. Pada satu sisi sebagian titik tolak kedewasaan seseorang dengan landasan Pasal 1330 KUHPerata jo.330 BW. Sementara pada sisi lain mengacu pada standar usia 18 tahun, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 47 jo.50 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 72 Sedangkan dalam hal subjek hukumnya adalah berupa badan hukum standar kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum tidak menghadapi polemik seperti pada person, karena cukup dilihat pada kewenangannya . Artinya kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum didasarkan pada kewenangan yang melekat pada pihak yang mewakilinya. Dengan demikian, untuk mengetahui syarat kecakapan pada badan hukum harus diukur dari aspek kewenangannya. 73 3. Suatu hal tertentu Adapun yang dimaksud suatu hal atau objek tertentu dalam Pasal 1320 KUHPerdata syarat 3, adalah prestasi yang menjadi pokok kontrak yang bersangkutan. Hal ini untuk memastikan sifat dan luasnya pernyataan-pernyataan yang menjadi kewajiban para pihak. Pernyataan-pernyataan yang tidak dapat 72 Agus Yudha Hernoko, Op.Cit.,hlm. 184. 73 Ibid., hlm.191. Universitas Sumatera Utara ditentukan sifat dan luas kewajiban para pihak adalah tidak mengikat batal demi hukum. Lebih lanjut mengenai hal atau objek tertentu ini dapat dirujuk dari substansi Pasal 1332, 1333, dan 1334 KUHPerdata, sebagai berikut : a. Pasal 1332 KUHPerdata menegaskan; Hanya barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok perjanjian. b. Pasal 1333 KUHPerdata menegaskan; Suatu perjanjian harus mempunyai pokok berupa suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya.Jumlah barang itu tidak perlu pasti, asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung. c. Pasal 1334 KUHPerdata menegaskan; Barang yang baru ada pada waktu yang akan datang, dapat, menjadi pokok suatu perjanjian.Tetapi tidaklah diperkenankan untuk melepaskan suatu warisan yang belum terbuka, ataupun untuk meminta diperjanjian sesuatu hal mengenai warisan itu, sekalipun dengan sepakatnya orang yang nantinya akan meninggalkan warisan yang menjadi pokok perjanjian itu, dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 169, 176, dan 178. Substansi pasal-pasal tersebut memberikan pedoman bahwa dalam berkontrak harus dipenuhi hal atau objek tertentu. Hal ini dimaksudkan agar sifat dan luasnya kewajiban para pihak prestasi dapat dilaksanakan oleh para pihak. Bahwa “tertentu” tidak harus dalam artian gramatikal dan sempit harus sudah ada ketika kontrak dibuat, adalah kemungkinan untuk hal atau objek tertentu tersebut sekadar ditentukan jenis, sedang mengenai jumlah dapat ditentukan kemudian Universitas Sumatera Utara hari. Dalam praktik hal ini sering dilakukan, misal dalam transaksi komoditas berjangka, pembelian melalui sistem panjar untuk hasil pertanian 4. Kausa yang diperbolehkan Ajaran tentang kausa sebagaimana dimaksud Pasal 1320 KUHPerdata syarat 4, terkait dengan pengertian kausa yang diperbolehkanatau ada yang menerjemahkan sebab yang halal. Beberapa sarjana mengajukan pemikirannya, seperti Wirjono Prodjodikoro yang memberikan pengertian sebab kausa sebagai maksud atau tujuan dari perjanjian. 74 Sedangkan Subekti 75 Pengertian kausa hendaknya dibedakan dengan pengertian kausa pada Pasal 1365 KUHPerdata adalah sebab atau penyebab yang menimbulkan kerugian. Kausa disini menunjukkan adanya hubungan sebab-akibat antara perbuatan melanggar hukum sebagai kausa penyebab dengan kerugian yang menyatakan bahwa sebab adalah isi perjanjian itu sendiri, dengan demikian kausa merupakan prestasi dan kontra prestasi yang saling dipertukarkan oleh para pihak. Pengertian kausa atau sebab sebagaimana dimaksud Pasal 1333 dan 1337 KUHPerdata. Meskipun undang-undang tidak memberikan penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan sebab atau kausa, namun yang dimaksud di sini merujuk pada adanya hubungan tujuan , yaitu apa yang menjadi tujuan para pihak untuk menutup kontrak atau apa yang hendak dicapai para pihak pada saat penutupan kontrak. Misalnya, dalam suatu kontrak jual beli, tujuan para pihak dalam menutup kontrak adalah pembayaran harga barang oleh pembeli dan pengalihan kepemilikan barang oleh penjual. 74 Wirjono Prodjodikoro, Op. Cit..,hlm. 35. 75 Subekti-II, Op. Cit., hlm. 20. Universitas Sumatera Utara ditimbulkan, sehingga menimbulkan kewajiban untuk memberikan ganti rugi. Dalam Pasal 1335 KUHPerdata ditegaskan bahwa, suatu perjanjian yang dibuat tanpa sebab atau dibuat dengan sebab yang palsu atau terlarang tidak mempunyai kekuatan. Adapun sebab yang diperbolehkan maksudnya adalah bahwa apa yang hendak dicapai para pihak dalam perjanjian atau kontrak tersebut harus disertai itikad baik dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan kesusilaan. Selanjutnya dalam Pasal 1337 KUHPedata ditegaskan bahwa, suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang- undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum. Berdasarkan kedua Pasal di atas, suatu kontrak tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat batal, apabila kontrak tersebut. 76 1. Tidak mempunyai kausa. 2. Kausa palsu. 3. Kausanya bertentangan dengan undang-undang. 4. Kausanya bertentangan dengan kesusilaan. 5. Kausanya bertentangan dengan ketertiban umum. Selain itu perlu memerhatikan ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata mengenai syarat sahnya kontrak, agar suatu kontrak mempunyai kekuatan mengikat sah maka seluruh persyaratan tersebut di atas harus dipenuhi kesepakatan, kecakapan, hal tertentu, dan kausa yang diperbolehkan. Syarat sahnya kontrak ini bersifat kumulatif, artinya seluruh persyaratan tersebut harus dipenuhi agar kontrak ini menjadi sah, dengan konsekuensi tidak dipenuhi satu 76 J. Satrio-I, Op. Cit., hlm. 320. Universitas Sumatera Utara atau lebih syarat dimaksud akan menyebabkan kontrak tersebut dapat diganggu gugat keberadaannya batalatau dapat dibatalkan. Selain syarat sahnya kontrak yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, masih terdapat syarat lain yang harus diperhatikan agar kontrak tersebut mempunyai kekuatan mengikat, sebagaimana diatur dalam pasal 1335, 1337, 1339, dan 1347 KUHPerdata syarat di luar Pasal 1320 KUHPerdata. Ketentuan pasal-pasal tersebut di atas, baik yang terdapat di dalam Pasal 1320 UHPerdata maupun Pasal 1335, 1337, 1339, dan 1347 KUHPerdata pada dasarnya mempunyai daya kerja yang saling mengisi secara proporsional. Artinya pasal-pasal yang mengatur keabsahan kontrak tersebut di atas tidaklah berdiri sendiri, namun berada dalam satu sitem hukum kontrak yang bersifat check and balance, yang bertujuan untuk memberikan landasan yang kukuh bagi hubungan kontraktual para pihak.

C. Hak dan Kewajiban dalam Perjanjian Kredit Modal Kerja di Bank Mandiri