terhadap anak-anak Indonesia agar terhindar dari tindak kekerasan yang dilakukan oleh pihak manapun terhadapnya dan terhadap setiap pihak yang
sudah tergolong dalam kategori dewasa agar senantiasa memberikan perlindungan dan bimbingan terhadap anak sebagai masa depan bangsa
tanpa adanya kekerasan dan tindak nyata pemerintah Indonesia dalam upaya perlindungan terhadap anak Indonesia.
E. Keaslian Penulisan
Penulisan Skripsi yang berjudul ” Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Anak Yang Menyebabkan Kematian Studi Kasus Putusan Pengadilan
Negeri Simalungun No. 791Pid.B2011Pn.Sim” adalah hasil pemikiran penulis sendiri. Skripsi ini menurut sepengetahuan penulis belum pernah ada yang
membuat. Penulisan skripsi ini adalah asli dari ide, gagasan, pemikiran, dan usaha
penulis sendiri dengan adanya bantuan dan bimbingan dari dosen pembimbing Penulis, tanpa adanya penipuan, penjiplakan, atau hal-hal lainnya yang dapat
merugikan para pihak tertentu. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian untuk skripsi ini adalah asli. Dan untuk itu, Penulis dapat bertanggung
jawab atas keaslian penulisan skripsi ini.
F. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Tindak Pidana
Istilah “Peristiwa Pidana” atau “Tindak Pidana” adalah sebagai terjemahan dari bahasa Belanda “Strafbaar feit” atau “delict” . Dalam bahasa Indonesia di
samping istilah “peristiwa pidana” untuk terjemahan “strafbaar feit” atau
Universitas Sumatera Utara
“delict” itu sebagaimana yang dipakai oleh Mr. R. Tresna dan E. Utrecht dikenal pula beberapa terjemahan yang lain, seperti:
15
a. Tindak Pidana antara lain dalam Undang-Undang tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; b.
Peristiwa Pidana Prof. Mulyatnmo, dalam Pidato Dies Natalis Universitas Gajah Mada VI pada Tahun 1955 di Yogyakarta;
c. Pelanggaran Pidana Mr. M.H. Tirtaamidjaya, Pokok-Pokok Hukum
Pidana,Penerbit Fasco, Jakarta 1955; d.
Perbuatan yang boleh dihukum Mr. Karni, Ringkasan tentang Hukum Pidana, Penerbitan Balai Buku, Jakarta, 1959;
e. Perbuatan yang dapat dihukum Undang-Undang No. 12Drt Tahun
1951, Pasal 3 tentang Mengubah Ordonnantie Tijdelijk Bijzondere Strafbepalingen.
Beberapa ahli hukum telah berusaha untuk memberikan perumusan tentang pengertian peristiwa pidana itu. Misalnya seperti yang dikemukakan oleh
Simons, yang merumuskan bahwa strafbaar feit ialaj kelakuan yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum yang berhubungan dengan
kesalahan dan dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab. Jonkers dan Utrecht memanfang rumusan Simons merupakan rumusan yang lengkap,
yang meliputi :
16
a. Diancam dengan pidana oleh hukum,
b. Bertentangan dengan hukum,
c. Dilakukan oleh orang yang bersalah,
d. Orang itu dipandang bertanggung jawab atas perbuatannya.
Van Hamel merumuskan delik strafbaar feit itu sebagai berikut : eene wetteleijke omschreven en aan schuld te witjen kelakuan manusia yang
15
C.S.T Kansil, Engelien R. Palendeng dan Altje Agustin Musa, Tindak Pidana Dalam Perundang-undangan Indonesia.Jakarta : Jala Permata Aksara, 2009, Hal. 1
16
.Jur.Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Perkembangannya Jakarta, PT. Sofmedia, 2012, hal. 120.
Universitas Sumatera Utara
dirumuskan dalam Undang-Undang, melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan.
17
Selanjutnya jika menurut wujudnya atau sifatnya, perbuatan-perbuatan pidana ini adalah perbuatan-perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan ini juga
merugikan masyarakat, dalam arti bertentangan dengan atau menghambat akan terlaksananya tata pergaulan masyarakat yang dianggap baik dan adil.
18
Tindak pidana atau perbuatan pidana adalah setiap perbuatan-perbuatan seseorang yang melanggar hukum baik berupa pelanggaran maupun kejahatan
yang memberikan hak kepada pemerintah untuk menjatuhkan saksi pidana terhadap perbuatan tersebut. Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
mengenal adanya delik aduan, yang mana delik tersebut juga ada dua jenis, yaitu:
19
1. Delik aduan yang absolut
Yaitu tiap delik yang dalam keadaan apapun hanya dapat dilakukan penuntutan apabila telah adanya pengaduan tentang telah terjadinya suatu
tindak pidana 2.
Delik aduan yang relatif Yaitu tiap delik yang memberikan kesempatan kepada pemerintah
dalam melakukan penuntutan apabila tidak adanya pengaduan. Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa suatu perbuatan
yang menjadi tindak pidana apabila perbuatan itu : 1
Melawan hukum; 2
Merugikan masyarakat; 3
Dilarang oleh aturan pidana; 4
Pelakunya diancam dengan pidana. Pada butir 1 dan 2 menunjukkan sifat perbuatan, sedangkan yang
memastikan perbuatan itu menjadi suatu perbuatan pidana adalah butir 3 dan 4. Jadi suatu perbuatan yang bersifat 1 dan 2 belum tentu
17
Ibid.hal. 120-121
18
Frans H. Winarta, Suara Rakyat Hukum Tertinggi. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2009, Hal. 307
19
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I, Jakarta: PT Grafindo Persada, 2002, hal. 129
Universitas Sumatera Utara
merupakan pidana sebelum dipastikan adanya butir 3 dan 4 legalitas hukum pidana.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP merumuskan delapan unsur tindak pidana yaitu :
20
a. Unsur tingkah laku
b. Unsur melawan hukum
c. Unsur kesalahan
d. Unsur akibat konstitutif
e. Unsur keadaan yang menyertai
f. Unsur syarat tambahanuntuk dapatnya dituntut pidana
g. Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana
h. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana.
Tindak pidana terjadi karena adanya perbuatan yang melanggar larangan yang diancam dengan hukuman. Larangan dan ancaman tersebut terdapat
hubungan yang erat, oleh karena itu antara peristiwa dan orang yang menimbulkan kejadian itu ada suatu kemungkinan hubungan yang erat dimana
satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan. Guna menyatakan hubungan yang erat itu maka digunakan perkataan perbuatan yaitu suatu pengertian abstrak yang
menunjukkan kepada dua keadaan konkrit yaitu :
21
1 Adanya kejadian yang tertentu serta
2 Adanya orang yang berbuat, yang menimbulkan kejadian itu.
Secara umum, tindak pidana terhadap tubuh pada KUHP disebut “penganiayaan”. Dibentuknya pengaturan tentang kejahatan terhadap tubuh
manusia ini ditujukan bagi perlindungan kepentingan hukum atas tubuh dari perbuatan-perbuatan berupa penyerangan atas tubuh atau bagian dari tubuh dari
perbuatan-perbuatan berupa penyerangan atas tubuh atau bagian dari tubuh yang mengakibatkan rasa sakit atau luka, bahkan karena luka yang sedemikian rupa
pada tubuh dapat menimbulkan kematian.
22
20
Ibid. hal. 82.
21
Frans H. Winarta, loc.cit.
22
Ismu Gunadi, Cepat Mudah Memahami Hukum Pidana jilid 2, PT.Prestasi Pustakaraya, Surabaya, 2011, hal. 3
Universitas Sumatera Utara
2. Kekerasan Terhadap Anak
Pengertian violence harus terlebih dahulu dipahami sebelum membahas pengertian kekerasan terhadap anak. Neil Alan Weiner menyatakan bahwa
terminology violence kekerasan menunjuk pada gabungan beberapa elemen, yaitu: ”... threat, attempt, or use of physical force by one or more person that
result in physical or nonphysical harm to one or more other person.”
23
Kekerasan berdasarkan uraian di atas mempunyai dua elemen. Pertama, ancaman untuk menggunakan kekuatan fisik, dalam hal ini kekuatan fisik belum
digunakan. Kedua, penggunaan kekuatan fisik itu sendiri yang berarti perbuatan telah dilaksanakan oleh pelaku. Kedua elemen ini ancaman dan penggunaan
kekuatan fisik menghasilkan akibat berupa kerusakan baik secara fisik, maupun non-fisik. Korban sendiri bisa perorangan atau kelompok orang.
24
Secara umum pengertian kekerasan adalah:
25
Penganiayaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dimuat artinya sebagai berikut : “perlakuan yang sewenang-wenang...” Pengertian tersebut
adanya pengertian dalam arti luas, yakni termasuk yang menyangkut “perasaan” atau “batiniah”.
“Perihal bersifat, berciri keras: Perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang menyebabkan cidera atau matinya orang lain atau
menyebabkan kerusakan atau barang orang lain: Paksaan”
26
Menurut Collins Dictionary of Sociology, kata violence dimaknakan penggenaan deritalukakerusakan fisik terhadap tubuh manusia atau harta
benda, atau properti, dengan kekuatan fisik, menggunakan anggota tubuh, senjata atau benda lain. Kalau dalam ajang perjuangan politik ide penggunaan
23
Neil Alan Weiner, et. Al. Ed. Violence: Pattern, Causes, Public Policy. USA: Harcourt Brace Jovanovich HBJ Publisher, hal. Xiii.
24
Mahmud Mulyadi, Criminal Policy: Pendekatan Integral Penal Policy dan Non-Penal Policy dalam penanggulangan Kejahatan Kekerasan, Medan : Pustaka bangsa Press, 2008. Hal.
29
25
Departemen Pendidikan Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:Balai Pustaka, edisi ketiga, 2001, hal. 425
26
Ismu Gunadi ,op.cit., hal.4.
Universitas Sumatera Utara
kekerasan dimulai dengan “anarcho syndicalism” dari pemikiran Geoge Sorel. Dalam hubungan sosial, kekerasan adalah permainan kekuasaan dan otoritas.
27
Pada awal mulanya istilah tindak kekerasan atau child abuseand neglect berasal dan mulai dikenal dari dunia kedokteran. Sekitar 1946, Caffrey—seorang
radiologist— melaporkan kasus cedera yang berupa gejala klinik seperti patah tulang panjang yang majemuk multiple fractures pada anak atau bayi disertai
pendarahan subdural tanpa mengetahui sebabnya unrecognize trauma. Dalam dunia kedokteran, kasus ini dikenal dengan istilah Caffey Syndrome. Kasus yang
ditemukan Caffey di atas makin menarik perhatian publik ketika Henry Kempe pada tahun 1962 menulis masalah ini di Journal of the American Mecal
Association,dan melaporkan bahwa dari 71 rumah sakit yang ia teliti, ternyata terjadi 302 kasus tindak kekerasan terhadap anak-anak, dimana 33 anak
dilaporkan meninggal akibat penganiayaan yang dialaminya, dan 85 mengalami kerusakan otak yang permanen. Henry Kempe, menyebut kasus penelantaran
dan penganiayaan yang dialami anak-anak dengan istilah Battered Child Syndrome yaitu : “Setiap keadaan yang disebabkan kurangnya perawatan dan
perlindungan terhadap anak oleh orang tua atau pengasuh lain.” Di sini diartikan sebagai tindak kekerasan terhadap anak tidak hanya luka memar atau
pembengkakan sekalipun dan diikuti kegagalan anak untuk berkembang baik secara fisik maupun intelektual.
28
27
Maksud Kempe dengan istilah yang dramatik “the battered child syndrrome” tersebut adalah untuk menarik perhatian orang-
http:www.kpai.go.idaksisidang-ham-ke-2-membongkar-kekerasan, diakses pada tanggal 16 Februari 2014, jam 09.51, mengutip Erlyn Indarti, Dr., S.H., “Demokrasi dan
Kekerasan: Sebuah
Tinjauan Filsafat
Hukum”http:jurnal.pdii.lipi.go.idadminjurnal21082335.pdf
28
Suyanto, Op. Cit. Hal. 27
Universitas Sumatera Utara
orang yang bergerak dibid. ang kesehatan dokter anak, psikolog, psikiater, sosial dan hukum.
29
Selain Batered Child Syndrome, istilah lain untuk menggambarkan kasus penganiayaan yang dialami anak-anak adalah Maltreatment Syndrome—-
dimaksudkan selain gangguan fisik seperti di atas, ditambah adanya gangguan emosi anak dan adanya akibat asuh yang tak memadai. Istilah Child Abuse
sendiri dipakai untuk menggambarkan kasus anak-anak di bawah usia 16 Tahun yang mendapat gangguan dari orang tua atau pengasuhnya dan merugikan anak
secara fisik dan kesehatan mental serta perkembangannya.
30
Secara teoritis, kekerasan terhadap anak Child Abuse dapat didefinisikan sebagai peristiwa pelukaan fisik, mental atau seksual yang umumnya dilakukan
oleh orang-orang yang mempunyai tanggung jawab terhadap kesejahteraan anak—yang mana itu semua diindikasikan dengan kerugian dan ancaman
terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak. Contoh paling jelas dari tindak kekerasan yang dialami oleh anak-anak adalah pemukulan atau penyerangan
fisik berkali-kali sampai terjadi luka atau goresan Scrapesscratches. Namun demikian, perlu disadari bahwa child abuse sebenarnya tidak hanya berupa
pemukulan atau penyerangan fisik, melainkan juga bisa berupa berbagai bentuk eksploitasi melalui misalnya pornografi dan penyerangan seksual sexual
assault, pemberian makanan yang tidak layak bagi anak atau makanan kurang gizi malnutrition, pengabaian pendidikan dan kesehatan educational and
medical neglect dan kekerasan yang berkaitan dengan medis medical abuse.
31
Kekerasan di sini didefinisikan sebagai perilaku yang disengaja seorang individu yang ditujukan pada individu lain dan memungkinkan menyebabkan
kerugian fisik dan psikologis. Definisi ini merupakan pembentukan ulang dengan berbagai perubahan.
32
Mengenai penganiayaan dalam Pasal 351 KUHP, R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP Serta
Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, mengatakan bahwa undang-undang tidak memberi ketentuan apakah yang diartikan dengan
“penganiayaan” itu. Menurut yurisprudensi, maka yang diartikan dengan
29
Soetjiningsih, Tumbuh Kembang Anak Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1995, ed. Prof.dr.IG.N. Gde Ranuh, DSAK, hal. 165
30
Ibid. hal. 27-28
31
Ibid. hal. 28-29
32
UNICEF United Nations Children’s Fund, A Focussed Study on Child Abuse in Six Selected Province in Indonesia, lokasi : Medan . Centre for Tourism Research and Develompment
Gadjah Mada University. Hal. 13, mengutip
UNICEF Digest, the Innocenti Digest nr.2 1991, hal. 2.
Universitas Sumatera Utara
“ penganiayaan” yaitu sengaja menyebabkan perasaan tidak enak penderitaan,
rasa sakit, atau luka. Menurut alinea 4 Pasal ini, masuk pula dalam pengertian penganiayaan ialah “sengaja merusak kesehatan orang”. Definisi kekerasan
tentu saja mempunyai pengertian yang lebih luas daripada salah perlakuan dan hal ini signifikan karena definisi umum salah perlakuan terhadap anak tidak
meliputi berbagi bentuk kekerasan yang membahayakan anak. Lantas, ini memberi penekanan yang besar terhadap hak anak untuk integritas fisik yang
juga sejalan dengan pandangan KHA. Hal ini berarti bahwa anak harus dilindungi dari segala bentuk kekerasan mental dan fisik.
33
R. Soesilo dalam buku tersebut juga memberikan contoh dengan apa yang dimaksud dengan “perasaan tidak enak”, “rasa sakit”, “luka”, dan “merusak
kesehatan”:
34
Abuse adalah kata yang biasa diterjemahkan menjadi kekerasan, penganiayaan, penyiksaan, atau perilaku salah. Abuse didefinisikan sebagai:
1. “perasaan tidak enak” misalnya mendorong orang terjun ke kali sehingga basah, menyuruh orang berdiri di terik matahari, dan sebagainya.
2. “rasa sakit” misalnya menyubit, mendupak, memukul, menempeleng, dan sebagainya.
3. “luka” misalnya mengiris, memotong, menusuk dengan pisau dan lain- lain.
4. “merusak kesehatan” misalnya orang sedang tidur, dan berkeringat, dibuka jendela kamarnya, sehingga orang itu masuk angin.
35
33
Ibid.
“Improper behavior intended to cause physical, phsycological, or financial harm to an individual or group”
Kekerasan adalah perilaku tidak layak yang mengakibatkan kerugian atau bahaya secara fisik, psikologis, atau finansial, baik yang dialami
individu maupun kelompok.
34
Letezia Tobing, Perbuatan-Perbuatan yang termasuk Penganiayaan,
http:www.hukumonline.comklinikdetaillt515867216debaperbuatan-perbuatan-yang-termasuk- penganiayaan, Perbuatan-Perbuatan yang termasuk Penganiayaan, diakses tanggal 14 februari
2014, pukul 22.59
35
Ibid. hal.47, mengutip Robert L Barker, The Social Work Dictionary, Maryland Silver Spring: National Association of Social Workers, 1987, hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
Istilah child abuse atau kadang-kadang child maltreatment adalah istilah yang biasa digunakan untuk menyebut kekerasan terhadap anak. child abuse
dapat diartikan sebagai:
36
Barker kemudian mendefinisikan child abuse, yaitu : “Intentional acts that result in physical or emotional harm to children.
The term child abuse covers a wide range of behavior, from actual physical assault by parents or other adult caretakers to neglect at a
child’s basic needs” Kekerasan terhadap anak adalah perbuataan disengaja yang
menimbulkan kerugian atau bahaya terhadap anak-anak secara fisik maupun emosional. Istilah child abuse meliputi berbagai macam
bentuk tingkah laku, dari tindakan ancaman fisik secara langsung oleh orang tua atau orang dewasa lainnya sampai kepada penelantaran
kebutuhan-kebutuhan dasar anak.
37
Kekerasan terhadap anak adalah tindakan melukai yang berulang-ulang secara fisik dan emosional terhadap anak yang ketergantungan, melalui
desakan hasrat, hukuman badan yang tak terkendali, degradasi dan cemoohan pernamen atau kekerasan seksual, biasanya dilakukan para
orang tua atau pihak lain yang seharusnya merawat anak. “The recurrent infliction of physical or emotional injury on a dependent
minor, through intentional beatings, uncontrolled corporal punishment, persistent redicule and degradation, or sexual abuse, usually commited
by parents or others in charge of the child’s care”
38
Secara teoritis, anak-anak yang mempunyai resiko tinggi untuk mengalami penganiayaan yaitu:
39
- Anak yang merupakan rintangan bagi orang tua atau pengasuhnya
meliputi anak-anak hiperaktif sampai gangguan perkembangan; -
Anak yang tidak dikehendaki; -
Lahir mudaprematur; -
Penderita penyakit kronis atau lama masuk rumah sakit; -
Retardasi mental; -
Lahir cacat;
36
Ibid. mengutip Gelles, Ricard J., “Child Abuse”, Dalam Encyclopedia Article from Encarta. http:Encharta.msn.comencyclopedia, diakses 5 Juli 2004
37
Ibid. mengutip Robert L Barker, The Social Work Dictionary, Maryland Silver Spring: National Association of Social Workers, 1987, hal 23.
38
Ibid.
39
Bagong Suyanto, op.cit, hal 40
Universitas Sumatera Utara
- Gangguan tingkah laku atau kenakalan;
- Anak-anak yang diasuh oleh keluarga yang bermasalah.
3. Tindak Pidana Pembunuhan
Kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain itu oleh kitab Undang- Undang Hukum Pidana yang dewasa ini berlaku telah disebut sebagai suatu
pembunuhan.
40
Untuk menghilangkan nyawa orang lain itu seorang pelaku harus melakukan sesuatu atau suatu rangkaian tindakan yang berakibat dengan
meninggalnya orang lain dengan catatan bahwa opzet dari pelakunya itu harus ditujukan pada akibat berupa meninggalnya orang lain tersebut.
41
Kiranya sudah jelas bahwa tidak dikehendaki oleh undang-undang itu sebenarnya ialah kesengajaan menimbulkan akibat meninggalnya orang lain.
Akibatnya yang dilarang atau yang tidak dikehendaki oleh undang-undang seperti itu di dalam doktrin juga disebut sebagai constitutief-gevolg atau sebagai
akibat konstitutif.
42
Tindak pidana pembunuhan berdasarkan uraian di atas itu merupakan suatu delik materiil atau suatu meterieel delict ataupun yang oleh Prof. Van
Hamel juga telah disebut sebagai suatu delict met materiele omschrijving yang artinya delik yang dirumuskan secara materiil, yakni delik yang baru dapat
dianggap sebagai telah selesai dilakukan oleh pelakunya dengan timbulnya akibat yang dilarang atau yang tidak dikehendaki oleh undang-undang
sebagimana dimaksud diatas
43
Kamus Besar Bahasa Indonesia, mengemukakan bahwa “Membunuh artinya membuat supaya mati, menghilangkan nyawa, sedangkan pembunuhan
.
40
P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang, Delik-Delik Khusus: Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh, dan Kesehatan, Jakarta: Sinar Grafika, 2012. Hal. 1
41
Ibid.
42
Ibid.
43
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
berarti perkara membunuh, perbuatan atau hal membunuh”. Dengan demikian, orang belum dapat berbicara tentang terjadinya suatu tindak pidana
pembunuhan, jika akibat berupa meninggalnya orang lain itu sendiri belum timbul.
44
Mengenai opzet dari seorang pelaku yang harus ditujukan pada akibat berupa meninggalnya orang lain, yakni agar tindakannya itu dapat disebut
sebagai suatu pembunuhan sebagaimana yang dimaksud di atas, Prof. Simons berpendapat, bahwa apakah pada seorang pelaku itu terdapat opzet seperti itu
atau tidak, hal mana masih digantungkan pada kenyataan, yakni apakah orang dapat menerima adanya lembaga voorwardelijk opzet atau tidak.
45
Melihat ke dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, segera dapat diketahui bahwa pembentuk undang-undang telah bermaksud mengatur
ketentuan-ketentuan pidana tentang kejahatan-kejahatan yang ditujukan terhadap nyawa orang itu dalam Buku ke-II Bab ke-XIX KUHP yang terdiri dari tiga
belas Pasal, yakni dari Pasal 338 sampai dengan Pasal 350.
46
Tindak pidana pembunuhan yang diatur dalam buku II bab XIX, yang terdiri dari 13 Pasal, dapat dibagi beberapa jenis, yaitu:
47
a. Pembunuhan Biasa Pasal 338
44
Ibid. mengutip W.J.S Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarta : Balai Pustaka, 2006, hal 194.
45
Ibid. hal. 2, Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, hal. 202
46
Ibid. hal. 11
47
Denico Doly, Tindak Pidana Pembunuhan dan Premanisme, Info Hukum Singkat, 2012, hal. 3, http:berkas.dpr.go.idpengkajianfilesinfo_singkatInfo20Singkat-IV-4-II-P3DI-
Februari-2012-39.pdf , tanggal 9 desember 2013 pukul 11.37
Universitas Sumatera Utara
Tindak pidana yang diatur dalam Pasal 338 KUHP merupakan tindak pidana dalam bentuk yang pokok, yaitu delik yang telah dirumuskan
secara lengkap dengan semua unsur-unsurnya. Pasal 338 KUHP
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama
lima belas tahun.
b. Pembunuhan dengan Pemberatan
Pembunuhan dengan pemberatan diatur dalam Pasal 339 KUHP.
Pasal 339 Pembunuhan yang diikuti, disertai, atau didahului oleh kejahatan
dan yang dilakukan dengan maksud untuk memudahkan perbuatan itu, jika tertangkap tangan, untuk melepaskan diri sendiri atau
peserta lainnya dari hukuman, atau supaya barang yang didapatkannya dengan melawan hukum tetap ada dalam tangannya,
dihukum dengan hukuman penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun
c. Pembunuhan Berencana
Pembunuhan berencana diatur dalam Pasal 340 KUHP,
Pasal 340 KUHP
Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu menghilangkan nyawa orang, karena bersalah melakukan
pembunuhan dengan rencana moord, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama
dua puluh tahun. Kejahatan berupa kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain dalam
pengertiannya yang umum, tentang kejahatan mana pembentuk undang-undang selanjutnya juga masih membuat perbedaan antara kesengajaan menghilangkan
nyawa orang yang tidak direncanakan lebih dahulu yang telah diberinya nama doodslag dengan kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain dengan
Universitas Sumatera Utara
direncanakan lebih dahulu yang telah disebutnya moord. Doodslag diatur dalam Pasal 338 KUHP sedang moord diatur dalam Pasal 340 KUHP.
48
Memorie van toelichting MvT mendefinisikan bahwa pidana pada umumnya hendaklah dijatuhkan hanya pada barangsiapa melakukan perbuatan
yang dilarang, dengan dikehendaki dan diketahui. Menurut teori kehendak kesengajaan adalah kehendak yang diarahkan pada terwujudnya perbuatan
seperti yang dirumuskan dalam wet. de op verwerkelijking der wettelijke omschrijving gerichte wil.
49
Menurut pengertian lain, kesengajaan adalah kehendak untuk berbuat dengan mengetahui unsur – unsur yang diperlukan menurut rumusan wet de wil
tot handelen bj voorstelling van de tot de wettelijke omschrijving behoorende bestandelen.
50
48
P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang, Op.cit, hal. 13
49
Denico Doly, loc.cit.
50
Ibid.
Ditinjau dari rumusan-rumusannya ataupun ditinjau dari penempatannya dalam Buku ke-II Bab ke-XIX KUHP, yakni dalam hal undang-
undang telah tidak menyatakan secara tegas bahwa unsur opzet itu juga harus dipandang sebagai telah disyaratkan bagi suatu tindak pidana pembunuhan yang
telah disebutkan di atas itu, undang-undang telah mensyaratkan adanya unsur opzet atau unsur kesengajaan pada diri pelakunya. Artinya para pelaku itu harus
mempunyai opzet yang ditujukan pada akibat yang terlarang atau tidak dikehendaki oleh undang-undang, atau dengan kata lian mereka itu harus
mempunyai suatu kesengajaan untuk menimbulkan akibat yang terlarang atau
Universitas Sumatera Utara
yang tidak dikehendaki oleh undang-undang berupa hilangnya nyawa orang lain.
51
G. Metode Penelitian