Lahan Kritis Tahura dan Non-Tahura R. Suryo

Rencana Kerja Pembangunan Daerah RKPD 2009 BAB II - 23 yang ada. Sumber pencemaran B3 meliputi sektor industri, rumrahtangga, pertanian dan lainnya, merupakan sumber pencemaran B3 yang perlu diwaspadai karena potensi pencemarannya menunjukan hampir keterbandingan yang sama dengan dapat dikelola. Data tahun 2006 merupakan kegiatan khusus yang dilakukan oleh BAPPEDAL Jawa Timur. Pengendalian limbah B3 yang dihasilkan pada tahun 2006 sebesar 10,74 persen, terpaut sedikit dari target yang ditetapkan yaitu 10 persen tahun 2006.

d. Lahan Kritis Tahura dan Non-Tahura R. Suryo

Lahan kritis, baik Tahura maupun Non-Tahuva, dari tahun ke tahun di Jawa Timur cenderung mengalami penurunan. Pada tahun 2003, luas lahan kritis tahura adalah 11.825,00 hektar. Kemudian pada tahun 2004, 2005, dan 2006 menurun berturut-turut menjadi 10.236,00 hektar; 9.286,00 hektar dan 8.286,00 hektar. Dengan demikian, pencapaian luas lahan kritis Tahura pada tahun 2006 jauh berada dibawah target yang ditetapkan, yaitu 13.000,00 hektar. Tabel 2.11 Luas Lahan Kritis dalam Kawasan Tahura R. Soerjo dan Luas Reboisasi Tahun 2002 - 2006 Tahun Lahan Kritis ha Kegiatan Reboisasi Sisa Lahan Kritis ha 1 2 3 4 2002 14.181 212 14.269 2003 14.269 2.444 11.825 2004 11.825 1.589 10.236 2005 10.236 950 9.286 2006 9.286 1.000 8.286 Sedangkan luas lahan kritis Non-Tahura pada tahun 2003 adalah 185.519,00 hektar. Kemudian pada tahun 2004,2005 dan 2006 menurun berturut-turut menjadi 185.519,00 hektar; 156.334,00 hektar dan 100.334,00 hektar. Dari deretan data tersebut terlihat bahwa pada tahun 2006, pencapaian luas lahan kritis Non-Tahura jauh dibawah target yang ditetapkan pemerintah, yaitu 430.000 Rencana Kerja Pembangunan Daerah RKPD 2009 BAB II - 24 hektar. Sedangkan target pada tahun 2007 menurun menjadi sebesar 400.000 Ha.

4. BIDANG MORALITAS DAN KETERTIBAN a. Angka Perceraian

Keluarga atau rumahtangga sebagai elemen dasar pembentukan masyarakat, merupakan cerminan awal karakter masyarakat. Dengan demikian, eksistensi lembaga keluargarumahtangga yang terbentuk dan terjaga keberlangsungannya dapat digunakan sebagai sinyal awal mutu kesalehan sosial masyarakat. Keberlangsungan ini dapat diperlihatkan oleh tingkat perceraian yang terjadi di masyarakat. Tabel 2.12 Jumlah Perceraian dan Rumah Tangga di Jawa Timur Tahun 2003-2007 Tahu n Jumlah Perceraian Jumlah Rumah Tangga Rasio Perceraian 1 2 3 4 2003 12.209 9.486.492 0,129 2004 10.798 9.964.912 0,108 2005 18.616 10.111.802 0,184 2006 19.665 10.474.675 0,188 2007 17.631 10.672.400 0,165 Sumber : BPS Jawa Timur Pada tahun 2007 rasio perceraian di Jawa Timur adalah 0,165 persen. Capaian di tahun 2007 ini lebih kecil dari tahun sebelumnya, yaitu sebesar 0,188 persen tahun 2006 dan sebesar 0,184 persen tahun 2005. Penyebab perceraian cenderung didominasi sebagai akibat dari tidak adanya tanggung jawab, keharmonisan, masalah ekonomi, perselingkuhan serta diakibatkan kekerasan dalam rumahtanggakeluarga. Sedangkan jumlah rumahtanggakeluarga makin besar dari 9.486.492 tahun 2003 naik terus menjadi 10.672.400 rumahtangga di tahun 2007

b. Pemakai Narkoba