e. Kesenian; Kesenian dapat dibagi menjadi dua macam yaitu seni suara dan
seni rupa, karena seni hanya bisa dinikmati oleh indra pendengaran atau telinga bila ia berupa seni suara begitu juga dengan seni rupa hanya bias
dinikmati oleh indera penglihatan atau mata. Kesenian pada jaman dahulu selalu dikaitkan dengan keagamaan dalam fungsinya sebagai pelengkap
suatu upacara keagamaan dan sebagai dasar–dasar keindahan yang diwujudkan dalam motif-motif perhiasaan dan nyanyian serta tarian rakyat
ataupun simbol–simbol atau lambang suatu benda yang dilukiskan atau dilambangkan.
f. Sistem Mata Pencaharian; Mata pencaharian rakyat umumnya tergantung
pada potensi yang dimiliki oleh daerahnya. Sistem mata pencaharian yang dimulai dari tradisional yaitu meramu dan berburu, bercocok tanam
diladang. Sistem mata pencaharian ini sangat berpengaruh pada perkembangan tingkat perekonomian suatu masyarakat.
g. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi; Sistem peralatan hidup dan
teknologi dari suatu suku bangsa mengandung unsur- unsur khusus, diantaranya mengenai bahan – bahan yang digunakan, cara pembuatannya,
tujuan atau manfaat dari alat tersebut. Proses pembuatan hidup tersebut akan selalu berkembang seiring dengan semakin bertambahnya
pengetahuan manusia.
2.2. Budayatradisi Pertanian di Karo
Dalam Ilmu Sosial dan Budaya, wujud dari kebudayaan itu ada dalam beberapa bentuk. Pertama, kebudayaan yang berbentuk abstak, yakni segala ide,
Universitas Sumatera Utara
gagasan, nilai-nilai, aturan-aturan dan sebagainya. Semuanya itu membentuk suatu cultural system sistem budaya. Kedua, kebudayaan itu dapat dilihat namun
tidak dapat diraba. Yang dimaksudkan dalam penjelasan untuk sifat kedua ini adalah segala aktivitas, perilaku, ritual kebudayaan yang dilakukan oleh
masyarakat karo yang dimulai dari nenek moyang karo hingga diturnkan ke generasi berikutnya. Ketiga, wujud dari kebudayaan itu adalah hasil kerja manusia
yang bersifat konkrit dan nyata. Yang dimaksudkan untuk wujud ketiga ini adalah segala benda budaya material cultural yang menandakan suatu identitas suatu
budaya, termasuk identitas budaya karo. Benda budaya yang merupakan identitas budaya Karo juga terbagi dalam beberapa bentuk, yakni dalam segi pakaian, alat
musik, alat pertanian, dan lain-lain. Semuanya itu dapat diciptakan dan diperoleh dengan cara belajar agar menghasilkan suatu karya tersendiri dan menjadi
identitas budaya. Pertanian Karo dan bagaimana mengelola lahan pertanian merupakan hasil
dari suatu kebudayaan yang sudah diturunkan selama puluhan tahun atau bahkan sampai ratusan tahun kepada generasi berikutnya yang berasal dari nenek moyang
suku Karo. Pertanian Karo merupakan salah satu identitas suku karo yang terkenal dari hasil pertaniannya yang sudah mampu menembus pasar daerah, nasional dan
bahkan sudah diekspor ke luar negeri. Pertanian Karo juga tidak akan lepas dari istilahAron, yang dalam terjemahan bahasa Indonesia secara luas, yakni bekerja
sama. Masyarakat akan saling bekerja sama untuk mengelola lahan pertanian penduduk yang satu, dan begitu juga dengan penduduk yang dibantu tadi akan
membantu penduduk yang satu lagi. Biasanya aron akan dilakukan ketika musim menanam, mengelola tanaman, dan musim panen rani. Pertanian Karo
Universitas Sumatera Utara
merupakan salah satu penyumbang hasil-hasil pertanian di daerah Sumatera Utara, selain dari beberapa kabupaten yang berada dalam wilayah provinsi Sumatera
Utara. Lahan pertanian yang terbentang luas di dataran tinggi karo menjadi salah
satu sumber pertanian unggulan di daerah Sumatera Utara. Tanah karo yang berbatasan langsung dengan kabupaten Deli Serdang, kabupaten Simalungun,
Kabupaten Dairi dan Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, yang di dalam nya ada terdapat gunung sinabung, gunung sibayak dan perbukitan yang mengakibatkan
tanah di kabupaten Karo ini menjadi lahan subur dan sangat cocok untuk tanaman muda dan beberapa jenis tanaman tua. Pertanian karo juga sekaligus merupakan
identitas budaya karo yang sesungguhnya. Kebudayaan karo yang dimaksudkan penulis merupakan hasil dari segala kegiatan masyarakat dalam budaya tersebut,
membentuk struktur dan sistem pertanian yang menggabungkan antara pemakaian alat pertanian, teknik pemakaiann, dan pelaksanaan di lapangan. Pertanian sebagai
identitas budaya Karo dapat kita temukan dalam segala aktivitas masyarakat Karo di setiap wilayah dataran tinggio Karo. Kebudayaan yang dimaksudkan penulis
adalah segala aktivitas masyarakat yang memberikan cirri-ciri khusus mengenai kehidupan masyarakat Karo yang dalam hubungannya adalah menyangkut
pertanian, cara mengelola lahan pertanian, ritual, peralatan yang digunakan hingga segala kegiatan yang berhubungan langsung dengan kegiatan menanam dan
memanen hasil pertanian. Kerja Tahun merupakan salah satu kegiatan masyarakat yang sudah dijalankan selama puluhan Tahun atau bahkan ratusan tahun. Guro-
guro aron merupakan upacara tahunan untuk mensyukuri atas hasil panen yang telah didapat oleh masyarakat Karo.
Universitas Sumatera Utara
Ketika Kerja Tahun pesta tahunan diadakan, maka setiap keluarga yang mempunyai sanak famii di luar tanah Karo akan datang ke kampung mereka
masing-masing untuk memeriahkan acara tersebut. Di dalam budaya Karo, pesta tahunan ini menjadi perayaan yang paling besar dalam budaya Karo. Hal ini
dapat kita lihat selama adanya pesta tahunan di antara desa yang satu dengan yang lain, maka setiap keluarga yang mempunyai saudara di luar daerah tanah karo
akan berusaha mengajak saudaranya agar mau berkunjung ke desa mereka masing-masing. Pesta tahunan antara desa yang satu dengan yang lain
dilaksanakan dalam waktu yang berbeda, sebab kerja tahun merupakan perayaan yang diputusakan bersama kepala desa serta masyarakat yang ada di dalam
lingkungan desa tersebut. Pesta tahunan ini juga menjadi ajang cari jodoh di tengah kaum muda-mudi. Ajang cari jodoh yang dimaksudkan penulis adalah,
bahwa ketika pesta tahuna ini diselenggarakan, maka pemuda atau pemudi dari desa yang lain akan datang menghadiri dan memeriahkan pesta tahunan yang
dilaksanakan oleh sutu desa. Kesempatan ini akan dipergunakan oleh muda-mudi untuk saling berkenalan, dan jika ada kecocokan di antara mereka maka hubungan
itu juga akan berlanjut ke tahapan yang lebih serius, yakni perkawinan. Tidak jarang ditemukan satu pasangan akan melangsungkan perkawinan hanya
mengalami masa perkenalan ketika pesta tahunan itu dilangsungkan. Beda dengan Kerja Tahun pesta tahunan, maka ada juga disebut dengan
Guro-guro aron.Sebenarnya kedua hal ini hampir sama. Cuma jika pesta tahuna ini hanya dilaksanakan di daerah tanah karo Karo Gugung, sedangkan perayaan
Guro-Guro Aron ini dapat dilaksanakan di mana pun masyarakat Karo berada, yakni di luar dari tanah Karo. Misalnya suatu komunitas masyarakat Karo berada
Universitas Sumatera Utara
di suatu wilayah di luar tanah Karo, maka komunitas ini dapat melaksanakan perayaan Guro-Guro Aron. Guro-Guro Aron ini diadakan sebagai ungkapan
syukur kepada Sang Pencipta atas hasil panen, hasil kerja yang sudah diterima selama satu tahun.
Sebagai daerah yang mayoritasnya adalah suku karo, maka ada berbagai istilah dalam bahasa karo dalam hubungannya dengan sisterm pertanian karo,
yakni nuan musim menanam, ngrirakmusim perawatan tanaman, rani musim panen, dan masih ada lagi bebrapa istilah yang menyangkut pertanian di dalam
masyarakat karo dan menjadi identitas budaya Karo. Sistem pertanian Karo telah mampu menjadi daya tarik tersendiri bagi siapa saja yang pernah berkunjung ke
Tanah Karo. Lahan pertanian Karo juga telah menjadi salah satu obyek wisata yang telah mampu menyita perhatian setiap wisatawan yang berasal dari dalam
dan luar negeri yang ketika berkunjung ke tanah karo tersebut. Pemandangan yang memperlihatkan lahan pertanian ini membuat setiap wisatawan akan merasa
kagum. Dalam setiap ritual yang dilakukan oleh masyarakat Karo dalam
hubungannya terhadap sistem pertanian di tengah masyarakat, masing-masing mempunyai maksud dan tujuan yang mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan
pencipta atas segala apa yang ada. Dengan upacara tersebut, masyarakat diminta agar senantiasa bersyukur atas segala apa yang sudah mereka terima. Masyarakat
juga diminta agar senantiasa mau menjaga kelestarian alam sehingga lingkungan yang mereka tempati akan memberikan hasil yang berguna untuk menopang
kehidupan mereka dan keluarga masing-masing. Spiritualitas bertani yang dimiliki
Universitas Sumatera Utara
masyarakat karo selama puluhan tahun menjadi cirri khas tersendiri dibandingkan dengan masyarakat yang berasal dari luar tanah Karo.
Tidak dapat dipungkiri bahwa pertanian karo dan bagaimana cara mengolah lahan pertanian di daerah tanah karo tidak luput dari perkembangan
jaman, yakni perkembangan teknologi yang sudah membawa perubahan dalam semua bidang kehidupan manusia, terutama dalam hubungannya terhadap
pengelolaan lahan–lahan pertanian ,masyarakat karo. Cara pengelolaan itu telah mengubah sistem pertanian masyarakat karo, yang pada dahulu dilakukan dengan
cara tradisional, maka sekarang ini lahan pertanian sudah disentuh dengan berbagai alat pertanian terbaru yang semuanya bertujuan untuk mencapai efisiensi
kerja dan mampu memberikan hasil maksimal lagi dari setiap lahan pertanian yang dikelola. Pertanian karo hadir sebagai salah satu usaha untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat sekitanya, dan mampu menjadi sumber mata pencaharian di tengah masyarakat karo sekitarnya. Pertanian Karo juga sekaligus menjadi
spiritualitas baru dalam bertani, dan mampu mengungkapkan nilai-nilai budaya yang ada.
Perkembangan jaman dan modernisasi dalam sektor pertanian juga telah mengubah pandangan masyarakat, terutama masyarakat Karo yang berada di
daerah dataran tinggi Karo. Penggunaan peralatan pertanian yang terbaru dan juga penggunan herbisida dan pestisida menjadi salah satu cara untuk memberi hasil
pertanian yang lebih besar lagi. Dengan penggunaan alat pertanian yang lebih modern lagi, maka akan lebih meminimalisir tenaga manusia dalam mengelola
lahan pertanian, yang biasanya dilaksanakan secara tradisonal dan melibatkan sejumlah penduduk dalam mengelola lahan pertanian tersebut. Penggunaan
Universitas Sumatera Utara
pestisida dan herbisida di dalam lahan pertanian dimaksudkan untuk menjaga tanaman dari serangan hama atau tumbuhan yang dapat mengganggu
perkembangan tanaman di lahan pertanian tersebut. Pandangan baru mengenai Spiritualitas bertani di dalam masyarakat karo
melibatkan semua komponen dalam masyarakat dalam setiap pribadi dan mampu diintegrasikan dalam bentuk sinergitas di tengah masyarakat. Penulis beranggapan
bahwa spiritualitas bertani di dalam masyarakat karo hendaknya dibangun atas rasa kepedulian terhadap lingkungan, mampu mengelola alam dengan baik dan
adanya timbal balik antara pengelola alam dan perhatian terhadap alam itu juga. Hendaknya bukan hanya hasil yang besar yang hanya diharapkan oleh masyarakat
dari alam tersebut, melainkan segala tindakan dalam hubungannya terhadap pengelolaan lahan pertanian itu juga memperhatikan etika alam, sehingga apa
yang dikerjakan oleh masyarakat itu juga sesuai dengan nilai-nilai dan etika yang ada dalam bertani,
Sebagai suatu identitas budaya, spiritualitas bertani merupakan suatu hal yang harus dipelihara, dijalankan secara berkesinambungan, mempunyai
akuntabilitas, sehingga nilai-nilai dari sistem pertanian dalam budaya Karo senantiasa terpelihara dengan baik. Masyarakat juga diminta tidak
mengeksploitasi lingkungan dimana mereka berada, melainkan senantiasa menjaga keseimbangan lingkungan, sehingga lingkungan dan manusia menjadi
satu kesatuan utuh dalam proses perjalanan waktu yang akan senantiasa berhadapan dengan perubahan cuaca dan perubahan waktu. Alam juga perlu
diseimbangkan, sehingga dalam perjalanan waktu masyarakat mampu menjadi
Universitas Sumatera Utara
pemerhati dan meminimalisir segala tidnakan yang mmapu merusak alam, trerutama di daerah tanah Karo.
Nilai-nilai budaya dalam masyarakat Karo dalam hubungnnya terhadap sisterm pertanian yang ada hendaknya senantiasa dipelihara, sehingga budaya
karo dalam bertani menjadi salah satru contoh yang dapat ditiru oleh masyarakat lain. Pertanian Karo semestinya memberikan suatu pandangan, bahwa segala
aktivitas dalam bertani di dalamnya terdapat spiritualitas yang mampu membuat setiap masyarakat semakin mampu menyatu dengan budaya, dengan masyarakat
lain dan dengan alam. Kebudayaan yang bersifat dinamis itu akan senantiasa mengalami perubahan seturut perubahan lingkungan yang ada, maka semestinya
kita menjaga dan memperhatikan nilai-nilai budaya bertani setiap kita melakukan aktivitas di lahan pertanian.
Jika budaya bertani itu senantiasa dilaksanakan dengan penuh kesadaran, maka penulis yakin bahwa pertanian karo akan mampu bertahan dan bersaing
dengan daerah lain tanpa harus bergantung dari daerah lain. Penggunaan alat pertanian, pestisida dan herbisida, pupuk juga diharapkan bersifat tepat sasaran
dan tidak merusak lingkungan, dan tidak berlebihan yang nantinya dapat merusak ekosistem yang ada. Masyarakat karo yang tinggal di dataran tinggi Karo
merupakan salah satu masyarakat yang dikenal sebagai masyarakat yang hidup dari bidang pertanian. Pertanian menjadi cirri utama dalam kehidupan masyarakat
Karo. Lahan pertanian menjadi penopang hidup masyarakat yang tinggal di daerah dataran tinggi Karo.
Semua harapan ke depannya akan terwujud jika masyarakat karo yang hidup dalam budaya pertanian dan menjadi suatu kebudayaan yang sangat
Universitas Sumatera Utara
terkenal itu akan dapat dipertahankan jika setiap masyarakat selalu berusaha memberikan perhatian lebih terhadap alam, tanpa merusak dan selalu
menjalaninya dengan penuh tanggung jawab. Bagaimana pun waktu akan selalu mengalami perubahan, namun penulis mengharapakan bahwa budaya bertani
dalam masyarakat karo dan spiritualitas bertani yang dimiliki akan senantiasa mampu berjalan seturut perubahan waktu yang ada. Perubahan itu memang
diperlukan, namun marilah kita mengalami perubahan ke arah yang positif dan mampu member kontribusi terhadap budaya bertani dan sekaligus menjadi
identitas budaya Karo yang sesungguhnya. Semoga setiap masyarakat mampu mengelola lahan pertanian dengan selalu memperhatikan nilai-nilai yang ada.
Budaya karo tetap terjaga, dan hasil pertanian semakin bertambah. Marilah kita kembali kepada nilai budaya, dan mari lah kita menyeimbangkan alam melalui
budaya dan spiritualitas bertani yang tepat sasaran
2.3. Globalisasi