Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian Penyajian Data

17 Dengan menggunakan metode semiotik dari Charles Sanders Pierce, maka tanda- tanda pada gambar ilustrasi tersebut dapat dilihat dari jenis tanda yang digolongkan dalam semiotik, yaitu ikon, indeks dan simbol. Dari interpretasi tersebut, maka dapat diungkapkan muatan pesan yang terkandung dalam karikatur pada rubric kartun majalah Tempo edisi 25-31 Oktober 2010.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana Kritik Sosial Karikatur Pada Rubrik Kartun Majalah Tempo edisi 25-31 Oktober 2010?”

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kritik sosial majalah Tempo dengan karikatur Bisnis Seks di balik jeruji penjara.

1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan Teoritis Memberikan makna pada tanda dan lambang yang terdapat dalam objek untuk memperoleh hasil dari interpretasi data mengenai Kritik sosial karikatur pada rubrik kartun majalah Tempo dengan menggunakan metode semiotik Pierce. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 18 Kegunaan praktis Untuk mengetahui penerapan tanda dalam studi semiotik, sehingga dapat memberi masukan bagi para pembaca majalah mengenai makna kritik sosial dari karikatur pada rubrik kartun Tempo edisi 25-31 Oktober 2010. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 19 BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Majalah Sebagai Media Massa

Berbeda dengan surat kabar, majalah telah jauh lebih menspesialisasikan produknya untuk menjangkau konsumen tertentu. Umumnya setiap majalah mempunyai pembaca jauh lebih sedikit dibanding pembaca surat kabar, namun memiliki pasar yang mengelompok. Usia majalah juga jauh lebih panjang dari surat kabar. Majalah memiliki kedalaman isi yang jauh berbeda dengan surat kabar yang hanya menyajikan berita. Disamping itu, majalah menemani pembaca dengan menyajikan cerita atas berbagai kejadian dengan tekanan unsur menghibur atau mendidik. Jenis-jenis majalah itu sendiri dapat dibedakan atas dasar frekuensi penerbitan dan khalayak pembaca. Sedangkan frekuensi penerbitan di Indonesia pada umumnya terbit mingguan, bulanan, dua kali sebulan, tiga kali sebulan dan bahkan ada pula yang terbit triwulanan. Klasifikasi majalah menurut khalayak pembaca umumnya dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: 1. Majalah Konsumen Yakni majalah yang diarahkan pada para konsumen yang akan langsung membeli barang-barang konsumsinya. Majalah-majalah jenis ini dijual secara eceran, langganan, dan di toko-toko buku. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 20 2. Majalah Bisnis Yakni majalah yang ditujukan untuk kepentingan kalangan bisnis. 3. Majalah Pertanian Yakni majalah yang ditujukan kepada para petani atau peminat dibidang pertanian atau perkebunan. Pembaca majalah dapat diklasifikasikan menurut segmen-segmen demografis, misalnya, majalah anak-anak, remaja, pria, remaja wanita, wanita dewasa atau pria dewasa, ataupun secara geografis, psikografis dan dari segi kebijakan editorial. Dari segi kebijakan editorial dapat dibedakan antara Majalah Berita Tempo, Editor, Majalah Umum Intisari, Wanita Femina, Kartini, Bisnis Swasembada, Warta Ekonomi dan Special Interest ASRI dan lain-lain. Majalah sebagai media massa tidak melepaskan konsekuensinya sebagai alat yang ampuh untuk menyebarkan informasi, edukasi dan budaya. Dari media itu kita bisa tahu mengenai apa yang wajar atau disetujui, apa yang salah dan apa yang benar, apa yang mesti diharapkan sebagai individu, kelompok atau bangsa lain. Majalah memang dianggap sebagai media massa, meskipun demikian masih tercatat ada ratusan majalah khusus special interest magazine, yang masing-masing ditujukan untuk khalayak yang memiliki perhatian dan gaya hidup khusus Shimp, 2003:517.

2.1.2 Majalah

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, majalah adalah terbitan berkala yang isinya meliputi berbagai liputan jurnalistik, informasi yang patut diketahui oleh konsumen Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 21 pembaca, artikel, sastra, dan sebagainya yang menurut kala terbitnya dibedakan atas majalah bulanan, majalah tengah bulanan, majalah mingguan dan sebagainya. Majalah lazimnya berjilid, sampul depannya dapat berupa ilustrasi foto, gambar atau lukisan tetapi dapat pula berisi daftar isi atau artikel utama serta kertas yang digunakan lebih mewah dari surat kabar. Majalah sebagai salah satu bentuk dari media massa yang sangat perlu diperhatikan keheterogenan pembaca yang merupakan cirri dari komunikasi massa. Majalah adalah terbitan berkala yang berita bacaannya ditujukan untuk umum dan ditulis oleh beberapa orang dengan bahasa yang popular sehingga mudah dipahami oleh masyarakat. Menurut Junaedhi 1991: 54, dilihat dari isinya majalah dibagi menjadi dua jenis, yaitu: a. Majalah Umum Majalah yang memuat karangan-karangan, pengetahuan umum, komunikasi yang menghibur, gambar-gambar, olahraga, film dan seni. b. Majalah Khusus Majalah yang hanya memuat karangan-karangan mengenai bidang-bidang khusus seperti majalah keluarga, politik, dan ekonomi

2.1.3 Media Cetak

Media massa dapat dibedakan menjadi dua, yakni media massa elektronik dan media massa cetak. Media massa elektronik maupun cetak banyak yang digunakan oleh masyarakat di berbagai lapisan sosial terutama di masyarakat kota. Keberadaan media massa seperti halnya pers, radio, televisi, film dan lain-lain, tidak terlepas dengan Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 22 kaitannya dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Media massa dapat menjadi jembatan yang menghubungkan komunikator dengan komunikan yang melintasi jarak, waktu bahkan lapisan sosial dalam masyarakat. Media cetak dalam hal ini adalah suatu bentuk media yang stastis yang mengutamakan pesan-pesan visual. Media ini terdiri dari lembaran dengan sejumlah kata, gambaran atau foto dalam tata warna dan halaman putih Kasali,1995:99.

2.1.4 Komunikasi Visual

Sejak awal sejarah terciptanya manusia di alam raya ini, komunikasi antar manusia adalah bagian yang paling penting dalam berkomunikasi. Komunikasi visual yang dalam bentuk kehadirannya seringkali perlu ditunjang dengan suara, pada hakikatnya adalah suatu bahasa. Tugas utamanya membawakan pesan dari seseorang, lembaga atau kelompok masyarakat tertentu kepada yang lain Pirous dalam Tinaburko, 2003:31-32. Sebagai bahasa, maka efektifitas penyampaian pesan tersebut menjadi pemikiran utama seorang pendesain komunikasi visual. Komunikasi visual sebagai suatu sistem pemenuhan kebutuhan manusia dibidang informasi visual melalui lambang-lambang kasat mata, dewasa ini mengalami perkembangan pesat. Hampir disegala sektor kegiatan, lambang-lambang atau simbol-simbol visual hadir dalam bentuk gambar, sistem tanda, corporate identity , sampai berbagai display produk di pusat pertokoan dengan aneka daya tarik. Gambar merupakan salah satu wujud lambang atau bahasa visual yang didalamnya terkandung struktur rupa, seperti: garis, warna dan komposisi. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 23 Keberadaannya dikelompokkan dalam kategori bahasa komunikasi non-verbal, ia dibedakan dengan bahasa verbal yang berwujud tulisan maupun ucapan. Di dalam rancangan grafis yang kemudian berkembang menjadi desain komunikasi visual banyak memanfaatkan daya dukung gambar sebagai lambang visual pesan guna mengefektifkan komunikasi. Upaya mendayagunakan lambang-lambang visual berangkat dari premis dasar pemikiran bahwa bahasa visual memiliki karakteristik yang bersifat khas bahkan sangat istimewa untuk menimbulkan efek tertentu pada pengamatnya. Hal demikian ada kalanya sulit dicapai bila diungkapkan dengan bahasa verbal. Maka dalam berkomunikasi diperlukan sejumlah pengetahuan yang memadai seputar siapa publik yang dituju dan bagaimana cara sebaik-baiknya berkomunikasi dengan mereka. Semakin baik dan lengkap pemahaman kita terhadap hal-hal tersebut maka akan semakin mudah untuk menciptakan bahasa yang komunikatif Hadi dalam Tinaburko, 2003:32-33.

2.1.5 Kartun dan Karikatur

Secara singkat dapat dijelaskan bahwa karikatur seperti halnya kartun gags kartun kata, kartun komik dan kartun animasi adalah bagian dari apa yang dinamakan kartun. Karikatur adalah produk suatu keahlian seorang kartunis, baik dari segi pengetahuan, intelektual, tekhnik melukis, psikologis, cara melobi, referensi bacaan, maupun bagaimana dia memilih topik isu yang tepat. Karena itu, kita bisa mendeteksi Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 24 intelektual seorang karikaturis dari sudut ini juga, cara dia mengkritik yang secara langsung membuat orang yang dikritik justru tersenyum Sobur, 2006:140. Karikatur adalah bagian dari opini penerbit yang dituangkan dalam bentuk gambar-gambar khusus. Semula, karikatur ini hanya merupakan selingan atau ilustrasi belaka. Namun pada perkembangan selanjutnya, karikatur dijadikan sarana untuk menyampaikan kritik yang sehat. Dikatakan kritik sehat karena penyampaiannya dilakukan dengan gambar-gambar lucu dan menarik Sobur, 2006:40. Sedangkan kartun sendiri merupakan suatu keahlian seorang kartunis, baik dari segi pengetahuan, intelektual, tekhnik melukis, psikologis, cara melobi, referensi bacaan, maupun bagaimana dia memilih isu yang tepat. Kartun merupakan tanggapan atau opini secara subjektif terhadap suatu kejadian, tokoh, suatu soal, pemikiran atau pesan tertentu. Karena itu bisa mendeteksi tingkat intelektual yang membuat kartun dari sudut ini. Juga cara dia mengkritik yang secara langsung membuat orang yang dikritik justru tersenyum Sobur, 2003:140. Kartun mempunyai keunggulan sekaligus kelemahan. Ia dapat ditangkap pikiran orang, tetapi tidak mampu menjelaskan persoalan secara lengkap dan tuntas. Kemudahan dan daya tembus sebuah kartun dapat diterima oleh semua kalangan mulai dari rakyat yang buta huruf sampai intelektual yang sarat dengan cara pandang kritis. Menurut ketua PAKARTI Persatuan Kartunis Indonesia Pramono, kartun yang baik antara lain memiliki misi pendidikan, yaitu meningkatkan kemampuan berpikir dan perenungan bagi penikmatnya, meskipun mediumnya berupa humor. Oleh Karena itu kartun yang berhasil tentu saja terbit dari ide yang cerdas dan dapat dinikmati secara cerdas pula. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 25

2.1.6 Karikatur Sebagai Kritik Sosial

Kritik sosial adalah salah satu bentuk komunikasi dalam masyarakat yang bertujuan atau berfungsi sebagai sumber kontrol terhadap jalannya sebuah sistem sosial atau proses bermasyarakat, dalam konteks inilah kritik sosial merupakan unsur penting dalam memelihara sistem sosial. Dengan kata lain, kritik sosial dalam hal ini berfungsi sebagai wahana untuk konservasi dan reproduksi sebuah sistem sosial atau masyarakat Masoed, 1999:47. Krtitik sosial juga dapat berarti sebuah inovasi sosial, bahwa kritik sosial menjadi sarana komunikasi, gagasan baru, sembari menilai gagasan yang lama untuk suatu perubahan sosial. Persepsi kritik sosial yang demikian lebih banyak dianut oleh kaum kritis dan strukturalis. Mereka melihat kritik sosial adalah wahana komunikatif untuk suatu tujuan perubahan sosial Masoed, 1999:49. Kritik sosial yang murni kurang didasarkan pada peneropongan kepentingan diri saja, melainkan justru melibatkan dan mengajak masyarakat atau khalayak untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan nyata dalam masyarakat. Suatu kritik sosial kiranya didasarkan pada rasa tanggung jawab bahwa manusia bersama-sama bertanggung jawab atas perkembangan lingkungan sosialnya. Kritik memiliki fungsi taktis dan peranan strategis dalam menumbuhkan berbagai kepentingan dan kebutuhan masyarakat dan pemerintahannya. Kontrol sosial dan kritik sosial merupakan dua sisi dari mata uang yang sama, yang selalu ada didalam masyarakat manapun. Dengan demikian, apabila kontrol sosial cenderung dipahami sebagai aktivitas pengendalian, kritik sosial cenderung dianggap sebagai aktivitas pembebasan dari segala bentuk kontrol dan pengendalian. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 26 Kritik sosial sebenarnya bagian yang sangat penting dalam kemajuan jalannya pemerintahan, karena kritik menciptakan cambuk bagi pemerintahan agar mampu dan sebisa mungkin mengerti apa yang diinginkan masyarakat dan juga merupakan apresiasi dari masyarakat terhadap pemerintahan, lewat karikatur media cetak yang diproduksi para desaigner media dalam hal ini majalah. Kritik sosial seringkali ditemui di dalam berbagai media cetak, seperti surat kabar, majalah dan tabloid. Kritikan-kritikan yang jenaka disampaikan secara jenaka tidak begitu dirasakan melecehkan atau mempermalukan Wijana, 2004:4.

2.1.7 Konsep Makna

Para ahli mengakui, istilah makna meaning memang merupakan kata dan istilah yang membingungkan. Dalam bukunya The Meaning of Meaning, Ogden dan Ricards dalam Kurniawan, 2008:27 telah mengumpulkan tidak kurang dari 22 batasan mengenai makna. Makna sebagaimana dikemukakan oleh Fisher dalam Sobur, 2004:248, merupakan konsep yang abstrak yang telah menarik perhatian para ahli filsafat dan para teoritis ilmu sosial selama 2000 tahun silam. Semenjak Plato mengkonseptualisasikan makna manusia sebagai salinan “ultarealitas”, para pemikir besar telah sering mempergunakan konsep itu dengan penafsiran yang sangat luas yang merentang sejak pengungkapan mental dari Locke sampai kerespon yang dikeluarkan Skinner. “tetapi” Jerold Katz dalam Kurniawan, 2008:47, “setiap usaha untuk memberikan jawaban yang langsung telah gagal. Beberapa seperti misalnya Plato, telah terbukti terlalu samar dan spekulatif. Yang lainnya memberikan jawaban salah”. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 27 Menurut Devito, makna terletak pada kata-kata melainkan pada manusia. “Kita” lanjut Devito, menggunakan kata-kata untuk mendekati makna yang ingin kita komunikasikan. Tetapi kata-kata ini secara sempurna dan lengkap menggambarkan makna yang kita maksudkan. Demikian pula makna yang didapat pendengar dari pesan- pesan akan sangat berbeda dengan makna yang ingin kita komunikasikan. Komunikasi adalah proses yang kita gunakan untuk memproduksi dibenak pendengar dan apa yang ada dalam benak kita. Ada tiga hal yang dijelaskan para filusuf sehubungan dengan usaha menjelaskan istilah makna. Ketiga hal tersebut adalah 1 menjelaskan makna secara alamiah, 2 mendeskripsikan secara alamiah, 3 menjelaskan makna dalam proses komunikasi Kempson dalam Sobur, 2004:258. Ada beberapa pandangan yang menjelaskan teori atau konsep makna. Model konsep makna Johnson dalam Devito, 2997:123-125 sebagai berikut: 1. Makna dalam diri manusia. Makna tidak terletak pada kata-kata, melainkan pada manusia. Kita menggunakan kata-kata untuk mendekati makna yang ingin kita komunikasikan, tetapi kata-kata itu tidak secara sempurna dan lengkap menggambarkan makna yang kita maksudkan. Komunikasi adalah proses yang kita gunakan untuk memproduksi dibenak pendengar apa yang ada dalam benak kita dan proses ini adalah proses yang bisa saja salah. 2. Makna berubah. Kata-kata relative statis, banyak dari kata-kata yang kita gunakan 200 atau 300 tahun yang lalu. Tetapi makna dari kata-kata ini dan berubah, ini khusus yang terjadi pada dimensi emosional makna. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 28 3. Makna membutuhkan acuan. Walaupun tidak semua komunikasi mengacu pada dunia nyata, komunikasi hanya masuk akal bilamana ia mempunyai kaitan dengan dunia atau lingkungan eksternal. 4. Penyingkatan berlebihan akan mengubah makna. Berkaitan erat dengan gagasan bahwa acuan tersebut kita butuhkan bilamana terjadi masalah komunikasi yang akibat penyingkatan berlebihan tanpa mengaitkan acuan yang diamati. Bila kita berbicara tentang cerita, persahabatan, kebahagiaan, kejahatan dan konsep-konsep lain yang serupa tanpa mengaitkannya dengan sesuatu yang spesifik, kita tidak akan bisa berbagi makna dengan lawan bicara. 5. Makna tidak terbatas jumlahnya. Pada suatu saat tertentu, jumlah kata dalam suatu bahasa terbatas, tetapi maknanya tidak terbatas. Karena itu kebanyakan kita mempunyai banyak makna. Ini bisa menimbulkan masalah bila ada sebuah kata diartikan secara berbeda oleh dua orang yang sedang berkomunikasi. 6. Makna yang dikomunikasikan hanya sebagian. Makna yang kita peroleh dari suatu kejadian bersifat multi aspek dan sangat kompleks, tetapi hanya sebagian saja dari makna-makna ini yang benar-benar dapat dijelaskan. Banyak dari makna tersebut yang tetap tinggal dalam benak kita, karenanya pemaknaan yang sebenarnya mungkin juga merupakan tujuan yang ingin kita capai tetap tidak pernah tercapai Sobur, 2003:285-289.

2.1.8 Relasi Politik Dengan Hukum

Hukum dibuat dengan mempertimbangkan adanya kepentingan untuk mewujudkan nilai-nilai keadilan. Ciri-ciri hukum mengandung perintah dan larangan, menuntut kepatuhan dan adanya sangsi, hukum yang berjalan akan menciptakan ketertiban dan keadilan di masyarakat. Sebagai salah satu kaidah yang dipositifkan secara Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 29 resmi oleh penguasa negara, hukum adalah sebuah produk dari kegiatan politik, yang dapat terbaca dari konteks dan kepentingan yang melahirkan hukum itu dan bagaimana hukum tersebut dijalankan., kaidah hukum dibuat untuk memberikan sangsi secara langsung yang didasarkan pada tindakan nyata atas apa yang disepakatiditetapkan sebagai bentuk-bentuk pelanggaran berdasarkan keputusan politik. Dengan dasar di atas, maka dapat disimpulkan bahwa keadilan akan dapat terwujud apabila aktifitas politik yang melahirkan produk-produk hukum memang berpihak pada nilai-nilai keadilan itu sendiri. Terlepas dari proses kerjanya lembaga- lembaga hukum harus bekerja secara independen untuk dapat memberikan kepastian dan perlindungan hukum, dasar dari pembentukan hukum itu sendiri yang dilakukan oleh lembaga-lembaga politik juga harus mengandung prinsip-prinsip membangun supremasi hukum yang berkeadilan.

2.1.9 Pemaknaan Warna

Para teoritis bahasa mengemukakan bahwa kebanyakan kata memiliki makna majemuk. Setiap kata dari kata-kata, seperti: merah, kuning, hitam, dan putih memiliki makna konotatif yang berlainan. Dalam Roget’s Thesaurus, seperti dikutip Mulyana 2003, 260-261, terdapat kira-kira 12 sinonim untuk kata hitam, dalam beberapa kepercayaan warna-warna seperti warna hitam dan abu-abu memiliki asosiasi yang kuat dengan bahasa, hitam tidak dapat dipisahkan dari hal-hal yang bersifat buruk dan negatif, misal: daftar hitam, dunia hitam, dan kambing hitam. Sedangkan terdapat sinonim untuk kata putih, dan semua bersifat positif. Warna putih kebalikan dari warna hitam, putih mewakili sesuatu yang menyenangkan dan mencerminkan segala sesuatu yang bersifat kebaikan, seperti: murni, bersih, suci. Jadi Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 30 kata hitam umumnya berkonotasi negatif dan warna putih berkonotasi positif Sobur, 2001:25. Warna mampu memberikan pemaknaan tentang sesuatu hal, misalnya warna merah, berarti bisa api atau darah, dibeberapa kata merah darah lebih tua dibandingkan dengan kata merah itu sendiri, namun di beberapa bahasa kata merah digunakan pada saat bersamaan menjadi merah darah. Karena unsur-unsur tersebut, merah dapat diartikan sebagai hasrat yang kuat dalam hubungannya dengan ikatan, kebenaran dan kejayaan, namun tak jarang pula warna merah diartikan sebagai suatu kebencian dan dendam tergantung dari situasi. Kuning bisa diartikan sebagai sebuah optimis, filosofi dalam budaya barat. Sedangkan warna ungu menandakan nuansa spiritual, misteri, kebangsawanan, transformasi, kekasaran dan keangkuhan. Warna orange yang berarti energi, keseimbangan, kehangatan, menekankan pada suatu produk yang tidak mahal, menurut budaya barat Mulyana, 2003:376. Warna menurut Hoed dan Benny Hoedoro 1992. Dalam bukunya “periklanan” memiliki beberapa makna dalam menunjang kegiatan periklanan karena perpaduan dan kombinasi warna yang menarik akan mempunyai nilai ketertarikan tersendiri dibenak khalayak, diantaranya: 1. Merah Merah merupakan warna power, energi, kehangatan, cinta, nafsu, agresif, bahaya, kekuatan, kemauan, eksentrik, aktif, bersaing, warna ini memberikan pengaruh berkemauan keras dan penuh semangat. Sering juga diapresiasikan untuk menunjuk emosi atau debaran jantung. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 31 2. Orange Orange merupakan warna energi, keseimbangan, kehangatan, antusiasme, perluasan, pencapaian bisnis, karir, kesuksesan, keadilan, penjualan, persahabatan, kesehatan pikiran dan pengetahuan, daya tahan, kegembiraan, gerak cepat, sesuatu yang tumbuh, tekanan sosial, modal kecil, murah, ketertarikan dan independent. 3. Kuning Warna kuning ini bersifat menonjol, semangat untuk maju dan toleransi tinggi. Pengaruh warna ini antara lain riang, dermawan, dan sukses. Kuning adalah warna yang berkesan optimis, dan termasuk pada golongan warna yang mudah menarik perhatian. Warna ini dapat digunakan untuk menaikkan metabolisme. 4. Merah Muda Merah muda berarti memiliki asosiasi yang kuat dengan citra, keberanian dan kesenangan. Ikatan antara merah dan kehidupan memiliki peranan yang penting dalam kebudayaan di bumi. 5. Hijau Hijau melambangkan alami, sehat, keberuntungan, pembaharuan, warna bumi, penyembuhan fisik, kesuksesan materi, kelimpahan, kesuburan, keajaiban, tanaman dan pohon, pertumbuhan, pencapaian personal, kebangkitan, jiwa muda, stabilitas, daya tahan, kesegaran, lingkungan, keamanan, rujukan, cinta, keseimbangan, ketenangan, harapan, ketergantungan, dan persahabatan. Warna hijau melambangkan elastisitas keinginan. Cenderung pasif, bertahan, mandiri, posesif, susah menerima pemikiran orang lain. Pengaruh dari warna ini adalah teguh dan kokoh, mempertahankan miliknya, keras kepala, dan berpendirian tetap. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 32 6. Biru Biru melambangkan kepercayaan, konservatif, keamanan, teknologi, kebersihan, keteraturan, komunikasi, peruntungan yang baik, kebijakan, perlindungan, inspirasi, spiritual, kelembutan, dinamis, air , laut, kreativitas, cinta, kedamaian, kepercayaan, loyalitas, kepandaian, panutan, kekuatan dari dalam, kesedihan, kestabilan, kepercayaan diri, kesadaran, pesan, ide, berbagi, idealisme, empati, dingin, konservatisme, persahabatan dan harmoni serta kasih sayang, kalem, ketenangan, menenangkan namun juga dapat berarti dingin dan depresi. Sebagai dari akibat efek menenangkan, warna biru dapat membuat orang lebih konsentrasi. 7. Abu-abu Abu-abu melambangkan intelek, masa depan, kesederhanaan, kesedihan, keamanan, reabilitas, kepandaian, tenang, serius, kesederhanaan, kedewasaan, konservatif, praktis, kesedihan, bosan, professional, kualitas, diam dan tenang. 8. Putih Putih melambangkan positif, ketepatan, ketidakbersalahan, steril, kematian, kedamaian, pencapaian ketinggian diri, spiritualitas, kedewasaan, keperawanan atau kesucian, kesederhanaan, kebersihan, kesempurnaan, cahaya, persatuan, lugu, murni, ringan, netral dan fleksibel. 9. Hitam Hitam melambangkan power, seksualitas, kecanggihan, kematian, misteri, ketakutan, kesedihan, keanggunan, perlindungan, pengusiran, sesuatu yang negatif, mengikat, formalitas, kekayaan, kejahatan, perasaan yang dalam, kemarahan, harga diri dan ketangguhan. 10. UnguJingga Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 33 Ungujingga melambangkan spiritual, misteri, kebangsawanan, transformasi, kekasaran, keangkuhan, pengaruh, pandangan ketiga, pengetahuan yang tersembunyi, aspirasi yang tinggi, upacara, kebijakan, pencerahan, arogan, intuisi, mimpi, ketidaksadaran, telepati, empati, imajinasi, kepercayaan yang dalam, harga diri, independensi, kontemplasi, dan meditasi, ambisi, kemewahan, kekayaan, feminim, artistik, kuno dan romantik. 11. Cokelat Warna cokelat adalah warna yang kesannya paling dekat dengan bumi sehingga membuat kita merasa dekat. Cokelat bisa menjadi sumber energi yang konstan, serta membuat kita merasa kuat. Warna ini mewakili rasa aman, komitmen dan rasa kepercayaan. Cokelat juga memberikan rasa nyaman dan hangat.

2.1.10 Pendekatan Semiotika

Kata “Semiotika” yang berarti tanda. Semiotika sendiri berakar dari studi klasik dan skolastik atas seni logika, retorika dan poetika. Semiotika adalah cabang sebuah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang tanda. Tanda terdapat dimana-mana “kata” adalah tanda, demikian pula gerak isyarat, lampu lalu lintas, bendera dan sebagainya. Struktur karya sastra, struktur film, bangunan arsitektur atau nyanyian burung dapat dianggap sebagai tanda. Segala sesuatu dapat menjadi tanda, tanda-tanda tersebut menyampaikan suatu informasi atau pesan baik secara verbal maupun non-verbal sehingga bersifat komunikatif. Hal tersebut memunculkan suatu proses pemaknaan oleh penerima tanda akan makna informasi atau pesan dari pengirim pesan. Semiotika merupakan cabang ilmu yang semula berkembang dalam bahasa. Dalam perkembangannya kemudian semiotika bahkan masuk pada semua segi kehidupan manusia. Derida dalam Kurniawan, 2008:34 Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 34 memiliki pendapat bahwa tidak ada sesuatupun di dunia ini sepenting bahasa, “there is nothing outside language ”. Bahasa dalam hal ini dibaca sebagai “teks” atau “tanda”. Dalam konteks ini tanda memegang peranan penting dalam kehidupan umat manusia sehingga: “manusia yang tak mampu mengenal tanda, tak akan bertahan hidup” Widagdo dalam Kurniawan, 2008. Charles Sanders Pierce merupakan ahli filsafat dan ahli terkemuka dalam semiotika modern Amerika menegaskan bahwa, manusia hanya dapat berfikir dengan sarana tanda dan manusia hanya dapat berkomunikasi dengan sarana tanda. Tanda yang dapat dimanfaatkan dalam seni rupa berupa tanda visual yang bersifat non-verbal, terdiri dari unsur dasar berupa seperti garis, warna, bentuk, tekstur, komposisi dan sebagainya. Tanda-tanda yang bersifat verbal adalah objek yang dilukiskan seperti objek manusia, binatang, alam, imajinasi atau hal-hal abstrak lainnya. Apapun alasannya senirupawan, designer untuk berkarya, karyanya adalah sesuatu yang kasat mata. Karena itu secara umum bahasa digunakan untuk merangkul segala yang kasat mata dan merupakan media antar perupa seniman dengan pemerhati atau penonton. Seniman dan designer membatasi bahasa rupa dalam segitiga,estetis-simbolis- bercerita story telling. Bahasa merupakan imaji dan tata ungkapan. Imaji mencakup makna yang luas, baik imaji yang kasat mata maupun imaji yang ada khayalnya. Menurut John Fiske, pada intinya semua model yang membahas mengenai makna dalam studi semiotik memiliki bentuk yang sama, yaitu membahas tiga elemen, antara lain: 1. Sign atau tanda itu sendiri Pada wilayah ini akan dipelajari tentang macam-macam tanda. Cara seseorang dalam memproduksi tanda, macam-macam makna yang terkandung didalamnya dan juga bagaimana mereka saling berhubungan dengan orang-orang yang menggunakannya. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 35 Dalam hal ini tanda dipahami sebagai konstruksi makna dan hanya bisa dimaknai oleh orang-orang yang telah menciptakannya. 2. Codesi atau kode Sebuah sistem yang terdiri dari berbagai macam tanda yang terorganisasikan dalam usaha memenuhi kebutuhan masyarakat atau budaya untuk mengeksploitasi media komunikasi yang sesuai dengan transmisi pesan mereka. 3. Budaya Lingkungan dimana tanda dan kode itu berada. Kode dan lambang tersebut segala sesuatunya tidak dapat lepas dari latar belakang budaya dimana tanda dan lambang itu digunakan. Dalam semiotik model yang digunakan dapat berasal dari berbagai ahli, seperti Saussure, Pierce dan sebagainya. Pada penelitian ini yang akan digunakan adalah model semiotik milik Pierce, karena adanya kelebihan yang dimiliki yaitu tidak mengkhususkan analisisnya pada studi linguistik. Tampilan iklan yang muncul di berbagai media tersebut terdapat berbagai macam tanda yang dibuat oleh pengiklan dalam usahanya untuk memberikan pesan atau informasi bagi khalayak berupa karikatur. Berbagai macam tanda itulah yang hendak dikaji dalam sebuah tampilan iklan melalui pendekatan semiotika.

2.1.11 Semiotika Charles S. Pierce

Semiotik untuk studi media massa tidak hanya terbatas sebagai kerangka teori, namun sekaligus juga sebagai metode analisis Sobur, 2004:83. Bagi Pierce tanda “is something which stands to somebody for something in some respect or capacity ”. Kita Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 36 misalnya dapat menjadikan teori segitiga makna triangle meaning menurut Pierce salah satu bentuk tanda adalah kata. Sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda. Sesuatu yang digunakan agar tanda dapat berfungsi, oleh Pierce disebut ground, object dan interpretant Sobur, 2004:41. Sementara itu interpretant adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Apabila ketiga elemen makna itu berinteraksi dalam benak seseorang, maka munculah makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut. Makna adalah persoalan bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang pada waktu berkomunikasi Barthes dalam Kurniawan, 2008:37. Charles S. Pierce membagi antara tanda dan acuannya tersebut menjadi tiga kategori yaitu: ikon, indeks, dan simbol adalah tanda yang hubungan antara penanda dan penandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain ikon adalah hubungan antara tanda objek atau acuan yang bersifat kemiripan, misalnya, potret dan peta. Indeks adalah tanda yang menunjuk adanya hubungan alamiah antara tanda dan penanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung ,mengacu pada kenyataan. Contoh yang paling jelas ialah asap sebagai tanda adanya api. Tanda dapat pula mengacu pada denotatum melalui konvesi. Tanda seperti itu adalah tanda konvensional yang biasa disebut simbol tanda yang menunjuk hubungan alamiah antara penanda dan petandanya. Hubungan diantaranya bersifat arbitrer atau semena, hubungan berdasarkan konvensi atau perjanjian masyarakat Sobur, 2004: 42. Hubungan segitiga makna Pierce lazimnya ditampilkan dalam gambar berikut ini: Fieske dalam Sobur, 2001:85 Sign Interpretant Object Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 37 Gambar 2.1 Hubungan Tanda, Objek dan Interpretant Pierce Charles S. Pierce membagi antara tanda dan acuannya tersebut menjadi tiga kategori, yaitu: ikon, indeks, dan simbol. Ketiga kategori tersebut digambarkan dalam sebuah model segitiga sebagai berikut: Gambar 2.2 Model Kategori Tanda Oleh Pierce 2.2 Kerangka Berfikir Setiap individu mempunyai latar belakang yang berbeda-beda dalam memaknai sesuatu peristiwa atau objek. Hal ini dikarenakan adanya pengalaman Field Of Experience dan pengetahuan Field Of Preference yang berbeda-beda pada individu tersebut. Begitu juga peneliti dalam hal memaknai tanda dan lambang yang ada dalam objek, berdasarkan pengalaman dan pengetahuan peneliti. Icon Index Symbol Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 38 Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pemahaman terhadap tanda dan lambang dalam hal ini adalah karikatur “Bisnis Seks di dalam penjara” dalam majalah Tempo Edisi 25-31 Oktober 2010. Tanda–tanda yang terdapat dalam setiap penggambaran karikatur secara keseluruhan tersebut dikaji berdasarkan teori yang sesuai dengan peristiwa yang melatarbelakangi pembuatan karikatur dalam cover Tempo, yang dijabarkan secara terperinci dalam pemilihan gambar dan warna. Berdasarkan landasan tersebut di atas, maka peneliti menggunakan metode semiotik dari Charles S. Pierce, yaitu teori tentang segitiga makna triangle meaning, yang terdiri dari tanda, objek dan interpretant. Tanda merujuk pada sesuatu yang dirujuk, sementara interpretant adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk oleh sebuah tanda. Pierce membagi tanda dalam tiga kategori, yaitu ikon, indeks, dan simbol. Dengan metode tersebut, maka dapat diperoleh suatu hasil interpretasi mengenai kritik sosial karikatur “Bisnis Seks Yang Tertunda” dalam rubrik kartun Tempo edisi 25-31 Oktober 2010. Analisis Semiotik Charles Sander Pierce Sign Object Gambar karikatur “Bisnis Seks di balik jeruji penjara” pada rubrik kartun Tempo edisi 25- 31 Oktober 2010. Interpretant Peneliti dalam memaknai Kritik Sosial karikatur “Bisnis Seks di balik jeruji penjara” pada rubrik kartun Tempo edisi 25-31 Oktober 2010. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 39 Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 40 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan semiotik. Alasan peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif terdapat beberapa faktor pertimbangan, yaitu pertama metode deskriptif kualitatif akan lebih mudah menyesuaikan bila dalam penelitian ini kenyataannya ganda, kedua metode deskriptif kualitatif menyajikan secara langsung hubungan antara peneliti dengan objek peneliti, ketiga metode deskriptif kualitatif lebih peka serta dapat menyesuaikan diri dengan banyak pengaruh terhadap pola-pola nilai yang dihadapi Moelong, 220:33. Selain itu pada dasarnya semiotik bersifat kualitatif-interpretatif, yaitu suatu metode yang memfokuskan dirinya pada tanda dan teks sebagai objek kajian, serta bagaimana menafsirkan dan memahami kode dibalik tanda akan teks tersebut. 3.2 Definisi Konseptual Penelitian ini memperhatikan beberapa hal, pertama adalah konteks atau situasi sosial di seputar dokumen atau teks yang diteliti. Disini peneliti diharapkan dapat memahami makna dari teks yang diteliti. Kedua adalah proses atau bagaimana suatu produksi media atau isi pesannya dikemas secara aktual dan diorganisasikan secara bersama, ketiga adalah pembentukan secara bertahap dari makna sebuah pesan melalui pemahaman dan interpretasi. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Dalam penelitian ini menggunakan metode semiotik. Semiotik adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda Sobur, 2004:15. Dengan menggunakan metode semiotik, peneliti berusaha menggali realitas yang didapatkan melalui interpretasi simbol-simbol dan tanda-tanda yang ditampilkan sepanjang gambar dalam cover karikatur. Pendekatan semiotik termasuk dalam metode kualitatif. Tipe penelitian ini adalah deskriptif, dimana peneliti berusaha untuk mengetahui Kritik Sosial Karikatur “Bisnis Seks Di Balik Jeruji Penjara” pada rubrik kartun Majalah Tempo Edisi 25-31 Oktober 2010. 3.3 Korpus Korpus merupakan sample terbatas pada penelitian kualitatif yang bersifat homogen. Tetapi sebagai analisa, korpus bersifat terbuka pada konteks yang beraneka ragam, sehingga memungkinkan memahami berbagai aspek dari sebuah teks pesan. Korpus bertujuan khusus digunakan untuk analisa semiotik dan analisa wacana. Pada penelitian kualitatif memberikan peluang yang besar bagi dibuatnya interpretasi-interpretasi alternatif. Makna yang digali adalah makna eksplisit dan makna yang berdasarkan apa yang tampak denotatif, serta makna yang mendalam yangt berkaitan dengan pemahaman- pemahaman ideology dan cultural konotatif Korpus pada penelitian kualitatif ini adalah gambar karikatur “ Bisnis Seks Yang Tertunda ” pada rubrik kartun majalah Tempo edisi 25-31 Oktober 2010 yang berupa karikatur “Bisnis Seks Di Balik Jeruji Penjara”, yang berupa gambar, tulisan, benda dan warna yang terdapat pada karikatur di rubrik kartun majalah Tempo tersebut menggambarkan seorang laki-laki reporter SIGI yang diikuti dengan adanya beberapa Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. benda berupa handycam, topi bertuliskan SIGI yang merekam kejadian di balik penjara dan ditepuk pundaknya secara tiba-tiba oleh petugas lembaga hukum dengan wajah marah dan meminta handycam dan seorang petugas lembaga hukum lain yang mengatakan 1000 FITNAH yang seolah-olah menjadi pelengkap di dalam karikatur, serta warna background yang sangat dominan. Dimana kemudian ini diinterpretasikan dengan menggunakan ikon icon, indeks index, dan simbol symbol. 3.3.1 Ikon icon Ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan. Sobur, 2001:41. Dengan kata lain tanda memiliki ciri-ciri sama dengan apa yang dimaksudkan. Apabila pada rubric kartun majalah Tempo edisi 25-31 Oktober 2010 ditunjukkan: 1. Seorang laki-laki yang mengenakan kemeja warna coklat, topi berwarna coklat bertuliskan SIGI, tas pinggang warna coklat yang sedang memegang handycam 2. Kaki seseorang yang menjuntai ke luar jendela memakai gelang kaki dengan bandul hati warna pink. 3. Seorang laki-laki memakai pakaian safari warna biru dengan lencana lembaga hukum 4. Seorang memakai pakaian safari warna biru yang membelakangi sehingga hanya tampak badan bagian belakang. 3.3.2 Indeks index Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan pertanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat Sobur, 2004:42. Pada cover majalah Tempo edisi 25-31 Oktober 2010, ditunjukkan dengan: 1. Mata terbelalak dan melirik Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 2. Memakai topi bertuliskan sigi 3. Memegang handycam 4. Mulut membentuk huruf “o” 5. Kaki menjuntai ke atas di jendela jeruji 6. Gelang kaki bandul hati di kaki 7. Baju safari biru dengan lencana lembaga hukum 8. Tangan menepuk pundak 9. Tangan menengadah 10. Tatapan menyeringai 11. Dinding tidak rata warna abu-abu 12. langit berwarna biru 13. tulisan 1000 FITNAH 14. handycam yang mengarah kedalam jendela 3.3.3 Simbol symbol Simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara petanda dengan penandanya, bersifat arbiter atau semena, hubungan berdasarkan konvensi perjanjian masyarakat Sobur, 2004:42. Pada rubrik kartun majalah Tempo edisi 25-31 Oktober 2010 ditunjukkan dengan: 1. Baju safari warna biru 2. Gelang kaki bandul hati warna pink 3. Lencana lembaga hukum 4. Topi bertuliskan SIGI `Penempatan sebuah tanda menjadi ikon, indeks, dan simbol tergantung dari kebutuhan dan sudut pandang khalayak point of interest yang memaknainya. Sehingga Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. penempatan tanda-tanda dalam rubrik kartun majalah tersebut, di atas, yang mana sebagai ikon, mana sebagai indeks dan mana sebagai simbol tersebut hanya sebagai subyektifitas peneliti, bukan menjadi sesuatu yang mutlak, karena hal ini kembali lagi kepada sudut pandang khalayak yang memaknai karikatur pada karikatur rubrik kartun majalah Tempo edisi 25-31 Oktober 2010 sesuai dengan kebutuhan masing-masing. 3.4 Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan pengamatan secara langsung karikatur “Bisnis Seks Di Balik Jeruji Penjara” pada rubrik kartun majalah Tempo edisi 25-31 Oktober 2010. Pengumpulan data dalam penelitian ini, melalui penggunaan bahan dokumenter seperti majalah, studi ke perpustakaan, bahan-bahan yang dapat dijadikan referensi serta penggunaan internet. Selanjutnya data-data akan dianalisis berdasarkan landasan teori semiotik Pierce dan data dari penelitian ini kemudian akan digunakan untuk mengetahui kritik sosial karikatur “Bisnis Seks Di Balik Jeruji Penjara” pada rubrik kartun majalah Tempo edisi 25-31 Oktober 2010. 3.5 Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif. Data yang dikumpulkan berupa kata-kata dan gambar. Hal ini disebabkan adanya penerapan metode kualitatif, selain itu semua yang dikumpulkan kemungkinan menjadi jawaban terhadap objek yang diteliti. Analisis data dilakukan dalam penelitian ini berdasarkan model semiotik dari Charles Sanders Pierce, yaitu sistem tanda sign dalam karikatur yang dijadikan korpus sample dalam penelitian, dikategorikan kedalam tanda dengan acuannya yang dibuat oleh Charles Sanders Pierce terbagi kedalam tiga kategori yaitu ikon icon, indeks index, dan simbol symbol. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Dengan studi semiotik penelitian dapat memaknai gambar dan pesan yang terdapat dalam karikatur “Bisnis Seks Di Balik Jeruji Penjara” serta membentuk berbagai pemaknaan terhadap karikatur ini. Rubrik Kartun majalah Tempo edisi 25-31 Oktober 2010 ini akan diinterpretasikan dengan cara mengidentifikasi tanda-tanda yang terdapat dalam setiap penggambaran karikatur, untuk mengetahui kritik sosialnya. Untuk mengetahui hubungan antara tanda, penggunaan tanda dan realitas eksternal dapat dilakukan dengan menggunakan model semiotik dari Pierce. Sistem tanda gambar, warna, perilaku non verbal dan atribut pendukung yang digunakan sebagai indikator pengamatan dalam penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif karikatur “Bisnis Seks Di Balik Jeruji Penjara” pada rubrik kartun majalah Tempo edisi 25-31 Oktober 2010. Terkait dalam penelitian ini, untuk mengetahui isi pesan dalam karikatur surat pembaca, peneliti mengamati signs atau system tanda yang tampak dalam cover, kemudian memaknai dan menginterpretasikannya dengan menggunakan metode semiotik Pierce, yang terdiri dari: 1. Obyek Adalah gambar atau karikatur itu sendiri. Obyek dalam penelitian ini adalah karikatur “Bisnis Seks Di Balik Jeruji Penjara” pada rubrik kartun majalah Tempo edisi 25-31 Oktober 2010. 2. Sign Adalah segala sesuatu yang ada dalam gambar karikatur tersebut. Sign dalam penelitian ini adalah seorang laki-laki, repoter SIGI yang sedang memegang handycam yang mengenakan kemeja warna coklat,topi berwarna coklat bertuliskan SIGI, tas pinggang warna coklat yang sedang memegang handycam ditangan kanan Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. yang diarahkan ke jendela dan tangan kiri memegang dinding sehingga badan menempel pada dinding, mata terbelalak dan melirik ke belakang. kaki kanan seseorang yang menjuntai ke luar jendela sebatas betis dan memakai gelang kaki dengan bandul hati warna pink. seorang laki-laki memakai pakaian safari warna biru dengan lencana lembaga hukum di dada sebelah kiri berdiri dibelakang reporter dengan tangan kanan menepuk pundak reporter tadi dan tangan kiri menengadah meminta handycam dan mata tatapan marah. seorang laki-laki memakai pakaian safari warna biru yang membelakangi sehingga hanya tampak badan bagian belakang dan terlihat setengah badan saja dengan tangan kiri menengadah. 3. Interpretant Adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang obyek yang dirujuk sebuah tanda. Interpretant dalam penelitian ini adalah hasil interpretasi peneliti. Berdasarkan obyeknya Pierce membagi tanda atas icon ikon, index indeks, symbol simbol. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian dan Penyajian Data

4.1.1 Kritik Sosial Terhadap Karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI

PENJARA” Karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA” yang menjadi objek penelitian ini dimuat pada rubrik kartun majalah Tempo edisi 25-31 Oktober 2010. Gambar yang mengangkat masalah penyimpangan fungsi lembaga pemasyarakatan. Dimana dalam gambar ini menggambarkan adanya bisnis seks dalam penjara yang penayangan kejadian ini sempat dicekal penayangannya pada tanggal 13 Oktober 2010 dan akhirnya ditayangkan pada tanggal 27 Oktober 2010. Karikatur yang diberi judul Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA” tersebut adalah sebagai suatu reaksi atau refleksi terhadap fenomena yang sedang berkembang dan menonjol ditengah masyarakat pada awal Oktober 2010 kemarin, yaitu tentang penyimpangan fungsi lembaga pemasyarakatan. Karikatur ini merupakan salah satu bentuk pesan dalam bentuk non verbal yang memang diciptakan dengan kesengajaan agar pembaca dapat dengan aktif memahami pesan yang terkandung didalamnya. Karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA” diciptakan sebagai sebuah wahana untuk memberikan informasi kepada masyarakat seputar kabar tentang masih adanya penyimpangan fungsi lembaga pemasyarakatan di tanah air, yang membuktikan bahwa di dalam penjara justru masih berjalan perilaku yang melanggar aturan dan kesusilaan.

4.1.2 Majalah Tempo

Tempo edisi pertama diterbitkan pertama kali pada Maret 1971, Tempo keluaran yang pertama ini mengambil pendekatan yang belum pernah dikenal selama masa-masa sulit dalam kebebasan jurnalistik. Publikasi Tempo sebenarnya sama sekali tidak berhubungan atau berafiliasi dengan dunia politik, perhatian yang utama justru tertuju pada misi panjangnya untuk membangunkan kesadaran yang telah lama diracuni dengan media yang tunduk pada rezim yang represif. Ketegasannya untuk mempertahankan kebebasan jurnalistik telah membuat Tempo sebagai legenda dan menjadi ikon didalam industri pers di Indonesia selain juga menjadi salah satu media tertua di Asia Tenggara. Tempo pernah dibredel pada tahun 1982 dan tahun 1984, Tempo tidak pernah berhenti untuk terus bersuara dengan lantang dan telah menjadi salah satu kendaraan atau sarana kebebasan pers yang sedang dinikmati Indonesia saat ini. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Tempo adalah standart kesempurnaan jurnalistik yang oleh penerbitan lainnya sekalu dijadikan perbandingan dan dijadikan acuan. Komitmennya adalah menyeimbangkan pandangan dan melaporkan kebenaran tetap sebagai yang benar sebagaimana, seperti tahun 1971, Nama “TEMPO” dengan definisinya yang tanpa disadari ternyata sesuai atau cocok telah menetapkan sebuah standart dan langkah yang oleh penerbitan lain akan selalu dijadikan perbandingan. Tempo hari ini adalah sebuah tongkat ukuran yang ditiru oleh semuanya tetapi tetap tidak akan tertandingi. Sebagai Majalah berita tertua di Indonesia. Tempo kembali terbit pada Oktober 1998 membuktikan kebebasan dan juga kekuasaan dalam bersuara. Pada tahun belakangan ini Tempo tanpa disadari menjadi legenda, namun perlu dicatat ini merupakan realita. Bersama-sama dengan tenaga yang penuh pengalaman dan tenaga muda penuh harapan. Tempo tanpa risau menghadapi masalah tersebut untuk mempertahankan loyalitas dari pembaca setianya dan merebut hati dari pembaca- pembaca terbarunya terutama adalah lapisan urban kelas menengah. Mereka itulah yang secara ekonomis mampu serta terdidik dengan baik dan tetap diharapkan menjaga posisi Negara selalu dalam keadaan yang dinamis. Tempo kembali bersikulasi tepatnya 6 Oktober 1998, dimana pada saat itu keadaan pasar telah berubah secara signifikan sejak tahun 1994, oleh sebab itu Tempo menjelajah setiap kesempatan dengan semangat perubahan dan pembaharuan. Kehadiran kembali Tempo disambut dengan antusias oleh Indonesia, sehingga sejak dari edisi pertamanya Tempo akhirnya dapat memperoleh kembali posisinya yang semula sebagai pemimpin dari majalah berita mingguan meskipun pada kenyataannya sekarang setidaknya terdapat enam pesaing yang sebelumnya tidak terdapat dipasar sebelum pembredelan Tempo 21 Juni 1994. Hingga saat ini Majalah Tempo berhasil menguasai hampir 60 dari pasar. Kebutuhan untuk menciptakan produk-produk baru sesuai dengan Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. misinya yang utama yaitu telah menjadi sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi. Peluncuran Tempo edisi berbahasa Inggris pada pada tanggal 12 September 2000 didesain untuk meningkatkan penetrasi penembusan ke pasar global. www.tempointeractive.com Adapun spesifikasi yang terdapat pada majalah Tempo adalah sebagai berikut: Isi Halaman LAPORAN UTAMA : Orang-orang di sekeliling Presiden 26 PRELUDE: Album Etalase Inovasi Kartun 10 12 14 16 NASIONAL : Momen Politik 20 36 GAYA HIDUP : Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Kesehatan Media kota Tata Kota 60 58 49 OPINI : Bahasa Catatan Pinggir Kolom Dodi Ambardi Kolom Eep Saefulloh Fatah Kolom M.Chatib Basri Opini 106 178 44 46 152 23 SENI : Seni Rupa Sinema Teater 116 118 107 SAINS : Buku IlmuTeknologi Lingkungan 132 126 123 Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. HUKUM : Hukum 140 Ekonomi : Momen 158 INTERNASIONAL : Internasional Momen 161 168 TOKOH: Obituari Wawancara 174 171 HUKUM: Hukum 140 Majalah Tempo Edisi Oktober 2010

4.2 Penyajian Data

Dari hasil pengamatan peneliti yang dilakukan pada majalah Tempo mengenai pemaknaan karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA” maka akan disajikan data-data yang didapat dari gambar dan warna yang dimuat pada rubrik kartun majalah Tempo edisi Oktober 2010 yaitu gambar karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA”. Data-data yang dianalisis terdiri dari sekumpulan tanda-tanda Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. spesifik yang akan dipilah-pilah yang disesuaikan dengan materi yang tersedia. Tanda tersebut berupa, tanda gambar, warna, perilaku non verbal dan atribut pendukung yang digunakan sebagai indikator pengamatan dalam penelitian. Pengkategorian tanda pada karikatur ini berdasarkan landasan teori Semiotika Charles Sanders Pierce, dimana untuk mengetahui makna yang terkandung dalam karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA” pada rubrik kartun majalah Tempo edisi Oktober 2010. Pierce membagi tanda menjadi tiga kategori, yaitu: ikon, indeks, dan simbol. Untuk mengungkap makna serta pesan yang disampaikan dalam penggambaran karikatur tersebut, sistem tanda dibagi berdasarkan pembagian fungsi tanda Pierce. Dalam pendekatan Semiotik Pierce terdapat tiga komponen, yaitu: Tanda sign, Objek object, Interpretan interpretant. Sebagai interpretan, peneliti menganalisa gambar karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA” pada rubrik kartun majalah Tempo yang dijadikan korpus sample terbatas dengan menggunakan hubungan antara tanda dengan acuan tanda dalam model Semiotik Pierce yang membagi tanda atas tiga kategori, yaitu: ikon, indeks, dan simbol, sehingga akan diperoleh interpretasi dari karikatur melalui kategori tanda tersebut. Ikon, dalam tampilan karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI BESI” adalah : 1. Seorang laki-laki yang mengenakan topi berwarna coklat bertuliskan SIGI, tas pinggang warna coklat yang sedang memegang handycam 2. Kaki seseorang yang menjuntai ke luar jendela dan memakai gelang kaki dengan bandul hati warna pink. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 3. Seorang laki-laki memakai pakaian safari warna biru dengan lencana lembaga hukum 4. Seorang memakai pakaian safari warna biru yang membelakangi sehingga hanya tampak badan bagian belakang. Indeks, dalam tampilan karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA” adalah : 1. Mata terbelalak dan melirik 2. Memakai topi bertuliskan sigi 3. Memegang handycam 4. Mulut membentuk huruf “o” 5. Kaki menjuntai ke atas di jendela jeruji 6. Gelang kaki bandul hati di kaki 7. Baju safari biru dengan lencana lembaga hukum 8. Tangan menepuk pundak 9. Tangan menengadah 10. Tatapan menyeringai 11. Dinding tidak rata warna abu-abu 12. langit berwarna biru 13. tulisan 1000 FITNAH 14. handycam yang mengarah kedalam jendela Simbol, dalam tampilan karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA” adalah : Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 1. Baju safari warna biru 2. Gelang kaki bandul hati warna pink 3. Lencana lembaga hukum 4. Topi bertuliskan SIGI Karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA” yang tersapat dalam rubrik kartun majalah tempo jika di gambarkan dalam model Semiotik Pierce adalah sebagai berikut : IKON Seorang laki-laki yang mengenakan topi berwarna coklat bertuliskan SIGI, tas pinggang warna coklat yang sedang memegang handycam. Kaki seseorang yang menjuntai ke luar jendela dan memakai gelang kaki dengan bandul hati warna pink. Seorang laki-laki memakai pakaian safari warna biru dengan lencana lembaga hukum. Seorang memakai pakaian safari warna biru yang membelakangi sehingga hanya tampak badan bagian belakang. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Gambar 4.1 Gambar karikatur ”Bisnis Seks di Balik Jeruji Penjara” dalam kategori tanda Pierce

4.3 Analisis Pemaknaan Karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI

Dokumen yang terkait

Al-Naqdu Al-Ijtima'iy fi Al-Karikatir maa' Al-Nash Al-raby (Tahlilan Simiyaiya)

0 6 85

ANALISIS KRITIK SOSIAL DALAM KARIKATUR“SONTOLOYO” Analisis Kritik Sosial Dalam Karikatur“Sontoloyo” Pada Solopos Edisi Desember 2011-Maret 2012.

2 4 15

PEMAKNAAN KARIKATUR NUNUN NURBAETI PADA COVER MAJALAH TEMPO (Studi Semiotika pemaknaan karikatur “Mafia Di Balik Nunun” Pada Cover Majalah Tempo edisi 19-25 Desember 2011).

0 2 110

PEMAKNAAN KARIKATUR NUNUN NURBAETI PADA COVER MAJALAH TEMPO (Studi Semiotika pemaknaan karikatur "Mafia Di Balik Nunun" Pada Cover Majalah Tempo edisi 19-25 Desember 2011).

0 0 110

KRITIK SOSIAL KARIKATUR CLEKIT KEBOHONGAN PEMERINTAH (Studi Semiotik Kritik Sosial Karikatur Clekit Pada Surat Kabar Jawa Pos “Kebohongan Pemerintah” Edisi Sabtu, 15 Januari 2011).

0 1 110

PEMAKNAAN KARIKATUR MAJALAH TEMPO (Studi Semiotik Terhadap Pemaknaan Karikatur pada cover majalah Tempo edisi 11-17 Juli 2011).

2 2 80

KRITIK SOSIAL DAN POLITIK KARIKATUR CLEKIT PADA SURAT KABAR JAWA POS (Studi Semiotik Kritik Sosial dan Politik Karikatur Clekit Pada Surat Kabar Jawa Pos “Kontroversi Pencoretan Gedung DPR” Edisi Sabtu, 31 Juli 2010).

0 4 87

KRITIK SOSIAL KARIKATUR “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA” (Studi Semiotik Terhadap Kritik Sosial Karikatur “Bisnis Seks Di Balik Jeruji Penjara” Pada Rubrik Kartun Majalah Tempo Edisi 25-31 Oktober 2010)

0 0 18

PEMAKNAAN KARIKATUR NUNUN NURBAETI PADA COVER MAJALAH TEMPO (Studi Semiotika pemaknaan karikatur "Mafia Di Balik Nunun" Pada Cover Majalah Tempo edisi 19-25 Desember 2011)

0 0 23

PEMAKNAAN KARIKATUR NUNUN NURBAETI PADA COVER MAJALAH TEMPO (Studi Semiotika pemaknaan karikatur “Mafia Di Balik Nunun” Pada Cover Majalah Tempo edisi 19-25 Desember 2011)

0 0 23