4.2.3. Konsep Aron Menurut Warga Karo
Aron merupakan suatu kelompok tenaga kerja dalam aktivitas pertanian dimana dalam pelaksanaanya dilakukan secara bergiliran yang di dalamnya
terdapat aturan baik dari waktu jam kerja, jumlah kelompok aron, pembagian kerja, pembagian gaji, dan syarat-syarat kelompok aron. Salah seorang informan
yang bekerja sebagai petani bernama Kena Sinuraya menjelaskan : “ aron enda sistem kerjasama si nggo ndekah bas kalak karo. Adi
jawa si eteh gelarna gotong royong, adi bas kita gelarna aron. Aron e pe labo terjeng bas juma saja, tapi banci si deban. Banci kataken
kalak karo enda mulai lahirna terus ku matena kerina nerapkan aron ndungi sa. Khusus bas pertanien, aron enda sisampat-sampaten bas
mbuat juma entahpe rani juma. Bagepe adi lit ka keluarganta entahe tetangganya perlua penampatta mbuat juma, e wajib si sampati. Aron
e nai gelarna si kataken sisaron-saron si artina apa si la banci dungi ndu ku sampati, bage ka pe si la banci ku dungi sampatindu, je nari
reh budaya aron e”
Artinya : Aron adalah sebuah sistem kerjasama yang dikenal di masyarakat karo. Kalau di jawa kita kenal dengan gotong royong, tapi kalau di karo kita sebut aron.
Aron ini sendiri tidak hanya berlaku di bidang pertanian, tapi hampir semua bidang. Malah bisa dibilang dari lahir sampai meninggal, orang karo melakukan
aron. Khusus di bidang pertanian, aron ini berlaku seperti misalnya saling membantu dalam menanam di ladang maupun nantinya pada saat memanen.
Begitu juga nanti kalau ada saudara atau tetangga kita yang lagi membutuhkan tetangga untuk pertaniannya, kita wajib membantunya. Aron ini dulu dikenal
orang karo dengan sebutan “SiSaron-Saron” yang artinya Mana yang kau tak sanggup aku bantu, dan mana yang aku tak bisa, kau bantu”. Dari prinsip inilah
lahir budaya aron ini.
Universitas Sumatera Utara
Dalam mengolah lahan pertanian, baik itu di sawah maupun di ladang warga Karo menggunakan aron, dimana dalam pelaksanaannya dilakukan secara
bergiliran, dan mempunyai aturan baik dalam jumlah kelompok aron, jam kerja, pembagian kerja, pembgian gaji, konsumsi, dan syarat-syarat menjadi peserta
kelompok aron. Pada dasarnya dibentuknya aron tersebut adalah untuk memudahkan penyelesaian pekerjaan-pekerjaan di sawahladang maupun di
ladang. Pekerjaan yang tadinya begitu berat maka akan terasa lebih ringan. Berikut beberapa kutipan wawancara yang menunjukan pengertian dan makna
aron pada masyarakat Karo. “adi pertanian karo enda enggo melala si metehsa. Biasana aron
gelarna. Aron enda situhuna budaya sisampaten, khususna bas bidang pertanien. Mbarenda kalak karo adi erjuma ras-ras ia mbuat juma
gegantin. Bas ras-ras enda labo masalah mbuat juma e saja, tapi ras- ras kang e dayakensa ku tiga” Nova Surya Tarigan, ASAP – Aron
Sukses Adi Persada
Artinya ; Budaya Pertanian tanah karo itu sudah sangat terkenal. Biasanyanya dinamakan Aron. Aron ini merupakan Budaya saling gotong royong dalam
berbagai bidang, terutama dalam bidang pertanian. Dahulu masyarakat Karo dalam melakukan bercocok tanam bertani selalu melakukan bersama-sama secara
bergantian di sawahladang mereka. Namun tidak hanya dalam bentuk menanam mereka bekerjasama, sampai dalam hal pemasaran juga.
Selanjutnya Benar Tarigan, seorang petani Beras Tepu juga menjelaskan tentang aron tersebut :
“tradisi erjuma kalak karo enda biasana i leboh aron. Banci kataken aron enda tenaga tukar tenaga. Adi lit kade-kade nta mindo
penampatta misalna mbuat juma entah pe rani juma atena, e wajib kita reh”
Universitas Sumatera Utara
Artinya : Tradisi pertanian di Karo ini biasanya disebut aron. Aron itu kalau boleh dibilang tenaga tukar tenaga. Jadi kalau kita diundang sama saudara kita
yang ingin membuka lahan atau menanam atau memanen hasil pertanian, kita wajib datang dan membantu
Pada saat bekerja terasa suasana ramai dan gembira sehingga perasaan letih pun berkurang. Dalam pelaksanaan aron terdapat beberapa aturan dan cara-
cara serta peranan yang saling berkaitan satu sama lain, yang ditempuh ataupun yang dilaksanakan oleh setiap pesertanya, yakni seseorang yang membutuhkan
tenaga tambahan dalam mengisi kekurangan tenaga di lingkungan keluarganya. Setiap peserta wajib mengembalikan jasa gegeh yang pernah diterimanya, dan
setiap peserta berhak menerima jasa peserta lain pada waktu kegiatan yang sama. Misalnya hari ini bekerja di sawahladang si A, maka si B harus wajib datang
untuk mengerjakan pekerjaan si A. Sebalikknya, ketika tiba giliran si B maka si A wajib datang mengerjakan sawahladang si B. Hal ini sesuai denga apa yang di
informasikan informan Edi Suranta Surbakti pengurus Karang Taruna dan tokoh pemuda karo
“pertanien karo enda nggo ndekah meteh aron, ija sada kelompok masyarakat galang rasa ras-ras na sisampaten erjuma. Adi lit sada
anak kuta erjuma ence mindo penampat anak kuta si deban, e wajib anak kuta si i pindo penampatna e reh nampati. Biasana keluarga
denga nge kerina entahpe si diher-diher rumahna”
Artinya : Pertanian karo ini sudah sejak lama dikenal sistem aron, dimana ada sekelompok orang yang memiliki prinsip kebersamaan dan saling membantu
dalam bertani. Kalau ada satu orang mulai bertani dan mengundang warga lainnnya, warga lain wajib datang dan begitu sebaliknya. Biasanya ini dilakukan
Universitas Sumatera Utara
dalam satu kelompok kekerabatan dan orang-orang terdekat yang tinggal di daerah tertentu.
Keanggotaan dalam satu kelompok aron berjumlah diantara 6-15 orang Setiap anggota mempunyai dan memiliki kesempatan yang sama dalam
meyelesaikan pekerjaan masing-masing. Pada umumnya yang menjadi anggota peserta aron adalah orang tua baik itu laki-laki perbapan, dan perempuan
pernanden dan ada juga muda-mudi singuda-nguda-anak perana yang sudah mampu untuk bekerja. Hak dan kewajiban dari setiap anggota aron adalah sama
yaitu peserta kelompok harus bekerja bersama-sama di lahan baik itu di ladang maupun di sawahladang setiap anggota kelompok, dan berhak untuk menerima
kembali tenaga yang telah diberikan sebelumnya kepada anggota kelompoknya. Penguatan mengenai aron ini juga disampaikan oleh akademi Bapak
Nurman Ahmad yang menjelaskan bahwa Budaya pertanian di karo sering dikenal pada umumnya disebut aron, dimana pada dasarnya masyarakat disana saling
bantu membantu dalam segala bidang dari sejak lahir sampai mati. Khusus di bidang pertanian, aron ini dilakukan saat mereka mulai bercocok tanam. Orang
yang akan bercocok tanam akan mengundang saudara dan tetangga terdekat untuk membantunya di ladang. Ini nantinya akan menjadi utang sang pemilik ladang
untuk membantu saudara atau tetangganya yang juga mulai bertani sebagai pembalasan utang.
Universitas Sumatera Utara
4.2.4. Tantangan yang Dihadapi Tradisi Pertanian di Tanah Karo dan Mekanisme Adaptasi yang Dilakukan sebagai Bagian Penting dari
Proses Keberlangsungan Pertanian di Tanah Karo
Dalam wawancara yang dilakukan oleh peneliti didapatkan hasil bahwa konsep aron pada masa kini mengalami pergeseran dan perubahan makna.
Nurman dalam wawancara menyebutkan sedikit demi sedikit sudah mulai terjadi pergeseran budaya aron ini. yang dahulunya prinsip tenaga tukar tenaga dalam
aron menjadi pilar utama, sekarang sudah mulai bergeser ke nilai uang. Tingkat kebutuhan dan aktivitas masyarakat karo yang semakin meningkat, membuat
terjadinya pergeseran budaya ini. petani-petani karo sudah mulai memikirkan hasil akhir sebagai sebuah tujuan utama ketimbang sebuah proses
kebersamaannya. Ditambah lagi dengan adanya teknologi pertanian yang memudahkan petani dalam menggarap sawahnya, membuat kebutuhan akan
tenaga manusia mulai berkurang, dan dengan sendirinya budaya aron ini pun mulai bergeser pemaknaannya. Masyarakat karo tetap menyebut aron bagi orang-
orang yang mau bekerja di ladang mereka, tetapi nilai kebersamaan dengan pengorbanan tenaga sudah mulai ditukar dengan imbalan uang atas hasil kerja
orang yang bekerja di ladang. Pada saat ini, istilah upah tenaga gegeh hampir tidak pernah lagi di
laksanakan ddalam aktivitas aron. Aron yang terlihat pada saat inibanyak berbeda dari bentuk aslinya, baik itu dalam hal jumlah kelompok aron, jam kerja,
pembagian kerja, pembagian gaji, konsumsi, dan syarat-syarat menjadi peserta aron. Pada saat ini kebanyakan orang mencri pekerjaan ngemo secara sendiri-
sendiri dan ada juga membentuk kelompok aron si ngemo sendiri. Namun, cara pembagian gaji diterima secara sendiri-sendiri dan jika salah satu peserta
Universitas Sumatera Utara
mengundurkan diri dari kelompok tersebut tidak ada yang melarang. Oleh karena itu, dengan sendirinya mereka akan mencari tempat kerja emon di ladang
maupun sawah orang lain yang membutuhkan tenaga kerja. Hal ini juga dikuatkan oleh informan lain yang menyebutkan :
“situhuna adi sinin arah nilaina, aron si gundari enda nggo melala bedana. Adi mbarenda kalak erban aron perban lit niat sisampaten,
gundari kalak ikut aron perban lit imbalenna I galari. Kalak karo adi ngenin si erdahin I juma kataken aron, tapi situhuna bali ras
buruh tani si I galari saja nge. Budaya aron enda genduari enggo nge terkikis perban jelma enda gundari enggo ersibukna ras pe
lanai bo lit ras-ras entahpe sisampaten ndai. Enggo melala sa kesibukan kalak si berbeda, jadi erban aron nggo suh meserana
gundari” Eddy Suranta, Pengurus Karang Taruna
Artinya: Sebenarnya kalau dilihat dari segi nilai dan makna sebenarnya, aron sekarang sudah jauh berbeda. Kalau dulu orang-orang melakukan aron dengan
prinsip kebersamaan dan saling membantu tapi sekarang orang melakukan aron karena ada imbalan uang atau bayaran. Masyarakat karo hanya menganggap orang
yang bekerja di ladang disebut aron, padahal kalau dilihat jauh lagi, sebenarnya mereka itu hanya butuh tani yang dibayar Budaya aron ini sendiri mulai terkikis
karena kesibukan orang-orang yang mulai berbeda serta tidak adanya kesamaan prinsip kebersamaan dan saling membantu tadi. Waktu orang yang satu dengan
yang lainnya berbeda, sehingga membuat orang sekarang sulit untuk melakukan aron secara tradisi dahulu.
Kekhawatiran terhadap hilangnya budaya aron juga disampaikan oleh penggiat masyarakat ASAP Aron Sukses Adi Persada dimana informan
Universitas Sumatera Utara
penelitian ini menjelaskan terjadinya perubahan budaya aron dengan membayar uang dan berharap semangat aron itu dapat dikembalikan.
“budaya aron enda ngayak gundari lit denga, tapi nggo lit sitik bedana. Masalah sen memang salah sada si erbanca perubahen e. tapi
adi bas kita keluarga denga, budaya aron enda tetap nge lit silaksanaken. Misalna adi mama na si nuruh entahpe mindo penampat
man beberena, e pasti i sampati beberena denga nge gia misalna kujuma mbuat barang entahpe rani. Apaika adi gundari enda menggo
canggih lanai bage si dekah, jadi lanai pe melala sa jelma sinampati banci i dungi. Banci kataken memang budaya aron enda nggong
situhuna bene, saja semangatna lit denga bage. Jadi perban semangat e lit denga, gundari si cuba uga gelah budaya enda banci ngolihken tapi
si banci ngikuti zaman, misalna ras-ras erban rumah kompos si mungkin banci i ikuti sideban”
Artinya : Kalau boleh dibilang budaya aron ini memang sudah jauh menghilang, tinggal saja semangatnya yang masih ada. Maka dari itu kami ASAP mulai
mencoba mengembalikan budaya ini tapi dengan manajemen modern, seperti misalnya membuat rumah kompos bersama yang harapannya bisa diikuti oleh
petani lain. Budaya ini masih ada, namun bisa dikatakan sudah jauh berubah. Faktor uang memang menjadi faktor utama. Tapi dalam aspek kekeluargaan,
budaya aron ini masih dilaksanakan. Misalkan ada Pamannya yang meminta tolong, pasti mereka masih tetap mau membantunya di ladang. Belum lagi dengan
adanya faktor teknologi yang membuat pekerjaan-pekerjaan yan dulunya harus dikerjakan bersama, bisa dikerjakan sendirian.
4.2.5. Konsep Aron Si Ngemo Menurut Warga Karo