Pengertian dan Ruang Lingkup Tanggung Jawab Pengangkut

Secara etimologi pengangkutan berasal da ri kata „angkut‟ yang berarti bawa, angkut, muat dan kirimkan, memuat dan membawa atau mengirimkan. Berarti pengangkutan mempunyai arti pembawaan, pemuatan danatau pengiriman barang atau orang. 38 Menurut Purwosutjipto, pengangkutan merupakan perjanjian timbal balik antara pengangkut dan pengirimpenumpang, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang danatau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan dengan selamat, sedangkan pengirimpenumpang mengikatkan diri untuk membayar sejumlah uang sebagai biaya angkutan. 39 Kemudian Hasim Purba menambahkan bahwa pengangkutan adalah upaya pemindahan orang danatau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan alat angkutan, baik angkutan darat, angkutan perairan maupun angkutan udara. 40 Jadi secara umum yang dimaksud dengan pengangkutan adalah suatu kegiatan memindahkan barang danatau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan dengan menggunakan alat angkutan, dimana terdapat hubungan timbal balik yang menimbulkan hak serta kewajiban antara pihak pengangkut dan pengirim atau penumpang. Pihak pengangkut mempunyai kewajiban untuk mengirim barang danatau orang ke tempat dengan selamat dan setelahnya mendapatkan hak berupa 38 Abdulkadir Muhammad, 1991, Hukum Pengangkutan Darat Laut dan Udara, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 19. 39 HMN. Purwosutjipto, loc.cit. 40 Hasim Purba, 2005, Hukum Pengangkutan di Laut: Perspektif Teori dan Praktek, Pustaka Bangsa Press, Medan, h. 5. biaya angkut. Sedangkan pengirim atau penumpang mempunyai kewajiban untuk membayar biaya angkut yang selanjutnya mendapatkan hak untuk diangkut dengan selamat ke tempat tujuan. Secara umum tanggung jawab pengangkut dapat diartikan sebagai kewajiban perusahaan angkutan untuk mengganti kerugian yang diderita penumpang atau pengirim barang serta pihak ketiga. 41 Adapun yang menjadi ruang lingkup terkait tanggung jawab pengangkut, yaitu 42 : 1. Pada saat kapan pengangkut bertanggung jawab terhadap barang atau penumpang. Ketentuan ini berkaitan dengan penentuan dapat atau tidaknya pengangkut bertanggung jawab bilamana terjadi kecelakaan atau keterlambatan yang menimbulkan kerugian pada penumpang atau barang. 2. Kerugian atau kerusakan yang disebabkan oleh suatu kecelakaan. Ketentuan ini membahas mengenai kerugian atau kerusakan yang seperti apa yang dapat membuat pihak pengangkut wajib bertanggung jawab terhadap kecelakaan atau kerusakan yang diderita penumpang atau barang. 3. Batas tanggung jawab pengangkut. Pembatasan tanggung jawab pengangkut didasari oleh pemikiran yaitu merupakan salah bentuk perlindungan terhadap perusahaan pengangkut yang masih dalam taraf berkembang atau secara finansial masih sangat lemah, kesadaran penumpang dan kargo bahwa setiap 41 Ibid, h. 18. 42 Ibid. setiap kegiatan pengangkutan pasti akan menimbulkan risiko, serta untuk menghindari proses berperkara di Pengadilan yang berkepanjangan.

2.2.2 Prinsip-Prinsip

Tanggung Jawab Pengangkut dalam Hukum Pengangkutan Udara Internasional Titik sentral setiap pembahasan mengenai tanggung jawab pengangkut pada umumnya adalah mengenai prinsip tanggung jawab liability principle yang diterapkan. Penggunaan suatu prinsip tanggung jawab tertentu bergantung pada keadaan tertentu, baik ditinjau dari perkembangan masyarakat maupun perkembangan dunia angkutan yang bersangkutan, baik darat, laut atau udara. 43 Mengenai teori tanggung jawab pengangkut, dikenal 3 tiga macam prinsip, yakni: a. Prinsip tanggung jawab berdasarkan atas adanya unsur kesalahan fault liability atau liability based on fault principle Dilihat dari sejarah perkembangannya, prinsip tanggung jawab berdasarkan kepada unsur kesalahan liability based on fault merupakan reaksi terhadap prinsip atau teori tanggung jawab mutlak strict liability yang berlaku pada jaman primitif. Namun seiring dengan perkembangan jaman, hukum mulai menaruh perhatian lebih besar pada hal-hal yang besifat pemberian maaf exculpatory considerations dan sebagai akibat moral philosophy dari ajaran agama yang cenderung mengarah pada pengakuan kesalahan moral moral 43 E. Saefullah Wiradipradja, op.cit, h. 19. culpability sebagai dasar yang tepat untuk perbuatan melawan hukum. 44 Di samping ajaran moral ini, faktor lain yang juga penting dalam proses sikap ini adalah adanya anggapan masyarakat bahwa kerugian sebagai akibat dari suatu kelalaian negligence tidak berarti kurang penting daripada kerugian akibat dari suatu kesengajaan. 45 Adapun yang termasuk dalam pengertian kesalahan adalah baik perbuatan yang disengaja maupun kelalaian. Kahn Freund yang pendapatnya dikutip oleh Saefullah Wiradipradja memberikan definisi umum mengenai kesalahan sebagai berikut: “Negligence means omission to do something which in the circumstances a reasonable and careful man would do, or the doing of something which in the circumstances a reasonable or careful man would not do .” 46 Menurut sejarahnya, prinsip tanggung jawab yang didasarkan pada unsur kesalahan mulanya dikenal dalam kebudayaan kuno dari Babylonia yang kemudian dalam bentuknya yang lebih modern, prinsip ini dikenal dalam tahap awal dari hukum Romawi term asuk di dalamnya doktrin mengenai „culpa‟. Prinsip ini kemudian menjadi hukum di negeri Belanda yang dituangkan dalam Pasal 1401 Burgerlijk Wetboek BW atau Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia yang dikenal dengan sebutan pasal perbuatan 44 Ibid, h. 20-21. 45 Ibid. 46 Ibid h. 23.