Penerapan Asas Proporsionalitas dalam Perjanjian Kredit Modal Kerja di Bank Mandiri (Analisis Terhadap Perjanjian Kredit Modal Kerja di Bank Mandiri)

(1)

PERJANJI AN KREDI T MODAL KERJA

Nomor: 114/ VI .PKMK/ A13- 0233/ 28/ 11 / 2012 ANTARA

PT.BANK MANDI RI DENGAN

PT.SERJO COAL SEJAHTERA

Pada hari ini, Rabu, tanggal 28 November 2012, yang bertanda tangan di bawah ini:

1. I r.Sidarta, lahir di Jakarta, pada tanggal 25 Desember 1968, Swasta, Warga Negara I ndonesia, pemegang KTP nomor 13.2009.5640.002, bertempat tinggal di Jakarta, Jalan Senopati Nomor 25, jabatannya sebagai Kepala Bagian Kredit dari Perseroan yang akan disebut di bawah ini.

- Dalam hal ini bertindak dalam jabatannya tersebut diatas dan sebagai demikian untuk dan atas nama I r.Dahlan Purnomo yang bertindak selaku Direksi, berdasarkan Surat Kuasa Direksi tanggal 25 April 2000, Nomor 50 yang dibuat dihadapan Maharani, SH., MH., Notaris di Jakarta, dari dan karenannya sah mewakili Perseroan PT.BANK MANDI RI .

- Yang dalam hal ini disebut sebagai PI HAK PERTAMA selaku PEMBERI KREDI T 2. Tuan Adi Budiman,S.H., lahir di Jakarta pada tanggal 5 Desember 1972, Swasta,

Warga Negara I ndonesia, pemegang KTP Nomor 1053000459070003, bertempat tinggal di Bandung, Jalan Veteran Nomor 70, jabatannya sebagai Direktur Utama Perseroan yang akan disebut di bawah ini.

- Dalam hal ini bertindak dalam jabatannya tersebut diatas dan sebagai demikian untuk dan atas nama Perseroan PT.SERVO COAL SEJAHTERA, berkedudukan di Jakart a, yang dibuat dihadapan Alifa Dewi,SH.,M.Kn, Notaris, di Jakarta, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik I ndonesia tanggal 20 Agustus 2008 Nomor AHU-93166.AH.0102,Tahun 2008, yang akta pendirian dan Anggaran Dasar mana telah diumumkan dalam Berita Negara Republik I ndonesia tertanggal 21 Juni 2010 Nomor 7, Tambahan Berita Negara Republik I ndonesia Nomor 645.

- Berdasarkan pada pasal 12 Anggaran Dasar Perseroan, perseroa telah memperoleh persetujuan dari para pemegang saham berdasarkan akta Risalah Rapat tanggal 25 September 2012 Nomor 70, yang dibuat dihadapan Mahadewa,SH.,M.Kn, Notaris di Jakart a.


(2)

Para Pihak menerangkan terlebih dahulu : ---

Bahwa PI HAK PERTAMA dan PI HAK KEDUA untuk selanjutnya dapat disebut juga PARA PI HAK.

Bahwa PI HAK PERTAMA adalah Perseroan Terbatas yang bergerak dibidang perbankan, dan PI HAK KEDUA adalah Perseroan Terbatas yang bergerak dibidang pertambangan. PI HAK PERTAMA adalah Bank yang bergerak di bidang jasa perbankan dan juga termasuk di dalamnya penyaluran kredit usaha modal kerja.

Bahwa mengingat kewajiban PI HAK KEDUA kepada PT.PRI MA KOMERSI AL LEASI NG CORP,Tbk dan CV.PRI MA JAYA, sedangkan pembayaran dari rekan kerjasama yaitu PT.PRI MA BATUBARA ABADI baru akan dilaksanakan satu bulan setelah eksploitasi tambang maupun pengangkutan hasil tambangnya dilaksanakan, maka PI HAK KEDUA membutuhkan tambahan modal kerja dalam rangka kerj asama operasional dengan PT.PRI MA BATUBARA ABADI untuk melakukan Eksploitasi tambang batubara di Kutai - Kalimantan Timur dan mengangkut hasil tambang batubara tersebut ke Pelabuhan di Bontang untuk dikapalkan.

Bahwa PI HAK KEDUA membutuhkan tambahan modal kerja dengan mengajukan permohonan kepada PI HAK PERTAMA yaitu bank langganannya yang telah lama menjadi mitra kerja.

Bahwa mengingat track record PI HAK KEDUA sebagai nasabah dari PI HAK PERTAMA cukup baik dan termasuk nasabah prima, maka PI HAK PERTAMA bersedia untuk memberikan kredit modal kerja sebesar yang disepakati dalam perjanjian ini.

Bahwa pemberian kredit oleh PI HAK PERTAMA kepada PI HAK KEDUA telah diperoleh pengesahan dari kantor pusat Bank Mandiri di Jakar ta, berdasarkan Surat Persetujuan Pemberian Kredit ( SPPK) tanggal 17 November 2012 Nomor 020/ SPPK/ KMK/ 11/ 2012.

Berdasarkan hal-hal yang diterangkan di atas, PARA PI HAK bertindak sebagaimana tersebut di atas, telah setuju dan sepakat untuk membuat Perjanjian ini berdasarkan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

Pasal 1 DEFI NI SI

Untuk keperluan Perjanjian Kredit, setiap istilah di bawah ini mempunyai arti sebagaimana diuraikan di bawah ini:

a. Agunan, berarti barang dan/ atau hak yang diserahkan oleh PI HAK KEDUA maupun oleh pihak lain kepada PI HAK PERTAMA yang digunakan untuk menjamin pembayaran kembali dengan tertib dan sebagaimana mestinya Utang yang karena


(3)

sebab apa pun terutang dan wajib dibayar oleh PI HAK KEDUA kepada PI HAK PERTAMA berdasarkan Perjanjian Kredit.

b. Akta Pemberian Jaminan, mempunyai arti sebagaimana didefinisikan dalam ayat 6.1 sub ( a) Pasal 6 Perjanjian Kredit.

c. Batas W aktu Penarikan dan/ atau Penggunaan Fasilitas Kredit, berarti periode penarikan dan/ atau penggunaan fasilitas kredit yang diijinkan oleh PI HAK PERTAMA kepada PI HAK KEDUA .

d. Dokumen Agunan, berarti dokumen pengikatan atas agunan, baik yang dibuat dalam akta otentik maupun akta di bawah tangan.

e. Fasilitas Kredit, berarti fasilitas atau fasilitas-fasilitas kredit yang disetujui oleh PI HAK PERTAMA untuk diberikan kepada PI HAK KEDUA sebagaimana diuraikan dalam Pasal 2 Perjanjian Kredit berdasarkan syarat-syarat dan ketentuan- ket entuan Perjanjian Kredit.

f. Hari Kerja, berarti hari pada waktu kantor cabang PI HAK PERTAMA set empat dibuka dan menyelenggarakan pelayanan umum.

g. Kejadian Kelalaian, berarti setiap tindakan atau peristiwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 Perjanjian Kredit.

h. Lampiran, berarti lampiran atau lampiran-lampiran yang dilekatkan dan merupakan satu kesatuan serta menj adi bagian yang tidak terpisah dari Perjanjian Kredit yang berisi antara lain cara penarikan dan/ atau penggunaan serta ketentuan- ket entuan khusus untuk setiap Fasilitas Kredit.

i. Perjanjian Kredit, berarti perjanjian ini berikut segenap perpanjangan, pengubahan, dan/ atau penambahannya.

j. Penjamin, berarti pihak lain yang mengikatkan diri, guna kepentingan PI HAK PERTAMA untuk menanggung pemenuhan pembayaran kembali dengan tertib dan sebagaimana mestinya Utang manakala PI HAK KEDUA lalai memenuhi kewajibannya berdasarkan Perjanjian Kredit.

k. Tanggal Pembayaran Bunga, berarti tanggal saat PI HAK KEDUA wajib melakukan pembayar an bunga sebagaimana ditentukan lebih lanjut dalam Pasal 4.2. Perjanjian Kredit.

l. Utang, berarti semua jumlah uang yang dari waktu ke waktu terutang oleh PI HAK KEDUA kepada PI HAK PERTAMA berdasarkan Perjanjian Kredit, yang meliputi jumlah utang pokok yang timbul sebagai akibat dari penarikan atau penggunaan Fasilitas Kredit, bunga, provisi, denda, biaya, dan/ atau kewajiban-kewajiban lain berdasarkan Perjanjian Kredit.


(4)

Pasal 2

JUMLAH DAN TUJUAN PENGGUNAAN FASI LI TAS KREDI T Ayat 1

Dengan mengindahkan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan Perjanjian Kredit, PI HAK PERTAMA menyetujui untuk memberikan Fasilitas Kredit kepada PI HAK KEDUA yaitu Fasilitas Kredit Modal Kerja, dengan jumlah kredit sebesar Rp 10.000.000.000,-

Ayat 2

PI HAK KEDUA dengan ini telah menyetujui jumlah pemberian Fasilitas Kredit tersebut. Ayat 3

Fasilitas Kredit tersebut akan digunakan untuk modal kerja. PI HAK KEDUA bertanggung jawab mengenai kebenaran atas penggunaan Fasilitas Kredit tersebut.

Pasal 3

BATAS W AKTU PENARI KAN DAN/ ATAU PENGGUNAAN FASI LI TAS KREDI T Ayat 1

Dengan memperhatikan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian Kredit, Batas Waktu Penarikan dan/ atau Penggunaan Fasilitas Kredit ditentukan yaitu Fasilitas Kredit Modal Kerja bersifat Revolving untuk jangka waktu 1 tahun, terhitung sejak tanggal 28 November 2012 dan berakhir pada tanggal 28 November 2013, yang setiap kalinya dapat diperpanjang.

Ayat 2

Setelah Batas Waktu Penarikan dan/ atau Penggunaan Fasilitas Kredit sebagaimana diuraikan dalam Pasal 3 ayat 1 tersebut di atas berakhir, PI HAK PERTAMA tidak mempunyai kewajiban lagi untuk memberikan Fasilitas Kredit kepada PI HAK KEDUA . Ayat 3

PI HAK KEDUA dengan ini menyetujui dalam hal Batas Waktu, Penarikan dan/ atau Penggunaan Fasilitas Kredit sudah berakhir dan PI HAK PERTAMA atas pertimbangannya sendiri telah menyetujui untuk memperpanjang Batas Waktu Penarikan dan/ atau Penggunaan Fasilitas Kredit tersebut namun akta Perubahan Perjanjian Kredit mengenai perpanjangan tersebut belum dapat ditandatangani, maka PI HAK PERTAMA akan mengirimkan Surat Persetujuan Pemberian Kredit yang berisi pemberitahuan mengenai Perpanjangan Batas Waktu Penarikan dan/ atau Penggunaan Fasilitas Kredit tersebut. Fasilitas Kredit yang ditarik selama batas waktu yang tercantum dalam Surat Persetujuan Pemberian Kredit merupakan Utang yang tunduk pada syarat dan ketentuan dalam Perjanjian Kredit.


(5)

PI HAK KEDUA dengan ini mengikatkan diri (pada waktu dan tempat yang ditetapkan oleh PI HAK PERTAMA untuk menandatangani akta Perubahan Perjanjian Kredit sebagaimana ditentukan oleh PI HAK PERTAMA yang merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian Kredit dalam hal PI HAK KEDUA tidak menandatangani akta Perubahan Perjanjian Kredit tersebut pada waktu yang ditetapkan oleh PI HAK PERTAMA, maka PI HAK PERTAMA berhak untuk menghentikan atau membatalkan Fasilitas Kredit dan oleh karenanya PI HAK KEDUA wajib membayar kembali kepada PI HAK PERTAMA seluruh Utang yang timbul berdasarkan Perjanjian Kredit secara seketika dan sekaligus lunas.

Pasal 4

BUNGA, BI AYA ADMI NI STRASI DAN PROVI SI ATAU KOMI SI Ayat 1

Atas setiap pinjaman uang yang terutang berdasarkan Perjanjian Kredit, PI HAK KEDUA wajib membayar bunga sebesar 12 % per tahun yang dihitung dari Utang yang timbul dari Fasilitas Kredit Modal Kerja dan/ atau dari saldo debet yang wajib dibayar secara efektif setiap bulannya

Ayat 2

Perhitungan bunga dilakukan secara harian atas dasar pembagi tetap jumlah hari dalam setahun dan wajib dibayar lunas kepada PI HAK PERTAMA pada Tanggal Pembayaran Bunga, yaitu setiap tanggal 25 pada tiap-tiap bulan, untuk Fasilitas Kredit Modal Kerja atau jika t erdapat perubahan ketentuan mengenai tanggal pembayaran bunga untuk Fasilitas Kredit Modal Kerja di PI HAK PERTAMA, pada tanggal lain yang akan diberitahukan secara tertulis oleh PI HAK PERTAMA kepada PI HAK KEDUA. Pembayaran bunga tersebut dapat dilakukan dengan cara mendebet rekening PI HAK KEDUA yang ada pada PI HAK PERTAMA at au dengan cara lain yang disepakati oleh para pihak, dengan ketentuan bahwa:

a. Tanggal Pembayaran Bunga tidak boleh melampaui tanggal saat Fasilitas Kredit wajib dibayar lunas, dan

b. Jumlah bunga yang wajib dibayar oleh PI HAK KEDUA kepada PI HAK PERTAMA akan dihitung sejak tanggal timbulnya jumlah bunga yang terutang sampai dengan tanggal dilunasinya jumlah bunga yang terutang tersebut seluruhnya oleh PI HAK KEDUA kepada PI HAK PERTAMA.

Ayat 3

Besarnya suku bunga tersebut dapat ditinjau kembali oleh PI HAK PERTAMA pada setiap saat sesuai dengan perkembangan moneter.


(6)

Ayat 4

Atas fasilitas pemberian kredit, PI HAK KEDUA wajib membayar provisi atau komisi kepada PI HAK PERTAMA sebesar 0,5 persen per tahun, yang dihitung dari jumlah maksimum Fasilitas Kredit yang diberikan untuk Fasilitas Kredit Modal Kerja. Provisi tersebut wajib dibayar pada tanggal penandatanganan Perjanjian Kredit atau tanggal lain yang disetujui PI HAK PERTAMA, dan selanjutnya pada saat penandatanganan Perubahan Perjanjian Kredit mengenai perpanjangan dan/ atau penambahan Fasilitas Kredit tersebut.

Ayat 5

Pembayaran provisi atau komisi tersebut dapat dilakukan dengan cara mendebet rekening PI HAK KEDUA yang ada pada PI HAK PERTAMA atau dengan cara lain yang disepakati oleh para pihak.

Ayat 6

Untuk melaksanakan pendebetan atas rekening tersebut, PI HAK KEDUA memberi kuasa kepada PI HAK PERTAMA sebagaimana diuraikan dalam Pasal 19 ayat 1 Perjanjian Kredit.

Ayat 7

Apabila tanggal Pembayaran Bunga dan/ atau tanggal pembayaran provisi atau komisi jatuh pada hari yang bukan merupakan Hari Kerja, maka PI HAK KEDUA wajib menyediakan dana dalam rekeningnya pada PI HAK PERTAMA untuk keperluan pembayaran bunga atau provisi atau komisi tersebut pada Hari Kerja sebelumnya.

Ayat 8

Apabila Perjanjian Kredit telah ditandatangani namun Fasilitas Kredit tidak digunakan oleh PI HAK KEDUA atau Utang menjadi jatuh waktu karena sebab yang tercantum dalam Pasal 14 ayat 3 Perjanjian Kredit atau terjadi kejadian sebagaimana diuraikan dalam Pasal 18 ayat 3 Perjanjian Kredit, maka PI HAK PERTAMA tidak berkewajiban untuk membayar kembali kepada PI HAK KEDUA provisi yang telah dibayar PI HAK KEDUA kepada PI HAK PERTAMA.

Ayat 9

PI HAK KEDUA berkewajiban membayar biaya administrasi dalam pengurusan Perjanjian Kredit Modal Kerja ini kepada PI HAK PERTAMA sebesar Rp 1.000.000,- yang dibayarkan secara tunai dan lunas setelah perjanjian ini ditandatangani.

Pasal 5


(7)

Pembukuan dan catatan-catatan yang telah dan akan dibuat oleh PI HAK PERTAMA merupakan bukti yang lengkap dan sempurna mengenai Utang dan bukti tersebut akan mengikat PI HAK KEDUA , kecuali apabila dapat dibuktikan sebaliknya.

Pasal 6

SYARAT- SYARAT PENARI KAN DAN/ ATAU PENGGUNAAN FASI LI TAS KREDI T Ayat 1

Penarikan dan/ atau penggunaan Fasilitas Kredit dapat dilakukan oleh PI HAK KEDUA pada setiap Hari Kerja apabila PI HAK KEDUA t elah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. PI HAK KEDUA dan/ atau pemberi Agunan telah menandatangani Dokumen Agunan, dan/ atau penjamin telah menandatangani akta pengikatan at as jaminan pribadi dan/ atau jaminan perusahaan ( selanjutnya disebut “ Akta Pemberian Jaminan” ) dalam bentuk dan isi yang dapat diterima oleh PI HAK PERTAMA.

b. PI HAK KEDUA telah menyerahkan kepada PI HAK PERTAMA: - Dokumen-dokumen asli kepemilikan Agunan,

- Fotokopi yang dinyatakan sesuai asli anggaran dasar PI HAK KEDUA dan/ atau pemberi Agunan dan/ atau Penjamin berikut perubahannya ( apabila PI HAK KEDUA dan/ atau pemberi Agunan dan/ atau Penjamin berbentuk badan) , dan

- Dokumen lain yang diperlukan PI HAK PERTAMA antara lain Nomor Pokok Wajib Pajak, Tanda Daftar Perusahaan, Surat I jin Usaha.

c. Tidak ada Kejadian Kelalaian yang berlangsung atau suatu tindakan atau peristiwa yang mengakibat kan timbulnya Kejadian Kelalaian atau suatu tindakan atau peristiwa yang dengan dilakukannya pemberitahuan atau lewatnya waktu atau keduanya akan merupakan suatu Kejadian Kelalaian.

d. Hal-hal yang dinyatakan dalam Pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Perjanjian Kredit adalah benar dan sesuai dengan kenyataannya.

Ayat 2

PI HAK KEDUA memenuhi ketentuan-ketentuan khusus mengenai Cara Penarikan dan/ atau Cara Penggunaan bagi Fasilitas Kredit tertentu sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Lampiran.


(8)

Pasal 7

PEMBAYARAN UTANG Ayat 1

Pembayaran Utang wajib dilakukan oleh PI HAK KEDUA dalam mat a uang yang sama dengan Fasilitas Kredit yang diberikan oleh PI HAK PERTAMA dan harus sudah efektif diterima oleh PI HAK PERTAMA di kantor cabangnya di Jalan Sudirman Nomor 144 Jakart a, selambat-lambatnya pukul 15.00 waktu setempat, pada saat Bat as Waktu Penarikan dan/ atau Penggunaan Fasilitas Kredit berakhir, untuk Fasilitas Kredit Modal Kerja.

Ayat 2

Apabila tanggal pembayaran Utang jatuh pada hari yang bukan merupakan Hari Kerja, maka PI HAK KEDUA wajib menyediakan dana dalam rekeningnya pada PI HAK PERTAMA untuk keperluan pembayaran t ersebut pada Hari Kerja sebelumnya.

Ayat 3

Pembayaran Ut ang yang diterima PI HAK PERTAMA setelah pukul 15.00 waktu setempat dianggap diterima oleh PI HAK PERTAMA pada Hari Kerja berikutnya.

Pasal 8 DENDA Ayat 1

Apabila PI HAK KEDUA lalai membayar Utang karena sebab apa pun pada tanggal jatuh waktunya, maka PI HAK KEDUA wajib membayar denda atas jumlah uang yang lalai dibayar itu terhitung sejak tanggal jumlah tersebut wajib dibayar sampai jumlah tersebut dibayar seluruhnya sebesar 4% persen per bulan.

Ayat 2

Perhitungan denda tersebut dilakukan secara harian atas dasar pembagi tetap dalam jumlah hari dalam sebulan mapun pertahun.

Pasal 9

AGUNAN DAN/ ATAU JAMI NAN

Untuk menjamin kepastian pembayar an kembali dengan tertib dan sebagaimana mestinya Utang, PI HAK KEDUA dan/ atau pemberi Agunan dan/ atau Penjamin dengan ini menyerahkan Agunan dan/ atau jaminan pribadi dan/ atau jaminan perusahaan sebagai berikut:

“ 20 Truk Merk Mitsubishi yahun pembuatan 2010 dan 2011 yang akan diikat dengan Akta Perjanjian Fidusia yang dibuat secara Notariel dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari Perjanjian Kredit Modal Kerja ini.


(9)

Pasal 10 ASURANSI Ayat 1

Selama PI HAK KEDUA belum membayar lunas Utang atau Batas Waktu Penarikan dan/ atau Penggunaan Fasilitas Kredit belum berakhir, maka Agunan yang menurut sifatnya dapat diasuransikan wajib diasuransikan oleh PI HAK KEDUA terhadap bahaya kebakaran, kerusakan, kecurian, atau bahaya-bahaya lainnya yang dianggap perlu oleh PI HAK PERTAMA,pada perusahaan asuransi yang disetujui PI HAK PERTAMA, untuk jumlah dan syarat-syarat yang dianggap baik oleh PI HAK PERTAMA, dengan ketentuan bahwa premi asuransi dan biaya lain yang berkenaan dengan penutupan asuransi tersebut wajib ditanggung oleh PI HAK KEDUA dan dalam polis, PI HAK PERTAMA ditunjuk sebagai pihak yang berhak untuk menerima segala pembayar an berdasarkan asuransi itu.

Dalam hal PI HAK KEDUA lalai mengasuransikan Agunan dan/ atau memperpanjang asuransi, maka dengan ini PI HAK KEDUA memberi kuasa kepada PI HAK PERTAMA, tanpa PI HAK PERTAMA berkewajiban untuk melaksanakannya, untuk mengasuransikan Agunan dan/ atau memperpanjang asuransi tersebut atas biaya PI HAK KEDUA .

Apabila PI HAK KEDUA menghendaki adanya tambahan jenis atau perluasan bahaya-bahaya yang diasuransikan, maka PI HAK KEDUA wajib memberitahukan hal tersebut kepada PI HAK PERTAMA, dengan ketentuan jika PI HAK KEDUA tidak memberitahukan hal tersebut, maka resiko atas jenis atau perluasan bahaya-bahaya yang tidak diasuransikan tersebut sepenuhnya menjadi tanggungan PI HAK KEDUA. Ayat 2

Jumlah uang yang diterima PI HAK PERTAMA sebagai akibat dari pembayaran asuransi tersebut akan diperhitungkan dengan Utang.

Pasal 11 PERNYATAAN

PI HAK KEDUA dengan ini menyatakan dan menjamin PI HAK PERTAMA mengenai kebenaran hal-hal sebagai berikut:

1. PI HAK KEDUA m empunyai ijin-ijin yang disyaratkan untuk menj alankan usaha-usaha PI HAK KEDUA sebagaimana mestinya dan dengan ini berjanji tidak memperpanjang atau memperbaharui ijin-ijin tersebut bilamana telah habis masa berlakunya, apabila hal yang demikian disyaratkan oleh peraturan yang berlaku. 2. Tidak ada suatu perkara perdata, tata usaha negara, tuntut an pajak, penyidikan


(10)

atau dapat menimbulkan akibat terhadap PI HAK KEDUA atau harta kekayaan PI HAK KEDUA, sehingga mempengaruhi keadaan keuangan atau usaha-usaha PI HAK KEDUA at au dapat mengganggu kemampuan PI HAK KEDUA untuk melaksanakan kewajibannya berdasarkan Perjanjian Kredit.

3. Semua dokumen, data, dan keterangan yang telah diberikan PI HAK KEDUA kepada PI HAK PERTAMA adalah benar dan tidak ada dokumen, data, dan keterangan lain yang tidak diberitahukan oleh PI HAK KEDUA yang apabila diberikan atau diberitahukan oleh PI HAK KEDUA kepada PI HAK PERTAMA dapat mempengaruhi keputusan PI HAK PERTAMA dalam pemberian fasilitas kredit.

Pasal 12

KEW AJI BAN BAGI PI HAK KEDUA

Kecuali apabila PI HAK PERTAMA secara tertulis menetapkan lain, PI HAK KEDUA wajib untuk:

1. Mentaati semua undang-undang, peraturan pemerintah, kebijakan pemerintah, petunjuk atau instruksi dari pemerintah yang berlaku terhadap PI HAK KEDUA . 2. Segera memberitahukan kepada PI HAK PERTAMA secara tertulis tentang adanya

setiap perkara yang menyangkut PI HAK KEDUA , baik perdata, tata usaha negara, tuntutan pajak, penyidikan maupun perkara pidana yang akan mempengaruhi usaha maupun harta kekayaan PI HAK KEDUA .

3. Segera memberitahukan kepada PI HAK PERTAMA secara tertulis dengan melampirkan dokumen pendukung setiap kali terjadi perubahan anggaran dasar serta perubahan susunan Direksi, Komisaris, dan/ atau pemegang saham PI HAK KEDUA jika PI HAK KEDUA berbentuk badan.

4. Membayar semua biaya yang timbul dan berhubungan dengan pemberian Failitas Kredit serta pelaksanaan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan Perjanjian Kredit meskipun Fasilitas Kredit tidak digunakan dan/ atau Perjanjian Kredit dibatalkan. 5. Memberikan segala keterangan yang diminta oleh PI HAK PERTAMA yang

berhubungan dengan pemberian Fasilitas Kredit dan Agunan.

6. Mempertahankan Hak atas Kekayaan I ntelektual, antara lain hak cipta, paten dan merek yang telah atau akan dimiliki oleh PI HAK KEDUA .

7. Khusus bagi PI HAK KEDUA berbentuk Perseroan Terbatas yang mempunyai aktiva sebesar Rp 35.000.000.000,- atau lebih wajib menyerahkan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh Akuntan Publik Terdaftar yang disetujui oleh PI HAK PERTAMA setiap 1 tahun sekali atau selambat-lambatnya 2 bulan setelah akhir tahun buku.


(11)

Pasal 13

LARANGAN BAGI PI HAK KEDUA

Selama PI HAK KEDUA belum membayar lunas utang atau Batas Waktu Penarikan dan/ atau Penggunaan Fasilitas Kredit belum berakhir, PI HAK KEDUA tidak diperkenankan untuk m elakukan hal-hal di bawah ini, tapa persetujuan tertulis dahulu dari PI HAK PERTAMA :

1. Memperoleh pinjaman uang/ kredit baru dari pihak lain dan/ atau mengikatkan diri sebagai penanggung/ penjamin dalam bentuk dan dengan nama apa pun dan/ atau mengagunkan harta kekayaan PI HAK KEDUA kepada pihak lain.

2. Meminjamkan uang, termasuk tetapi tidak terbatas kepada perusahaan afiliasinya, kecuali dalam rangka menjalankan usaha sehari-hari.

3. Apabila PI HAK KEDUA berbentuk badan :

a. Melakukan peleburan, penggabungan, pengambilalihan, pembubaran/ likuidasi. b. Mengubah status kelembagaan.

Pasal 14

KEJADI AN KELALAI AN Ayat 1

Satu atau lebih dari tindakan atau peristiwa tersebut di bawah ini merupakan Kejadian Kelalaian.

1. Kelalaian PI HAK KEDUA untuk membayar utang pada waktu dan dengan cara sebagaimana ditentukan dalam Perjanjian Kredit.

2. PI HAK KEDUA lalai atau tidak memenuhi syarat-syarat atau ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13 atau ketentuan-ketentuan lainnya dalam Perjanjian Kredit dan/ atau lalai berdasarkan perjanjian lainnya yang dibuat antara PI HAK KEDUA dan PI HAK PERTAMA atau pihak lain, baik yang telah ada maupun yang akan dibuat di kemudian hari.

3. Pemberi Agunan dan/ atau Penjamin melalaikan kewajibannya berdasarkan dokumen Agunan dan/ atau Akta Pemberian Jaminan.

4. Pihak lain yang utangnya dijamin dengan Agunan dan/ atau jaminan pribadi dan/ atau jaminan perusahaan yang sama dengan Agunan dan/ atau jaminan pribadi dan/ atau jaminan perusahaan PI HAK KEDUA telah dinyatakan lalai oleh PI HAK PERTAMA.

5. PI HAK KEDUA menggunakan Fasilitas Kredit menyimpang dari maksud dan tujuan penggunaannya.


(12)

6. Menurut penilaian PI HAK PERTAMA, keadaan keuangan, bonafiditas dan solvabilitas PI HAK KEDUA dan/ atau Penjamin mundur sedemikian rupa, sehingga mempengaruhi kemampuan PI HAK KEDUA dan/ atau Penjamin dalam melakukan pembayaran ut ang.

7. PI HAK KEDUA dan/ atau pemberi Agunan dan/ atau Penjamin mengajukan permohonan pailit atau penundaan kewajiban pembayaran utang atau dinyatakan pailit atau karena sebab apapun tidak berhak lagi untuk mengurus dan menguasai harta kekayaan PI HAK KEDUA dan/ atau pemberi Agunan dan/ atau Penjamin. 8. Sebagian besar atau seluruh harta kekayaan PI HAK KEDUA dan/ atau Penjamin

disita akibat tersangkut suatu perkara atau sengketa yang secara material dapat mempengaruhi kemampuan PI HAK KEDUA dan/ atau Penjamin dalam memenuhi kewajibannya berdasarkan Perjanjian Kredit dan/ atau Dokumen Agunan dan/ atau Akta Pemberian Jaminan.

9. Agunan yang diberikan oleh PI HAK KEDUA dan/ atau Pemberi Agunan musnah, berkurang nilainya atau disita pihak lain baik sebagian atau seluruhnya atau karena sesuatu hal berakhir hak penggunaannya.

10. Suatu persetujuan yang dibuat oleh PI HAK KEDUA dan/ atau pemberi Agunan dan/ atau Penjamin kepada PI HAK PERTAMA atau suatu keterangan atau pernyataan yang diberikan kepada PI HAK PERTAMA, termasuk tetapi tidak terbatas pada pernyataan yang tercantum dalam Pasal 11 Prejanjian Kredit, atau Agunan yang diserahkan terbukti tidak benar.

11. PI HAK KEDUA dan/ atau Penjamin terlibat dalam perkara di pengadilan yang menurut penilaian PI HAK PERTAMA dapat mengakibat kan PI HAK KEDUA dan/ atau Penjamin wajib membayar ganti rugi dan/ atau pembayaran lainnya yang secara material dapat mempengaruhi kemampuan PI HAK KEDUA dan/ atau Penjamin untuk melakukan pembayaran utang.

12. PI HAK KEDUA dan/ atau Penjamin melakukan tindakan yang melanggar suatu ketentuan atau peraturan hukum yang berlaku yang dapat mengakibatkan ijin usaha PI HAK KEDUA dan/ atau Penjamin dicabut dan/ atau secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi kemampuan PI HAK KEDUA dan/ atau Penjamin untuk memenuhi kewajibannya berdasarkan Perjanjian Kredit. 13. PI HAK KEDUA dan/ atau Penjamin meninggal dunia (dalam hal PI HAK KEDUA

dan/ atau Penjamin bukan berbentuk badan) .

14. PI HAK KEDUA dan/ atau Penjamin dibubarkan atau dilikuidasi (apabila PI HAK KEDUA dan/ atau Penjamin berbentuk badan).


(13)

Ayat 2

Apabila PI HAK KEDUA berkewajiban untuk melakukan suatu kewajiban berdasarkan Perjanjian Kredit dalam suatu waktu yang ditetapkan dan PI HAK KEDUA lalai melaksanakannya, maka dengan lewatnya waktu saja sudah merupakan bukti yang sah dan cukup untuk kelalaian PI HAK KEDUA , sehingga tidak diperlukan suatu pemberitahuan ( somasi) atau surat lain yang serupa dengan itu serta surat peringatan dari juru sita.

Ayat 3

Jika terjadi kelalaian sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat 1 Perjanjian Kredit, para pihak menyatakan tidak berlaku pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, khususnya yang mengatur keharusan untuk mengajukan permohonan pembatalan perjanjian melalui Pengadilan negeri, dan PI HAK PERTAMA berhak menyatakan utang menjadi jatuh waktu dengan seketika dan wajib dibayar sekaligus lunas oleh PI HAK KEDUA kepada PI HAK PERTAMA tanpa memperhatikan ketentuan Pembayaran Ut ang sebagaimana ditentukan dalam Pasal 7 Perjanjian Kredit, dengan ketentuan kewajiban-kewajiban PI HAK KEDUA yang timbul dari Perjanjian Kredit tetap wajib dipenuhi. Ayat 4

Jika utang menjadi jatuh waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat 3 Prejanjian Kredit, maka PI HAK PERTAMA berhak untuk melaksanakan hak-haknya selaku kreditor untuk memperoleh pengembalian Utang dengan jalan pelaksanaan hak-haknya terhadap PI HAK KEDUA dan/ atau harta kekayaannya, term asuk tetapi tidak t erbatas pada pelaksanaan/ eksekusi hak-hak PI HAK PERTAMA terhadap Agunan dan/ atau Penjamin berdasarkan Dokumen Agunan serta Akta Pemberian Jaminan.

Pasal 15

PENGGUNAAN PEMBAYARAN Ayat 1

Setiap jumlah uang yang diperoleh PI HAK PERTAMA dari pembayaran Utang dan/ atau karena dilaksanakannya hak-hak PI HAK PERTAMA atau Agunan dan/ atau atas jaminan pribadi dan/ atau jaminan perusahaan yang diberikan oleh PI HAK KEDUA dan/ atau pemberi Agunan dan/ atau Penjamin berdasarkan Perjanjian Kredit, Dokumen Agunan, Akta Pemberian Jaminan, atau dokumen lainnya dan/ atau pembayaran asuransi yang diterima PI HAK PERTAMA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 Perjanjian Kredit dan/ atau karena pelaksanaan kompensasi akan digunakan dengan urutan prioritas sebagai berikut :


(14)

- Pertama : untuk membayar semua biaya yang dikeluarkan atau dibayar oleh PI HAK PERTAMA :

- dalam melaksanakan tugas-tugas PI HAK PERTAMA sehubungan dengan Perjanjian Kredit yang belum dibayar oleh PI HAK KEDUA .

- dalam mengamankan, mengambil alih, memperbaiki, memulihkan, menyimpan, mengangkut ke tempat penjualan dan/ atau m enjual Agunan atau sebagian daripadanya termasuk ongkos-ongkos Pengadilan, biaya penasihat hukum atau pengacara serta biaya lelang.

- Kedua : untuk pembayaran lunas seluruh denda yang timbul tetapi

belum dibayar PI HAK KEDUA kepada PI HAK PERTAMA sehubungan dengan Perjanjian Kredit.

- Ketiga : untuk pembayaran lunas seluruh bunga yang timbul dan/ atau provisi yang belum dibayar PI HAK KEDUA kepada PI HAK PERTAMA sehubungan dengan Perjanjian Kredit.

- Keempat : untuk pembayaran lunas jumlah utang pokok yang wajib dibayar oleh PI HAK KEDUA kepada PI HAK PERTAMA sehubungan dengan Perjanjian Kredit. Ayat 2

Apabila setelah semua kewajiban yang menjadi beban PI HAK KEDUA dibayar lunas dan ternyata masih terdapat kelebihan uang, maka PI HAK PERTAMA akan menyerahkan kelebihan uang tersebut kepada PI HAK KEDUA atau pihak yang berhak atas kelebihan uang tersebut.

Pasal 16 PAJAK Ayat 1

Semua dan setiap jumlah uang yang wajib dibayar oleh PI HAK KEDUA kepada PI HAK PERTAMA berdasarkan Perjanjian Kredit, bebas, bersih dan tanpa pengurangan atau pemotongan pajak, pungutan, iuran atau beban berupa apa pun dan berapa pun.

Ayat 2

Jika PI HAK KEDUA diwajibkan oleh Undang-Undang atau Peraturan Hukum yang berlaku untuk melakukan pemotongan atau pengurangan atas jumlah uang yang wajib dibayarnya berdasarkan Perjanjian Kredit, maka PI HAK KEDUA wajib membayar suatu jumlah tambahan kepada PI HAK PERTAMA yang besarnya sedemikian rupa, sehingga setelah dilakukan pemotongan atau pengurangan tersebut PI HAK PERTAMA kan menerima dari PI HAK KEDUA suatu jumlah yang sama besarnya seakan-akan tidak pernah dilakukan pemotongan atau pengurangan tersebut.


(15)

Pasal 17

PERUBAHAN KETENTUAN PERJANJI AN KREDI T

Dalam hal dilakukan perubahan atas ketentuan- ketentuan dalam Perjanjian Kredit, maka perubahan dimaksud akan diatur dalam suatu perjanjian atau surat tersendiri yang ditandatangani oleh para pihak, perjanjian atau surat tersebut m erupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisah dari Perjanjian Kredit.

Pasal 18 LAI N- LAI N Ayat 1

PI HAK PERTAMA berhak, tanpa persetujuan t erlebih dahulu dari PI HAK KEDUA , memindahkan atau mengalihkan dengan cara apa pun sebagian at au seluruh hak dan/ atau kewajiban PI HAK PERTAMA dalam memberikan Fasilitas Kredit berdasarkan Perjanjian Kredit kepada lembaga keuangan, Bank atau kreditor lainnya yang pelaksanaannya cukup dengan memberitahukan secara tertulis kepada PI HAK KEDUA . - Untuk keperluan tersebut, PI HAK KEDUA sekarang atau nanti pada waktunya, memberi kuasa kepada PI HAK PERTAMA untuk m emberikan dat a dan/ atau keterangan yang diperlukan kepada lembaga keuangan, Bank atau kreditor lainnya.

Ayat 2

PI HAK PERTAMA berhak, tanpa persetujuan t erlebih dahulu dari PI HAK KEDUA , memblokir/ membekukan dan/ atau mencairkan dan/ atau mendebet dana yang terdapat dalam rekening-rekening PI HAK KEDUA pada PI HAK PERTAMA dan menggunakan hasilnya untuk diperhitungkan atau dikompensasikan dengan utang dan/ atau kewajiban-kewajiban PI HAK KEDUA lainnya berdasarkan Perjanjian Kredit dalam hal terjadi Kejadian Kelalaian sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat 1 Perjanjian Kredit. Dalam hal terdapat perbedaan mata uang antara kewajiban PI HAK KEDUA dengan mata uang dari dana hasil pencairan/ pendebetan rekening-rekening PI HAK KEDUA , maka PI HAK PERTAMA berhak untuk melakukan konversi terhadap dana hasil pencairan/ pendebetan rekening-rekening PI HAK KEDUA t ersebut berdasarkan nilai tukar (kurs) yang ditetapkan PI HAK PERTAMA pada hari dimana konversi tersebut dilakukan. Resiko atas kerugian yang timbul sehubungan dengan dilakukannya konversi mata uang tersebut dipikul dan menjadi tanggung jawab PI HAK KEDUA .

Ayat 3

PI HAK KEDUA dengan ini menyetujui tindakan PI HAK PERTAMA untuk :

1. Menyesuaikan/ mengubah besarnya suku bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 1 Perjanjian Kredit; dan/ atau


(16)

2. Mewajibkan PI HAK KEDUA untuk m engganti biaya-biaya yang diperlukan oleh PI HAK PERTAMA dalam m elanjutkan atau memelihara pemberian Fasilitas Kredit kepada PI HAK KEDUA dan/ atau

3. Menunda tanggal penarikan dan/ atau penggunaan Fasilitas Kredit yang diajukan oleh PI HAK KEDUA ; dan/ atau

4. Menurunkan jumlah Fasilitas Kredit; dan/ atau

5. Mengganti pemberian Fasilitas Kredit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 Perjanjian Kredit dengan mata uang lain yang tersedia pada PI HAK PERTAMA; dan atau

6. Menghentikan pemberian Fasilitas Kredit. dalam hal terjadi:

1. Peningkatan biaya-biaya yang diperlukan PI HAK PERTAMA dalam mempertahankan pemberian Fasilitas Kredit kepada PI HAK KEDUA sebagai akibat dari pemenuhan peraturan/ ketentuan dari Bank I ndonesia atau badan pemerintah lainnya, sehingga tingkat suku bunga yang berlaku bagi PI HAK KEDUA tidak dapat menutup biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh PI HAK PERTAMA; dan/ atau

2. Terjadi perubahan dalam bidang moneter, keuangan, ekonomi atau politik yang mempengaruhi likuiditas PI HAK PERTAMA, atau tingkat kolektibilitas PI HAK KEDUA , baik pada PI HAK PERTAMA maupun pada Bank (-Bank) lain menurun menjadi Kurang Lancar atau Diragukan atau Macet.

Dalam hal PI HAK PERTAMA t elah melaksanakan hak PI HAK PERTAMA tersebut, PI HAK PERTAMA akan memberitahukan secara tertulis pelaksanaannya kepada PI HAK KEDUA . Surat pemberitahuan tersebut merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisah dari Perjanjian Kredit.

Ayat 4

Kegagalan dan/ atau keterlambatan PI HAK PERTAMA untuk menggunakan sesuatu hak, kekuasaan, wewenang atau hak istimewanya berdasarkan Perjanjian Kredit tidak berarti bahwa PI HAK PERTAMA telah melepaskan hak, kekuasaan, wewenang atau hak istimewa tersebut, demikian juga pelaksanaan semua atau sebagian dari hak, kekuasaan, wewenang atau hak istimewa menurut Perjanjian Kredit, tidak akan menghalangi pelaksanaan selanjutnya dari hak, kekuasaan, wewenang atau hak istimewa tersebut. Ayat 5

Apabila salah satu atau lebih ket entuan yang terdapat dalam Perjanjian Kredit dinyat akan tidak berlaku atau tidak dapat dilaksanakan oleh Pengadilan yang berwenang atau


(17)

dianggap bertentangan dengan ketentuan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka ketentuan-ketentuan lainnya yang tercantum dalam Perjanjian Kredit akan tetap berlaku dan mengikat para pihak.

Ayat 6

Perjanjian Kredit berlaku bagi para pihak dan para pengganti hak masing-masing pihak, dengan ketentuan bahwa PI HAK KEDUA tidak berhak memindahkan dan/ atau menyerahkan suatu hak dan/ atau kewajiban PI HAK KEDUA berdasarkan Perjanjian Kredit dan/ atau perjanjian lainnya sehubungan dengan Perjanjian Kredit, tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari PI HAK PERTAMA.

Ayat 7

Syarat-syarat dan ketentuan- ketentuan yang tercantum dalam Perjanjian Kredit berlaku dan mengikat para pihak sampai dipenuhinya seluruh kewajiban PI HAK KEDUA kepada PI HAK PERTAMA berdasarkan Perjanjian Kredit.

Pasal 19 KUASA Ayat 1

Untuk keperluan pelaksanaan pembayaran utang sesuai Perjanjian Kredit, dengan ini PI HAK KEDUA memberi kuasa dan wewenang kepada PI HAK PERTAMA untuk dari waktu ke waktu melaksanakan pendebetan atas dana yang terdapat dalam setiap rekening PI HAK KEDUA pada PI HAK PERTAMA.

Ayat 2

Untuk mem astikan ket ertiban pembayaran kembali utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat 2 Perjanjian Kredit, PI HAK KEDUA , sekarang ini untuk nanti pada waktunya, memberi kuasa kepada PI HAK PERTAMA, untuk dan atas nama PI HAK KEDUA , mencairkan dan/ atau dengan cara lain mendebet dana yang terdapat dalam setiap rekening PI HAK KEDUA pada PI HAK PERTAMA.

Ayat 3

Setiap kuasa yang diberikan PI HAK KEDUA berdasarkan Perj anjian Kredit merupakan bagian yang tidak terpisah dari Perjanjian Kredit dan oleh karena itu setiap kuasa tersebut tidak dapat ditarik kembali dan/ atau dibatalkan dengan cara apa pun atau berakhir karena peristiwa apa pun, dan para pihak menyatakan tidak berlaku Pasal 1813, 1814, dan 1816 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata selama utang berdasarkan Perjanjian Kredit belum lunas seluruhnya.


(18)

Pasal 20

KETENTUAN- KETENTUAN KHUSUS

Terhadap Fasilitas Kredit berlaku juga syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Lampiran (-lampiran) yang dari waktu ke waktu akan disesuaikan dengan Fasilitas Kredit yang diberikan PI HAK PERTAMA dan diterima PI HAK KEDUA , yang merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisah dari Perjanjian Kredit.

Pasal 21 YURI DI KSI

Mengenai Perjanjian Kredit dan segala akibat serta pelaksanaannya, PI HAK PERTAMA dan PI HAK KEDUA memilih tempat kediaman hukum yang tetap dan tidak berubah di Kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Jakart a tanpa mengurangi hak PI HAK PERTAMA untuk menggugat PI HAK KEDUA di hadapan pengadilan lain di dalam wilayah Republik I ndonesia berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.

Demikian Perjanjian ini disetujui dan dibuat, serta ditandatangani oleh kedua belah pihak dengan dihadiri saksi-saksi yang dikenal oleh kedua belah pihak.

Jakart a, 28 November 2012.

PI HAK PERTAMA PI HAK KEDUA

( Materai Rp 6.000,-)

( I r.Sidarta ) ( Adi Budiman,S.H. )

SAKSI -SAKSI

3. Putra Perwira, S.H. - Rudolof Parepare, S.E.


(19)

DAFTAR PUSTAKA

A.Buku

Ali, H. Zainudd in. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Apeldoorn, L. J. Van.Pengantar Ilmu Hukum. cet. Xxx.Jakarta: Pradya Paramita, 2004.

Badrulzaman, Mariam Darus.Kompilasi Hukum Perikatan. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001.

Budiono, Herlien.Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia, Hukum Perjanjian Berlandaskan Asas-asas Wigati Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006.

Harahap, M. Yahya.Hukum Acara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika, 2006.

Hernoko, Agus Yudha.Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010.

Kasmir.Managemen Perbankan. Jakarta: Rajawali Pers, 2014.

Kusumohamidjojo, Budiono.Dasar-dasar Merancang Kontrak. Jakarta: Grasindo, 1998.

Marzuki, Peter Mahmud.Penelitian Hukum. Jakarta: Prenada Media, 2003. Padrik, Purwahid.Dasar-dasar Hukum Perikatan. Bandung: Mandar Maju, 1994. Prawirohamdjojo, Soetojo dan Marthalena Pohan.Hukum Perikatan. Surabaya:

Bina Ilmu, 1978.

Sinaga, Budiman N.P.D.Hukum Kontrak & Penyelesaian Sengketa dari Perspektif Sekretaris. Jakarta: Rajawali Pers, 2005.

Subekti.Aneka Perjanjian. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1995.

Suharnoko.Hukum Perjanjian: Teori dan Analisa Kasus. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2004.


(20)

B.Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang hukum perdata.

Het Herziene Indonesish Reglemen (HIR), Stb. 194-44

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undng Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

C.Website

diakses tanggal 13 Oktober 2015.

tanggal 12 Oktober 2015.

, diakses tanggal 14 Oktober

15 Oktober 2015.

diakses tanggal 6 November


(21)

BAB III

ASPEK HUKUM PERJANJIAN KREDIT MODAL KERJA

A. Pengertian dan Jenis-Jenis Kredit

Dalam bahasa sehari-hari kata kredit sering diartikan memperoleh barang dengan membayar cicilan atau angsuran di kemudian hari atau memperoleh pinjaman uang yang pembayarannya dilakukan di kemudian hari dengan cicilan atau angsuran di kemudian hari atau memperoleh pinjaman uang yang pembayarannya dilakukan di kemudian hari dengan cicilan atau angsuran sesuai dengan perjanjian. Jadi, dapat diartikan bahwa kredit dapat berbentuk barang atau berbentuk uang. Baik kredit berbentuk barang maupun kredit berbentuk uang dalam hal pembayarannya adalah dengan menggunakan metode angsuran atau cicilan tertentu. Kredit dalam bentuk uang lebih dikenal dengan istilah pinjaman oleh bank yang berdasarkan prinsip konvensional adalah istilah pembiayaan yang digunakan oleh bank berdasarkan prinsip syariah.55

Menurut asal mulanya, kata kredit berasal dari kata credere yang artinya adalah kepercayaan, maksudnya adalah apabila seseorang memperoleh kredit, berarti mereka memperoleh kepercayaan. Sementara itu, bagi si pemberi kredit artinya memberikan kepercayaan kepada seseorang bahwa uang yang dipinjamkan pasti kembali.Pengertian kredit menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara

55Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hlm


(22)

bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Pengertian di atas dapatlah dijelaskan bahwa kredit dapat berupa uang atau tagihan yang nilainya diukur dengan uang, misalnya bank membiayai kredit untuk pembelian rumah atau modal. Kemudian adanya kesepakatan antara bank (kreditur) dengan nasabah penerima kredit (debitur), dengan perjanjian yang telah dibuatnya. Dalam perjanjian kredit tercakup hak dan kewajiban masing-masing, termasuk jangka waktu serta bunga yang ditetapkan bersama. Demikian pula dengan masalah sanksi apabila si debitur ingkar janji terhadap perjanjian yang telah dibuat bersama.56

Secara yuridis Undang-Undanga Nomor 7 Tahun 1992 menggunakan dua istilah yang berbeda, namun mengandung makna yang sama untuk pengertian kredit. Kedua istilah itu, yaitu pertama, kata kredit, istilah yang digunakan pada Perbedaaan antara kredit yang diberikan oleh bank berdasarkan konvensional dengan pembiayaan yang diberikan oleh bank berdasarkan prinsip syariah adalah terletak pada keuntungan yang diharapkan. Bagi bank yang berdasarkan prinsip konvensional keuntungan yang diperoleh melalui bunga, sedangkan bagi bank yang berdasarkan prinsip bagi hasil berupa imbalan atau bagi hasil. Perbedaan lainnya terdiri dari analisis pemberian kredit beserta latar belakang nasabah atau perusahaaan, prospek usahanya, jaminan yang diberikan, serta faktor lainnya. Tujuan analisis ini adalah agar bank yakin bahwa kredit yang diberikan benar-benar aman dalam arti uang yang disalurkan pasti kembali.


(23)

bank konvensional dalam menjalankan kegiatan usahanya, dan kedua, kata pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, istilah yang digunakan pada bank syariah.Istilah kredit banyak dipakai dalam sistem perbankan konvensional yang berbasis pasar bunga.

Beragamnya jenis kegiatan usaha mengakibatkan beragam pula kebutuhan akan kebutuhan jenis kreditnya. Dalam praktiknya, kredit yang ada di masyarakat terdiri dari beberapa jenis, begitu pula dengan pemberian fasilitas kredit oleh bank kepada masyarakat. Pemberian fasilitas kredit oleh bank dikelompokkan ke dalam jenis yang masing-masing dilihat dari berbagai segi. Pembagian jenis ini ditujukan untuk mencapai sasaran atau tujuan tertentu mengingat setiap jenis usaha memiliki berbagai karakteristik tertentu.

Secara umum jenis-jenis kredit yang disalurkan oleh bank dan dilihat dari berbagai segi adalah sebagai berikut.57

1. Dilihat dari segi kegunaan

Maksud jenis kredit dilihat dari segi kegunaannya adalah untuk melihat penggunaan uang tersebut apakah untuk digunakan dalam kegiatan utama atau hanya kegiatan tambahan. Jika ditinjau dari segi kegunaan terdapat dua jenis kredit, yaitu:

a. Kredit investasi

Yaitu kredit yang biasanya digunakan untuk keperluan perluasan atau membangun proyek atau pabrik baru di mana masa pemakaiannnya untuk suatu


(24)

periode yang relatif lebih lama dari biasanya kegunaan kredit ini adalah untuk kegiatan utama suatu perusahaan.

b. Kredit modal kerja

Merupakan kredit yang digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya. Contoh, kredit modal kerja diberikan untuk membeli bahan baku, membayar gaji pegawai, atau biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan proses produksi perusahaan. Kredit modal kerja merupakan kredit yang dicarikan untuk mendukung kredit investasi yang sudah ada.

2. Dilihat dari segi tujuan kredit

Kredit jenis ini dilihat dari tujuan pemakaian suatu kredit, apakah bertujuan untuk diusahakan kembali atau dipakai untuk keperluan pribadi. Jenis kredit dilihat dari segi tujuan adalah sebagai berikut.

a. Kredit produktif

Kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha atau produksi atau investasi. Kredit ini diberikan untuk menghasil barang atau jasa. Artinya, kredit ini digunakan untuk diusahakan sehingga menghasilkan sesuatu baik berupa barang maupun jasa.

b. Kredit konsumtif

Merupakan kredit yang digunakan untuk dikonsumsi atau dipakai secara pribadi. Dalam kredit ini tidak ada pertambahan barang dan jasa yang dihasilkan karena memang untuk digunakan atau dipakai oleh seseorang atau badan hukum usaha.


(25)

c. Kredit perdagangan

Kredit perdagangan merupakan kredit yang digunakan untuk kegiatan perdagangan dan biasanya untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut. Kredit ini sering diberikan kepada suplier atau agen-agen perdagangan yang akan membeli barang dalam jumlah tertentu.

3. Dilihat dari segi jangka waktu

Dilihat dari segi jangka waktu, artinya lamanya masa pemberian kredit mulai dari pertama kali diberikan sampai masa pelunasannya jenis kredit ini adalah sebagai berikut.

a. Kredit jangka pendek

Kredit ini merupakan kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari satu tahun atau paling lama satu tahun dan biasanya digunakan untuk keperluan modal kerja.

b. Kredit jangka menengah

Jangka waktu kreditnya berkisar antara satu tahun sampai dengan tiga tahun, kredit jenis ini dapat diberikan untuk modal kerja atau beberapa bank mengklarifikasikan kredit menengah menjadi kredit jangka panjang.

c. Kredit jangka panjang

Merupakan kredit yang masa pengembaliannya paling panjang, yaitu di atas tiga tahun atau lima tahun. Biasanya kredit ini digunakan untuk investasi jangka panjang seperti perkebunan karet, kelapa sawit, atau manufaktur dan untuk juga kredit konsumtif seperti kredit perumahan.


(26)

4. Dilihat dari segi jaminan

Dilihat dari segi jaminan maksudnya adalah setiap pemberian suatu fasilitas kredit harus dilindungi dengan suatu barang atau surat-surat berharga minimal senilai kredit yang diberikan. Jenis kredit dilihat dari segi jaminan adalah sebagai berikut:

a. Kredit dengan jaminan

Merupakan kredit yang diberikan dengan suatu jaminan tertentu. Jaminan tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud. Artinya, setiap kredit yang dikeluarkan akan dilindungi senilai jaminan yang diberikan si calon debitur.

b. Kredit tanpa jaminan

Yaitu kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha, karakter, serta loyalitas si calon debitur selama berhubungan dengan bank yang bersangkutan.

5. Dilihat dari segi sektor usaha

Setiap sektor usaha memili karakteristik yang berbeda-beda. Oleh karena itu, pemberian fasilitas kredit pun berbeda pula. Jenis kredit jika dilihat dari sektor usaha sebagai berikut.

a. Kredit pertanian

Merupakan kredit yang dibiayai untuk sektor perkebunan atau pertanian rakyat. Sektor usaha pertanian dapat berupa jangka pendek atau jangka panjang.


(27)

Dalam hal ini kredit diberikan untuk jangka waktu yang relatif pendek misalnya peternakan ayam dan untuk kredit jangka panjang seperti kambing atau sapi.

c. Kredit industri

Yaitu kredit untuk membiayai industri pengolahan baik untuk industri kecil, menengah, atau besar.

d. Kredit pertambangan

Yaitu jenis kredit untuk usaha tambang yang dibiayainya, biasanya dalam jangka panjang, seperti tambang emas, minyak, atau tambang timah.

e. Kredit pendidikan

Merupakan kredit yang diberikan untuk membangun sarana dan prasarana pendidikan atau dapat pula berupa kredit untuk para mahasiswa yang sedang belajar.

f. Kredit profesi

Merupakan kredit yang diberikan kepada kalangan para profesi, seperti dosen, dokter, atau pengacara.

g. Kredit perumahan

Yaitu kredit yang diberikan untuk membiayai pembangunan atau pembelian perumahan.

h. Dan sektor-sektor usaha lainnya.

Yaitu yang belum terkadung atau belum ada dalam cakupan penjelasan di atas. Seperti, pengolahan hutan, dan pengolahan laut.


(28)

B. Syarat Sahnya Perjanjian Kredit

Perjanjian kredit elemen pembentuknya adalah perjanjian pada umumnya, oleh karenanya syarat sah perjanjian tersebut sama halnya dengan syarat sah perjanjian yang biasanya dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, ada empat syarat sahdalam perjanjian menurut Pasal 1320 KUHPerdata yaitu :

1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya.

Sepakat dalam kontrak adalah perasaan rela atau ikhlas diantara para pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut. Selanjutnya kesepakatan dinyatakan tidak ada bila adanya suatu penipuan, kesalahan, paksaan, dan penyalahgunaan keadaan.

2. Kecakapan untuk membuat suatu kontrak

Berarti orang-orang yang terlibat dalam perjanjian tersebut adalah orang yang oleh hukum dapat dianggap subjek hukum, yang tidak cakap oleh hukum adalah orang yang belum dewasa, orang yang ditempatkan dalam pengawasan atau pengampuan, orang yang sakit kejiwaannya.

3. Suatu pokok persoalan tertentu

Artinya dalam membuat perjanjian, apa yang diperjanjikan harus jelas sehingga hak dan kewajiban para pihak bisa ditetapkan.

4. Suatu sebab yang halal atau yang tidak dilarang

Berarti perjanjian tersebut tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan lainnya, ketertiban umum, dan kesusilaan.


(29)

Suatu perbuatan hukum adalah setiap perbuatan yang dikehendaki oleh yang membuatnya,58

Menurut Soemitro, pengertian badan hukum merupakan suatu badan yang dapat mempunyai harta kekayaan, hak serta kewajiban seperti orang-orang pribadi.

misalnya untuk dapat memiliki kekayaan, mempunyai utang, membuat perjanjian dan seterusnya. Terkait dengan subyek hukum dalam perjanjian, Pasal 1320 junctoPasal 1329 KUHPerdata mensyaratkan bahwa perjanjian itu harus dibuat oleh orang yang cakap dalam melakukan tindakan hukum. Sementara terkait dengan badan hukum, KUHPerdata mengaturnya secara khusus dalam Bab IX Buku III, mulai Pasal 1654 KUHPerdata menyatakan bahwa badan hukum yang diakui sah dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum perdata sehingga ketentuan ini dipandang sebagai dasar hukum yang menyatakan bahwa badan hukum sebagai subyek hukum.

59

1. Kewenangan atas harta kekayaan dan

Dalam hal ini, Soemitro melihat badan hukum dari segi kewenangannya, yang terbagi atas dua, yaitu:

2. Kewenangan untuk mempunyai hak dan mempunyai kewajiban.

Pemaparan syarat sah dan bagaimana yang dikatakan subyek hukum suatu perjanjian atau kontrak tersebut dengan kata lain orang atau perorangan yang seperti apa yang nantinya memenuhi syarat untuk diberikat pinjaman (kredit) oleh bank maka kita juga perlu melihat unsur-unsur setiap pemberian kredit. Adapun

58 Perbuatan hukum adalah perbuatan yang dilakukan oleh subyek hukum, baik orang

maupun badan hukum. Perbuatan hukum biasanya dikehendaki oleh yang membuat sehingga dapat dikatakan perbuatan yang tidak dikehendaki oleh yang membuatnya bukan meruapakan perbuatan hukum. Lihat Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para

Pihak (Bandung: Sinar Grafika, 2008), hlm. 180.


(30)

unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas kredit adalah sebagai berikut.60

1. Kepercayaan

Yaitu suatu keyakinan pemberi kredit (bank) bahwa kredit yang diberikan baik berupa uang, barang, atau jasa akan benar-benar diterima kembali di masa tertentu di masa yang akan datang. Kepercayaan ini diberikan oleh bank karena sebelum dana dikucurkan sudah dilakukan penelitian dan penyelidikan yang mendalam tentang nasabah yang akan menerima kredit tersebut. Penelitian dan penyelidikan dilakukan untuk mengetahui kemauan dan kemampuannnya dalam membayar kredit yang disalurkan.

2. Kesepakatan

Disamping unsur kepercayaan di dalam kredit juga mengandung unsur kesepakatan antara si pemberi kredit dengan si penerima kredit. Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian di mana masing-masing pihak manandatangani hak dan kewajibannya masing-masing. Kesepakatan penyaluran kredit dituangkan dalam akad kredit yang ditandatangani oleh kedua belah pihak, yaitu pihak bank dan nasabah.

3. Jangka waktu

Setiap kredit yang diberikan pasti memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati. Hampir dapat dipastikan bahwa tidak ada kredit yang tidak memiliki jangka waktu.


(31)

4. Risiko

Faktor risiko kerugian dapat diakibatkan dua hal, yaitu risiko kerugian yang diakibatkan nasabah sengaja tidak mau membayar kreditnya padahal mampu dan risiko kerugian yang diakibatkan karena nasabah tidak sengaja, yaitu akibat terjainya musibah seperti bencana alam. Penyebab tidak tertagih sebenarnya dikarenakan adanya suatu tenggang waktu pengembalian (jangka waktu). Semakin panjang waktu suatu kredit semakin besar risiko tidak tertagih, demikian pula sebaliknya. Risiko ini menjadi tanggungan bank, baik risiko yang disengaja maupun resiko yang tidak disengaja.

5. Balas jasa

Akibat dari pemberian fasilitas kredit, bank mengharapkan suatu keuntungan dalam jumlah tertentu. Keuntungan atas pemberian suatu kredit atau jasa tersebut yang kita kenal dengan nama bunga bagi bank prinsip konvensional. Balas jasa dalam bentuk bunga, biaya provisi dan komisi, serta biaya administrasi kredit ini merupakan kauntungan utama bank, sedangkan bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah balas jasanya ditentukan dengan bagi hasil.

Pemberian kredit (kreditur) dan penerima kredit (denitur) wajib memperhatikan syarat dan unsur yang telah di jelaskan di atas, maka diharapkan agar memperkecil kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan atau sengketa yang terjadi dalam kontrak atau perjanjian tersebut. Dan antara para pihak yang melakukan perjanjian antara hak dan kewajibannya seimbang dari apa yang telah diperjanjikan.


(32)

C. Perjanjian Kredit Modal Kerja

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dimana disebutkan bahwa kredit diberikan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain. Adapun filosofis harus dibuatnya perjanjian kredit modal kerja adalah berfungsinya perjanjian kredit itu sebagai alat bukti, dan sebagaimana diketahui bahwa surat-surat perjanjian yang ditandatangani adalah merupakan suatu akta.61

Undang-Undang No. 10 Tahun 1992 tentang Perbankan tidak ditentukan bentuk dan perjanjian kredit bank, berarti pemberian kredit bank dapat dilakukan secara tertulis maupun lisan. Dalam praktik perbankan, guna mengamankan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, umumnya perjanjian kredit dituangkan dalam bentuk tertulis dan dalam perjanjian baku (standards contract) dan juga dapat dibuat di bawah tangan.62

Perjanjian kredit menurut Hukum Perdata Indonesia merupakan salah satu bentuk perjanjian pinjam meminjam yang diatur dalam Buku Ketiga KUHPerdata Pasal 1754 – 1769. Namun, dalam praktik perbankan yang modern,

Secara umum biasanya perjanjian kredit modal kerja ini berisi definisi-definisi, jumlah kredit (pinjaman), besarnya bunga dan denda, jangka waktu, angsuran dan cara pembayaran, agunan, wanprestasi, timbul dan berakhirnya hak dan kewajiban , serta hukum yang berlaku bagi perjanjin tersebut. Setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati antara pihak kreditur dan debitur maka wajib dituangkan dalam perjanjian kredit (akad kredit) secara tertulis.

61Kasmir, Op. Cit., hlm. 75 62Ibid., hlm 78


(33)

hubungan hukum dalam kredit bukan lagi semata-mata berbentuk perjanjian pinjam meminjam, melainkan adanya campuran dengan bentuk perjanjian yang lainnya, seperti perjanjian pemberian kuasa dan perjanjian lainnya. Dalam bentuk yang campuran demikian maka selalu tampil adanya suatu jalinan di antara perjanjian yang terkait tersebut. Akan tetapi, dalam praktik perbankan pada dasarnya bentuk dan pelaksanaan perjanjian pinjam meminjam yang ada dalam KUHPerdata tidaklah sepenuhnya identik dengan bentuk dan pelaksanaan suatu perjanjian kredit perbankan, di antara keduanya ada perbedaan-perbedaan yang gradual, bahkan dapat pula merupakan perbedaan yang pokok.63

Bentuk dan materi perjanjian kredit antara satu bank dan bank yang lainnya tidaklah sama. Hal tersebut terjadi dalam rangka menyesuaikan diri dengan kebutuhannya masing-masing. Dengan demikian, perjanjian kredit tersebut tidak mempunyai bentuk yang berlaku umum, hanya saja dalam praktik

Sesuai dengan asas yang utama dari suau perikatan atau perjanjian, yaitu asas kebebasan berkontrak, maka pihak-pihak yang akan mengikatkan diri dalam perjanjian kredit tersebut dapat mendasarkan pada ketentuan-ketentuan yang ada pada KUHPerdata, tetapi dapat pula mendasarkan pada kesepakatan bersama.Dalam perkembangannya kebebasan berkontrak ini mendapat pengaruh dari peraturan ekonomi yang memuat ketentuan yang bersifat memaksa, yang ditujukan untuk menyeimbangkan kemampuan pihak-pihak pelaku ekonomi secara lebih adil dalam rangka pelaksanaan pembagunan nasional yang berdasarkan asas pemerataan.

63 Sigit Trianduri, Totok Budi Santoso, Bank Dan Lembaga Keuangan Lain (Jakarta:


(34)

ada banyak hal yang biasanya dicantumkan dalam perjanjian kredit, misalnya berupa definisi istilah-istilah yang akan dipakai dalam perjanjian ini (terutama dalam perjanjian kredit dengan pihak asing), jumlah dan batas waktu peminjaman, pembayaran kembali pinjamanapakah si peminjam berhak mengembalikan dana pinjaman lebih cepat dari ketentuan yang ada, penetapan bunga pinjaman dan dendanya jika debitur lalai membayar bunga, dan dicantumkannya berbagai klausul.64

Pemberian kredit perbankan di Indonesia tunduk kepada ketentuan Undang-Undang Perbankan dan peraturan pelaksanaannya, antara lain yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan peraturan intern masing-masing bank. Adapun mengenai perjanjian kreditnya, sebagai salah satu perjanjian, tunduk kepada ketentuan hukum perikatan dalam hukum positif di Indonesia. Pengaturan tentang perjanjian terdapat dalam ketentuan-ketentuan KUHPerdata, Buku ketiga tentang perikatan. Oleh karena itu, sahnya perjanjian kredit modal kerja berlaku Perjanjian kredit sering kali mengakomodasi hal-hal seperti di atas sehingga semuanya dilakukan dan akhirnya terbentuklah perjanjian baku untuk perjanjian kredit tersebut. Rumusan perjanjian baku tersebut harus terhindar dari kandungan unsur-unsur yang akan mengakibatkan kecurangan yang sangat berlebihan dan terjadi suatu pemaksaan karena adanya ketidakseimbangan kekuatan para pihak, juga harus dihindarkan pula syarat perjanjian yang hanya menguntungkan sepihak, atau risiko yang hanya dibebankan kepada sepihak pula, serta pembatasan hak dalam menggunakan upaya hukum.


(35)

dengan sendirinya ketentuan yang tercantuan dalam Pasal 1320 KUHPerdata mengenai syarat-syarat sahnya suatu perjanjian.

Perjanjian kredit dibuat secara kontraktual berdasarkan pinjam-meminjam yang diatur dalam Buku tiga Bab 13 KUHPerdata. Oleh karena itu, ketentuan mengenai berakhirnya perikatan dalam Pasal 1381 KUHPerdata berlaku juga untuk perjanjian kredit. Dan Pasal 1319 KUHPerdata, menetapkan semua perjanjian baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu tunduk pada peraturan-peraturan umum yang termuat, hal ini berarti perjanjian kredit merupakan perjanjian yang tidak dikenal didalam KUHPerdata, juga harus tunduk pada ketentuan-ketentuan umum yang termuat dalam Buku tiga KUHPerdata, menurut Pasal 1381 KUHPerdata yang mengatur cara hapusnya perikatan dapat diberlakukan pula pada perjanjian kredit bank, umumnya perjanjian kredit bank harus hapus atau berakhir karena hal-hal di bawah ini:65

1. Karena pembayaran

Pembayaran (lunas) ini merupakan pemenuhan prestasi dari debitur, baik pembayaran hutang pokok, bunga, denda maupun biaya-biaya lain yang wajib dibayar lunas oleh debitur.

2. Novasi

Pembaharuan utang atau novasi disini adalah dibuatnya suatu perjanjian kredit yang baru untuk atau sebagai penggantian perjanjian kredit yang lama.

65 Syamsu Iskandar, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya (Jakarta: In Media, 2013),


(36)

Sehingga dengan demikian yang hapus atau berakhir adalah perjanjian kredit yang lama.

3. Konpensasi (perjumpaan utang)

Konpensasi adalah perjumpaan dua utang, yang berupa benda-benda yang ditentukan, menurut jenis yang dipunyai oleh dua orang atau pihak secara timbal balik, dimana masing-masing pihak berkedudukan baik sebagai kreditur maupun debitur terhadap orang lain, sampai jumlah terkecil yang ada diantara kedua utang tersebut.

Dasar konpensasi ini disebutkan dalam Pasal 1325 KUHPerdata. Dikatakan jika dua orang saling berhutang satu pada yang lain, maka terjadilah antara mereka suatu perjumpaan antara utang piutang, dengan mana utang-utang antara dua orang tersebut dihapuskan. Kondisi demikian ini dijalankan oleh bank dengan cara mengkonpensasikan barang jaminan debitur dengan utangnya kepada bank, sebesar jumlah jaminan tersebut yang diambil alih tersebut.

Prosedur pemberian kredit modal kerja merupakan tahapan-tahapan yang dilalui untuk memberikan kredit modal kerja. Prosedur pemberian kredit dan penilaian kredit oleh dunia perbankan secara umum sama, antara satu bank dengan bank lainnya memiliki prosedur yang tidak jauh berbeda. Dengan kata lain prosedur pemberian kredit antara satu bank dengan bank lain tidak terlalu kontras perbedaannya. Hal yang menjadi perbedaan mungkin terletak pada bagaimana tujuan bank tersebut serta persyaratan yang ditetapkan dengan petimbangan-pertimbangan masing-masing. Tujuan utama dari prosedur ini untuk mempermudah bank menilai kelayakan suatu permohonan kredit, sehingga dapat


(37)

dapat mencegah terjadinya kredit bermasalah. Prosedur pemberian kredit secara umum dapat dibedakan antara pinjaman oleh suatu badan hukum, kemudian dapat pula ditinjau dari segi tujuannyaapakah untuk konsumtif atau produktif.

Secara umum prosedur pemberian kredit oleh bank adalah sebagai berikut:66

1. Pengajuan berkas-berkas

Dalam hal ini pemohon kredit mengajukan permohonan kredit yang dituangkan dalam suatu proposal. Kemudian dilampiri dengan berkas-berkas lainnya yang dibutuhkan.

2. Penyelidikan berkas pinjaman

Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah berkas yang diajukan sudah lengkap sesuai persyaratan dan sudah benar. Jika menurut pihak perbankan belum lengkap atau cukup maka nasabah diminta untuk segera melengkapinya dan apabila sampai batas waktu tertentu nasabah tidak sanggup melengkapi kekurangan tersebut, maka sebaiknya permohonan kredit dibatalkan saja.

3. Wawancara pertama

Bank setelah menerima permohonan berikut persyaratan dan kelengkapan data pemohon, selanjutnya melakukan penelitian atau verifikasi terhadap pemenuhan syarat dan kebenaran datanya, salah satunya melalui wawancara langsung dengan calon debitur.

4. Survey ke lapangan

66 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia (Bandung: PT.Citra Aditya,


(38)

Kegiatan pemeriksaan ke lapangan dengan meninjau berbagai objek yang akan dijadikan usaha atau jaminan. Kemudian hasil survey dicocokkan dengan hasil wawancara pertama.

5. Wawancara kedua

Merupakan kegiatan perbaikan berkas, jika mungkin ada kekurangan-kekurangan pada saat telah dilakukan survey ke lapangan. Catatan yang ada pada permohonan pada saat wawancara pertama dicocokkan dengan pada saat survey apakah ada kesesuaian dan mengandung suatu kebenaran.

6. Analisa kredit

Setelah verifikasi data dengan melakukan wawancara dan survey ke lapangan, petugas bank menganalisa permohonan kredit calon debitur dengan menggunakan prinsip analisis.

7. Keputusan kredit

Setelah dianalisa maka akan ditentukan apakah kredit akan di berikan atau di tolak, jika kredit disetujui, bank akan menertibkan Surat Keputusan Kredit (SKK). Begitu pula apabila permohonan kredit ditolak, diberitahukan secara tertulis dengan alasan-alasan sebaik-baiknya.

8. Penandatanganan perjanjian kredit

Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari keputusannya kredit, maka sebelum kredit dicairkan maka terlebih dahulu calon debitur menandatangani akad kredit dan mengikat jaminan.


(39)

Realisasi kredit diberikan setelah penandatanganan surat-surat yang diperlukan dengan membuka rekening giro atau tabungan di bank yang bersangkutan.

10.Penyaluran atau penarikan dana

Penyaluran atau penarikan dana adalah pencairan atau pengambilan uang dari rekening sebagai reaalisasi dari pemberian kredit dan dapat diambil sesuai ketentuan dan tujuan kredit yaitu sekaligus atau secara bertahap.


(40)

BAB IV

PENERAPAN ASAS PROPORSIONALITAS DALAM PERJANJIAN KREDIT MODAL KERJA DI BANK MANDIRI

A.Tujuan Penerapan Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial

Dalam kehidupan sehari-hari, terlebih di dunia bisnis, setiap orang tentu menghendaki segala sesuatu berjalan dengan baik tanpa masalah apa pun terlebih berupa sengketa. Akan tetapi, pada kenyataannya hidup ini tidak pernah luput dari masalah. Tidak heran jika dalam berbisnis tidak hanya masalah yang muncul, melainkan sengketa juga. Beberapa di antara masalah atau sengketa itu hadir tanpa dikehendaki atau tidak dapat dicegah oleh seseorang sebab bermula dari pihak lain. Dengan demikian, tidak ada seorang pun yang dapat memastikan dirinya akan senantiasa luput dari sengketa. Sehubungan dengan kenyataan itu, setiap orang tampaknya perlu mempersiapkan diri untuk menghadapi masalah atau sengketa sehingga tetap dapat menjaga kepentingannya.

Bahkan pada saat-saat tertentu, seseorang perlu mempunyai kemampuan untuk melihat masalah atau sengketa sebagai sebuah peluang bisnis yang mesti dimanfaatkan, bukan sekadar masalah yang harus dihindari. Sebagai sebuah peluang bisnis yang dapat dimanfaatkan, sudah selayaknya para pelaku bisnis mengenal seluk beluk penyelesaian sengketa bisnis.

Ibarat pisau yang dapat bermanfaat jika digunakan secara benar dan merugikan orang lain serta diri sendiri jika digunakan secara salah demikian pulalah penyelesaian sengketa. Dengan mengetahui beberapa segi penting


(41)

penyelesaian sengketa, para pelaku bisnis diharapkan akan memiliki dasar pertimbangan untuk menggunakan penyelesaian sengketa secara tepat. Kapan harus menggunakan cara-cara penyelesaian sengketa dan kapan harus menghindarinya. Kalaupun sudah yakin perlu memanfaatkan penyelesaian sengketa, masih harus memilih cara penyelesaian sengketa yang paling tepat di antara cara-cara yang ada.

Tujuan disusunnya suatu bentuk kontrak komersial bukan untuk mempertajam perbedaan dan memaksakan kehendak, tetapi untuk menciptakan kerjasama didasarkan kesepakatan dengan mematuhi kaidah-kaidah etika bisnis dan kaidah-kaidah hukum kontrak yang berlaku. Tujuan dari Asas Proporsionalitas adalah hasil akhir yang menempatkan posisi para pihak seimbangdalam menentukan hak dan kewajibannya. Oleh karenanya dalam rangka menyeimbangkan posisi para pihak, intervensi dari otoritas Negara (pemerintah) sangat kuat.67Tujuan penerapan kontrak secara umum ialah;68

1. Memberi Perlindungan. 2. Mencegah ketidakadilan. 3. Mencegah kerugian. 4. Sebagai alat bukti. 5. Mencegah penipuan

6. Menetapkan hak dan kewajiban.

7. Memuat rincian bisnis, supaya dapat mengatasi hambatan.

68https://alfanaikkelas.wordpress.com/2011/01/07/azas-proporsionalitas/ (diakses pada


(42)

8. Memudahkan penyelesaian sengketa. 9. Mengalokasikan risiko.

10.Mempermudah rencana transaksi bisnis. 11.Memberi kepastian hokum.

12.Sebagai aturan main.

Tujuan lain dari kontrak komersial adalah untuk mewujudkan hubungan kerjasama bisnis untuk memperoleh keuntungan bersama sebesar-besarnya (optimum profit) didasarkan pada prinsip-prinsip bisnis yang sehat. Kegunaan kontrak komersial, mengakomodasi kehendak para pihak dan mengesahkan kesepakatan sesuai asas konsensualisme dan asas kebebasan berkontrak.

Kontrak komersial mempunyai banyak rambu-rambu yang harus diperhatikan, dan dapat bermanfaat dalam pencapaian tujuan dibuatnya kontrak tersebut. Risiko dalam kontrak dapat bersumber dari dua hal yang sering menjadi pemicu timbulnya sengketa, yaitu kekurang cermatan dalam berkontrak dan tidak adanya itikad baik dari salah satu pihak. Oleh sebab, itu dalam penyusunan kontrak perlu dicermati prinsip-prinsip yang terkait dengan penyusunan kontrak antara lain prinsip hukum kontrak nasional dan prinsip etika bisnis agar kontrak dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Penyusunan kontrak harus didasarkan pada prinsip-prinsip pokok perjanjian sebagaimana tersirat dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang menjadi prinsip hukum kontrak nasional.69

Dalam tahap pra kontrak, asas proporsionalitas membuka peluang negosiasi bagi para pihak untuk

(diakses pada tanggal 20 November 2015).


(43)

melakukan pertukaran hak dan kewajiban secara fair. Oleh karena itu tidak proporsional dan harus ditolak proses negosiasi dengan itikad buruk ;70

1. Dalam pembentukan kontrak, asas proporsional menjamin kesetaraan hak serta kebebasan dalam menentukan atau mengatur proporsi hak dan kewajiban para pihak berlangsung secara fair.

2. Dalam pelaksanaan kontrak, asas proporsional menjamin terwujudnya distribusi petukaran hak dan kewajiban menurut proporsi yang disepakati atau dibebankan pada para pihak.

3. Dalam hal terjadi kegagalan dalam pelaksanaan kontrak, maka harus dinilai secara proporsional apakah kegagalan tersebut bersifat fundamental sehingga mengganggu pelaksanaan sebagian besar kontrak atau sekedar hal-hal yang sederhana/kesalahan kecil.

4. Bahkan dalam hal terjadi sengketa kontrak, asas proporsionalitas menentukan bahwa proporsi beban pembuktian kepada para pihak harus dibagi menurut pertimbangan yang fair.

Penerapan asas proporsinalitas dalam pembentukan kontrak komersial dapat mencegah atau memperkecil kemungkinan dari terjadinya sengketa yang terjadi dikemudian hari baik dari salah satu pihak yang dapat menghambat kelancaran dari apa yang telah diperjanjikan atau isi dari kontrak tersebut.


(44)

B. Penerapan Asas Proporsionalitas dalam Pembentukan Kontrak Komersial.

Kontrak pada dasarnya merupakan bagian penting dari suatu proses bisnis yang syarat dengan pertukaran kepentingan di antara para pelakunya. Merancang suatu kontrak pada hakikatnya menuangkan proses bisnis ke dalam format hukum. Mengandaikan hubungan yang sinergiskorelatif antara aspek bisnis dengan hukum (kontrak), ibarat lokomotif dan gerbongnya sebagai personifikasi aspek bisnis sedang bantalan rel di mana lokomotif dan gerbong itu berjalan menuju tujuannya sebagai personifikasi aspek hukumnya (kontrak). Oleh karena itu, keberhasilan bisnis antara lain juga akan ditentukan oleh struktur atau bangunan kontrak yang dirancang dan disusun oleh para pihak. Namun patut disayangkan para pelaku bisnis merumuskan proses bisnisnya dalam format kontrak yang asal-asalan, sehingga tidak memerhatikan proses, prosedur serta norma perancangan kontrak yang benar.

Aktivitas bisnis pada dasarnya senantiasa dilandasi aspek hukum terkait, ibaratnya sebuah kereta api hanya akan dapat berjalan menuju tujuannya apabila ditopang dengan rel yang berfungsi sebagai landasan geraknya. Tidak berlebihankiranya, apabila keberhasilan suatu proses bisnis yang menjadi tujuan akhir para pihak hendaknya senantiasa memerhatikan aspek kontraktual yang membingkai aktivitas bisnis mereka. Dengan demikian, bagaimana agar bisnis mereka berjalan sesuai tujuan akan berkorelasi dengan struktur kontrak yang dibangun bersama.Kontrak akan melindungi proses bisnis para pihak, apabila pertama-tama dan terutama kontrak tersebut dibuat secara sah karena hal ini


(45)

menjadi penentu proses hubungan hukum selanjutnya. Menyikapi tuntutan dinamika tersebut di atas, pembuat undang-undang telah menyiapkan seperangkat aturan hukum sebagai tolak ukur bagi para pihak untuk menguji standar keabsahan kontrak yang mereka buat. Perangkat aturan hukum tersebut sebagaimana yang diatur dalam sistematika Buku III KUHPerdata yaitu :

1. Syarat sahnya kontrak yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. 2. Syarat sahnya kontrak yang diatur di luar Pasal 1320 KUHPerdata.

Pasal 1320 KUHPerdata merupakan instrumen pokok untuk menguji keabsahan kontrak yang dibuat para pihak. Dalam Pasal 1320 KUHPerdata tersebut terdapat empat syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu kontrak, yaitu :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya 2. Kecakapan untuk membuat perikatan 3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal atau diperbolehkan.

Sehubungan dengan keempat syarat dalam Pasal 1320 UHPerdata tersebut di atas terdapat penjelasan lebih lanjut terkait dengan konsekuensi tidak dipenuhinya masing-masing syarat dimaksud. Pertama, syarat kesepakatan dan kecakapan, merupakan unsur subjektif karena berkenaan dengan diri orang atau subjek yang membuat kontrak. Kedua, syarat objektif tertentu dan kausa yang diperbolehkan merupakan unsur objektif. Suatu kontrak yang tidak memenuhi syarat sah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, baik syarat subjektif maupun syarat objektif akan mempunyai akibat-akibat.


(46)

1. Kesepakatan

Pasal 1320 KUHPerdataangka 1 mensyaratkan adanya kesepakatan sebagai salah satu syarat keabsahan kontrak. Kesepakatan mengandung pengertian bahwa para pihak saling menyatakan kehendak masing-masing untuk menutup suatu perjanjian atau pernyataan pihak yang satu cocok atau bersesuaian dengan pernyataan pihak yang lain. Pernyataan kehendak tidak selalu harus dinyatakan secara tegas namun dapat dengan tingkah laku atau hal-hal lain yang mengungkapkan pernyataan kehendak para pihak.Kontrak yang lahir dari kesepakatan (karena bertemunya penawaran dan penerimaan), pada kondisi normal adalah bersesuaian antara kehendak dan pernyataan. Namun demikian, tidak menutup kemunginan bahwa kesepakatan dibentuk oleh adanya unsur cacat kehendak. Kontrak yang proses pembentukannya dipengaruhi oleh adanya unsur cacat kehendak tersebut mempunyai akibat hukum dapat dibatalkan . Dalam BW terdapat tiga hal yang dapat dijadikan alasan pembatalan kontrak berdasarkan adanya cacat kehendak, yaitu :

a. Kesesatan (vide Pasal 1322 KUHPerdata)

Terdapat kesesatan apabila terkait dengan ‘hakikat benda atau orang’ dan pihak lawan harus mengetahui atau setidak-tidaknya mengetahui bahwa sifat atau keadaan yang menimbulkan kesesatan bagi pihak lain sangat menentukan. Dengan demikian, mengenai kesesatan terhadap hakikat benda yang dikaitkan dengan keadaan akan datang, karena kesalahan sendiri atau karena perjanjian atau menurut pendapat umum menjadi risiko sendiri, tidak bisa dijadikan alasan pembatalan kontrak.


(47)

b. Paksaan (vide Pasal 1323 – 1327 KUHPerdata)

Paksaan timbul apabila seseorang tergerak untuk menutup kontrak (memberikan kesepakatan) di bawah ancaman yang bersifat melanggar hukum. Ancaman bersifat melanggar hukum ini meliputi dua hal, yaitu :

1. Ancaman itu sendiri sudah merupakan perbuatan melanggar hukum (pembunuhan, penganiayaan).

2. Ancaman itu bukan merupakan perbuatan melanggar huum, tetapi ancaman itu dimaksudkan untuk mencapai sesuatu yang tidak dapat menjadi hak pelakunya.

c. Penipuan atau bedrog (vide Pasal 1328 KUHPerdata)

Penipuan merupakan bentuk kesesatan yang dikualifisir, artinya ada penipuan bila gambaran yang keliru tentang sifat-sifat dan keadaan-keadaan (kesesatan) ditimbulkan oleh tingkah laku yang sengaja menyesatkan dari pihak lawan.

2. Kecakapan

Kecakapan yang dimaksudkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata syarat dua adalah kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum diartikan sebagai kemungkinan untuk melakukan perbuatan hukum diartikan sebagai kemungkinan untuk melakukan perbuatan hukum secara mandiri yang mengikat diri sendiri tanpa dapat diganggu gugat. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum pada umumnya diukur dari standar, berikut ini :71


(48)

a. Person (pribadi), diukur dari standar usia kedewasaandan

b. Rechtspersoon (badan hukum), diukur dari aspek kewenangan.

Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum bagi person pada umumnya diukur dari standar usia dewasa atau cukup umur. Namun demikian, masih terdapat polemik mengenai kecakapan melakukan perbuatan hukum yang tampaknya mewarnai praktik lalu lintas hukum di masyarakat. Pada satu sisi sebagian titik tolak kedewasaan seseorang dengan landasan Pasal 1330 KUHPerata jo.330 BW. Sementara pada sisi lain mengacu pada standar usia 18 tahun, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 47 jo.50 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.72

Sedangkan dalam hal subjek hukumnya adalah berupa badan hukum standar kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum tidak menghadapi polemik seperti pada person, karena cukup dilihat pada kewenangannya . Artinya kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum didasarkan pada kewenangan yang melekat pada pihak yang mewakilinya. Dengan demikian, untuk mengetahui syarat kecakapan pada badan hukum harus diukur dari aspek kewenangannya.73

3. Suatu hal tertentu

Adapun yang dimaksud suatu hal atau objek tertentu dalam Pasal 1320 KUHPerdata syarat 3, adalah prestasi yang menjadi pokok kontrak yang bersangkutan. Hal ini untuk memastikan sifat dan luasnya pernyataan-pernyataan yang menjadi kewajiban para pihak. Pernyataan-pernyataan yang tidak dapat

72Agus Yudha Hernoko, Op.Cit.,hlm. 184. 73Ibid., hlm.191.


(49)

ditentukan sifat dan luas kewajiban para pihak adalah tidak mengikat (batal demi hukum). Lebih lanjut mengenai hal atau objek tertentu ini dapat dirujuk dari substansi Pasal 1332, 1333, dan 1334 KUHPerdata, sebagai berikut :

a. Pasal 1332 KUHPerdata menegaskan;

Hanya barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok perjanjian.

b. Pasal 1333 KUHPerdata menegaskan;

Suatu perjanjian harus mempunyai pokok berupa suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya.Jumlah barang itu tidak perlu pasti, asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung.

c. Pasal 1334 KUHPerdata menegaskan;

Barang yang baru ada pada waktu yang akan datang, dapat, menjadi pokok suatu perjanjian.Tetapi tidaklah diperkenankan untuk melepaskan suatu warisan yang belum terbuka, ataupun untuk meminta diperjanjian sesuatu hal mengenai warisan itu, sekalipun dengan sepakatnya orang yang nantinya akan meninggalkan warisan yang menjadi pokok perjanjian itu, dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 169, 176, dan 178.

Substansi pasal-pasal tersebut memberikan pedoman bahwa dalam berkontrak harus dipenuhi hal atau objek tertentu. Hal ini dimaksudkan agar sifat dan luasnya kewajiban para pihak (prestasi) dapat dilaksanakan oleh para pihak. Bahwa “tertentu” tidak harus dalam artian gramatikal dan sempit harus sudah ada ketika kontrak dibuat, adalah kemungkinan untuk hal atau objek tertentu tersebut sekadar ditentukan jenis, sedang mengenai jumlah dapat ditentukan kemudian


(50)

hari. Dalam praktik hal ini sering dilakukan, misal dalam transaksi komoditas berjangka, pembelian melalui sistem panjar (untuk hasil pertanian)

4. Kausa yang diperbolehkan

Ajaran tentang kausa sebagaimana dimaksud Pasal 1320 KUHPerdata syarat 4, terkait dengan pengertian kausa yang diperbolehkanatau ada yang menerjemahkan sebab yang halal. Beberapa sarjana mengajukan pemikirannya, seperti Wirjono Prodjodikoro yang memberikan pengertian sebab (kausa) sebagai maksud atau tujuan dari perjanjian.74 Sedangkan Subekti75

Pengertian kausa hendaknya dibedakan dengan pengertian kausa pada Pasal 1365 KUHPerdata adalah sebab atau penyebab yang menimbulkan kerugian. Kausa disini menunjukkan adanya hubungan sebab-akibat antara perbuatan melanggar hukum (sebagai kausa penyebab) dengan kerugian yang

menyatakan bahwa sebab adalah isi perjanjian itu sendiri, dengan demikian kausa merupakan prestasi dan kontra prestasi yang saling dipertukarkan oleh para pihak.

Pengertian kausa atau sebab sebagaimana dimaksud Pasal 1333 dan 1337 KUHPerdata. Meskipun undang-undang tidak memberikan penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan sebab atau kausa, namun yang dimaksud di sini merujuk pada adanya hubungan tujuan , yaitu apa yang menjadi tujuan para pihak untuk menutup kontrak atau apa yang hendak dicapai para pihak pada saat penutupan kontrak. Misalnya, dalam suatu kontrak jual beli, tujuan para pihak dalam menutup kontrak adalah pembayaran harga barang (oleh pembeli) dan pengalihan kepemilikan barang (oleh penjual).

74 Wirjono Prodjodikoro, Op. Cit..,hlm. 35. 75 Subekti-II, Op. Cit., hlm. 20.


(51)

ditimbulkan, sehingga menimbulkan kewajiban untuk memberikan ganti rugi. Dalam Pasal 1335 KUHPerdata ditegaskan bahwa, suatu perjanjian yang dibuat tanpa sebab atau dibuat dengan sebab yang palsu atau terlarang tidak mempunyai kekuatan. Adapun sebab yang diperbolehkan maksudnya adalah bahwa apa yang hendak dicapai para pihak dalam perjanjian atau kontrak tersebut harus disertai itikad baik dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan kesusilaan. Selanjutnya dalam Pasal 1337 KUHPedata ditegaskan bahwa, suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum.

Berdasarkan kedua Pasal di atas, suatu kontrak tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat (batal), apabila kontrak tersebut.76

1. Tidak mempunyai kausa. 2. Kausa palsu.

3. Kausanya bertentangan dengan undang-undang. 4. Kausanya bertentangan dengan kesusilaan. 5. Kausanya bertentangan dengan ketertiban umum.

Selain itu perlu memerhatikan ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata mengenai syarat sahnya kontrak, agar suatu kontrak mempunyai kekuatan mengikat (sah) maka seluruh persyaratan tersebut di atas harus dipenuhi (kesepakatan, kecakapan, hal tertentu, dan kausa yang diperbolehkan). Syarat sahnya kontrak ini bersifat kumulatif, artinya seluruh persyaratan tersebut harus dipenuhi agar kontrak ini menjadi sah, dengan konsekuensi tidak dipenuhi satu


(1)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkah, ahmad dan hidayahNya berupa karunia kesehatan, keselamatan dan ilmu pengetahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna melengkapi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul skripsi penulis adalah “PENERAPAN ASAS

PROPORSIONALTAS DALAM PERJANJIAN KREDIT MODAL KERJA DI BANK MANDIRI (Analisis Terhadap Perjanjian Kredit Modal Kerja di Bank Mandiri) ”.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah berusaha sebaik mungkin namun karena keterbatasan yang dimiliki, penulis menyadari masih banyak kekurangan karena keterbatasan yang dimiliki, penulis menyadari masih banyak kekurangan baik dari penyajian materi maupun penyampaiannya. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak guna memberikan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.

Dalam masa penulisan skripsi ini penuls menyadari sepenuhnya bahwa penulis banyak sekali menerima bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:


(2)

1. Bapak Dr. Runtung Sitepu, SH, M. Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum, selaku Pembantu Dekan I, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH., M.Hum, selaku Pembantu Dekan II, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. OK. Saidin, SH., M.Hum selaku pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

5. Ibu Whinda, SH., M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah bersedia dengan teliti memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

6. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH. M.Hum selaku Dosen Pembimbing I yang telah bersedia dengan teliti memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

7. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum selaku Dosen Pembimbing II yang telah bersedia dengan teliti memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

8. Bapak Arif, SH, M.Hum. Selaku dosen Penasehat Akademik Penulis.

9. Seluruh Staf Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(3)

10. Seluruh Bapak dan Ibu Staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

11. Kepada Ayahanda tercinta SAHDAN NASUTION, dan Ibunda tercinta IDA LAILA NASUTION yang telah memberikan kasih sayang, perhatian dan kesempatan kepada penulis untuk berjuang menuntut ilmu sehingga dapat menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ini. 12. Kepada saudara-saudaraku, khusunya kepada Abang saya tercinta

MUHAMMAD SYAH FITRAH REZEKI NASUTION, dan adik-adk yang sangat saya sayangi SOPIAH YUNI NASUTION, PUTRI AMALIAH NASUTION, HANDAYANI CHANIAGO NASUTION, ANGGINA RIZKY NASUTION, dan SAKINAH NATASYA ROMANOF NASUTION. Yang selalu memberikan dukungan sampai sekarang ini.

13. Kepada sahabat saya EMILA SEPTY MELINDA NASUTION, S.H. FADILLAH RAHMI TANJUNG, PUTRI, FIRDAYANTI, teman-teman stambuk 2012 khusunya Grup B, teman-teman di klinis Hukum Pidana, Perdata dan klinis Peradilan Tata Usaha Negara, dan teman-teman dari Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (IMAHMI).

14. Kepada kakak dan adek kos tercinta RIZKY NIRWANA NASUTION, dan FATMA FATIMAH PULUNGAN yang telah memberikan masukan selama penulisan skripsi ini.

15. Kepada RAJIUDDIN AHMAD PASARIBU yang telah banyak membantu sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.


(4)

Demikianlah yang penulis dapat sampaikan, atas segala kesalahan dan kekurangannya penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Atas perhatiannya penulis ucapkan Terimakasih.

Medan, 7 November 2015


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... v

ABSTRAK ... vii

BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Keaslian Penulisan ... 8

E. Tinjauan Kepustakaan ... 10

F. Metode Penelitian ... 16

G. Sistematika Penulisan ... 18

BABIIMAKNA DAN FUNGSI ASAS PROPORSIONALITAS DALAM KONTRAK KOMERSIAL A. Pengertian dan Asas-asas Kontrak Komersial. ... 20

B. Makna Asas Proporsionalitas dalam Hukum Kontrak ... 24

C. Fungsi Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial. ... 28

D.Hubungan antara Asas Proporsionalitas dengan Asas-asas Pokok Hukum Kontrak. ... 34

BABIII ASPEK HUKUM PERJANJIAN KREDIT MODAL KERJA A. Pengertian dan Jenis-jenis Kredit... 40

B. Syarat Syahnya Perjanjian Kredit ... 47


(6)

BAB IV PENERAPAN ASAS PROPORSIONALITAS DALAM

PERJANJIAN KREDIT MODAL KERJA DI BANK MANDIRI

A. Tujuan Penerapan Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial……….………..59 B. Penerapan Asas Proporsionalitas dalam Pembentukan Kontrak

Komersial ... 63 C. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Modal

Kerja di Bank Mandiri . ... 71 D. Penerapan Asas Proporsionalitas dalam Perjanjian Kredit Modal

Kerja di Bank Mandiri . ... 75

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan. ... 89 B. Saran ... 90