Definisi Kematangan Beragama Ciri-ciri Kematangan Beragama

o Sikap yang hiperkritis digunakan untuk mempertahankan citra diri yang kurang mantap dan mengalihkannya pada kekurangan yang dimiliki oleh orang lain. o Sering menunjukkan respon yang berlebihan terhadap pujian yang diberikan orang lain. o Bersikap malu-malu, mengasingkan diri dan tidak berminat terhadap persaingan. o Sulit mengakui kelemahan dan kegagalan, serta cenderung menyalahkan orang lain apabila dirinya mengalami kegagalan.

C. KEMATANGAN BERAGAMA

1. Definisi Kematangan Beragama

Allport dalam Indirawati, 2006 menyatakan bahwa kematangan beragama merupakan watak keberagamaan yang terbentuk melalui pengalaman. Kematangan beragama akan mengarahkan individu untuk bersifat dan terbuka pada semua fakta, nila-nilai, dan memberi arah dalam menuju kerangka hidup, baik secara teoritis maupun praktek, dengan tetap berpegang teguh pada ajaran agama. Subandi dalam Indirawati, 2006 mengungkapkan bahwa kematangan beragama adalah proses yang berlangsung terus menerus selama individu yang bersangkutan menjalani kehidupan dan baru akan berhenti jika individu tersebut sudah meninggal.

2. Ciri-ciri Kematangan Beragama

Ciri-ciri kematangan beragama menurut Allport dalam Indirawati, 2006 ada 6, yaitu: a Kemampuan melakukan diferensiasi Maksud dari kemampuan melakukan diferensiasi yaitu individu dapat bersikap dan berperilaku terhadapa agama secara objektif, kritis, reflekstif, tidak dogmatis, observatif dan tidak fanatik secara terbuka. Individu yang memiliki kematangan beragama akan mampu mengharmonisasikan rasio dengan dogma, mengobservasi dan mengkritik tanpa meninggalkan ketaatannya dan menempatkan rasionya sebagai salah satu bagian dari kehidupan beragama selain dari segi sosial, spiritual, maupun emosional. b Berkarakter dinamis Individu yang berkarakter dinamis memiliki arti bahwa di dalam diri individu tersebut agama telah mampu mengontrol dan mengarahkan motif-motif dan aktivitasnya. Karakter dinamis ini meliputi motivasi intrinsik, otonom, dan independen dalam kehidupan beragama. c Konsistensi moral Kematangan beragama ditandai dengan konsistensi individu pada konsekuensi moral yang dimiliki, ditandai oleh keselarasan antara tingkah laku dengan nilai moral. Individu yang matang beragama akan menyelaraskan antara tingkah laku dengan nilai moral agama yang diyakininya. Kepercayaan tentang agama yang intens akan mampu mengubah atau mentransformasikan tingkah laku individu tersebut. d Komprehensif Keberagamaan yang komprehensif dapat diartikan sebagai keberagamaan yang luas, universal dan toleran dalam arti mampu menerima perbedaan. Sehingga kematang beragama membuat individu mampu menerima perbedaan pendapat dengan individu lain, baik perbedaan agama maupun perbedaan pendapat secara intern dengan individu yang seagama. e Integral Kematangan beragama akan mampu mengintegrasikan atau menyatukan agama dengan segenap aspek lain dalam kehidupan, termasuk ilmu pengetahuan di dalamnya. f Heuristik Ciri heuristik dari kematangan beragama berarti individu akan menyadari keterbatasannya dalam beragama, serta selalu berusaha untuk meningkatkan pemahaman dan penghayatannya dalam beragama Subandi, 1995. Orang yang matang dalam keberagamaannya akan selalu sadar dengan keterbatasan dirinya terhadap penerapan nilai-nilai agama dalam kehidupannya, sehingga ia secara aktif akan selalu progresif meningkatkan penghayatan dan pengamalannya di dalam beragama.

D. DINAMIKA HUBUNGAN KEMATANGAN BERAGAMA DENGAN