PENGARUH PROPORSI LABU KUNING : TEPUNG TAPIOKA DAN PENAMBAHAN NATRIUM BIKARBONAT TERHADAP KARAKTERISTIK KERIPIK SIMULASI LABU KUNING.

(1)

SKRIPSI

Disusun oleh :

Andre Dian Permana NPM : 0333010047

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN”

JAWA TIMUR

SURABAYA

2010


(2)

semesta alam yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya selama pelaksanaan skripsi dengan judul ”Pengaruh Proporsi Labu Kuning : Tepung Tapioka Dan

Penambahan Natrium Bikarbonat Terhadap Karakteristik Keripik Simulasi Labu Kuning” hingga terselesaikannya pembuatan laporan skripsi ini. Skripsi ini

merupakan tugas akhir sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan.

Kemudahan dan kelancaran pelaksanaan skripsi serta penyusunan laporan ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini dengan penuh rasa hormat dan rendah hati, penulis in gin menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Ir. Sutiyono, MT, selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri UPN ”Veteran”

Jawa Timur.

2. Ir. Latifah, MS, selaku Ketua Program Studi Teknologi Pangan Fakultas

Teknologi Industri UPN ”Veteran” Jawa Timur.

3. Dr. Dedin F.R,. STP. M.Kes, selaku Sekretaris Program Studi Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Industri UPN ”Veteran” Jawa Timur.

4. Ibu Drh. Ratna Yulistiani, MP, selaku Dosen Pembimbing I yang telah

berkenan meluangkan waktu, pikiran, tenaga dan kesabaran untuk membimbing dan mengarahkan penulis meskipun beliau sangat sibuk.


(3)

6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Teknologi Pangan FTI UPN ”Vetran” Jawa Timur, terima kasih banyak atas segala bimbingan, nasehat dan perhatiannya selama ini.

7. Ayahanda, Ibunda, kakakku Dewi Elicya Kartikasari, adekku Shafira Farazi Mumtaz dan seluruh keluarga besarku yang tercinta, terima kasih telah memberikan bantuan moril maupun materil dan doanya sehingga dapat memotivasi saya dalam menyelesaikan skripsi ini, I LOVE U.

8. Mea Fatmawati (Yange) tercinta yag telah memberi dukungan baik moril maupun materil serta doanya selama mendampingiku sehingga dapat memotovasi saya dalam menyelesakan skripsi ini, teima kasih banyak sayang.

9. Teman-temanku mahasiswa dan alumni Teknologi Pangan khususnya Okky, Fika, Ubaidillah, Cilpy, Titin, Joe2, Mas Erick, Putri, Inge, Egha, Pipi, Keni dan semua teman-teman yang tidak bisa saya sebutin satu persatu, terima kasih banyak atas support dan doanya.

Akhir kata penulis berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Surabaya, November 2010

Penulis


(4)

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 3

C. Manfaat Penelitian ... 3

BAB II PROSES PRODUKSI ... 4

A. Labu Kuning (Cucurbita Moschata) ... 4

B. Kripik Simulasi ... 6

C. Tepung Tapioka ……….……….... 6

D. Natrium Bikarbonat (NaHCO3) ……….……… 7

E. Proses Pembuatan Kripik Simulasi ……….. 8

F. Analisa Keputusan ……… 12

G. Analisis Finansial ……….……… 12

1. Break Event Point (BEP) ….……… 13

2. Net Present Value (NPV) ……… 14

3. Payback Periods (PP) ..……… 15

4. Internal Rate of Return (IRR) ……….. 15


(6)

5. Gross Benefit Cost Ratio ... 16

H. Landasan Teori ... 16

I. Hipotesis ... 18

BAB III METODE PENELITIAN ... 19

A. Waktu dan Tempat ... 19

B. Bahan ... 19

C. Alat ... 19

D. Rancangan Penelitian ... 19

E. Parameter yang diamati ... 22

F. Prosedur Penelitian ... 23

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

A. Hasil Analisa Bahan Baku (Labu kuning) ... 25

B. Hasil Analisa Produk Kripik Simulasi (Labu kuning)... 26

1. Kadar Air ... 26

2. Kadar Pati ... 29

3. Kadar Serat kasar ... 32

4. Tekstur ... 34

5. Rendemen ... 36

6. Volume Pengembangan ... 39

C. Uji Organoleptik ... 41

1. Uji Kesukaan Rasa ... 42

2. Uji Kesukaan Kerenyahan ... 43

3. Uji Kesukaan Warna ... 45


(7)

D. Analisa Keputusan ... 46

E. Analisa Finansial ... 47

1. Kapasitas Produksi ... 47

2. Biaya Produksi ... 48

3. Harga Pokok Produksi ... 48

4. Harga Jual Produksi ... 49

5. Break Even Point (BEP) ... 49

6. Net Present Value (NPV) ... 50

7. Payback Period (PP) ... 50

8. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C) ... 51

9. Internal Rate of Return (IRR) ... 51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 53 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(8)

3

8. Tabel 8. Nilai rata-rata tekstur keripik simulasi labu kuning dengan perlakuan proporsi labu kuning:tapioka dengan penambahan NaHCO3. ... 34

9. Tabel 9. Nilai rata-rata kadar rendemen dengan perlakuan proporsi labu kuning: tepung tapioka dengan penambahan NaHCO pada keripik simulasi labu kuning... 36 10. Tabel 10. Nilai rata-rata volume pengembangan keripik simulasi dengan proporsi labu kuning : tepung tapioka dengan konsentrasi NaHCO3. ... 39

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Tabel I. Komposisi Kimia Labu Kuning dalam 100 gr bahan segar ... 5

2. Tabel 2. Komposisi kimia Tepung Tapioka (per 100 gram bahan) ... 7 3. Tabel 3. Hasil Analisa Bahan Baku ... 25 4. Tabel 4. Hasil rata-rata dengan kadar air dengan perlakuan proporsi labu

kuning : tapioka dan penambahan NaHCO3 pada kripik simulasi labu kuning

……… 27 5. Tabel 5. Nilai rata-rata kadar pati keripik simulasi labu kuning dengan

perlakuan proporsi kuning:tapioka dengan penambahan NaHCO3 pada keripik

simulasi labu kuning. ... 30 6. Tabel 6. Nilai rata-rata kadar serat kasar keripik simulasi labu kuning dengan

perlakuan proporsi labu kuning:tapioka. ... 32 7. Tabel 7. Nilai rata-rata kadar serat kasar keripik simulasi dengan perlakuan

penambahan NaHCO3………..……

3

3


(9)

11. Tabel 11. Nilai tingkat kesukaan rasa keripik simulasi labu kuning ... 42 12. Tabel 12. Nilai tingkat kesukaan tekstur keripik simulasi labu kuning …. 44 13. Tabel 13. Nilai rata-rata tingkat kesukaan warna keripik simulasi labu kuning ... 45 14. Tabel 14. Hasil analisis keripik simulasi Labu Kuning ………. 47


(10)

ix

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 1. Reaksi Natrium bikarbonat (NaHCO3) ... 8

2. Gambar 2. Diagram alir pembuatan keripik simulasi singkong (Sutrisno,2009)

………... 11 3. Gambar 3. Diagram alir pembuatan keripik simulasi labu kuning ... 24 4. Gambar 4. Hubungan antara perlakuan proporsi labu kuning:tapioka dengan

penambahan NaHCO3 terhadap kadar air keripik simulasi labu kuning … 33

5. Gambar 5. Hubungan antara perlakuan proporsi labu kuning:tapioka dengan penambahan NaHCO3 terhadap kadar pati keripik simulasi labu kuning... 31

6. Gambar 6. Hubungan perlakuan proporsi labu kuning:tapioka dan penambahan NaHCO3 terhadap tekstur keripik simulasi. ……….. 35

7. Gambar 7 Grafik hubungan antara perlakuan labu kuning:tepung tapioka dengan konsentrasi NaHCO3 terhadap rendemen keripik simulasi labu kuning.

... 38 8. Hubungan perlakuan proporsi labu kuning:tapioka dan penambah NaHCO3


(11)

Andre Dian Permana NPM: 0333010047

INTISARI

Keripik simulasi adalah produk keripik dimana pada prosesnya dilakukan pembuatan adonan terlebih dahulu dengan penambahan tepung, dengan tujuan memperbaiki nilai gizi dan mendapatkan hasil akhir dari produk bias lebih seragam sesuai selera, baik bentuk, ukuran maupun rasa. Pembuatan keripik simulasi labu kuning dimaksudkan untuk penganeragaman produk keripik dan menaikkan nilai gizi. Labu kuning mempunyai kandungan vitamin A dan serat tinggi, tetapi mengandung pati agak rendah, oleh karena itu perlu ditambahkan tepung tapioka yang dapat membantu terjadinya gelatinisasi sehingga pada saat dipanaskan menghasilkan keripik simulasi yang renyah.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh proporsi labu kuning : tepung tapioka dan penmbahan natrium bikarbonat terhadap kualitas fisik, kimia, dan organoleptik dari keripik simulasi labu kuning yang dihasilkan. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial dengan dua faktor dan tiga kali ulangan. Faktor pertama : proporsi labu kuning dan tepung tapioka (70:30)gr ; (60:40)gr ; (50:50)gr dan faktor kedua penambahan Natrium Bikarbonat 1%, 2%, 3%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan terbaik yaitu proporsi labu kuning : tepung tapioka (60:40)gr dengan penambahan Natrium Bikarbonat 2% menghasilkan keripik simulasi dengan kadar air 11,749% ; kadar pati 51,477% ; serat kasar 3,404% ; tekstur 2,9206% ; rendemen 62,569% ; volume pengembangan 144,0000%. Hasil rata-rata uji hedonik menunjukkan nilai kesukaan rasa 71 (suka) ; kerenyahan 79 (suka) dan warna 80 (suka). Secara finansial perlakuan keripik simulasi labu kuning menunujukkan nilai BEP sebesar Rp. 120.441.300,88, titik impas = 24,91%, kapasitas titik impas 38.852,03 bungkus/tahun, IRR= 25,163%, PP=3 tahun 4 bulan, NPV 32.483.475, Gross B/C = 1,0339 dan harga produk sebesar Rp. 3.100/bungkus.


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peluang pengembangan labu kuning sebagai bahan pangan berpati, cukup besar dan terus didorong oleh pemerintah. Penggunaannya sebagai bahan makanan dapat diarahkan untuk menunjang ketahanan pangan nasional melalui program diversifikasi pangan disamping peluangnya sebagai bahan baku industri sangat luas diantaranya pada pembuatan keripik simulasi.

Keripik simulasi adalah keripik yang dibuat dengan bahan baku dari tepung dengan tahap pembuatan sebagai berikut: pengadonan tepung, pembuatan lembaran tipis, pencetakan sesuai dengan bentuk yang diinginkan dan penggorengan (Anonymous,2006).

Labu kuning (Cucurbita moschata) merupakan salah satu komoditas pertanian yang banyak mengandung beta-karoten atau provitamin A yang sangat bermanfaat bagi kesehatan. Selain itu, labu kuning juga mengandung zat gizi seperti protein, karbohidrat, beberapa mineral seperti kalsium, fosfor, besi, serta vitamin yaitu Vitamin B dan C (Hendrasty, 2003). Menurut Gardjito (2004), labu kuning juga diperkaya dengan serat. Labu kuning mengandung pati 31,83% (Suhartini, 2006)

Melihat kandungan gizi labu kuning yang cukup lengkap dan harganya yang relatif murah, maka labu kuning merupakan sumber gizi yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai alternatif pangan masyarakat. Selama ini


(13)

pemanfaatan labu kuning terbatas hanya dengan direbus atau bentuk pangan olahan lain yang cenderung tidak tahan lama (makanan semi basah). Adapun salah satu cara pemanfaatan labu kuning agar lebih tahan lama adalah dengan diolah menjadi tepung labu kuning, yang kemudian dapat disubstitusi dengan tepung terigu atau sumber pati lainnya dalam berbagai pembuatan produk pangan, salah satunya keripik simulasi labu kuning. Sehingga dapat mendukung usaha diversifikasi produk keripik simulasi labu kuning serta meningkatkan nilai ekonomisnya.

Penambahan tepung tapioka pada pembuatan keripik simulasi berfungsi untuk mendapatkan hasil kerenyahan dan volume pengembangan yang baik karena tapioka mempunyai kandungan amilosa sebanyak 17,28% dan amilopektin sebanyak 86%. Masalah yang sering dihadapi pada pembuatan keripik simulasi adalah kerenyahannya, maka dicari alternatif lain yaitu dengan penambahan Natrium-bikarbonat (NaHCO3) sebagai perenyah.

Proses penggorengan merupakan proses untuk memasak bahan pangan menggunakan lemak atau minyak pangan dalam wajan penggorengan. Dalam proses penggorengan, minyak goreng berfungsi sebagai medium penghantar panas, penambah rasa gurih, dan penambah nilai kalori dan nilai gizi bahan pangan (Ketaren,1986) .

Berdasarkan hal-hal tersebut, pada penelitian ini dipelajari pembuatan keripik simulasi labu kuning dengan penambahan natrium bikarbonat dan tepung tapioka . Faktor yang dikaji adalah pengaruh labu kuning terhadap tepung tapioka dan penambahan natrium bikarbonat terhadap kualitas keripik yang dihasilkan.


(14)

B. Tujuan Penelitian

1. Mengkaji pengaruh proporsi labu kuning : tepung tapioka dan penambahan natrium bikarbonat terhadap kualitas fisikokimia, dan organoleptik pembuatan keripik simulasi labu kuning.

2. Menentukan perlakuan terbaik antara proporsi labu kuning : tepung tapioka sehingga dapat dihasilkan keripik simulasi labu kuning dengan beberapa karakteristik yang baik.

C. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai cara pembuatan keripik simulasi labu kuning dengan menggunakan formulasi labu kuning dan tepung tapioka sehingga mempunyai nilai ekonomis dan penganekaragaman jenis produk olahan dari labu kuning.


(15)

A. Labu Kuning (Cucurbita moschata)

Labu kuning (Cucurbita moschata) atau yang sering disebut dengan waluh (Jawa Tengah), ataupun pumpkin (Inggris), merupakan buah yang mempunyai bentuk bulat sampai lonjong dan berwarna kuning kemerahan. Pada bagian tengah buah labu kuning tersebut, terdapat biji yang diselimuti lendir dan serat. Berat labu kuning dapat mencapai ± 4 kg sampai 20 kg. Buah labu kuning sudah dapat dipanen pada umur 3-4 bulan (Hendrasty, 2003).

Labu kuning atau waluh merupakan bahan pangan yang kaya vitamin A dan C, mineral, serta karbohidrat. Daging buahnya pun mengandung antioksidan sebagai penangkal berbagai jenis kanker (Astawan, 2004)

Menurut Gardjito (2004), selain mengandung vitamin A dan C serta karbohidrat yang tinggi, labu kuning juga mengandung serat. Melihat kandungan gizinya, olahan dari labu kuning sangat baik dikonsumsi oleh anak-anak maupun orang tua menjadi salah satu menu sarapan pagi. Mengganti nasi dengan labu kuning untuk sarapan pagi, berarti bisa mengurangi pemakaian beras sekitar 30 %.


(16)

Tabel 1. Komposisi Kimia Labu Kuning dalam 100 gr bahan segar Komposisi Kadar Kalori Protein Lemak Karbihidrat Kalsium Fosfor Besi Vitamin A Vitamin B1

Vitamin C Air 29 kal 1,1 gr 0,3 gr 6,6 gr 45 mg 64 mg 1,4 mg 180 SI 0,08 mg 52 mg 91,20 gr Sumber: Departemen Kesehatan (1992)

Sesuai namanya, labu kuning mempunyai warna kuning atau jingga akibat kandungan karotenoidnya yang sangat tinggi. Karotenoid dalam labu kuning sebagian besar berbentuk β-karoten, yang berfungsi untuk melindungi mata dari serangan katarak, dan berbagai penyakit degeneratif (Astawan, 2004).

1. Provitamin A (karoten)

Karoten (carotene) adalah salah satu jenis hidrokarbon. Jenis yang paling banyak tersebar adalah beta-karoten yaitu pigmen oranye. Beta-karoten banyak ditemukan dalam wortel, brokoli, ubi jalar, waluh dan sayuran yang berwarna hijau (Anonymous, 1994).

Menurut De Mann (1997), karoten akan stabil pada pH=7 (netral) dan pada keadaan basa pH>7, sedangkan menjadi tidak stabil pada keadaan asam pH<7.

Vitamin A mendukung proses pertumbuhan dan perkembangan normal tubuh manusia, membantu penglihatan, menjaga kesehatan kulit, dan juga dianggap sebagai zat yang dapat membantu melawan kanker (Long, 2006)


(17)

Vitamin A pada umumnya stabil terhadap panas, asam, dan alkali, tetapi sangat mudah teroksidasi oleh udara dan akan rusak bila dipanaskan pada suhu tinggi bersama udara, sinar, dan lemak yang sudah mengalami rencidity

(Budiyanto, 2001).

B. Keripik Simulasi

Keripik biasa adalah makanan ringan dan renyah yang dibuat melalui pengupasan dan pembersihan, pengirisan tipis dan penggorengan. Sedangkan keripik simulasi adalah keripik yang dibuat dengan tepung dari bahan baku, pengadonan tepung, pembuatan lembar tipis, pencetakan lembaran sesuai bentuk yang diinginkan dan penggorengan. Bentuk keripik simulasi yang dihasilkan beragam dan mempunyai penampakan yang seragam (Anonymous, 2006)..

Dibandingkan dengan jenis keripik biasa, keripik simulasi mempunyai beberapa keuntungan, antara lain :

 Keripik simulasi dapat dicetak dengan bentuk dan ukuran sesuai selera

 Bentuk dan ukuran keripik simulasi dapat dibuat seragam

 Aplikasi bumbu dan pecinta rasa lainnya lebih mudah C. Tepung Tapioka

Tepung Tapioka yang terbuat dari ketela pohon mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri. Dibandingkan dengan tepung jagung, kentang,gandum dan terigu, komposisi zat gizi tepung tapioka (Anonymous, 2000).


(18)

Tepung tapioka adalah hasil ekstraksi pati yang terdapat di dalam sel ketela pohon. Pati merupakan bagian terbesar yang terdapat dalam tepung tapioka. Lemak, protein dan komponen-komponen yang lain relatif dalam jumlah yang sedikit (Makfoeld,1977). Kandungan pati dalam tapioka terdiri dari amilosa dan amilopektin. Kandungan amilosa pada tapioka sebanyak 17,28% dan amilopektin sebanyak 86%.

Menurut Syarif dan Irawati (1988), tepung tapioka mengandung 85-87% pati yang mempunyai sifat mudah mengembang dalam air panas. Penggunaan dalam industri pangan cukup sebagai sumber karbohidrat maupun sebagai pengental. Kandungan protein dalam tepung tapioka sebesar 1,1%.

Tabel 2. Komposisi kimia Tepung Tapioka (per 100 gram bahan) Komposisi Jumlah Kalori (kal)

Protein (gr) Lemak (gr) Karbohidrat (gr) Air (gr)

362 0,5 0,3 86,5 12,0 Sumber : Depkes RI (1992)

D. Natrium Bikarbonat (NaHCO3)

Menurut kodeks makanan Indonesia, Soda kue adalah natrium bikarbonat yang berbentuk serbuk halus berwarna putih yang dipergunakan sebagai bahan penambah makanan, syarat mutu: warna putih, berbentuk serbuk hablur, bau atau rasa normal, garam ammonium tidak ada, logam berbahaya (Pb, Cu, Hg, As) tidak ada, kelarutan dalam air (1:2) jernih. Soda kue adalah Natrium bikarbonat yang berfungsi untuk membuat adonan roti atau kue menjadi lebih ringan (Safridu, 1999).


(19)

Reaksi NaHCO3 dalam air :

NaHCO3 Na+ + HCO3 ̅

HCO3̅ + HCO H2CO3 + OH ̅

HCO3̅ CO3 ̅ + H +

Sedangkan reaksi NaHCO3 dalam adonan :

R – O ; H+ + NaHCO3 R – O ; Na+ + H2O + CO2

Gambar 1. Reaksi Natrium bikarbonat (NaHCO3)

Penelitian Haryadi dan Soepriyanto (1997), menunjukkan penggunaan NaHCO3 dalam keripik simulasi bervariasi yaitu sebesar 0% 0,25% 0,50%

0,75% dan 1%. Tingkat pengembangan semakin besar dengan semakin banyak konsentrasi NaHCO3.

Fenomena pengembangan disebabkan terlepasnya air yang terikat dalam gel pati selama penggorengan atau pemanggangan pada selang suhu tertentu. Air ini mula-mula akan mendesak jaringan gel untuk keluar sehingga terjadi pengembangan dan sekaligus terjadi penggosongan yang membentuk kantong-kantong udara (celles) dimana kantong udara akan diisi oleh gas CO2 bebas

diudara, pada bahan yang telah digoreng (Wiriono, 1984). Selain adanya pemuaian dan pendesakan CO2 dan uap air, pengembangan juga dipengaruhi

kandungan amilopektin, jika semakin banyak kandungan amilopektinnya maka produk akan semakin mengembang (Haryadi, 1993).

E. Proses pembuatan keripik simulasi

Pada penelitian ini yang digunakan sebagai acuan adalah keripik simulasi singkong (Sutrisno, 2009).


(20)

Tahap – tahap proses pembuatan keripik singkong simulasi adalah sebagai berikut :

 Pencucian, perendaman dan pengupasan

Proses pencucian dilakukan hanya pada singkong yang kotor, dengan cara melewatkan singkong ke dalam air bersih. Selanjutnya dilakukan perendaman selama 30 menit dalam bak perendaman. Setelah kulit bersih, lalu dilakukan pengupasan.

 Penghancuran atau pemarutan singkong

Proses penghancuran singkong dapat menggunakan alat pemarut( Rasper). Pemarut dapat menggunakan jenis pemarut rumah tangga atau pemarut untuk industri. Alat pemarut yang digunakan pada skala industri adalah pemarut dengan silinder stainless steel yang bergerigi dengan diameter sekitar 30 cm.

 Pencampuran singkong dengan bumbu

Singkong yang telah diparut diberi penambahan bumbu, seperti cabe merah, bawang daun, garam dan lainnya. Cabe merah segar dihancurkan dengan menggunakan mixer, sedangkan bawang daun dirajng halus dengan pisau pemotong. Setelah dilakukan penambahan bumbu lalu diaduk, agar bumbu dan adonan tercampur secara merata.

 Pengukusan

Adonan merah yang berbentuk bubur setelah proses pencampuran singkong dengan bumbu, kemudian dibentuk menjadi lembaran tipia menggunakan mesin roll beralas plastik. Selanjutnya dilakukan pengukusan selama 5 – 10 menit.


(21)

 Pengeringan awal

Lemari pengering yang digunakan untuk mengeringkan menggunakan udara panas yang bersuhu 80°C selama 3 – 4 jam. Adonan dikeringkan dengan menggantungkannya pada rak – rak lemari pengering dengan berjejer lurus.

 Pemotongan

Pemotongan menggunakan alat pemotong khusus. Lembaran – lembaran yang telah kering disusun sekitar 10 – 12 lapis untuk diratakan bagian ujung – ujungnya, kemudian dipotong dengan ukuran 3 x 3 cm2 atau berbentuk bundar dipotong dengan alat punching machine.

 Pengeringan lanjutan

Setelah dipotong kecil – kecil dikeringkan dengan menggunakan mesin pengering yang menghasilkan udara panas dengan suhu 80°C dan waktu pengeringan lanjutan adalah 30 menit.

 Penggorengan

Setelah proses pengeringan selesai, maka dilakukan proses penggorengan dengan metode deep frying . Suhu penggorengan adalah 180°C selama 3 – 5 detik.

Diagram alir proses pembuatan keripik simulasi singkong dapat dilihat pada gambar 2.


(22)

n Pencucian

Perendaman selama 30 menit

Pemarutan atau Penghancuran

Pencampuran singkong parut dan bumbu Pengupasan

Singkong

Bumbu : Cabe merah,daun

bawang,garam.

Pembentukan lembaran tipis

Pengukusan selama 5-10 menit

Pengeringan awal (T=800C t = 3-4 jam)

Penggorengan (T = 1800C t = 3-5 detik) Pengeringan Lanjutan (T = 800C t = 30 menit)

Pemotongan dengan ukuran 3x3 cm2

Keripik singkong simulasi matang ( Enyek-enyek)


(23)

F. Analisa Keputusan

Keputusan ialah suatu kesimpulan dari suatu proses untuk memilih tindakan yang terbaik dari sejumlah alternatif yang ada. Pengambilan keputusn adalah proses yang mencakp semua pikiran dan kegiatan yang diperlukan guna membuktikan dan memperlihatkan pilihan terbaik tersebut (Siagin, 1987).

Analisa keputusan pada dasarnya adalah suatu proses prosedur logis yang kuantitatif yang tidak hanya menerangkan mengenai pengambilan keputusan, tetapi juga suatu cara unutk membuat keputusan (Mangkusubroto dan Listriani, 1987).

Analisa keputusan adalah untuk memilih alternatif terbaik yang dilakuakn dengan mengadakn aspek antara kualitas, kuantitas dan aspek finansial dari produk yang dihasilkan dari tiap kombinasi perlakuan , kemudian ditentukan alternatif yang terbaik.

G. Analisa Finansial

Analisis finansial adalah analisis yang melihat proyek dari sudut lembaga atau menginvestasikan modalnya kedalam proyek (Pujosumarto, 1984).

Analisis kelayakan adalah analisis yang ditujukan untuk meneliti suatu proyek layak atau tidak layak untuk proyek tersebut harus dikaji, diteliti dari beberapa aspek tertentu sehingga memenuhi syarat untuk dapat berkembang atau tidak (Tiomar, 1994).


(24)

Benefit atau laba yang diperoleh perusahaan sering dipakai untuk menilai atau sukses tidaknya manajemen perusahaan, sedangkan besarnya laba tersebut terutama dipengaruhi oleh biaya produksi, harga jual produk dan volume penjualan (Muljadi, 1986).

Dalam rangka mencari suatu ukuran menyeluruh tentang layak tidaknya suatu proyek yang dikembangkan, maka digunakan beberapa kriteria yang digunakan dapat dipertanggung jawabkan penggunaannya adalah :

1. Break Event Point (BEP)

2. Net Present Value (NPV)

3. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C Ratio)

4. Payback Period

5. Internal Rate of Return (IRR)

1. Break Even Point (BEP)

BEP adalah suatu keadaan tingkat produksi tertentu yang menyebabkan besarnya biaya produksi keseluruhan sama dengan besarnya nilai/hasil penjualan atau laba. Jadi padda keadan tersebut perusahaan tidak mengalami kerugian (Susanto dan Saneto, 1994).BEP dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

VC P

FC Po

VC FC

BEP

Keterangan :

Po = produk pulang pokok/satuan FC = biaya tetap (Rp)


(25)

VC = biaya tidak tetap (Rp) BEP = titik impas

Rumus untuk mencari titik impas adalah sebagai berikut: a. Biaya Titik Impas

Biaya Tetap BEP =

1-(biaya tidak tetap/pendapatan) b. Presentase

Titik Impas:

BEP (Rp)

BEP (%) = x 100 % Pendapatan

c. Kapasitas Titik Impas

Kapasitas titik impas adalah jumlah produksi yang harus dilakukan untuk mencapai titik impas. Rumus kapasitas titik impas adalah sebagai berikut:

Kapasitas Titik Impas = Persen Titik Impas x Pendapatan

2. Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) adalah selisih antara nilai penerimaan sekarang dengan niali biaya sekarang. Bila dalam analisia diperoleh nilai NPV lebih besar dari 0 (nol), berarti nilai proyek layak untuk dilaksanakan, jika dalam perhitungan diperoleh nilai NPV lebih kecil dari 0 (nol), maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Rumus NPV adalah :

NPV =

 

n

t i t

Ct B 2 1


(26)

Keterangan:

Bt = Benefit sosial kotor sehubungan dengan suatu proyek pada tahun t Ct = Biaya sosial kotor sehubungan dengan proyek pada tahun t

t = 1, 2, 3,………n

n = Umur ekonomi dari pada proyek. i = Sosial discount rate (Muljadi, 1986)

3. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C Ratio)

Merupakan perbandingan antara penerimaan kotor dengan biaya kotor yang telah dirupiahkan sekarang (present value). (Muljadi, 1986)

Nilai B/C Ratio =

Produksi Biaya

Pendapatan

4. Payback Period

Merupakan perhitungan jangka waktu yang dibutuhkan untuk pengambilan modal yang ditanam pada proyek. Nilai tersebut dapat berupa prosentase maupun waktu (baik tahun maupun bulan). Payback period tersebut harus lebih kecil dari nilai ekonomis. Rumus penentuannya adalah sebagai berikut:

Ab I Period

Payback

Keterangan: I = Jumlah modal


(27)

5. Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return merupakan tingkat bunga yang menunjukkan

persamaan antara interval penerimaan bersih sekarang dengan jumlah investasi (modal) awal dari suatu proyek yang sedang dikerjakan. Criteria ini memberikan pedoman bahwa proyek akan dipilih apabila nilai IRR lebih besar dari suku bunga yang berlaku, sedangkan bila IRR lebih kecil dari suku bunga yang berlaku maka proyek tersebut dinyatakan tidak layak untuk dilaksanakan.

IRR = 1 +

" NPV ' NPV

NPV

 (I" – i')

Keterangan:

NPV' = NPV positif hasil percobaan nilai NPV" = NPV negatif hasil percobaan nilai; i = Tingkat bunga

(Tiomar, 1994).

H. Landasan teori

Labu kuning (Cucurbita moschata) bersifat mudah rusak dan busuk sehingga perlu diolah menjadi suatu produk yang tahan lama disimpan, antara lain dibuat menjadi tepung. Pembuatan tepung labu kuning akan menguntungkan karena pemanfaatannya menjadi lebih luas sebagai campuran makanan, disamping daya simpannya yang tinggi juga mencegah kerusakan provitamin A. Labu kuning dapat dimanfaatkan untuk bahan campuran pada pembuatan beraneka makanan (Hendrasti, 2003).


(28)

Labu kuning memiliki keunggulan karena vitamin A yang cukup tinggi yaitu 180 SI (Depkes, 1992). Provitamin A (beta-karoten) bersifat sebagai zat antioksidan (Long, 2006).

Keripik simulasi adalah produk keripik dimana pada prosesnya dilakukan pembuatan adonan terlebih dahulu dengan penambahan tepung tapioka, dengan tujuan agar hasil akhir dari produk bisa lebih seragam sesuai selera, baik bentuk, nilai gizi, ukuran dan rasanya. Selain itu adonan juga ditujukan agar produk bisa lebih menarik, lebih tahan lama, teksturnya lebih kokoh dan mengembang.

Tapioka adalah pati yang terbuat dari ubi kayu. Pati disusun dari dua komponen penting, yaitu amilosa yang mempunyai struktur lurus dengan ikatan α (1,4)-D-glukosa dan amilopektin yang mempunyai cabang pada ikatan α (1,6)-D-glukosa (Gaman, 1994). Menurut Marwanto (1987), pati tapioka 80,08% tersusun atas 20% amilosa dan 80% amilopektin. Menurut Pribawantie (2000), tepung tapioka mempunyai kemampuan menyerap air yang besar sehingga memudahkan terjadinya gelatinisasi, karena awal proses gelatinisasi terjadi didaerah yang ikatannya longgar (amorf) yaitu amilopektin.

Tepung tapioka memiliki kandungan amilopektin yang cukup tinggi yaitu 80%. Mekanisme kerja tepung tapioka adalah sebagai berikut : karena jumlah gugus hidroksil dalam molekul pati sangat besar, maka komponen menyerap air sangat besar. Terjadinya peningkatan viskositas disebabkan air yang dulunya berada diluar granula dan bebas bergerak sebelum suspensi dipanaskan, kini sudah berada dalam butir–butir pati dan tidak dapat bergerak dengan bebas lagi (Winarno, 2002). Menurut Hariyadi (1992) umumnya makin banyak kandungan


(29)

amilopektin, kerupuk makin besar mengembang. Hal ini karena bangunan amilopektin kurang kompak dan kurang kuat menahan pengembangan masa yang cepat selama penggorengan..

NaHCO3 adalah bahan pengembang yang umum digunakan. Penambahan

bahan pengembang dimaksudkan untuk memperbesar daya kembang sehingga menambah kerenyahannya (Haryadi dan Supriyanto, 1997). Pada prinsipnya proses pengembangan produk kering yang merupakan hasil tekanan uap, udara, dan gas lain yang diperoleh dari pemanasan kemudian mendesak struktur bahan membentuk produk yang mengembang (Lavlinesia dkk, 1998)

I. Hipotesis

Diduga proporsi labu kuning : tepung tapioka dan konsentrasi natrium bikarbonat berpengaruh terhadap kualitas dari keripik simulasi labu kuning yang dihasilkan.


(30)

A. Tempat Dan Waktu

Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Analisa Pangan dan Laboratorium Uji Inderawi Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur. Mulai bulan Januari 2010.

B. Bahan

Bahan baku yang akan digunakan adalah labu kuning, bawang putih, natrium bikarbonat (soda kue), tepung tapioka,garam,penyedap masakan yang diperoleh dari pasar Soponyono Surabaya. Bahan yang digunakan untuk analisa meliputi 0,02 N HCl, aquades, H2SO4, Na2SO4, HgO, Petroleum Ether, Kertas

saring.

C. Alat Analisa

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah pisau stainless, pengaduk, penggilingan, baskom plastik, timbangan analitik, alat pengukus, blender, labu kjeldahl, soxhlet, oven, botol timbang, timbangan analitik, erlenmeyer, gelas beker, pipet tetes, gelas ukur, buret dan penetrometer.

D. Metode Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancang Acak Lengkap (RAL) dengan pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor masing - masing terdiri dari 3 level dengan 2 kali ulangan. Data yang diperoleh


(31)

dianalisis menggunakan ANOVA, bila terdapat perbedaan nyata antara perlakuan dilanjutkan dengan uji DMRT (Gasperz, 1991).

1. Variabel berubah terdiri dari 2 faktor yaitu : Faktor I : Proporsi labu kuning : Tepung tapioka :

 A1 = 70 : 30  A2 = 60 : 40  A3 = 50 : 50

Faktor II : Penambahan Natrium Bikarbonat (% berat) :

 B1 = Natrium Bikarbonat 1 %  B2 = Natrium Bikarbonat 2 %  B3 = Natrium Bikarbonat 3 %

Sehingga dari kedua faktor diatas diperoleh 9 kombinasi perlakuan sebagai berikut :

NaHCO3 (%)

Proporsi labu kuning :

tepung tapioka B1 B2 B3

A1 A1B1 A1B2 A1B3

A2 A2B1 A2B2 A2B3

A3 A3B1 A3B2 A3B3

Keterangan :

A1B1 = 70 : 30 dan PenambahanNatrium Bikarbonat 1 %

A1B2 = 70 : 30 dan Penambahan Natrium Bikarbonat 2 %

A1B3 = 70 : 30 dan PenambahanNatrium Bikarbonat 3 %


(32)

A2B2 = 60 : 40 dan Penambahan Natrium Bikarbonat 2 %

A2B3 = 60 : 40 dan Penambahan Natrium Bikarbonat 3 %

A3B1 = 50 : 50 dan Penambahan Natrium Bikarbonat 1 %

A3B2 = 50 : 50 dan Penambahan Natrium Bikarbonat 2 %

A3B3 = 50 : 50 dan Penambahan Natrium Bikarbonat 3 %

Menurut Vincent (1999), model matematika dengan rancang acak lengkap (RAL) pola faktorial dengan 2 faktor adalah sebagai berikut

Dimana:

Yijk = µ +

αi

+

βj

+ (

αβ

)

ij

+

εijk

Yijk = Nilai pengamatan pada satuan percobaan ku-k yang memperoleh kombinasi perlakuan ij (taraf ke-i dari faktor I dan taraf ke-j dari faktor II)

µ = Nilai tengah populasi (rata – rata yang sesungguhnya) i = Pengaruh aditif ke-i dari faktor I

j = Pengaruh aditif ke-j dari faktor II

(αβ)ij = Pengaruh interaksi taraf ke-i dari faktor I dan taraf ke-j dari faktor II Ε = Pengaruh kesalahan (galat dari satuan percobaan ke-k yang

memperoleh kombinasi dari perlakuan ij)

2. Variabel tetap :

 Keripik simulasi labu kuning :

- Lama perebusan labu kuning ( 20 menit ) - Total berat labu kuning (100 gr)


(33)

- Suhu pengeringan cetakan 45°C - Waktu pengerinan cetakan (3 jam) - Penambahan bawang putih 1 gr - Penyedap rasa 1 gr

Data yang diperoleh dianalisia dengan analisis ragam untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan perlakuan. Apabila terdapat perbedaan dari perlakuan maka dilanjutkan dengan Uji Duncant (DMRT) untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan.

E.Parameter Yang Diamati

1. Parameter yang diamati untuk bahan baku meliputi: 1. Kadar air cara pemanasan (Sudarmadji,1997) 2. Kadar pati cara ekstraksi(Sudarmadji, 1984) 3. Kadar serat (Sudarmadji, 2003)

4. Kadar amilosa/amilopektin 5. β – karoten (AOAC, 1992)

2. Parameter yang diamati untuk produk meliputi:

 Kadar air cara pemanasan (Sudarmadji, dkk, 1989)

 Kadar pati cara ekstraksi (Sudarmadji dkk, 1989)

 Kadar amilosa/amilopektin (Dedi M.H )

 Volume pengembangan

 Kadar serat

 Rendemen (Hartati, dkk. 2003)


(34)

 Uji organoleptik (Scale Scoring) meliputi : warna, tekstur, aroma

F. PROSEDUR PENELITIAN

1. labu kuning dibersihkan dari kotoran-kotoran yang menempel .

2. Kemudian dilakukan pengupasan untuk memisahkan daging labu kuning dan kulit labu kuning agar lebih mudah dalam proses pembuatannya. 3. Kemudian dilakukan pencucian sampai bersih dengan air mengalir 4. Labu kuning kemudian dikukus dengan air selama 20 menit. 5. Labu kuning kukus kemudian digiling .

6. Setelah digiling kemudian dicampur dengan tepung tapioka dan bawang putih yang sudah dihancurkan dan penyedap rasa.

7. Setelah adonan tercampur lalu dibentuk lembaran dan dilanjutkan dengan pencetakan .

8. Dilakukan pengukusan hasil pencetakan selama 10 menit.

9. Kemudian dilakukan pengeringan selama 3 jam dengan suhu 450C.

10.Dilakukan penggorengan dengan menggunakan suhu 1750C selama 10 detik.


(35)

Analisa :

 Kadar Pati

 Kadar Air

 Beta-karoten  Amilosa/amilopektin Labu kuning Pengupasan Pencucian Pengukusan Pencampuran

Bawang putih (1 gr) Penyedap Rasa (1 gr) Penggilingan

Labu Kuning giling

Natrium Bikarbonat 1% , 2% , 3% Analisa:

 Kadar pati

 Kadar air

 Serat Kasar

Adonan

Proporsi labu kuning: tepung tapioka

70:30, 60:40, 50:50

Pencetakan

Gambar 3. Diagram alir pembuatan keripik simulasi labu kuning Pengeringan (T=450C ; t=3 jam)

Penggorengan (T=1750C ; t=10 detik) Keripik Simulasi labu mentah

Uji organoleptik :

 Rasa

 Warna

 Kerenyahan Analisa :

 Kadar Air

 Kadar Pati

 Kadar Serat Kasar

 Rendemen

 Analisa Tekstur

 Volume pengembangan

β-karoten (Perlakuan Terbaik)

Keripik simulasi labu kuning


(36)

Analisa yang dilakukan pada penelitian ini dimulai dari analisa bahan baku (labu kuning), tepung tapioka dan analisa keripik simulasi Labu kuning yang dihasilkan (terdiri dari analisa kimiawi, dan organoleptik). Analisa dilanjutkan dengan analisa keputusan dan finansial yang didasarkan pada segi ekonomis apabila produk keripik simulasi labu kuning digunakan sebagai produksi industri.

A. Hasil Analisa Bahan Baku (Labu Kuning)

Analisa bahan baku yang dilakukan adalah analisa kadar air, kadar pati, kadar serat, dan kadar protein. Hasil analisa bahan baku dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil analisa bahan baku

Bahan Kadar

protein (%) Kadar air (%) Kadar pati (%) Serat kasar (%) Kadar Amilos a (%) Kadar Amilop ektin (%) Beta Karoten (SI) Labu kuning

Labu Kuning Kukus Tepung Tapioka - - - 87,93 88,64 11,49 6,20 5,41 84,78 - 4,80 - 1,24 - - 4,96 - - 2704,259 - -

Hasil analisa bahan baku labu kuning menunjukkan kadar air 87,93%, kadar pati 6,20%, kadar amilosa 1,24%, kadar amilopektin 4,96%, dan beta karoten pada labu kuning 2704,259 SI , sedangkan pada labu kuning rebus memiliki kadar air 88,64%, kadar pati


(37)

5,41%, dan kadar serat 4,80%. Tepung tapioka mempunyai kadar air 11,49% dan kadar pati sebesar 84,78%. Sedangkan menurut Anonimos (1992), labu kuning dalam 100 gram bahan segar memiliki kadar air 91,20%, karbohidrat 6,6 gram, protein 1,1 gram, dan lemak 0,3 gram. Hasil penelitian dan literatur menunjukkan bahwa labu kuning mempunyai kadar air yang sama-sama cukup tinggi walaupun terlihat bahwa kadar air pada literatur menunjukkan lebih banyak dibanding hasil penelitian. Hal tersebut kemungkinan dikarenakan oleh adanya proses pengolahan yang dilakukan berbeda sehingga kadar air menurun. Selain itu, kematangan labu kuning dan pemanenan dalam kurun waktu yang berbeda juga dapat berpengaruh terhadap kandungan gizinya.

B. Hasil Analisa Produk Keripik Simulasi Labu Kuning 1. Kadar air

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 3), dapat diketahui bahwa terdapat interaksi yang nyata (p 0,05) antara perlakuan proporsi labu kuning dengan penambahan NaHCO3 terhadap kadar air keripik simulasi labu kuning yang dihasilkan dan

masing-masing perlakuan berpengaruh nyata terhadap kadar air keripik simulasi labu kuning. Nilai rata-rata kadar air keripik simulasi labu kuning dapat dilihat pada Tabel 4.


(38)

Tabel 4. Nilai rata-rata kadar air dengan perlakuan proporsi labu kuning:tapioka dengan penambahanNaHCO3 pada keripik simulasi labu kuning.

Labu kuning : Tapioka

Natrium bikarbonat (%)

Nilai rata-rata kadar

air (%)

Notasi DMRT (5%)

1 8,982 a -

2 10,237 b 0,5593

3 10,817 b 0,5862

1 9,252 a 0,5325

2 11,749 c 0,5952

3 11,976 c 0,6024

1 10,314 b 0,5755

2 12,676 cd 0,6060

3 13,363 d 0,6069

70 : 30

60 : 40

50 : 50

Keterangan : Nilai rata-rata yang disertai dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata

pada p 0,05

Tabel 4, menunjukkan bahwa besarnya kadar air keripik simulasi labu kuning berkisar antara 8,982%-13,363%. Hasil tertinggi pada keripik simulasi labu kuning yaitu, pada perlakuan dengan proporsi labu kuning : tapioka (50:50) dengan penambahan NaHCO3 3%; yaitu sebesar 13,363%, sedangkan untuk perlakuan terendah dengan kadar air

sebesar 8,982%, terdapat pada perlakuan proporsi labu kuning : tapioka (70:30) dengan penambahan NaHCO3 1%. Hubungan antara perlakuan proporsi labu kuning dengan

penambahan NaHCO3 terhadap kadar air keripik simulasi labu kuning, dapat dilihat pada


(39)

y = 1.0137x + 8.1243 R2 = 0.9878

y = 0.6279x + 9.677

R2 = 0.8182

y = 0.4355x + 10.461 R2 = 0.9116

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

0 1 2 3

NaHCO3 (%) Ka d a r a ir ( %

Labu Kuning:T.tapioka (70:30) Labu Kuning:T.tapioka (60:40) Labu Kuning:T.tapioka (50:50) Linear (Labu Kuning:T.tapioka (70:30)) Linear (Labu Kuning:T.tapioka (60:40)) Linear (Labu Kuning:T.tapioka (50:50))

Gambar 4. Hubungan antara perlakuan proporsi labu kuning:tapioka dengan penambahan NaHCO3 terhadap kadar air keripik simulasi labu kuning.

Gambar 4, menunjukkan bahwa semakin rendah proporsi labu kuning yang ditambahkan dan semakin tinggi proporsi tepung tapioka serta meningkatnya Natrium bikarbonat (NaHCO3) maka kadar air keripik simulasi labu kuning yang dihasilkan akan

semakin besar.

Hal ini disebabkan karena tepung tapioka memiliki kadar pati yang cukup tinggi yaitu sebesar 84,78%, jika dibandingkan dengan labu kuning 6,20%, pati bersifat mengikat air. Demikian pula penambahan Natrium bikarbonat (NaHCO3) mempunyai kemampuan

mengikat air, sehingga semakin tinggi penambahan NaHCO3, maka kadar air cenderung


(40)

Menurut Haryadi (1993), bila campuran antara pati dengan air dipanaskan pada suhu tertentu, maka granula pati akan mengembang dengan cepat dan menyerap air dalam jumlah yang besar sehingga semakin banyak konsentrasi tapioka yang ditambahkan maka kemampuan untuk menyerap air juga semakin besar. Penambahan bahan pengembang dapat meningkatkan kemampuan pati dalam menyerap air. NaHCO3 dapat mengikat air

sehingga membentuk NaOH dan H2CO3 yang nantinya berperan pada pengembangan.

Sehingga semakin rendah proporsi labu kuning yang ditambahkan (semakin tinggi proporsi tepung tapioka) dan semakin tinggi penambahan NaHCO3 maka kadar air keripik

simulasi labu kuning akan semakin tinggi. 2. Kadar Pati

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 4), diketahui terdapat adanya interaksi yang nyata antara perlakuan proporsi labu kuning:tapioka dan penambahan NaHCO3

terhadap kadar pati keripik simulasi dari masing-masing perlakuan, nilai rata-rata kadar pati keripik simulasi labu kuning dapat dilihat pada Tabel 5.


(41)

Tabel 5. Nilai rata-rata kadar pati keripik simulasi labu kuning dengan perlakuan proporsi kuning:tapioka dengan penambahan NaHCO3 pada keripik simulasi labu kuning.

Labu kuning : Tapioka

Natrium bikarbonat (%)

Nilai rata-rata kadar pati (%)

Notasi DMRT (5%)

1 52,328 a -

2 51,025 b 0,1977

3 49,559 c 0,2076

1 53,817 c 0,2136

2 51,110 d 0,2176

3 50,269 e 0,2210

1 55,715 ef 0,2236

2 54,105 f 0,2249

3 53,357 g 0,2263

70 : 30

60 : 40

50 : 50

Tabel 5 menunjukkan bahwa rata-rata kadar pati keripik simulasi berkisar antara 49,559%-55,715%. Pada perlakuan proporsi labu kuning:tapioka (70:30) dan penambahan NaHCO3 3% memberikan hasil kadar pati terendah sebesar (49,559%), sedangkan pada

perlakuan proporsi labu kuning:tapioka (50:50) dan penambahan NaHCO3 1% memberikan

hasil kadar pati tertinggi (55,715%).

Hubungan antara proporsi labu kuning:tapioka dan penambahan NaHCO3 terhadan


(42)

y = 0.9488x + 52.648 R2 = 0.8607

y = 1.1682x + 49.959

R2 = 0.9994 y = 0.7332x + 48.818 R2 = 0.9997

0.0000 20.0000 40.0000 60.0000

0 1 2 3

NaHCO3 (%)

K

a

da

r pa

ti

(

%

Labu:T.tapioka (70:30) Labu:T.tapioka (60:40) Labu:T.tapioka (50:50)

Gambar 5. Hubungan antara perlakuan proporsi labu kuning:tapioka dengan penambahan NaHCO3 terhadap kadar pati keripik simulasi labu kuning.

Pada gambar 5 menunjukkan bahwa semakin tinggi proporsi labu kuning:tapioka (70:30) dan semakin tinggi penambahan NaHCO3 , maka kadar pati keripik

simulasi yang dihasilkan semakin menurun. Hal ini disebabkan karena kadar pati pada labu kuning lebih kecil dari pada kadar pati pada tepung tapioka, yaitu pada labu kuning segar sebesar 6,20%, dan labu kuning kukus sebesar 5,41% sedangkan pada tepung tapioka sebesar 84,78%. Pati terdiri dari amilosa dan amilopektin, amilopektin cenderung bersifat mengikat air dan akan menyebabkan kadar pati menjadi turun. Hal ini juga disebabkan karena NaHCO3 bersifat mengikat air, sehingga semakin tinggi penambahan NaHCO3 akan

mengakibatkan kadar air semakin meningkat. Semakin tinggi kadar air produk maka akan menurunkan proporsi padatan dalam produk termasuk kadar pati. Sehingga semakin proporsi labu kuning yang ditambahkan maka kadar pati keripik simulasi akan semakin kecil.


(43)

Menurut Desrosier (1988), didalam bahan pangan yang memiliki kadar air tinggi jumlah protein dan pati lebih kecil dari pada yang ada didalam bahan kering. Semakin tinggi kadar air maka akan menurunkan kadar pati bahan pangan tersebut.

3. Kadar Serat Kasar

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 5), diketahui tidak terdapat interaksi yang nyata diantara perlakuan proporsi labu kuning : tapioka dengan penambahan NaHCO3. Perlakuan proporsi labu kuning berpengaruh nyata terhadap kadar serat kasar

keripik simulasi labu kuning, namun perlakuan penambahan NaHCO3 tidak berpengaruh

nyata terhadap kadar serat kasar keripik simulasi labu kuning. Nilai rata-rata kadar serat kasar perlakuan proporsi labu kuning : tapioka keripik simulasi labu kuning dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Nilai rata-rata kadar serat kasar keripik simulasi labu kuning dengan perlakuan proporsi labu kuning:tapioka.

Labu kuning : tapioka

Nilai rata-rata kadar serat kasar (%)

Notasi DMRT (5%)

70 : 30 3,797 b 0,2257

60 : 40 3,471 a 0,2371

50 : 50 3,411 a -

Keterangan : Nilai rata-rata yang disertai dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata

pada p 0,05

Dari Tabel 6, menunjukkan bahwa semakin tinggi proporsi labu kuning dapat meningkatkan kadar serat kasar keripik simulasi labu kuning. Hal ini disebabkan labu kuning yang digunakan mengandung serat kasar sebanyak 4,80%.


(44)

Serat kasar merupakan polisakarida yang sukar untuk diuraikan dan mempunyai sifat tidak larut dalam air. Dengan adanya proses pemanasan atau pengeringan, serat kasar tidak mudah rusak dan tidak mudah mengalami degradasi (Winarno, 1991).

Nilai rata – rata kadar serat kasar dengan penambahan NaHCO3 pada keripik

simulasi labu kuning dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai rata-rata kadar serat kasar keripik simulasi dengan perlakuan penambahan NaHCO3.

NaHCO3 (%) Nilai rata-rata kadar

serat kasar (%)

Notasi

1 3,550 tn

2 3,555 tn

3 3,573 tn

Keterangan : Nilai rata-rata yang disertai dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda

nyata pada p 0,05

Tabel 7, menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi NaHCO3 yang semakin

besar tidak berpengaruh nyata terhadap kadar serat keripik simulasi labu kuning. NaHCO3

merupakan senyawa kimia yang tidak mengandung serat yang berfungsi sebagai bahan pembantu untuk merenyahkan keripik simulasi labu kuning

NaHCO3 sangat berfungsi untuk membantu adonan menjadi lebih poros, sehingga

membuat adonan menjadi lebih mekar dengan menghasilkan CO2 (Apriyanto, 2002 dalam

Eliawati 2007). 4. Tekstur

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 6), dapat diketahui bahwa terdapat interaksi yang nyata (p 0,05) antara perlakuan proporsi labu kuning : tapioka dengan


(45)

penambahan NaHCO3 terhadap tekstur keripik simulasi yang dihasilkan. Demikian pula

masing-masing perlakuan berpengaruh nyata terhadap tekstur keripik simulasi. Nilai rata-rata tekstur keripik simulasi labu kuningdapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Nilai rata-rata tekstur keripik simulasi labu kuning dengan perlakuan proporsi labu kuning:tapioka dengan penambahan NaHCO3.

Labu kuning : Tapioka

Natrium bikarbonat (%)

Nilai rata-rata Tekstur (g/cm2)

Notasi DMRT (5%)

1 3,2615 h 0,0451

2 3,1716 g 0,0448

3 2,9927 f 0,0445

1 2,9577 f 0,0440

2 2,9206 e 0,0433

3 2,6978 d 0,0425

1 2,4894 c 0,0413

2 2,3184 b 0,0394

3 2,2015 a -

70 : 30

60 : 40

50 : 50

Keterangan : Nilai rata-rata yang disertai dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada p 0,05

Analisa tekstur dilakukan dengan menggunakan penetrometer. Pengukuran dengan alat ini memberikan nilai yang rendah untuk produk yang renyah dan nilai yang tinggi untuk produk yang keras. Nilai kerenyahan keripik simulasi berkisar antara 2,2015 – 3,2615 (Tabel 8 ). Rata-rata nilai tekstur tertinggi terdapat pada perlakuan proporsi labu kuning : tapioka (70 : 30) dan penambahan NaHCO3 1% yaitu sebesar 3,2615. Sedangkan

nilai tekstur terendah terdapat pada perlakuan proporsi labu kuning : tapioka (50 : 50) dan penambahan NaHCO3 3% yaitu sebesar 2,2015.


(46)

0,0000 1,0000 2,0000 3,0000 4,0000

0 1 2 3

NaHCO3 (%)

T

e

k

s

tu

r (%

)

Labu kuning:T.tapioka 70:30) Labu kuning:T.tapioka (60:40) Labu kuning:T.tapioka (50:50)

Gambar 6. Hubungan perlakuan proporsi labu kuning:tapioka dan penambahan NaHCO3

terhadap tekstur keripik simulasi.

Pada Gambar 6 menunjukkan bahwa semakin rendah proporsi labu kuning (semakin tinggi proporsi tapioka) dan semakin tinggi penambahan konsentrasi NaHCO3

maka tekstur keripik simulasi yang dihasilkan akan semakin renyah. Hal ini disebabkan tapioka mengandung pati dalam jumlah yang tinggi. Ketika pengukusan, pati akan tergelatinisasi, yaitu membengkak dan menyerap air.(Tabel 8), sehingga dapat menyebabkan tekstur keripik simulasi renyah. Hal ini disebabkan semakin tinggi NaHCO3

maka gas CO2 dari NaHCO3 yang dihasilkan akan semakin banyak sehingga pada saat

pemanasan rongga-rongga dari keripik simulasi akan semakin banyak. Rongga-rongga inilah yang menyebabkan tingkat kekerasan menurun.

Selain itu juga dipengaruhi oleh NaHCO3 dimana pada proses penggorengan akan


(47)

keripik simulasi akan semakin menurun. Menurut Marsetio dkk (2006), bahan yang tergelatinisasi sempurna, seluruh granulanya telah mengikat air dan dapat mengembang membentuk struktur yang porous setelah penggorengan. Pada saat pemanasan gas CO2

yang dilepas berukuran besar sehingga menghasilkan rongga-rongga yang besar, lebih porous dan rata.

5. Rendemen

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 8, dapat diketahui bahwa terdapat interaksi yang nyata (p 0,05) antara perlakuan proporsi labu kuning : tapioka dengan penambahan NaHCO3 terhadap rendemen keripik simulasi yang dihasilkan. Demikian pula

masing-masing perlakuan berpengaruh nyata terhadap rendemen keripik simulasi. Nilai rata-rata kadar rendemen perlakuan proporsi labu kuning: tapioka dengan penambahan NaHCO3, dapat dilihat pada Tabel 9.


(48)

Tabel 9. Nilai rata-rata kadar rendemen dengan perlakuan proporsi labu kuning: tepung tapioka dengan penambahanNaHCO3 pada keripik simulasi labu kuning.

Labu kuning : Tapioka

Natrium bikarbonat (%)

Nilai rata-rata rendemen (%)

Notasi DMRT (5%)

1 60,776 a -

2 61,757 c 0,5677

3 63,348 e 0,5964

1 61,449 b 0,6136

2 62,569 d 0,6251

3 64,942 g 0,6346

1 62,186 c 0,6423

2 64,329 f 0,6461

3 66,359 h 0,650

70 : 30

60 : 40

50 : 50

Tabel 9 menunjukkan bahwa rendemen keripik simulasi berkisar antara (60,776%-66,359%). Hasil analisa rendemen tertinggi menunjukkan pada perlakuan proporsi labu kuning : tepung tapioka (50:50) dengan konsentrasi NaHCO3 3% yaitu 66,359%.

Sedangkan untuk rendemen terendah (60,776%) terdapat pada perlakuan proporsi labu kuning : tepung tapioka (70:30) dengan konsentrasi NaHCO3 1%.

Grafik hubungan antara perlakuan tepung tapioka dengan konsentrasi NaHCO3


(49)

y = 2.0868x + 60.118 R2 = 0.9998 y = 1.7467x + 59.493

R2 = 0.9589 y = 1.286x + 59.388

R2 = 0.9816

0.00 20.00 40.00 60.00

1 2 3

NaOHCO3 (%)

re

nde

m

e

n (

%

Labu:T. tapioka (70:30) Labu:T tapioka (60:40) Labu:T. tapioka (50:50)

Linear (Labu:T tapioka (50:50))

Gambar 7. Grafik hubungan antara perlakuan labu kuning:tepung tapioka dengan konsentrasi NaHCO3 terhadap rendemen keripik simulasi labu kuning.

Gambar 7 menunjukkan bahwa dengan penambahan NaHCO3 yang semakin tinggi

maka rendemen keripik simulasi yang dihasilkan akan semakin meningkat. Penambahan tapioka yang mengandung pati relatif tinggi dapat menyebabkan peningkatan kemampuan menyerap air sehingga rendemen meningkat. Demikian pula semakin tinggi penambahan NaHCO3, maka semakin banyak kadar air keripik simulasi labu kuning sehingga rendemen

keripik simulasi meningkat. Hal ini disebabkan NaHCO3 mempunyai kemampuan

mengikat air yang tinggi. Sehingga semakin tinggi penambahan NaHCO3 maka rendemen


(50)

6. Volume Pengembangan

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 7) dapat diketahui bahwa terdapat interaksi yang nyata (p≤0,05) antara proporsi labu kuning : tepung tapioka dengan konsentrasi NaHCO3 dan masing-masing perlakuan berpengaruh nyata terhadap volume

pengembangan keripik simulasi yang dihasilkan. Nilai rata-rata volume pengembangan keripik simulasi labu kuning tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Nilai rata-rata volume pengembangan keripik simulasi dengan proporsi labu kuning : tepung tapioka dengan konsentrasi NaHCO3.

Labu kuning : Tapioka

Natrium bikarbonat (%)

Nilai rata-rata vol.pengembangan

(%)

Notasi DMRT (5%)

1 127,6667 a -

2 129,3333 b 1,094

70 : 30

3 131,0000 c 1,150

1 140,3333 d 1,183

2 144,0000 e 1,205

60 : 40

3 148,6667 f 1,223

1 151,6667 g 1,238

2 154,3333 h 1,246

50 : 50

3 158,3333 i 1,253

Keterangan :Nilai rata-rata yang disertai dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada p≤0,05.

Tabel 10 Menunjukkan bahwa volume pengembangan keripik simulasi labu kuning berkisar antara (127,6667% – 158,3333%). Hasil analisa volume pengembangan tertinggi ditunjukkan pada proporsi labu kuning:tepung tapioka (50:50) dengan konsentrasi


(51)

NaHCO3 3% yaitu 158,3333%, sedangkan untuk volume pengembangan terendah

(127,6667%) terdapat pada proporsi labu kuning: tepung tapioka (70:30) dengan konsentrasi NaHCO3 1%.

Hubungan antara proporsi labu kuning : tepung tapioka dengan konsentrasi NaHCO3 terhadap volume pengembangan dapat dilihat pada Gambar 8

y = 3.3333x + 148.11 R2 = 0.9868

y = 4.1667x + 136 R2 = 0.9952

y = 1.6667x + 126 R2 = 1

0.0000 40.0000 80.0000 120.0000 160.0000

0 1 2 3

v

o

l pe

ng

e

m

ba

ng

a

n

Labu:T.tapioka (70:30) Labu:T.tapioka (60:40) Labu:T.tapioka (50:50)

Linear (Labu:T.tapioka (50:50))

Gambar 8. Hubungan perlakuan proporsi labu kuning:tapioka dan penambah NaHCO3

terhadap volume pengembangan keripik simulasi.

Gambar 8. Menunjukkan bahwa semakin tinggi penambahan tepung tapioka dan konsentrasi NaHCO3, maka volume pengembangan keripik simulasi labu kuning semakin

meningkat. Pati (tepung tapioka) mengandung kadar amilopektin yang tinggi sehingga meningkatkan volume pengembangan dan juga penambahan NaHCO3 dapat memperbesar


(52)

volume pengembangan. Karena NaHCO3 merupakan senyawa pengembang yang dapat

menghasilkan CO2 yang membuat adonan menjadi mengembang.

Haryadi (1993), menambahkan bahan pengembang dapat meningkatkan kemampuan pati dalam menyerap air . NaHCO3 sendiri dapat mengikat air membentuk

NaOH dan H2CO3 yang nantinya berperan pada pengembangan dengan dihasilkan CO2

dan uap air karena adanya pemanasan (pengukusan, pengeringan, penggorengan).

Pada prinsipnya proses pengembangan produk kering yang poros merupakan hasil tekanan uap, udara, dan gas lain yang diperoleh dari pemanasan kemudian mendesak struktur bahan membentuk produk yang mengembang ( Laulinesia dkk, 1998).

C. UJI ORGANOLEPTIK

Kualitas bahan pangan dapat diketahui dengan tiga cara yaitu kimiawi, fisik dan sensorik. Diterima tidaknya produk pangan oleh konsumen banyak ditentukan oleh faktor mutu terutama mutu organoleptik.

Sifat organoleptik adalah sifat bahan yang dimulai dengan menggunakan indera manusia yaitu indera penglihatan, pembau dan perasa. Sifat organoleptik keripik simulasi labu kuning yang diuji meliputi rasa, tekstur (kerenyahan), dan kenampakan. Penelitian keripik simulasi labu kuning yang dihasilkan diujikan secara organoleptik meliputi:


(53)

1. Uji Kesukaan Rasa

Rasa merupakan parameter yang dapat mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap suatu komoditi. Rasa merupakan rangsangan yang diterima oleh panca indra lidah. Rasa makanan dapat dikenali dan dibedakan oleh kuncup-kuncup kecapan yang ada pada lidah (Winarno, 1997).

Hasil analisis Friedman terhadap rasa keripik simulasi labu kuning terdapat perbedaan yang nyata pada (p≤0,05) (Lampiran 9), nilai rasa keripik simulasi labu kuning dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Nilai tingkat kesukaan rasa keripik simulasi labu kuning Perlakuan

Labu kuning : tapioka NaHCO3 (%)

Jumlah Rangking

rasa 70 : 30

1 2 3 3,71 3,76 3,59 60 : 40

1 2 3 3,94 4,18 3,35 50 : 50

1 2 3 3,88 3,82 3,00

Keterangan : Semakin besar nilai maka semakin disukai

Berdasarkan Tabel 11., tingkat kesukaan panelis terhadap rasa keripik simulasi labu kuning didapatkan hasil kesukaan 3,00 – 4,18 masuk dalam skala (biasa – suka). Perlakuan proporsi labu kuning : tapioka (60:40), dengan penambahan 2% Natrium bikarbonat NaHCO3 dengan tingkat kesukaan tertinggi, sedangkan perlakuan proporsi


(54)

labu kuning : tapioka (50:50), dengan penambahan 3% Natrium bikarbonat NaHCO3

dengan tingkat kesukaan terendah.

Hal ini disebabkan penambahan labu kuning yang tidak terlalu banyak, sehingga rasa yang didapat tidak terlalu pahit. Karena panelis lebih menyukai rasa yang lembut dengan kerenyahan sedang.

Ketidaksukaan rasa karena terlalu banyak penambahan Natrium bikarbonat pada produk keripik simulasi labu kuning. Semakin banyak penambahan Natrium bikarbonat

akan merasa hambar atau pahit. Tingginya kandungan serat pada suatu bahan pangan akan didapatkan rasa yang kasar atau keset (Anonymous, 1997), Selain itu menurut Winarno (1997), adanya basa berlebihan akan mempengaruhi produk pahit menyerupai sabun dan berasa pahit.

2. Uji Kesukaan Kerenyahan

Tekstur merupakan salah satu parameter fisik untuk uji kesukaan konsumen terhadap produk pangan. Hasil analisis Friedman terhadap tekstur keripik simulasi labu kuning terdapat perbedaan yang nyata pada (p≤0,05) (Lampiran 9), nilai tekstur keripik simulasi labu kuning dapat dilihat pada Tabel 12.


(55)

Tabel 12. Nilai tingkat kesukaan tekstur keripik simulasi labu kuning. Perlakuan

Labu kuning : tapioka NaHCO3 (%)

Jumlah Rangking

tekstur 70 : 30

1 2 3 4,53 4,59 4,41 60 : 40

1 2 3 4,53 4,65 5,35 50 : 50

1 2 3 4,71 4,47 4,18

Keterangan : Semakin besar nilai maka semakin disukai

Berdasarkan Tabel 12, tingkat kesukaan terhadap keripik simulasi labu kuning didapatkan hasil adalah berkisar 4,18 – 5,35 masuk dalam skala (suka – sangat suka). Perlakuan proposi labu kuning : tapioka (60:40) dengan penambahan Natrium bikarbonat

3% , merupakan perlakuan yang paling disukai oleh konsumen, sedangkan perlakuan proporsi labu kuning : tapioka (50:50), dengan penambahan 3% Natrium bikarbonat , merupakan perlakuan yang paling tidak disukai.

Kerenyahan keripik simulasi labu kuning semakin meningkat dengan meningkatnya konsentrasi NaHCO3. Dimana NaHCO3 merupakan senyawa pengembang, dengan adanya

pemanasan akan melepaskan gas CO2. Gas ini akan terperangkap dalam rongga udara

sehingga rongga akan mengembang dan menyebabkan keripik simulasi labu kuning lebih renyah. Menurut Winarno (1991), NaHCO3 merupakan senyawa pengembang dengan


(56)

Kerenyahan mempunyai korelasi dengan kekerasan, dimana semakin besar nilai kekerasan maka nilai kerenyahannya akan semakin kecil dan sebaliknya (Hapsari, 2003).

3. Uji kesukaan Warna

Warna (kenampakan) merupakan parameter fisik pangan yang sangat penting. Kesukaan konsumen terhadap produk pangan juga ditentukan oleh kenampakannya. Uji kesukaan kenampakan disini berdasarkan warna, dan tekstur permukaan keripik simulasi labu kuning. Hasil analisis Friedman terhadap kenampakan keripik simulasi labu kuning terdapat perbedaan yang nyata pada (P≤0,05) (Lampiran 9), nilai rata-rata kenampakan keripik simulasi labu kuning dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Nilai rata-rata tingkat kesukaan warna keripik simulasi labu kuning.

Perlakuan

Labu kuning : tapioka NaHCO3 (%)

Jumlah Rangking

warna 70 : 30

1 2 3 5,06 4,88 4,88 60 : 40

1 2 3 4,29 4,71 3,94 50 : 50

1 2 3 4,18 4,24 3,82

Keterangan : Semakin besar nilai maka semakin disukai

Berdasarkan Tabel 13, tingkat kesukaan terhadap warna keripik simulasi labu kuning didapatkan hasil rata-rata adalah berkisar antara 3,82 – 5,06 masuk dalam skala (agak suka – suka). Perlakuan proporsi labu kuning : tapioka (70:30), dengan penambahan


(57)

Natrium bikarbonat 1% , merupakan kenampakan yang paling disukai oleh konsumen, sedangkan perlakuan proporsi labu kuning : tapioka (50:50) , dengan penambahan Natrium bikarbonat 3% , merupakan kenampakan yang tidak disukai oleh konsumen.

D. Analisis Keputusan

Mutu suatu bahan pangan dapat diketahui berdasarkan tiga sifat yaitu kimia, fisik dan organoleptik. Diterima tidaknya bahan atau produk pangan oleh konsumen lebih banyak ditentukan oleh faktor sifat organoleptik, karena berhubungan langsung dengan selera konsumen (Mangkusubroto, 1983).

Data – data yang diperlukan untuk analisis keputusan adalah aspek kuantitas dan aspek kualitas. Aspek kuantitas meliputi kadar air, kadar pati, kadar serat, kadar beta-karoten, serta tekstur (kerenyahan). Sedangkan aspek kualitas meliputi uji kesukaan rasa, kerenyahan, dan kenampakan(warna).

Dari masing – masing data tersebut dicari perlakuan yang terbaik. dari parameter kimia dan fisik dan organoleptik terhadap tingkat kesukaan rasa, warna dan tekstur, maka nilai rata-rata terbaik didapatkan pada perlakuan proporsi labu kuning : tapioka (60:40), dengan penambahan NaHCO3 2% (A2B2). Dari hasil tersebut, maka perlakuan (A2B2),

merupakan produk yang paling disukai dan dapat diterima oleh konsumen.

Hasil analisa kadar air, kadar pati, rendemen, kadar serat, tekstur, volume pengembangan dan uji organoleptik pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 14. Dimana kedua hasil analisa ini akan dijadikan acuan untuk menentuka keripik simulasi labu


(58)

kuning dengan mutu yang layak dikonsumsi oleh konsumen. Alternatif ini selanjutnya akan dilanjutkan dengan analisis finansial.

Tabel 14. Hasil analisis keripik simulasi Labu Kuning

Perlakuan Proporsi Labu Kuning:T.tapioka Penambahan NaHCO3 (%) Kadar Air (%) Kadar Pati (%) Serat Kasar (%) Rendemen (%)

Tekstur Volum Pengembangan

Rasa Kerenyahan Warna

(70:30) (60:40) (50:50) 1 2 3 1 2 3 1 2 3 8,982 10,237 10,817 9,252 11,749 11,976 10,314 12,676 13,363 52,096 49,224 48,561 53,617 51,477 48,566 55,082 54,678 53,057 3,833 3,819 3,739 3,587 3,404 3,421 3,300 3,442 3,490 60,776 61,757 61,449 62,449 62,569 64,942 62,186 64,329 66,359 3,2615 3,1716 2,9927 2,9577 2,9206 2,6978 2,4894 2,3184 2,2015 127,6667 129,3333 131,0000 140,3333 144,0000 148,6667 151,6667 154,3333 158,3333 3,71 3,76 3,59 3,94 4,18 3,35 3,88 3,82 3,00 4,53 4,59 4,41 4,53 4,65 5,35 4,71 4,47 4,18 5,06 4,88 4,88 4,29 4,71 3,94 4,18 4,24 3,82

E. Analisis Finansial 1. Kapasitas produksi

Kapasitas produksi direncanakan tiap hari memerlukan bahan baku (labu kuning) 10.316,89 kg/tahun dan tapioka 6877,93 kg/tahun, dan bahan penunjangnya NaHCO3

343,90 kg/tahun, bawang putih 171,95 kg/tahun dan bahan penyedap 171,95 kg/tahun. Kapasitas produksi dalam satu tahun menghasilkan keripik simulasi labu kuning sebanyak 15600 kg atau 156000 bungkus per tahun dengan 1 bungkus = 100gr. Data kapasitas produksi lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 11 .


(59)

2. Biaya Produksi

Biaya produksi merupakan biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan suatu usaha, terdiri dari biaya tidak tetap dan biaya tetap. Biaya tidak tetap adalah biaya yang besarnya berubah sejalan dengan tingkat produksi yang dihasilkan. Biaya tetap adalah biaya-biaya yang dalam jangka waktu tertentu tidak berubah mengikuti perubahan tingkat produksi. Biaya tetap bersifat konstan pada relevan range tertentu.

Secara singkat total biaya per tahun dari industri keripik simulasi labu kuning adalah sebagai berikut :

Total biaya produksi = Biaya Tetap + Biaya Tidak Tetap = Rp. 54.082.473,85+ Rp 266.466.215

= Rp 320.528.688,85

Perincian total biaya produksi tiap tahun dapat dilihat pada Lampiran 13 . 3. Harga Pokok Produksi

Berdasarkan kapasitas produksi tiap tahun dan biaya produksi tiap tahun, maka dapat diketahui harga pokok tiap 100 gr/bungkus.

Harga Pokok = total biaya produksi / kapasitas produksi per tahun = 320.528.688,85/156.000


(60)

4. Harga Jual Produksi

Harga jual diperoleh berdasarkan dari harga pokok, harga produk lain dipasarkan dan juga keuntungan yang ingin dicapai ditambah pajak. Keuntungan yang ingin dicapai 40% dari harga pokok. Pajak 10% dari harga jual.

Harga jual = 2100 + 800+200 = Rp. 3100

5. Break Event Point (BEP)

Analisa Break Event adalah suatu teknik untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume kegiatan. Volume penjualan dimana penghasilannya tetap sama dengan biaya totalnya, sehingga perusahaan tidak mendapatkan keuntungan dan menderita kerugian dinamakan “Break Event Point”. Biaya yang termasuk biaya variabel pada umumnya adalah bahan mentah, upah buruh langsung, dan komisi penjualan. Sedangkan yang termasuk golongan biaya tetap pada umumnya depresiasi aktiva tetap, sewa bangunan, bunga pinjaman, gaji pegawai, gaji pimpinan, gaji staff research, biaya kantor (Pujawa, 2002).

Berdasarkan Lampiran 14. diperoleh BEP sebagai berikut : - BEP (biaya titik impas) = Rp 120.441.300,88

- % BEP (% titik impas) = 24,91%


(61)

Kapasitas tiitik impas adalah jumlah produksi yang harus dilakukan untuk mencapai titik impas tersebut. Jadi produksi keripik simulasi labu kuning per tahun mencapai keadaan impas jika produksinya sebesar 38.852,03 bungkus/tahun, dengan kapasitas normal sebanyak 156.000 bungkus/tahun, hal ini berarti keripik simulasi labu kuning memperoleh keuntungan karena produksinya diatas kapasitas titik impas juga dapat dinyatakan kapasitas produksi mencapai 24,91% dari total produksi yang direncanakan. Grafik BEP dapat dilihat pada Lampiran 15

6. Net Present Value (NPV)

Net Present Value merupakan selisih antara nilai investasi saat sekarang dengan nilai penerimaan kas bersih dimasa yang akan datang. Suatu proyek dapat dipilih jika NPV-nya lebih besar dari nol.

Berdasarkan Lampiran 17 . diperoleh nilai NPV sebesar Rp. 32.483.475 dengan demikian proyek ini dapat diterima karena nilai NPV-nya positif atau lebih besar dari nol.

7. Payback Period (PP)

Payback Period menggambarkan panjangnya waktu yang diperlukan agar dana yang tertanam dalam suatu investasi dapat diperoleh kembali seluruhnya (Pujawa, 2002). Payback Period dari suatu investasi yang diusulkan lebih pendek dari pada Periode Payback maximum, maka usul investasi tersebut diterima.


(62)

Berdasarkan Lampiran 14 , diperoleh nilai Payback Periode (PP) selama. 3,4 tahun. Umur ekonomis proyek yang akan direncanakan selama 5 tahun. Berarti investasi pada proyek ini dapat diterima karena nilai PP lebih besar dari pada umur ekonomis proyek yang direncanakan.

8. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C)

Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C) merupakan perbandingan antara

penerimaan kotor dengan harga kotor yang telah dirupiahkan sekarang. Proyek akan dipilih apabila Gross B/C > 1, bila proyek mempunyai Gross B/C ≤ 1 maka tidak akan dipilih.

Berdasarkan Lampiran 17. diperoleh nila Gross B/C sebesar 1,0339 berarti proyek ini dapat diterima atau layak untuk dijalankan.

9. Rate of Return (ROR)

Rate of Return metode Internal Rate of Return merupakan tingkat suku bunga yang menunjukkan persamaan antara nilai penerimaan bersih sekarang dengan jumlah investasi awal dari suatu proyek yang sekarang dengan jumlah investasi awal dari suatu proyek yang dikerjakan. Menurut (Pujawa, 2002), bahwa pada tingkat suku bunga inilah nilai NPV sama dengan nol. Proyek dapat diterima apabila dinilai IRR lebih besar dari suku bunga sekarang.


(63)

Berdasarkan Lampiran 16. diperoleh IRR sebesar 25,163%. Berarti proyek ini dapat diterima karena nilai IRR lebih besar dari pada suku bunga yang dikehendaki yaitu 20% per tahun.


(64)

(65)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat interaksi yang nyata antara perlakuan proporsi labu kuning dengan tapioka dan penambahan NaHCO3 terhadap kadar air, pati tekstur, volume

pengembangan, dan rendemen dari keripik simulasi labu kuning.

2. Tidak terdapat interaksi yang nyata antara perlakuan proporsi labu kuning dengan tapioka dan konsentrasi penambahan NaHCO3 terhadap serat kasar

dari keripik simulasi labu kuning.

3. Hasil analisis keputusan menunjukkan perlakuan terbaik proporsi labu kuning:tapioka (60:40) dan penambahan konsentrasi NaHCO3 2% yang

menghasilkan produk keripik simulasi labu kuning dengan kadar air 11,749%, pati 51,477%, serat 3,404%, rendemen 62,569%, tekstur 2,9206 N/CM2, volume pengembangan 144,0000. Hasil terbaik organoleptik rasa 4,18, kerenyahan 4,65 dan warna 4,71.

Hasil analisis finansial menyimpulkan bahwa perusahaan keripik simulasi labu kuning dengan perlakuan proporsi labu kuning dengan tapioka 60 : 40 dan konsentrasi penambahan NaHCO3 2% layak diproduksi karena net B/C


(66)

lebih dari satu, yaitu 1,0339 dan NPV lebih besar dari nol, yaitu Rp. 32.483.475 sedangkan IRR sebesar 25,163% lebih besar dari tingkat suku bunga bank. Dalam proyek ini pertahunnya mendapat nilai keuntungan bersih sebesar Rp. 114.711.311,15 dengan nilai BEP Rp. 120.441.300,88 atau 24,91% dengan kapasitas titik impas 38.852,03 bungkus/tahun. Perusahaan ini melakukan pengembalian modal dalam jangka waktu sekitar 3 thun 4 bulan.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, disarankan dalam pembuatan keripik simulasi labu kuning dilakukan penelitian yang berhubungan dengan penyimpanan keripik simulasi labu kuning, untuk mengetahui seberapa jauh produk tersebut tahan selama penyimpanan dan masih memenuhi kriteria mutu tertentu.


(67)

Associates Djambotan. Jakarta.

Astawan, M., 2004, Labu Kuning Penawar Racun dan Cacing Pita yang Kaya

Antioksidan, Departemen Teknologi Pangan dan Gizi IPB, Bogor.

Anonymous, 1990. Tepung Singkong Bahan Pangan Masa Depan Dalam

Buletin Pangan No 4 Vol 1.

Anonymous, 2006. Enyek-Enyek (Keripik Singkong Simulasi). Jurusan

Teknologi Pangan Dan Gizi.IPB, Bogor.

Budiyanto, A.G., 2001, Dasar-Dasar Ilmu Gizi, Universitas Muhamadiyah, Malang.

Desrosier, N.W. 1988. The Tecnology Of Food Preservation, Edisi Ketiga, Terjemahan Muchji M. Penerbit Universitas Indonesia Press, Jakarta. De Man, J.M., 1997, Kimia Makanan Edisi Kedua,Penerbit ITB, Bandung. Hendrasti, 2003, Tepung Labu Kuning, PT. Gramedia Pustaka Utama, jakarta Haryadi Dan Supriyanto.1997. Sifat-Sifat Emping Melinjo Giling Dengan

Penambahan Bikarbonat Dan Bisulfit. Agritech Majalah Ilmu Dan

Teknologi Pertanian Vol. 17. No. 3.255 N : 0216-0455. Fakultas Pertanian UGM, Yogyakarta.

Long, N., 2006, Panduan Makanan Sehat, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta. _________, 1994, Kadar Beta-Karotin Rendah Berbahaya bagi Perokok,

Kompas.

Ketaren. 1986. Pengantar Teknologi Lemak Dan Minyak. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Matz, S.A. 1992. Snack Food Tecnology. The AVI Publ. Co. Inc. West Port. Conneticut.

Meyer, L.H. 1961. Food Chemistry. Reinhold Publishing. New York. Chopman And Hall Ltd London.


(68)

Siagan, 1987. Penelitian Operasional. UI Press, Jakarta.

Suhartini, N., 2006, Pembuatan Roti Tawar (Kajian proporsi Tepung

Terigu:Tepung Labu kuning dengan Penambahan Gluten), Skripsi,

Jurusan Teknologi Pangan FTI UPN “Veteran” Jatim, Surabaya.

Safridju, R., 1999, Pengaruh Konsentrasi NaHCO3 Dan Rasio Tepung Kepala

Ikan/Tepung Tapioka Terhadap Kualitas Kerupuk Ikan. Skripsi Jurusan

Teknologi Pangan FTI UPN “Veteran” Jatim, Surabaya. Winarno, F.G.1989. Kimia Pangan Dan Gizi. PT. Gramedia, Jakarta.


(1)

52

Berdasarkan Lampiran 16. diperoleh IRR sebesar 25,163%. Berarti proyek ini dapat diterima karena nilai IRR lebih besar dari pada suku bunga yang dikehendaki yaitu 20% per tahun.


(2)

(3)

53

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat interaksi yang nyata antara perlakuan proporsi labu kuning dengan tapioka dan penambahan NaHCO3 terhadap kadar air, pati tekstur, volume

pengembangan, dan rendemen dari keripik simulasi labu kuning.

2. Tidak terdapat interaksi yang nyata antara perlakuan proporsi labu kuning dengan tapioka dan konsentrasi penambahan NaHCO3 terhadap serat kasar

dari keripik simulasi labu kuning.

3. Hasil analisis keputusan menunjukkan perlakuan terbaik proporsi labu kuning:tapioka (60:40) dan penambahan konsentrasi NaHCO3 2% yang

menghasilkan produk keripik simulasi labu kuning dengan kadar air 11,749%, pati 51,477%, serat 3,404%, rendemen 62,569%, tekstur 2,9206 N/CM2, volume pengembangan 144,0000. Hasil terbaik organoleptik rasa 4,18, kerenyahan 4,65 dan warna 4,71.

Hasil analisis finansial menyimpulkan bahwa perusahaan keripik simulasi labu kuning dengan perlakuan proporsi labu kuning dengan tapioka 60 : 40 dan konsentrasi penambahan NaHCO3 2% layak diproduksi karena net B/C


(4)

54

lebih dari satu, yaitu 1,0339 dan NPV lebih besar dari nol, yaitu Rp. 32.483.475 sedangkan IRR sebesar 25,163% lebih besar dari tingkat suku bunga bank. Dalam proyek ini pertahunnya mendapat nilai keuntungan bersih sebesar Rp. 114.711.311,15 dengan nilai BEP Rp. 120.441.300,88 atau 24,91% dengan kapasitas titik impas 38.852,03 bungkus/tahun. Perusahaan ini melakukan pengembalian modal dalam jangka waktu sekitar 3 thun 4 bulan.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, disarankan dalam pembuatan keripik simulasi labu kuning dilakukan penelitian yang berhubungan dengan penyimpanan keripik simulasi labu kuning, untuk mengetahui seberapa jauh produk tersebut tahan selama penyimpanan dan masih memenuhi kriteria mutu tertentu.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 1983. Pedoman Pembuatan Roti Dan Kue, United State Associates Djambotan. Jakarta.

Astawan, M., 2004, Labu Kuning Penawar Racun dan Cacing Pita yang Kaya Antioksidan, Departemen Teknologi Pangan dan Gizi IPB, Bogor.

Anonymous, 1990. Tepung Singkong Bahan Pangan Masa Depan Dalam Buletin Pangan No 4 Vol 1.

Anonymous, 2006. Enyek-Enyek (Keripik Singkong Simulasi). Jurusan Teknologi Pangan Dan Gizi.IPB, Bogor.

Budiyanto, A.G., 2001, Dasar-Dasar Ilmu Gizi, Universitas Muhamadiyah, Malang.

Desrosier, N.W. 1988. The Tecnology Of Food Preservation, Edisi Ketiga, Terjemahan Muchji M. Penerbit Universitas Indonesia Press, Jakarta. De Man, J.M., 1997, Kimia Makanan Edisi Kedua,Penerbit ITB, Bandung. Hendrasti, 2003, Tepung Labu Kuning, PT. Gramedia Pustaka Utama, jakarta Haryadi Dan Supriyanto.1997. Sifat-Sifat Emping Melinjo Giling Dengan

Penambahan Bikarbonat Dan Bisulfit. Agritech Majalah Ilmu Dan Teknologi Pertanian Vol. 17. No. 3.255 N : 0216-0455. Fakultas Pertanian UGM, Yogyakarta.

Long, N., 2006, Panduan Makanan Sehat, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta. _________, 1994, Kadar Beta-Karotin Rendah Berbahaya bagi Perokok,

Kompas.

Ketaren. 1986. Pengantar Teknologi Lemak Dan Minyak. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Matz, S.A. 1992. Snack Food Tecnology. The AVI Publ. Co. Inc. West Port. Conneticut.

Meyer, L.H. 1961. Food Chemistry. Reinhold Publishing. New York. Chopman And Hall Ltd London.


(6)

Oey Kom Nio, 1992. Daftar Analisis Bahan Makanan. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Rubatzky, V.E. Dan M. Yamaguchi, 1998. Sayuran Dunia (Prinsip, Produksi, Dan Gizi). Jilid Kesatu. ITB, Bogor.

Siagan, 1987. Penelitian Operasional. UI Press, Jakarta.

Suhartini, N., 2006, Pembuatan Roti Tawar (Kajian proporsi Tepung Terigu:Tepung Labu kuning dengan Penambahan Gluten), Skripsi, Jurusan Teknologi Pangan FTI UPN “Veteran” Jatim, Surabaya.

Safridju, R., 1999, Pengaruh Konsentrasi NaHCO3 Dan Rasio Tepung Kepala Ikan/Tepung Tapioka Terhadap Kualitas Kerupuk Ikan. Skripsi Jurusan Teknologi Pangan FTI UPN “Veteran” Jatim, Surabaya.