Hasil Analisa Bahan Baku Labu Kuning Hasil Analisa Produk Keripik Simulasi Labu Kuning 1.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisa yang dilakukan pada penelitian ini dimulai dari analisa bahan baku labu kuning, tepung tapioka dan analisa keripik simulasi Labu kuning yang dihasilkan terdiri dari analisa kimiawi, dan organoleptik. Analisa dilanjutkan dengan analisa keputusan dan finansial yang didasarkan pada segi ekonomis apabila produk keripik simulasi labu kuning digunakan sebagai produksi industri.

A. Hasil Analisa Bahan Baku Labu Kuning

Analisa bahan baku yang dilakukan adalah analisa kadar air, kadar pati, kadar serat, dan kadar protein. Hasil analisa bahan baku dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil analisa bahan baku Bahan Kadar protein Kadar air Kadar pati Serat kasar Kadar Amilos a Kadar Amilop ektin Beta Karoten SI Labu kuning Labu Kuning Kukus Tepung Tapioka - - - 87,93 88,64 11,49 6,20 5,41 84,78 - 4,80 - 1,24 - - 4,96 - - 2704,259 - - Hasil analisa bahan baku labu kuning menunjukkan kadar air 87,93, kadar pati 6,20, kadar amilosa 1,24, kadar amilopektin 4,96, dan beta karoten pada labu kuning 2704,259 SI , sedangkan pada labu kuning rebus memiliki kadar air 88,64, kadar pati 25 5,41, dan kadar serat 4,80. Tepung tapioka mempunyai kadar air 11,49 dan kadar pati sebesar 84,78. Sedangkan menurut Anonimos 1992, labu kuning dalam 100 gram bahan segar memiliki kadar air 91,20, karbohidrat 6,6 gram, protein 1,1 gram, dan lemak 0,3 gram. Hasil penelitian dan literatur menunjukkan bahwa labu kuning mempunyai kadar air yang sama-sama cukup tinggi walaupun terlihat bahwa kadar air pada literatur menunjukkan lebih banyak dibanding hasil penelitian. Hal tersebut kemungkinan dikarenakan oleh adanya proses pengolahan yang dilakukan berbeda sehingga kadar air menurun. Selain itu, kematangan labu kuning dan pemanenan dalam kurun waktu yang berbeda juga dapat berpengaruh terhadap kandungan gizinya.

B. Hasil Analisa Produk Keripik Simulasi Labu Kuning 1.

Kadar air Berdasarkan hasil analisis ragam Lampiran 3, dapat diketahui bahwa terdapat interaksi yang nyata p ≤ 0,05 antara perlakuan proporsi labu kuning dengan penambahan NaHCO 3 terhadap kadar air keripik simulasi labu kuning yang dihasilkan dan masing- masing perlakuan berpengaruh nyata terhadap kadar air keripik simulasi labu kuning. Nilai rata-rata kadar air keripik simulasi labu kuning dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai rata-rata kadar air dengan perlakuan proporsi labu kuning:tapioka dengan penambahan NaHCO 3 pada keripik simulasi labu kuning. Labu kuning : Tapioka Natrium bikarbonat Nilai rata- rata kadar air Notasi DMRT 5 1 8,982 a - 2 10,237 b 0,5593 3 10,817 b 0,5862 1 9,252 a 0,5325 2 11,749 c 0,5952 3 11,976 c 0,6024 1 10,314 b 0,5755 2 12,676 cd 0,6060 3 13,363 d 0,6069 70 : 30 60 : 40 50 : 50 Keterangan : Nilai rata-rata yang disertai dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada p ≤ 0,05 Tabel 4, menunjukkan bahwa besarnya kadar air keripik simulasi labu kuning berkisar antara 8,982-13,363. Hasil tertinggi pada keripik simulasi labu kuning yaitu, pada perlakuan dengan proporsi labu kuning : tapioka 50:50 dengan penambahan NaHCO 3 3; yaitu sebesar 13,363, sedangkan untuk perlakuan terendah dengan kadar air sebesar 8,982, terdapat pada perlakuan proporsi labu kuning : tapioka 70:30 dengan penambahan NaHCO 3 1. Hubungan antara perlakuan proporsi labu kuning dengan penambahan NaHCO 3 terhadap kadar air keripik simulasi labu kuning, dapat dilihat pada Gambar 4. y = 1.0137x + 8.1243 R 2 = 0.9878 y = 0.6279x + 9.677 R 2 = 0.8 182 y = 0.4355x + 10.461 R 2 = 0.9116 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 1 2 3 NaHCO3 Ka d a r a ir Labu Kuning:T.tapioka 70:30 Labu Kuning:T.tapioka 60:40 Labu Kuning:T.tapioka 50:50 Linear Labu Kuning:T.tapioka 70:30 Linear Labu Kuning:T.tapioka 60:40 Linear Labu Kuning:T.tapioka 50:50 Gambar 4. Hubungan antara perlakuan proporsi labu kuning:tapioka dengan penambahan NaHCO 3 terhadap kadar air keripik simulasi labu kuning. Gambar 4, menunjukkan bahwa semakin rendah proporsi labu kuning yang ditambahkan dan semakin tinggi proporsi tepung tapioka serta meningkatnya Natrium bikarbonat NaHCO 3 maka kadar air keripik simulasi labu kuning yang dihasilkan akan semakin besar. Hal ini disebabkan karena tepung tapioka memiliki kadar pati yang cukup tinggi yaitu sebesar 84,78, jika dibandingkan dengan labu kuning 6,20, pati bersifat mengikat air. Demikian pula penambahan Natrium bikarbonat NaHCO 3 mempunyai kemampuan mengikat air, sehingga semakin tinggi penambahan NaHCO 3 , maka kadar air cenderung mengalami peningkatan. Menurut Haryadi 1993, bila campuran antara pati dengan air dipanaskan pada suhu tertentu, maka granula pati akan mengembang dengan cepat dan menyerap air dalam jumlah yang besar sehingga semakin banyak konsentrasi tapioka yang ditambahkan maka kemampuan untuk menyerap air juga semakin besar. Penambahan bahan pengembang dapat meningkatkan kemampuan pati dalam menyerap air. NaHCO 3 dapat mengikat air sehingga membentuk NaOH dan H 2 CO 3 yang nantinya berperan pada pengembangan. Sehingga semakin rendah proporsi labu kuning yang ditambahkan semakin tinggi proporsi tepung tapioka dan semakin tinggi penambahan NaHCO 3 maka kadar air keripik simulasi labu kuning akan semakin tinggi.

2. Kadar Pati Berdasarkan hasil analisis ragam Lampiran 4, diketahui terdapat adanya interaksi

yang nyata antara perlakuan proporsi labu kuning:tapioka dan penambahan NaHCO 3 terhadap kadar pati keripik simulasi dari masing-masing perlakuan, nilai rata-rata kadar pati keripik simulasi labu kuning dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Nilai rata-rata kadar pati keripik simulasi labu kuning dengan perlakuan proporsi kuning:tapioka dengan penambahan NaHCO 3 pada keripik simulasi labu kuning. Labu kuning : Tapioka Natrium bikarbonat Nilai rata-rata kadar pati Notasi DMRT 5 1 52,328 a - 2 51,025 b 0,1977 3 49,559 c 0,2076 1 53,817 c 0,2136 2 51,110 d 0,2176 3 50,269 e 0,2210 1 55,715 ef 0,2236 2 54,105 f 0,2249 3 53,357 g 0,2263 70 : 30 60 : 40 50 : 50 Tabel 5 menunjukkan bahwa rata-rata kadar pati keripik simulasi berkisar antara 49,559-55,715. Pada perlakuan proporsi labu kuning:tapioka 70:30 dan penambahan NaHCO 3 3 memberikan hasil kadar pati terendah sebesar 49,559, sedangkan pada perlakuan proporsi labu kuning:tapioka 50:50 dan penambahan NaHCO 3 1 memberikan hasil kadar pati tertinggi 55,715. Hubungan antara proporsi labu kuning:tapioka dan penambahan NaHCO 3 terhadan kadar pati keripik simulasi dapat dilihat Gambar 5. y = 0.9488x + 52.648 R 2 = 0.8607 y = 1.1682x + 49.959 R 2 = 0.9994 y = 0.7332x + 48.818 R 2 = 0.9997 0.0000 20.0000 40.0000 60.0000 1 2 3 NaHCO3 K a da r pa ti Labu:T.tapioka 70:30 Labu:T.tapioka 60:40 Labu:T.tapioka 50:50 Gambar 5. Hubungan antara perlakuan proporsi labu kuning:tapioka dengan penambahan NaHCO 3 terhadap kadar pati keripik simulasi labu kuning. Pada gambar 5 menunjukkan bahwa semakin tinggi proporsi labu kuning:tapioka 70:30 dan semakin tinggi penambahan NaHCO 3 , maka kadar pati keripik simulasi yang dihasilkan semakin menurun. Hal ini disebabkan karena kadar pati pada labu kuning lebih kecil dari pada kadar pati pada tepung tapioka, yaitu pada labu kuning segar sebesar 6,20, dan labu kuning kukus sebesar 5,41 sedangkan pada tepung tapioka sebesar 84,78. Pati terdiri dari amilosa dan amilopektin, amilopektin cenderung bersifat mengikat air dan akan menyebabkan kadar pati menjadi turun. Hal ini juga disebabkan karena NaHCO 3 bersifat mengikat air, sehingga semakin tinggi penambahan NaHCO 3 akan mengakibatkan kadar air semakin meningkat. Semakin tinggi kadar air produk maka akan menurunkan proporsi padatan dalam produk termasuk kadar pati. Sehingga semakin proporsi labu kuning yang ditambahkan maka kadar pati keripik simulasi akan semakin kecil. Menurut Desrosier 1988, didalam bahan pangan yang memiliki kadar air tinggi jumlah protein dan pati lebih kecil dari pada yang ada didalam bahan kering. Semakin tinggi kadar air maka akan menurunkan kadar pati bahan pangan tersebut.

3. Kadar Serat Kasar Berdasarkan hasil analisis ragam Lampiran 5, diketahui tidak terdapat interaksi

yang nyata diantara perlakuan proporsi labu kuning : tapioka dengan penambahan NaHCO 3. Perlakuan proporsi labu kuning berpengaruh nyata terhadap kadar serat kasar keripik simulasi labu kuning, namun perlakuan penambahan NaHCO 3 tidak berpengaruh nyata terhadap kadar serat kasar keripik simulasi labu kuning. Nilai rata-rata kadar serat kasar perlakuan proporsi labu kuning : tapioka keripik simulasi labu kuning dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Nilai rata-rata kadar serat kasar keripik simulasi labu kuning dengan perlakuan proporsi labu kuning:tapioka. Labu kuning : tapioka Nilai rata-rata kadar serat kasar Notasi DMRT 5 70 : 30 3,797 b 0,2257 60 : 40 3,471 a 0,2371 50 : 50 3,411 a - Keterangan : Nilai rata-rata yang disertai dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada p ≤ 0,05 Dari Tabel 6, menunjukkan bahwa semakin tinggi proporsi labu kuning dapat meningkatkan kadar serat kasar keripik simulasi labu kuning. Hal ini disebabkan labu kuning yang digunakan mengandung serat kasar sebanyak 4,80. Serat kasar merupakan polisakarida yang sukar untuk diuraikan dan mempunyai sifat tidak larut dalam air. Dengan adanya proses pemanasan atau pengeringan, serat kasar tidak mudah rusak dan tidak mudah mengalami degradasi Winarno, 1991. Nilai rata – rata kadar serat kasar dengan penambahan NaHCO 3 pada keripik simulasi labu kuning dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Nilai rata-rata kadar serat kasar keripik simulasi dengan perlakuan penambahan NaHCO 3 . NaHCO 3 Nilai rata-rata kadar serat kasar Notasi 1 3,550 tn 2 3,555 tn 3 3,573 tn Keterangan : Nilai rata-rata yang disertai dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada p ≤ 0,05 Tabel 7, menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi NaHCO 3 yang semakin besar tidak berpengaruh nyata terhadap kadar serat keripik simulasi labu kuning. NaHCO 3 merupakan senyawa kimia yang tidak mengandung serat yang berfungsi sebagai bahan pembantu untuk merenyahkan keripik simulasi labu kuning NaHCO 3 sangat berfungsi untuk membantu adonan menjadi lebih poros, sehingga membuat adonan menjadi lebih mekar dengan menghasilkan CO 2 Apriyanto, 2002 dalam Eliawati 2007.

4. Tekstur Berdasarkan hasil analisis ragam Lampiran 6, dapat diketahui bahwa terdapat

interaksi yang nyata p ≤ 0,05 antara perlakuan proporsi labu kuning : tapioka dengan penambahan NaHCO 3 terhadap tekstur keripik simulasi yang dihasilkan. Demikian pula masing-masing perlakuan berpengaruh nyata terhadap tekstur keripik simulasi. Nilai rata- rata tekstur keripik simulasi labu kuning dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Nilai rata-rata tekstur keripik simulasi labu kuning dengan perlakuan proporsi labu kuning:tapioka dengan penambahan NaHCO 3 . Labu kuning : Tapioka Natrium bikarbonat Nilai rata-rata Tekstur gcm2 Notasi DMRT 5 1 3,2615 h 0,0451 2 3,1716 g 0,0448 3 2,9927 f 0,0445 1 2,9577 f 0,0440 2 2,9206 e 0,0433 3 2,6978 d 0,0425 1 2,4894 c 0,0413 2 2,3184 b 0,0394 3 2,2015 a - 70 : 30 60 : 40 50 : 50 Keterangan : Nilai rata-rata yang disertai dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada p ≤ 0,05 Analisa tekstur dilakukan dengan menggunakan penetrometer. Pengukuran dengan alat ini memberikan nilai yang rendah untuk produk yang renyah dan nilai yang tinggi untuk produk yang keras. Nilai kerenyahan keripik simulasi berkisar antara 2,2015 – 3,2615 Tabel 8 . Rata-rata nilai tekstur tertinggi terdapat pada perlakuan proporsi labu kuning : tapioka 70 : 30 dan penambahan NaHCO 3 1 yaitu sebesar 3,2615. Sedangkan nilai tekstur terendah terdapat pada perlakuan proporsi labu kuning : tapioka 50 : 50 dan penambahan NaHCO 3 3 yaitu sebesar 2,2015. 0,0000 1,0000 2,0000 3,0000 4,0000 1 2 3 NaHCO3 T e k s tu r Labu kuning:T.tapioka 70:30 Labu kuning:T.tapioka 60:40 Labu kuning:T.tapioka 50:50 Gambar 6. Hubungan perlakuan proporsi labu kuning:tapioka dan penambahan NaHCO 3 terhadap tekstur keripik simulasi. Pada Gambar 6 menunjukkan bahwa semakin rendah proporsi labu kuning semakin tinggi proporsi tapioka dan semakin tinggi penambahan konsentrasi NaHCO 3 maka tekstur keripik simulasi yang dihasilkan akan semakin renyah. Hal ini disebabkan tapioka mengandung pati dalam jumlah yang tinggi. Ketika pengukusan, pati akan tergelatinisasi, yaitu membengkak dan menyerap air.Tabel 8, sehingga dapat menyebabkan tekstur keripik simulasi renyah. Hal ini disebabkan semakin tinggi NaHCO 3 maka gas CO 2 dari NaHCO 3 yang dihasilkan akan semakin banyak sehingga pada saat pemanasan rongga-rongga dari keripik simulasi akan semakin banyak. Rongga-rongga inilah yang menyebabkan tingkat kekerasan menurun. Selain itu juga dipengaruhi oleh NaHCO 3 dimana pada proses penggorengan akan melepaskan gas CO 2 . Semakin banyak konsentrasi penambahan NaHCO 3 maka kekerasan keripik simulasi akan semakin menurun. Menurut Marsetio dkk 2006, bahan yang tergelatinisasi sempurna, seluruh granulanya telah mengikat air dan dapat mengembang membentuk struktur yang porous setelah penggorengan. Pada saat pemanasan gas CO 2 yang dilepas berukuran besar sehingga menghasilkan rongga-rongga yang besar, lebih porous dan rata.

5. Rendemen Berdasarkan hasil analisis ragam Lampiran 8, dapat diketahui bahwa terdapat

interaksi yang nyata p ≤ 0,05 antara perlakuan proporsi labu kuning : tapioka dengan penambahan NaHCO 3 terhadap rendemen keripik simulasi yang dihasilkan. Demikian pula masing-masing perlakuan berpengaruh nyata terhadap rendemen keripik simulasi. Nilai rata-rata kadar rendemen perlakuan proporsi labu kuning: tapioka dengan penambahan NaHCO 3, dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Nilai rata-rata kadar rendemen dengan perlakuan proporsi labu kuning: tepung tapioka dengan penambahan NaHCO 3 pada keripik simulasi labu kuning. Labu kuning : Tapioka Natrium bikarbonat Nilai rata-rata rendemen Notasi DMRT 5 1 60,776 a - 2 61,757 c 0,5677 3 63,348 e 0,5964 1 61,449 b 0,6136 2 62,569 d 0,6251 3 64,942 g 0,6346 1 62,186 c 0,6423 2 64,329 f 0,6461 3 66,359 h 0,650 70 : 30 60 : 40 50 : 50 Tabel 9 menunjukkan bahwa rendemen keripik simulasi berkisar antara 60,776- 66,359. Hasil analisa rendemen tertinggi menunjukkan pada perlakuan proporsi labu kuning : tepung tapioka 50:50 dengan konsentrasi NaHCO 3 3 yaitu 66,359. Sedangkan untuk rendemen terendah 60,776 terdapat pada perlakuan proporsi labu kuning : tepung tapioka 70:30 dengan konsentrasi NaHCO 3 1. Grafik hubungan antara perlakuan tepung tapioka dengan konsentrasi NaHCO 3 terhadap rendemen dapat dilihat pada Gambar 7 . y = 2.0868x + 60.118 R 2 = 0.9998 y = 1.7467x + 59.493 R 2 = 0.9589 y = 1.286x + 59.388 R 2 = 0.9816 0.00 20.00 40.00 60.00 1 2 3 NaOHCO3 re nde m e n Labu:T. tapioka 70:30 Labu:T tapioka 60:40 Labu:T. tapioka 50:50 Linear Labu:T tapioka 50:50 Gambar 7. Grafik hubungan antara perlakuan labu kuning:tepung tapioka dengan konsentrasi NaHCO 3 terhadap rendemen keripik simulasi labu kuning. Gambar 7 menunjukkan bahwa dengan penambahan NaHCO 3 yang semakin tinggi maka rendemen keripik simulasi yang dihasilkan akan semakin meningkat. Penambahan tapioka yang mengandung pati relatif tinggi dapat menyebabkan peningkatan kemampuan menyerap air sehingga rendemen meningkat. Demikian pula semakin tinggi penambahan NaHCO 3 , maka semakin banyak kadar air keripik simulasi labu kuning sehingga rendemen keripik simulasi meningkat. Hal ini disebabkan NaHCO 3 mempunyai kemampuan mengikat air yang tinggi. Sehingga semakin tinggi penambahan NaHCO 3 maka rendemen keripik simulasi akan semakin tinggi.

6. Volume Pengembangan

Berdasarkan hasil analisis ragam Lampiran 7 dapat diketahui bahwa terdapat interaksi yang nyata p ≤0,05 antara proporsi labu kuning : tepung tapioka dengan konsentrasi NaHCO 3 dan masing-masing perlakuan berpengaruh nyata terhadap volume pengembangan keripik simulasi yang dihasilkan. Nilai rata-rata volume pengembangan keripik simulasi labu kuning tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Nilai rata-rata volume pengembangan keripik simulasi dengan proporsi labu kuning : tepung tapioka dengan konsentrasi NaHCO 3 . Labu kuning : Tapioka Natrium bikarbonat Nilai rata-rata vol.pengembangan Notasi DMRT 5 1 127,6667 a - 2 129,3333 b 1,094 70 : 30 3 131,0000 c 1,150 1 140,3333 d 1,183 2 144,0000 e 1,205 60 : 40 3 148,6667 f 1,223 1 151,6667 g 1,238 2 154,3333 h 1,246 50 : 50 3 158,3333 i 1,253 Keterangan :Nilai rata-rata yang disertai dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada p ≤0,05. Tabel 10 Menunjukkan bahwa volume pengembangan keripik simulasi labu kuning berkisar antara 127,6667 – 158,3333. Hasil analisa volume pengembangan tertinggi ditunjukkan pada proporsi labu kuning:tepung tapioka 50:50 dengan konsentrasi NaHCO 3 3 yaitu 158,3333, sedangkan untuk volume pengembangan terendah 127,6667 terdapat pada proporsi labu kuning: tepung tapioka 70:30 dengan konsentrasi NaHCO 3 1. Hubungan antara proporsi labu kuning : tepung tapioka dengan konsentrasi NaHCO 3 terhadap volume pengembangan dapat dilihat pada Gambar 8 y = 3.3333x + 148.11 R 2 = 0.9868 y = 4.1667x + 136 R 2 = 0.9952 y = 1.6667x + 126 R 2 = 1 0.0000 40.0000 80.0000 120.0000 160.0000 1 2 3 v o l pe ng e m ba ng a n Labu:T.tapioka 70:30 Labu:T.tapioka 60:40 Labu:T.tapioka 50:50 Linear Labu:T.tapioka 50:50 Gambar 8. Hubungan perlakuan proporsi labu kuning:tapioka dan penambah NaHCO 3 terhadap volume pengembangan keripik simulasi. Gambar 8. Menunjukkan bahwa semakin tinggi penambahan tepung tapioka dan konsentrasi NaHCO 3 , maka volume pengembangan keripik simulasi labu kuning semakin meningkat. Pati tepung tapioka mengandung kadar amilopektin yang tinggi sehingga meningkatkan volume pengembangan dan juga penambahan NaHCO 3 dapat memperbesar volume pengembangan. Karena NaHCO 3 merupakan senyawa pengembang yang dapat menghasilkan CO 2 yang membuat adonan menjadi mengembang. Haryadi 1993, menambahkan bahan pengembang dapat meningkatkan kemampuan pati dalam menyerap air . NaHCO 3 sendiri dapat mengikat air membentuk NaOH dan H 2 CO 3 yang nantinya berperan pada pengembangan dengan dihasilkan CO 2 dan uap air karena adanya pemanasan pengukusan, pengeringan, penggorengan. Pada prinsipnya proses pengembangan produk kering yang poros merupakan hasil tekanan uap, udara, dan gas lain yang diperoleh dari pemanasan kemudian mendesak struktur bahan membentuk produk yang mengembang Laulinesia dkk, 1998.

C. UJI ORGANOLEPTIK