KRITIK SOSIAL KARIKATUR “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA” (Studi Semiotik Terhadap Kritik Sosial Karikatur “Bisnis Seks Di Balik Jeruji Penjara” Pada Rubrik Kartun Majalah Tempo Edisi 25-31 Oktober 2010).
KRITIK SOSIAL KARIKATUR
“BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA”
(Studi Semiotik Terhadap Kritik Sosial Karikatur “Bisnis Seks Di Balik Jeruji Penjara” Pada Rubrik Kartun Majalah Tempo Edisi 25-31 Oktober 2010)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pada FISIP UPN “Veteran” Jawa Timur
Oleh :
DIAN SANDRA PUSPITA SARI NPM : 0643010393
YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN“ JAWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
SURABAYA 2011
(2)
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala kuasa yang Maha Pengasih dan Penyayang sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Kritik Sosial Karikatur “Bisnis Seks Di Balik Jeruji Penjara” (Studi semiotik Terhadap Kritik Sosial Karikatur “Bisnis Seks Di Balik Jeruji Penjara’ Pada Rubrik Kartun Majalah Tempo Edisi 25-31 Oktober 2010).
Penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih sebanyak-banyaknya kepada Bpk. Juwito, S.Sos, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu
untuk memberikan bimbingan serta dorongan kepada penulis, sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Serta peneliti juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Ibu Dra. Ec. Hj. Suparwati, Msi selaku Dekan FISIP UPN “Veteran” Jawa Timur
2. Bpk Juwito, S.Sos, Msi Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UPN “Veteran” Jatim
3. Kedua Orang Tua peneliti, yaitu Bpk. Sismanto dan Ibu Anik Budiati yang telah membantu baik secara materiil dan doa, adik peneliti yaitu Dian Ratih Pratiwi dan Daud Satria yang memberikan support.
4. Teman sekaligus sahabat-sahabat saya, yaitu : Ike Pratiwi, Fadilla Dwi Anggia, Erni Purnamawati dan Citra yang selalu memberikan semangat untuk saya
(3)
3
5. Asisten saya Rani Ayu yang selalu setia menemani saya dan memberikan dukungan penuh kepada saya
6. Orang-orang yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, Terimakasih bantuan kalian sangat berarti.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Surabaya, 15 Januari 2011
(4)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ...viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 9
1.3 Tujuan Penelitian ... 9
1.4 Kegunaan Penelitian ... 9
1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 9
1.4.2 Kegunaan Praktis ... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 10
2.1 Landasan Teori ... 10
2.1.1 Majalah Sebagai Media Massa ... 10
2.1.2 Majalah ... 11
2.1.3 Media Cetak ... 12
2.1.4 Komunikasi Visual ... 13
(5)
5
2.1.6 Karikatur sebagai Kritik Sosial ... 16
2.1.7 Konsep Makna ... 17
2.1.8 Relasi Politik dengan Hukum ... 20
2.1.9 Pemaknaan Warna ... 21
2.1.10 Pendekatan Semiotika ... 25
2.1.11 Semiotika Charles S. Pierce ... 28
2.2 Kerangka Berfikir ... 30
BAB III METODE PENELITIAN ... 32
3.1 Metode Penelitian ... 32
3.2 Definisi Konseptual ... 32
3.3 Korpus ... 33
3.3.1 Ikon (icon) ... 34
3.3.2 Indeks (index) ... 34
3.3.3 Simbol (symbol) ... 35
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 36
3.5 Teknik Analisis Data ... 37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40
4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian dan Penyajian Data ... 40
4.1.1 Kritik Sosial Terhadap Karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA” ... 40
(6)
4.2 Penyajian Data ... 44
4.3 Analisis Pemaknaan Karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA“ ... 48
4.3.1 IKON ... 48
4.3.2 INDEKS ... 51
4.3.3 SIMBOL ... 54
4.4 Makna Keseluruhan Pemaknaan Karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA” dalam Model Triangle of Meaning Pierce ... 56
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 59
5.2 Saran ... 61
DAFTAR PUSTAKA ... 62
(7)
7
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Hubungan Tanda, Objek dan Interpretant Pierce ... 29 Gambar 2.2 Model Kategori Tanda Oleh Pierce ... 29 Gambar 4.1 Gambar karikatur ”Bisnis Seks di Balik Jeruji Penjara” dalam kategori tanda Pierce ... 47
(8)
DAFTAR LAMPIRAN
(9)
9
ABSTRAKSI
Dian Sandra Puspita Sari. Kritik Sosial Karikatur “Bisnis Seks Di Balik Jeruji Penjara” (Studi Semiotik Terhadap Kritik Sosial Karikatur “Bisnis Seks Di Balik Jeruji Penjara” Pada Rubrik Kartun Majalah Tempo Edisi 25-31 Oktober 2010). SKRIPSI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemaknaan karikatur “Bisnis Seks Di Balik Jeruji Penjara” pada rubrik kartun Majalah Tempo Edisi 25-31 Oktober 2010
Teori-teori yang digunakan peneliti dalam penelitian ini yaitu : Majalah sebagai Media Massa, Majalah, Media Cetak, Komunikasi Visual, Kartun, dan Karikatur, Karikatur sebagai Kritik Sosial, Konsep Makna, Pemaknaan Warna, dan Pendekatan Semiotika.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian Kualitatif, yang menggunakan analisis semiotic dari Charles Sanders Pierce. Korpus dari pemberitaan tersebut yaitu : Gambar Karikatur “ Bisnis Seks Di Balik Jeruji Penjara” pada Rubrik Kartun Majalah Tempo Edisi 25-31 Oktober 2010.Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa ikon korpus tersebut adalah Seorang laki-laki yang mengenakan kemeja warna coklat, topi berwarna coklat bertuliskan SIGI, tas pinggang warna coklat yang sedang memegang handycam , Kaki seseorang yang menjuntai ke luar jendela memakai gelang kaki dengan bandul hati warna pink, Seorang laki-laki memakai pakaian safari warna biru dengan lencana lembaga hukum, dan Seorang memakai pakaian safari warna biru yang membelakangi sehingga hanya tampak badan bagian belakang. mata terbelalak dan melirik, memakai topi bertulisakn SIGI,M memegang handycam, mulut membentuk huruf “O”, kaki menjuntai di jendela jeruji besi, gelang kaki bandul hati, baju safari biru dengan lencana lembaga hukum, tangan menepuk pundak,tangan menengadah, wajah menyeringai marah, dinding tak rata dan berwarna abu-abu, langit berwarna biru, tulisan 1000% fitnah, handycam yang mengarah ke dalam jendela jeruji penjara merupakan indeks dalam gambar tesebut. Sedangkan symbol dalam gambar ini adalah gelang kaki bandul hati, baju safari biru, lencana lembaga hukum, topi bertuliskan SIGI.
Kata Kunci : Kritik Sosial Karikatur ”Bisnis Seks Di Balik Jeruji Penjara”, Charles Sanders Pierce, Majalah Tempo
(10)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak. Ada beberapa pakar psikologi memandang bahwa dalam komunikasi antar manusia, maka media yang paling dominan dalam berkomunikasi adalah panca indra manusia seperti mata dan telinga. Pesan-pesan yang diterima panca indra selanjutnya diproses dalam pikiran manusia untuk mengontrol dan menentukan sikapnya terhadap sesuatu, sebelum dinyatakan dalam tindakan. Media yang dimaksud ialah media yang digolongkan atas empat macam yakni media antar pribadi, media kelompok, media publik, dan media massa.
Media massa adalah penyaji realita. Para pengelola media massa ibarat koki yang memproses peristiwa menjadi berita, features, investigative reporting, artikel, foto-foto, gambar bergerak, suara penyiar dan sounds effect, dialog interaktif, dan sebagainya untuk disajikan kepada para khalayak. Sang koki seharusnya memang merujuk pada fakta, akurasi, aktualitas, kaidah bahasa, dan etika. Namun ia boleh memasukkan subyektifitas dengan menentukan mana yang diletakkan pada bagian yang “sangat penting” atau “tidak penting” dan sebagainya agar mendapat perhatian dan minat khalayak.
Media massa terdiri dari media massa cetak dan media massa elektronik. Media massa cetak terdiri dari surat kabar, buku, majalah dan lain-lain. Media massa elektronik terdiri dari televisi, radio, film, internet, dan lain-lain. Media cetak seperti majalah, surat kabar, dan buku, justru mampu memberi pemahaman yang tinggi kepada para
(11)
11
pembacanya, karena ia sarat dengan analisis yang lebih dalam dibanding media lainnya (Cangara, 2005:128).
Majalah merupakan medium yang memiliki kualitas dalam menyajikan informasi. Majalah juga memiliki kemampuan membawa pesan yang sangat spesifik untuk keperluan studi, pengetahuan, hobi atau hiburan dengan penyajian mendalam yang sangat jarang ditemukan pada media lain. Pesan-pesan yang terdapat pada majalah dibentuk melalui proses interpretasi atau fenomena yang terjadi. Hal ini diperkuat sebagai berikut, di Indonesia sendiri majalah lebih dahulu melakukan jurnalisme interpretatif ketimbang koran ataupun kantor-kantor berita. Bagi majalah, interpretasi justru menjadi sajian utama. Aneka majalah sengaja menyajikan tinjauan dan analisis terhadap suatu peristiwa secara mendalam, dan itulah hakikat interpretasi. Tidak hanya itu saja, dalam kenyataannya, majalah ikut berperan dalam reformasi politik maupun sosial. Majalah tidak seperti koran yang biasanya memiliki perspektif nasional, sehingga terbebas dari sentimen kedaerahan. Bahkan majalah juga berjasa ikut memelihara kesadaran tentang kesatuan bangsa, dan menyodorkan berbagai topik diskusi kepada semua orang (River, 2003: 212).
Seiring dengan perkembangan jaman, majalah sudah mengalami berbagai kemajuan. Jika pada jaman dahulu majalah hadir dalam bentuk cetak sederhana, dicetak di atas kertas dengan kualitas apa adanya. Maka saat ini majalah terbit dan hadir dalam bentuk dan sajian yang menarik. Karena dicetak dengan kualitas yang tinggi serta kemasan yang sangat menarik. Kini majalah semakin tersegmentasi, dengan mulai adanya majalah khusus anak-anak, seperti majalah BOBO. Khusus remaja, Gadis, Kawanku, dll. Untuk politik terdapat Tempo dan Gatra. Selain itu juga terdapat majalah khusus untuk olahraga, keluarga, pria serta wanita. Hal ini yang menyebabkan masyarakat semakin
(12)
selektif dalam memilih majalah sesuai dengan kebutuhan mereka terhadap informasi maupun hiburan.
Majalah merupakan media yang terbit secara berkala, yang isinya meliputi bermacam-macam artikel, cerita, gambar dan iklan (Djuroto, 2002: 32). Fungsi dari majalah adalah, menyebarkan informasi kepada masyarakat. Selain itu memberikan hiburan baik dalam bentuk tekstual atau visual seperti gambar kartun maupun karikatur. Artini Kusmiati juga mengatakan di dalam bukunya Teori Komunikasi Visual (1999:36) bahwa media gambar atau visual mampu mengkomunikasikan pesan dengan cepat dan berkesan. Sebuah gambar bila dapat memilihnya bisa memiliki nilai yang sama dengan ribuan kata, juga secara individual mampu untuk memikat perhatian. Visualisasi adalah cara atau sarana yang paling tepat untuk membuat sesuatu yang abstrak menjadi lebih jelas. Penampilan secara visual selalu mampu untuk menarik emosi pembaca dan dapat memutuskan suatu problema untuk kemudian menghayalkan pada kejadian yang sebenarnya. Media verbal gambar merupakan media yang paling cepat untuk menanamkan pemahaman. Informasi bergambar lebih disukai dibandingkan dengan informasi tertulis karena menatap gambar jauh lebih mudah dan sederhana. Gambar berdiri sendiri, memiliki subyek yang mudah dipahami dan merupakan “simbol” yang jelas dan mudah dikenal (Waluyanto, 2000: 128).
Pada dasarnya simbol adalah sesuatu yang berdiri atau yang ada untuk sesuatu yang lain, kebanyakan diantaranya tersembunyi atau tidak jelas. Sebuah simbol dapat berdiri untuk institusi, cara berpikir, ide, harapan, dan banyak hal lain (Sobur, 2003:163). Dapat disimpulkan bahwa simbol atau tanda pada sebuah gambar memiliki makna yang dapat digali. Dengan kata lain, bahasa simbolis menciptakan situasi yang simbolis pula. Atau memiliki sesuatu yang mesti diungkap maksud dan artinya.
(13)
13
Memahami makna karikatur sama susahnya dengan membongkar makna sosial dibalik tindakan manusia, atau menginterpretasikan maksud dari karikatur sama dengan menafsirkan tindakan sosial. Indarto (1999:1) menyatakan dibalik tindakan manusia ada makna yang harus ditangkap dan dipahami, sebab manusia melakukan interaksi sosial melalui saling memahami makna dari masing-masing tindakan.
Karikatur juga perlu memiliki referensi-referensi sosial agar mampu menangkap pesan yang ingin disampaikan oleh karikaturisnya. Tokoh, isi, maupun metode pengungkapan kritik yang dilukiskan secara karikatural sangat bergantung pada isu besar yang berkembang dijadikan headline.
Dari uraian diatas, dapat dilihat bahwa karikatur merupakan salah satu wujud lambang (simbol) atau bahasa visual yang keberadaannya dikelompokkan dalam kategori komunikasi non verbal dan dibedakan dengan bahasa verbal yang berwujud tulisan atau ucapan. Karikatur merupakan ungkapan ide dan pesan dari karikaturis kepada publik yang dituju melalui simbol yang berwujud gambar, tulisan dan lainnya.
Wahana penyampai kritik sosial dalam bentuk karikatur dapat kita temui dalam berbagai media cetak, dalam media ini karikatur menjadi pelengkap terhadap tajuk rencana, opini, serta artikel pilihan lainnya. Keberadaannya biasanya disajikan sebagai selingan atau dapat dikatakan sebagai penyejuk setelah para pembaca menikmati artikel-artikel yang lebih lebih serius dengan sederetan huruf yang cukup melelahkan pembacanya. Meskipun sebenarnya pesan-pesan yang disampaikan dalam sebuah karikatur sama seriusnya dengan pesan-pesan yang disampaikan lewat artikel-artikel, namun pesan-pesan dalam karikatur lebih mudah dicerna karena sifatnya yang menghibur. Seringkali gambar itu terkesan lucu dan menggelikan sehingga membuat
(14)
kritikan yang disampaikan oleh karikatur tidak begitu dirasa melecehkan atau bahkan mempermalukan.
Karikatur juga dapat menjadi kontrol sosial . keberadaan karikatur maupun gambar kartun dalam media massa cetak, khususnya pada majalah tidak hanya melengkapi artikel tulisan-tulisan di majalah saja, tetapi juga memberikan informasi kepada masyarakat agar mereka tahu antara tindaka-tindakan mana yang layak dan tidak layak untuk dilakukan. Banyak kejadian yang dilaporkan dalam bentuk gambar (misalnya kartun) yang lebih efektif dibanding dengan kata-kata, karena kartun mempunyai kekuatan dan karakter sehingga pembaca tertarik untuk sekedar melihat atau bahkan berusaha memahami makna dan pesan yang terkandung dalam gambar kartun tersebut.
Kartun sendiri merupakan produk keahlian seorang kartunis, baik dari segi pengetahuan, intelektual, teknik menulis, psikologis, cara melobi, referensi, bacaan, maupun bagaimana tanggapan atau opini secara subjektif terhadap suatu kejadian, tokoh, suatu soal, pemikiran atau pesan tertentu. Karena itu kita bisa mendeteksi tingkat intelektual sang kartunis dari sudut ini. Juga cara dia mengkritik yang secara langsung membuat orang yang dikritik justru tersenyum (Sobur, 2003:140).
Peneliti menaruh perhatian terhadap kritik sosial dalam karikatur pada rubrik kartun majalah TEMPO edisi 25-31 Oktober 2010. Karena karikatur tersebut mengangkat isu yang sedang hangat beredar di masyarakat tentang kritik sosial ”bisnis seks yang tertunda”. Yaitu bisnis seks di penjara yang liputannya di SCTV dalam acara SIGI diintervensi oleh beberapa pihak sehingga tayangan tersebut tertunda dalam rubrik kartun. Sebenarnya bisnis-bisnis yang melanggar hukum yang justru terjadi di penjara sudah menjadi isu yang telah lama beredar di masyarakat. Contohnya saja, peredaran narkoba di dalam penjara, jual beli sel mewah di dalam penjara, perjudian di dalam penjara. Banyak
(15)
15
pemberitaan tentang bisnis seks di penjara yang diberitakan dengan cara yang unik, salah satunya adalah lewat karikatur. Dan setiap gambar yang muncul (melalui karikatur) memiliki pengertian yang berbeda-beda, sehingga akan memunculkan makna dibalik pemberitaan tersebut. Berita tentang bisnis seks di penjara tersebut menjadi perdebatan publik dan media massa karena tayangan peliputannya di televisi yaitu di SCTV sempat di cekal pada 13 oktober 2010 menjadi ditayangkan pada tanggal 27 oktober 2010 yang isunya, tayangan ini dicekal karena intervensi oleh beberapa pihak. Pada media cetak berupa majalah Tempo edisi 25-31 Oktober 2010 yang karikaturnya dimuat pada rubrik kartun dan ulasannya dimuat pada rubrik media.
Penelitian ini berusaha menangkap makna yang terkandung pada karikatur, yang digambarkan di sebuah ruang digambarkan sebuah dinding berwarna abu-abu dengan jendela berterali besi seperti di penjara. Kaki sebelah kanan yang keluar dari jendela berterali besi tadi sebatas betis sampai jari kaki dengan gelang kaki dan bandul hati berwarna pink. Seorang laki-laki reporter di luar balik dinding berpakaian kemeja rapi berwarna coklat, topi bertuliskan SIGI, memakai tas pinggang berwarna coklat dan sedang memegang handicam d tangan kanannya yang mengarahkan handycam tadi ke arah balik dinding melalui jendela dan tangan kiri memegang dinding sehingga badannya dekat dengan dinding, mata kanan melihat handycam, mata kiri terbelalak melirik seseorang yang menepuk pundaknya. Seorang laki-laki dengan pakaian safari berwarna biru dan lencana badan hukum di dada sebelah kiri dengan tatapan marah dan tidak suka menepuk pundak reporter tadi dengan tangan kanannya, dan tangan kirinya menengadah meminta handycam tadi. Seorang laki-laki memakai pakaian safari warna biru yang hanya terlihat bagian belakang badan dan setengah badan saja, tangan kiri menengadah sambil berkata 1000% FITNAH. Sedangkan pada backgroundnya terdapat dinding
(16)
berwarna abu-abu dan jendela jeruji besi. Dominan warna langit adalah biru dan ada tulisan 1000 % FITNAH.
Peneliti ingin sedikit mengingatkan pembaca tentang kebrobokan lembaga hukum di Indonesia. Belum selesai kasus perdaran jual beli narkoba di dalam penjara, kasus sel mewah di penjara, sekarang ditambah lagi dengan kasus bisnis seks di penjara. Hal ini juga dibahas di majalah Tempo edisi 25-31 Oktober 2010
Tempo merupakan salah satu majalah yang mempunyai rubrik khusus dalam menyajikan karikatur. Majalah yang terkenal dengan pesan-pesannya yang kritis ini lebih banyak menyajikan topik-topik dalam bidang sosial politik dalam setiap kali penerbitannya. Akibat kekritisannya tersebut Majalah Tempo juga pernah dibredel pada tahun 1982 dan 1994 namun hal ini tidak membuat Tempo terus tenggelam. Dengan semangatnya untuk memperjuangkan kebebasan Pers, Tempo berhasil bangkit dan menerbitkan kembali sirkulasinya pada tahun 1998 dan berhasil menjadi pemimpin untuk industri penerbitan Majalah di Indonesia serta diterbitkan dengan skala nasional atau beredar diseluruh wilayah Indonesia (www.tempointeractive.com).
Peneliti memilih majalah Tempo karena merupakan salah satu majalah mingguan yang pada umumnya meliput berita dan politik. Pada majalah Tempo, terdapat rubrik opini yang menyesuaikan isu-isu hangat tentang politik yang masih banyak dibicarakan oleh masyarakat luas, salah satunya tentang koruptor. Dengan adanya penyampaian pesan lewat karikatur akan didapatkan persepsi yang berbeda-beda dari khalayak sasaran yang memaknainya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan semiotik, yaitu studi tentang tanda yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungan dengan tanda-tanda lain, pengiriman dan penerimanya oleh mereka yang menggunakannya.
(17)
17
Dengan menggunakan metode semiotik dari Charles Sanders Pierce, maka tanda-tanda pada gambar ilustrasi tersebut dapat dilihat dari jenis tanda-tanda yang digolongkan dalam semiotik, yaitu ikon, indeks dan simbol. Dari interpretasi tersebut, maka dapat diungkapkan muatan pesan yang terkandung dalam karikatur pada rubric kartun majalah Tempo edisi 25-31 Oktober 2010.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
“Bagaimana Kritik Sosial Karikatur Pada Rubrik Kartun Majalah Tempo edisi 25-31 Oktober 2010?”
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kritik sosial majalah Tempo dengan karikatur Bisnis Seks di balik jeruji penjara.
1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan Teoritis
Memberikan makna pada tanda dan lambang yang terdapat dalam objek untuk memperoleh hasil dari interpretasi data mengenai Kritik sosial karikatur pada rubrik kartun majalah Tempo dengan menggunakan metode semiotik Pierce.
(18)
Kegunaan praktis
Untuk mengetahui penerapan tanda dalam studi semiotik, sehingga dapat memberi masukan bagi para pembaca majalah mengenai makna kritik sosial dari karikatur pada rubrik kartun Tempo edisi 25-31 Oktober 2010.
(19)
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Majalah Sebagai Media Massa
Berbeda dengan surat kabar, majalah telah jauh lebih menspesialisasikan produknya untuk menjangkau konsumen tertentu. Umumnya setiap majalah mempunyai pembaca jauh lebih sedikit dibanding pembaca surat kabar, namun memiliki pasar yang mengelompok. Usia majalah juga jauh lebih panjang dari surat kabar. Majalah memiliki kedalaman isi yang jauh berbeda dengan surat kabar yang hanya menyajikan berita. Disamping itu, majalah menemani pembaca dengan menyajikan cerita atas berbagai kejadian dengan tekanan unsur menghibur atau mendidik.
Jenis-jenis majalah itu sendiri dapat dibedakan atas dasar frekuensi penerbitan dan khalayak pembaca. Sedangkan frekuensi penerbitan di Indonesia pada umumnya terbit mingguan, bulanan, dua kali sebulan, tiga kali sebulan dan bahkan ada pula yang terbit triwulanan.
Klasifikasi majalah menurut khalayak pembaca umumnya dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Majalah Konsumen
Yakni majalah yang diarahkan pada para konsumen yang akan langsung membeli barang-barang konsumsinya. Majalah-majalah jenis ini dijual secara eceran, langganan, dan di toko-toko buku.
(20)
2. Majalah Bisnis
Yakni majalah yang ditujukan untuk kepentingan kalangan bisnis.
3. Majalah Pertanian
Yakni majalah yang ditujukan kepada para petani atau peminat dibidang pertanian atau perkebunan.
Pembaca majalah dapat diklasifikasikan menurut segmen-segmen demografis, misalnya, majalah anak-anak, remaja, pria, remaja wanita, wanita dewasa atau pria dewasa, ataupun secara geografis, psikografis dan dari segi kebijakan editorial. Dari segi kebijakan editorial dapat dibedakan antara Majalah Berita (Tempo, Editor), Majalah Umum (Intisari), Wanita (Femina, Kartini), Bisnis (Swasembada, Warta Ekonomi) dan Special Interest (ASRI) dan lain-lain.
Majalah sebagai media massa tidak melepaskan konsekuensinya sebagai alat yang ampuh untuk menyebarkan informasi, edukasi dan budaya. Dari media itu kita bisa tahu mengenai apa yang wajar atau disetujui, apa yang salah dan apa yang benar, apa yang mesti diharapkan sebagai individu, kelompok atau bangsa lain. Majalah memang dianggap sebagai media massa, meskipun demikian masih tercatat ada ratusan majalah khusus (special interest magazine), yang masing-masing ditujukan untuk khalayak yang memiliki perhatian dan gaya hidup khusus (Shimp, 2003:517).
2.1.2 Majalah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, majalah adalah terbitan berkala yang isinya meliputi berbagai liputan jurnalistik, informasi yang patut diketahui oleh konsumen
(21)
21
pembaca, artikel, sastra, dan sebagainya yang menurut kala terbitnya dibedakan atas majalah bulanan, majalah tengah bulanan, majalah mingguan dan sebagainya.
Majalah lazimnya berjilid, sampul depannya dapat berupa ilustrasi foto, gambar atau lukisan tetapi dapat pula berisi daftar isi atau artikel utama serta kertas yang digunakan lebih mewah dari surat kabar. Majalah sebagai salah satu bentuk dari media massa yang sangat perlu diperhatikan keheterogenan pembaca yang merupakan cirri dari komunikasi massa. Majalah adalah terbitan berkala yang berita bacaannya ditujukan untuk umum dan ditulis oleh beberapa orang dengan bahasa yang popular sehingga mudah dipahami oleh masyarakat.
Menurut Junaedhi (1991: 54), dilihat dari isinya majalah dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
a. Majalah Umum
Majalah yang memuat karangan-karangan, pengetahuan umum, komunikasi yang menghibur, gambar-gambar, olahraga, film dan seni.
b. Majalah Khusus
Majalah yang hanya memuat karangan-karangan mengenai bidang-bidang khusus seperti majalah keluarga, politik, dan ekonomi
2.1.3 Media Cetak
Media massa dapat dibedakan menjadi dua, yakni media massa elektronik dan media massa cetak. Media massa elektronik maupun cetak banyak yang digunakan oleh masyarakat di berbagai lapisan sosial terutama di masyarakat kota. Keberadaan media massa seperti halnya pers, radio, televisi, film dan lain-lain, tidak terlepas dengan
(22)
kaitannya dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Media massa dapat menjadi jembatan yang menghubungkan komunikator dengan komunikan yang melintasi jarak, waktu bahkan lapisan sosial dalam masyarakat.
Media cetak dalam hal ini adalah suatu bentuk media yang stastis yang mengutamakan pesan-pesan visual. Media ini terdiri dari lembaran dengan sejumlah kata, gambaran atau foto dalam tata warna dan halaman putih (Kasali,1995:99).
2.1.4 Komunikasi Visual
Sejak awal sejarah terciptanya manusia di alam raya ini, komunikasi antar manusia adalah bagian yang paling penting dalam berkomunikasi. Komunikasi visual yang dalam bentuk kehadirannya seringkali perlu ditunjang dengan suara, pada hakikatnya adalah suatu bahasa. Tugas utamanya membawakan pesan dari seseorang, lembaga atau kelompok masyarakat tertentu kepada yang lain (Pirous dalam Tinaburko, 2003:31-32).
Sebagai bahasa, maka efektifitas penyampaian pesan tersebut menjadi pemikiran utama seorang pendesain komunikasi visual. Komunikasi visual sebagai suatu sistem pemenuhan kebutuhan manusia dibidang informasi visual melalui lambang-lambang kasat mata, dewasa ini mengalami perkembangan pesat. Hampir disegala sektor kegiatan, lambang-lambang atau simbol-simbol visual hadir dalam bentuk gambar, sistem tanda,
corporate identity, sampai berbagai display produk di pusat pertokoan dengan aneka daya
tarik.
Gambar merupakan salah satu wujud lambang atau bahasa visual yang didalamnya terkandung struktur rupa, seperti: garis, warna dan komposisi.
(23)
23
Keberadaannya dikelompokkan dalam kategori bahasa komunikasi non-verbal, ia dibedakan dengan bahasa verbal yang berwujud tulisan maupun ucapan.
Di dalam rancangan grafis yang kemudian berkembang menjadi desain komunikasi visual banyak memanfaatkan daya dukung gambar sebagai lambang visual pesan guna mengefektifkan komunikasi. Upaya mendayagunakan lambang-lambang visual berangkat dari premis (dasar pemikiran) bahwa bahasa visual memiliki karakteristik yang bersifat khas bahkan sangat istimewa untuk menimbulkan efek tertentu pada pengamatnya. Hal demikian ada kalanya sulit dicapai bila diungkapkan dengan bahasa verbal.
Maka dalam berkomunikasi diperlukan sejumlah pengetahuan yang memadai seputar siapa publik yang dituju dan bagaimana cara sebaik-baiknya berkomunikasi dengan mereka. Semakin baik dan lengkap pemahaman kita terhadap hal-hal tersebut maka akan semakin mudah untuk menciptakan bahasa yang komunikatif (Hadi dalam Tinaburko, 2003:32-33).
2.1.5 Kartun dan Karikatur
Secara singkat dapat dijelaskan bahwa karikatur seperti halnya kartun gags (kartun kata), kartun komik dan kartun animasi adalah bagian dari apa yang dinamakan kartun.
Karikatur adalah produk suatu keahlian seorang kartunis, baik dari segi pengetahuan, intelektual, tekhnik melukis, psikologis, cara melobi, referensi bacaan, maupun bagaimana dia memilih topik isu yang tepat. Karena itu, kita bisa mendeteksi
(24)
intelektual seorang karikaturis dari sudut ini juga, cara dia mengkritik yang secara langsung membuat orang yang dikritik justru tersenyum (Sobur, 2006:140).
Karikatur adalah bagian dari opini penerbit yang dituangkan dalam bentuk gambar-gambar khusus. Semula, karikatur ini hanya merupakan selingan atau ilustrasi belaka. Namun pada perkembangan selanjutnya, karikatur dijadikan sarana untuk menyampaikan kritik yang sehat. Dikatakan kritik sehat karena penyampaiannya dilakukan dengan gambar-gambar lucu dan menarik (Sobur, 2006:40).
Sedangkan kartun sendiri merupakan suatu keahlian seorang kartunis, baik dari segi pengetahuan, intelektual, tekhnik melukis, psikologis, cara melobi, referensi bacaan, maupun bagaimana dia memilih isu yang tepat. Kartun merupakan tanggapan atau opini secara subjektif terhadap suatu kejadian, tokoh, suatu soal, pemikiran atau pesan tertentu. Karena itu bisa mendeteksi tingkat intelektual yang membuat kartun dari sudut ini. Juga cara dia mengkritik yang secara langsung membuat orang yang dikritik justru tersenyum (Sobur, 2003:140).
Kartun mempunyai keunggulan sekaligus kelemahan. Ia dapat ditangkap pikiran orang, tetapi tidak mampu menjelaskan persoalan secara lengkap dan tuntas. Kemudahan dan daya tembus sebuah kartun dapat diterima oleh semua kalangan mulai dari rakyat yang buta huruf sampai intelektual yang sarat dengan cara pandang kritis. Menurut ketua PAKARTI (Persatuan Kartunis Indonesia) Pramono, kartun yang baik antara lain memiliki misi pendidikan, yaitu meningkatkan kemampuan berpikir dan perenungan bagi penikmatnya, meskipun mediumnya berupa humor. Oleh Karena itu kartun yang berhasil tentu saja terbit dari ide yang cerdas dan dapat dinikmati secara cerdas pula.
(25)
25
2.1.6 Karikatur Sebagai Kritik Sosial
Kritik sosial adalah salah satu bentuk komunikasi dalam masyarakat yang bertujuan atau berfungsi sebagai sumber kontrol terhadap jalannya sebuah sistem sosial atau proses bermasyarakat, dalam konteks inilah kritik sosial merupakan unsur penting dalam memelihara sistem sosial. Dengan kata lain, kritik sosial dalam hal ini berfungsi sebagai wahana untuk konservasi dan reproduksi sebuah sistem sosial atau masyarakat (Masoed, 1999:47).
Krtitik sosial juga dapat berarti sebuah inovasi sosial, bahwa kritik sosial menjadi sarana komunikasi, gagasan baru, sembari menilai gagasan yang lama untuk suatu perubahan sosial. Persepsi kritik sosial yang demikian lebih banyak dianut oleh kaum kritis dan strukturalis. Mereka melihat kritik sosial adalah wahana komunikatif untuk suatu tujuan perubahan sosial (Masoed, 1999:49). Kritik sosial yang murni kurang didasarkan pada peneropongan kepentingan diri saja, melainkan justru melibatkan dan mengajak masyarakat atau khalayak untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan nyata dalam masyarakat. Suatu kritik sosial kiranya didasarkan pada rasa tanggung jawab bahwa manusia bersama-sama bertanggung jawab atas perkembangan lingkungan sosialnya.
Kritik memiliki fungsi taktis dan peranan strategis dalam menumbuhkan berbagai kepentingan dan kebutuhan masyarakat dan pemerintahannya. Kontrol sosial dan kritik sosial merupakan dua sisi dari mata uang yang sama, yang selalu ada didalam masyarakat manapun. Dengan demikian, apabila kontrol sosial cenderung dipahami sebagai aktivitas pengendalian, kritik sosial cenderung dianggap sebagai aktivitas pembebasan dari segala bentuk kontrol dan pengendalian.
(26)
Kritik sosial sebenarnya bagian yang sangat penting dalam kemajuan jalannya pemerintahan, karena kritik menciptakan cambuk bagi pemerintahan agar mampu dan sebisa mungkin mengerti apa yang diinginkan masyarakat dan juga merupakan apresiasi dari masyarakat terhadap pemerintahan, lewat karikatur media cetak yang diproduksi para desaigner media dalam hal ini majalah. Kritik sosial seringkali ditemui di dalam berbagai media cetak, seperti surat kabar, majalah dan tabloid. Kritikan-kritikan yang jenaka disampaikan secara jenaka tidak begitu dirasakan melecehkan atau mempermalukan (Wijana, 2004:4).
2.1.7 Konsep Makna
Para ahli mengakui, istilah makna (meaning) memang merupakan kata dan istilah yang membingungkan. Dalam bukunya The Meaning of Meaning, (Ogden dan Ricards dalam Kurniawan, 2008:27) telah mengumpulkan tidak kurang dari 22 batasan mengenai makna.
Makna sebagaimana dikemukakan oleh Fisher (dalam Sobur, 2004:248), merupakan konsep yang abstrak yang telah menarik perhatian para ahli filsafat dan para teoritis ilmu sosial selama 2000 tahun silam. Semenjak Plato mengkonseptualisasikan makna manusia sebagai salinan “ultarealitas”, para pemikir besar telah sering mempergunakan konsep itu dengan penafsiran yang sangat luas yang merentang sejak pengungkapan mental dari Locke sampai kerespon yang dikeluarkan Skinner. “tetapi” (Jerold Katz dalam Kurniawan, 2008:47), “setiap usaha untuk memberikan jawaban yang langsung telah gagal. Beberapa seperti misalnya Plato, telah terbukti terlalu samar dan spekulatif. Yang lainnya memberikan jawaban salah”.
(27)
27
Menurut Devito, makna terletak pada kata-kata melainkan pada manusia. “Kita” lanjut Devito, menggunakan kata-kata untuk mendekati makna yang ingin kita komunikasikan. Tetapi kata-kata ini secara sempurna dan lengkap menggambarkan makna yang kita maksudkan. Demikian pula makna yang didapat pendengar dari pesan-pesan akan sangat berbeda dengan makna yang ingin kita komunikasikan. Komunikasi adalah proses yang kita gunakan untuk memproduksi dibenak pendengar dan apa yang ada dalam benak kita.
Ada tiga hal yang dijelaskan para filusuf sehubungan dengan usaha menjelaskan istilah makna. Ketiga hal tersebut adalah (1) menjelaskan makna secara alamiah, (2) mendeskripsikan secara alamiah, (3) menjelaskan makna dalam proses komunikasi (Kempson dalam Sobur, 2004:258).
Ada beberapa pandangan yang menjelaskan teori atau konsep makna. Model konsep makna (Johnson dalam Devito, 2997:123-125) sebagai berikut:
1. Makna dalam diri manusia. Makna tidak terletak pada kata-kata, melainkan pada manusia. Kita menggunakan kata-kata untuk mendekati makna yang ingin kita komunikasikan, tetapi kata-kata itu tidak secara sempurna dan lengkap menggambarkan makna yang kita maksudkan. Komunikasi adalah proses yang kita gunakan untuk memproduksi dibenak pendengar apa yang ada dalam benak kita dan proses ini adalah proses yang bisa saja salah.
2. Makna berubah. Kata-kata relative statis, banyak dari kata-kata yang kita gunakan 200 atau 300 tahun yang lalu. Tetapi makna dari kata-kata ini dan berubah, ini khusus yang terjadi pada dimensi emosional makna.
(28)
3. Makna membutuhkan acuan. Walaupun tidak semua komunikasi mengacu pada dunia nyata, komunikasi hanya masuk akal bilamana ia mempunyai kaitan dengan dunia atau lingkungan eksternal.
4. Penyingkatan berlebihan akan mengubah makna. Berkaitan erat dengan gagasan bahwa acuan tersebut kita butuhkan bilamana terjadi masalah komunikasi yang akibat penyingkatan berlebihan tanpa mengaitkan acuan yang diamati. Bila kita berbicara tentang cerita, persahabatan, kebahagiaan, kejahatan dan konsep-konsep lain yang serupa tanpa mengaitkannya dengan sesuatu yang spesifik, kita tidak akan bisa berbagi makna dengan lawan bicara.
5. Makna tidak terbatas jumlahnya. Pada suatu saat tertentu, jumlah kata dalam suatu bahasa terbatas, tetapi maknanya tidak terbatas. Karena itu kebanyakan kita mempunyai banyak makna. Ini bisa menimbulkan masalah bila ada sebuah kata diartikan secara berbeda oleh dua orang yang sedang berkomunikasi.
6. Makna yang dikomunikasikan hanya sebagian. Makna yang kita peroleh dari suatu kejadian bersifat multi aspek dan sangat kompleks, tetapi hanya sebagian saja dari makna-makna ini yang benar-benar dapat dijelaskan. Banyak dari makna tersebut yang tetap tinggal dalam benak kita, karenanya pemaknaan yang sebenarnya mungkin juga merupakan tujuan yang ingin kita capai tetap tidak pernah tercapai (Sobur, 2003:285-289).
2.1.8 Relasi Politik Dengan Hukum
Hukum dibuat dengan mempertimbangkan adanya kepentingan untuk mewujudkan nilai-nilai keadilan. Ciri-ciri hukum mengandung perintah dan larangan, menuntut kepatuhan dan adanya sangsi, hukum yang berjalan akan menciptakan ketertiban dan keadilan di masyarakat. Sebagai salah satu kaidah yang dipositifkan secara
(29)
29
resmi oleh penguasa negara, hukum adalah sebuah produk dari kegiatan politik, yang dapat terbaca dari konteks dan kepentingan yang melahirkan hukum itu dan bagaimana hukum tersebut dijalankan., kaidah hukum dibuat untuk memberikan sangsi secara langsung yang didasarkan pada tindakan nyata atas apa yang disepakati/ditetapkan sebagai bentuk-bentuk pelanggaran berdasarkan keputusan politik.
Dengan dasar di atas, maka dapat disimpulkan bahwa keadilan akan dapat terwujud apabila aktifitas politik yang melahirkan produk-produk hukum memang berpihak pada nilai-nilai keadilan itu sendiri. Terlepas dari proses kerjanya lembaga-lembaga hukum harus bekerja secara independen untuk dapat memberikan kepastian dan perlindungan hukum, dasar dari pembentukan hukum itu sendiri yang dilakukan oleh lembaga-lembaga politik juga harus mengandung prinsip-prinsip membangun supremasi hukum yang berkeadilan.
2.1.9 Pemaknaan Warna
Para teoritis bahasa mengemukakan bahwa kebanyakan kata memiliki makna majemuk. Setiap kata dari kata-kata, seperti: merah, kuning, hitam, dan putih memiliki makna konotatif yang berlainan. Dalam Roget’s Thesaurus, seperti dikutip Mulyana (2003, 260-261), terdapat kira-kira 12 sinonim untuk kata hitam, dalam beberapa kepercayaan warna-warna seperti warna hitam dan abu-abu memiliki asosiasi yang kuat dengan bahasa, hitam tidak dapat dipisahkan dari hal-hal yang bersifat buruk dan negatif, misal: daftar hitam, dunia hitam, dan kambing hitam.
Sedangkan terdapat sinonim untuk kata putih, dan semua bersifat positif. Warna putih kebalikan dari warna hitam, putih mewakili sesuatu yang menyenangkan dan mencerminkan segala sesuatu yang bersifat kebaikan, seperti: murni, bersih, suci. Jadi
(30)
kata hitam umumnya berkonotasi negatif dan warna putih berkonotasi positif (Sobur, 2001:25).
Warna mampu memberikan pemaknaan tentang sesuatu hal, misalnya warna merah, berarti bisa api atau darah, dibeberapa kata merah darah lebih tua dibandingkan dengan kata merah itu sendiri, namun di beberapa bahasa kata merah digunakan pada saat bersamaan menjadi merah darah. Karena unsur-unsur tersebut, merah dapat diartikan sebagai hasrat yang kuat dalam hubungannya dengan ikatan, kebenaran dan kejayaan, namun tak jarang pula warna merah diartikan sebagai suatu kebencian dan dendam tergantung dari situasi.
Kuning bisa diartikan sebagai sebuah optimis, filosofi dalam budaya barat. Sedangkan warna ungu menandakan nuansa spiritual, misteri, kebangsawanan, transformasi, kekasaran dan keangkuhan. Warna orange yang berarti energi, keseimbangan, kehangatan, menekankan pada suatu produk yang tidak mahal, menurut budaya barat (Mulyana, 2003:376).
Warna menurut Hoed dan Benny Hoedoro 1992. Dalam bukunya “periklanan” memiliki beberapa makna dalam menunjang kegiatan periklanan karena perpaduan dan kombinasi warna yang menarik akan mempunyai nilai ketertarikan tersendiri dibenak khalayak, diantaranya:
1. Merah
Merah merupakan warna power, energi, kehangatan, cinta, nafsu, agresif, bahaya, kekuatan, kemauan, eksentrik, aktif, bersaing, warna ini memberikan pengaruh berkemauan keras dan penuh semangat. Sering juga diapresiasikan untuk menunjuk emosi atau debaran jantung.
(31)
31
2. Orange
Orange merupakan warna energi, keseimbangan, kehangatan, antusiasme, perluasan, pencapaian bisnis, karir, kesuksesan, keadilan, penjualan, persahabatan, kesehatan pikiran dan pengetahuan, daya tahan, kegembiraan, gerak cepat, sesuatu yang tumbuh, tekanan sosial, modal kecil, murah, ketertarikan dan independent.
3. Kuning
Warna kuning ini bersifat menonjol, semangat untuk maju dan toleransi tinggi. Pengaruh warna ini antara lain riang, dermawan, dan sukses. Kuning adalah warna yang berkesan optimis, dan termasuk pada golongan warna yang mudah menarik perhatian. Warna ini dapat digunakan untuk menaikkan metabolisme.
4. Merah Muda
Merah muda berarti memiliki asosiasi yang kuat dengan citra, keberanian dan kesenangan. Ikatan antara merah dan kehidupan memiliki peranan yang penting dalam kebudayaan di bumi.
5. Hijau
Hijau melambangkan alami, sehat, keberuntungan, pembaharuan, warna bumi, penyembuhan fisik, kesuksesan materi, kelimpahan, kesuburan, keajaiban, tanaman dan pohon, pertumbuhan, pencapaian personal, kebangkitan, jiwa muda, stabilitas, daya tahan, kesegaran, lingkungan, keamanan, rujukan, cinta, keseimbangan, ketenangan, harapan, ketergantungan, dan persahabatan. Warna hijau melambangkan elastisitas keinginan. Cenderung pasif, bertahan, mandiri, posesif, susah menerima pemikiran orang lain. Pengaruh dari warna ini adalah teguh dan kokoh, mempertahankan miliknya, keras kepala, dan berpendirian tetap.
(32)
6. Biru
Biru melambangkan kepercayaan, konservatif, keamanan, teknologi, kebersihan, keteraturan, komunikasi, peruntungan yang baik, kebijakan, perlindungan, inspirasi, spiritual, kelembutan, dinamis, air , laut, kreativitas, cinta, kedamaian, kepercayaan, loyalitas, kepandaian, panutan, kekuatan dari dalam, kesedihan, kestabilan, kepercayaan diri, kesadaran, pesan, ide, berbagi, idealisme, empati, dingin, konservatisme, persahabatan dan harmoni serta kasih sayang, kalem, ketenangan, menenangkan namun juga dapat berarti dingin dan depresi. Sebagai dari akibat efek menenangkan, warna biru dapat membuat orang lebih konsentrasi.
7. Abu-abu
Abu-abu melambangkan intelek, masa depan, kesederhanaan, kesedihan, keamanan, reabilitas, kepandaian, tenang, serius, kesederhanaan, kedewasaan, konservatif, praktis, kesedihan, bosan, professional, kualitas, diam dan tenang.
8. Putih
Putih melambangkan positif, ketepatan, ketidakbersalahan, steril, kematian, kedamaian, pencapaian ketinggian diri, spiritualitas, kedewasaan, keperawanan atau kesucian, kesederhanaan, kebersihan, kesempurnaan, cahaya, persatuan, lugu, murni, ringan, netral dan fleksibel.
9. Hitam
Hitam melambangkan power, seksualitas, kecanggihan, kematian, misteri, ketakutan, kesedihan, keanggunan, perlindungan, pengusiran, sesuatu yang negatif, mengikat, formalitas, kekayaan, kejahatan, perasaan yang dalam, kemarahan, harga diri dan ketangguhan.
(33)
33
Ungu/jingga melambangkan spiritual, misteri, kebangsawanan, transformasi, kekasaran, keangkuhan, pengaruh, pandangan ketiga, pengetahuan yang tersembunyi, aspirasi yang tinggi, upacara, kebijakan, pencerahan, arogan, intuisi, mimpi, ketidaksadaran, telepati, empati, imajinasi, kepercayaan yang dalam, harga diri, independensi, kontemplasi, dan meditasi, ambisi, kemewahan, kekayaan, feminim, artistik, kuno dan romantik.
11. Cokelat
Warna cokelat adalah warna yang kesannya paling dekat dengan bumi sehingga membuat kita merasa dekat. Cokelat bisa menjadi sumber energi yang konstan, serta membuat kita merasa kuat. Warna ini mewakili rasa aman, komitmen dan rasa kepercayaan. Cokelat juga memberikan rasa nyaman dan hangat.
2.1.10 Pendekatan Semiotika
Kata “Semiotika” yang berarti tanda. Semiotika sendiri berakar dari studi klasik dan skolastik atas seni logika, retorika dan poetika. Semiotika adalah cabang sebuah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang tanda. Tanda terdapat dimana-mana “kata” adalah tanda, demikian pula gerak isyarat, lampu lalu lintas, bendera dan sebagainya. Struktur karya sastra, struktur film, bangunan (arsitektur) atau nyanyian burung dapat dianggap sebagai tanda. Segala sesuatu dapat menjadi tanda, tanda-tanda tersebut menyampaikan suatu informasi atau pesan baik secara verbal maupun non-verbal sehingga bersifat komunikatif. Hal tersebut memunculkan suatu proses pemaknaan oleh penerima tanda akan makna informasi atau pesan dari pengirim pesan. Semiotika merupakan cabang ilmu yang semula berkembang dalam bahasa. Dalam perkembangannya kemudian semiotika bahkan masuk pada semua segi kehidupan manusia. Derida (dalam Kurniawan, 2008:34)
(34)
memiliki pendapat bahwa tidak ada sesuatupun di dunia ini sepenting bahasa, “there is nothing outside language”. Bahasa dalam hal ini dibaca sebagai “teks” atau “tanda”. Dalam konteks ini tanda memegang peranan penting dalam kehidupan umat manusia sehingga: “manusia yang tak mampu mengenal tanda, tak akan bertahan hidup” (Widagdo dalam Kurniawan, 2008). Charles Sanders Pierce merupakan ahli filsafat dan ahli terkemuka dalam semiotika modern Amerika menegaskan bahwa, manusia hanya dapat berfikir dengan sarana tanda dan manusia hanya dapat berkomunikasi dengan sarana tanda. Tanda yang dapat dimanfaatkan dalam seni rupa berupa tanda visual yang bersifat non-verbal, terdiri dari unsur dasar berupa seperti garis, warna, bentuk, tekstur, komposisi dan sebagainya. Tanda-tanda yang bersifat verbal adalah objek yang dilukiskan seperti objek manusia, binatang, alam, imajinasi atau hal-hal abstrak lainnya. Apapun alasannya (senirupawan, designer) untuk berkarya, karyanya adalah sesuatu yang kasat mata. Karena itu secara umum bahasa digunakan untuk merangkul segala yang kasat mata dan merupakan media antar perupa (seniman) dengan pemerhati atau penonton. Seniman dan designer membatasi bahasa rupa dalam segitiga,estetis-simbolis-bercerita (story telling). Bahasa merupakan imaji dan tata ungkapan. Imaji mencakup makna yang luas, baik imaji yang kasat mata maupun imaji yang ada khayalnya.
Menurut John Fiske, pada intinya semua model yang membahas mengenai makna dalam studi semiotik memiliki bentuk yang sama, yaitu membahas tiga elemen, antara lain:
1. Sign atau tanda itu sendiri
Pada wilayah ini akan dipelajari tentang macam-macam tanda. Cara seseorang dalam memproduksi tanda, macam-macam makna yang terkandung didalamnya dan juga bagaimana mereka saling berhubungan dengan orang-orang yang menggunakannya.
(35)
35
Dalam hal ini tanda dipahami sebagai konstruksi makna dan hanya bisa dimaknai oleh orang-orang yang telah menciptakannya.
2. Codesi atau kode
Sebuah sistem yang terdiri dari berbagai macam tanda yang terorganisasikan dalam usaha memenuhi kebutuhan masyarakat atau budaya untuk mengeksploitasi media komunikasi yang sesuai dengan transmisi pesan mereka.
3. Budaya
Lingkungan dimana tanda dan kode itu berada. Kode dan lambang tersebut segala sesuatunya tidak dapat lepas dari latar belakang budaya dimana tanda dan lambang itu digunakan.
Dalam semiotik model yang digunakan dapat berasal dari berbagai ahli, seperti Saussure, Pierce dan sebagainya. Pada penelitian ini yang akan digunakan adalah model semiotik milik Pierce, karena adanya kelebihan yang dimiliki yaitu tidak mengkhususkan analisisnya pada studi linguistik.
Tampilan iklan yang muncul di berbagai media tersebut terdapat berbagai macam tanda yang dibuat oleh pengiklan dalam usahanya untuk memberikan pesan atau informasi bagi khalayak berupa karikatur. Berbagai macam tanda itulah yang hendak dikaji dalam sebuah tampilan iklan melalui pendekatan semiotika.
2.1.11 Semiotika Charles S. Pierce
Semiotik untuk studi media massa tidak hanya terbatas sebagai kerangka teori, namun sekaligus juga sebagai metode analisis (Sobur, 2004:83). Bagi Pierce tanda “is something which stands to somebody for something in some respect or capacity”. Kita
(36)
misalnya dapat menjadikan teori segitiga makna (triangle meaning) menurut Pierce salah satu bentuk tanda adalah kata. Sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda. Sesuatu yang digunakan agar tanda dapat berfungsi, oleh Pierce disebut ground, object dan interpretant (Sobur, 2004:41).
Sementara itu interpretant adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Apabila ketiga elemen makna itu berinteraksi dalam benak seseorang, maka munculah makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut. Makna adalah persoalan bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang pada waktu berkomunikasi (Barthes dalam Kurniawan, 2008:37).
Charles S. Pierce membagi antara tanda dan acuannya tersebut menjadi tiga kategori yaitu: ikon, indeks, dan simbol adalah tanda yang hubungan antara penanda dan penandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain ikon adalah hubungan antara tanda objek atau acuan yang bersifat kemiripan, misalnya, potret dan peta. Indeks adalah tanda yang menunjuk adanya hubungan alamiah antara tanda dan penanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung ,mengacu pada kenyataan. Contoh yang paling jelas ialah asap sebagai tanda adanya api. Tanda dapat pula mengacu pada denotatum melalui konvesi. Tanda seperti itu adalah tanda konvensional yang biasa disebut simbol tanda yang menunjuk hubungan alamiah antara penanda dan petandanya. Hubungan diantaranya bersifat arbitrer atau semena, hubungan berdasarkan konvensi atau perjanjian masyarakat (Sobur, 2004: 42). Hubungan segitiga makna Pierce lazimnya ditampilkan dalam gambar berikut ini: (Fieske dalam Sobur, 2001:85)
(37)
37
Gambar 2.1 Hubungan Tanda, Objek dan Interpretant Pierce
Charles S. Pierce membagi antara tanda dan acuannya tersebut menjadi tiga kategori, yaitu: ikon, indeks, dan simbol. Ketiga kategori tersebut digambarkan dalam sebuah model segitiga sebagai berikut:
Gambar 2.2 Model Kategori Tanda Oleh Pierce
2.2 Kerangka Berfikir
Setiap individu mempunyai latar belakang yang berbeda-beda dalam memaknai sesuatu peristiwa atau objek. Hal ini dikarenakan adanya pengalaman (Field Of Experience) dan pengetahuan (Field Of Preference) yang berbeda-beda pada individu tersebut. Begitu juga peneliti dalam hal memaknai tanda dan lambang yang ada dalam objek, berdasarkan pengalaman dan pengetahuan peneliti.
Icon
(38)
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pemahaman terhadap tanda dan lambang dalam hal ini adalah karikatur “Bisnis Seks di dalam penjara” dalam majalah Tempo Edisi 25-31 Oktober 2010. Tanda–tanda yang terdapat dalam setiap penggambaran karikatur secara keseluruhan tersebut dikaji berdasarkan teori yang sesuai dengan peristiwa yang melatarbelakangi pembuatan karikatur dalam cover Tempo, yang dijabarkan secara terperinci dalam pemilihan gambar dan warna.
Berdasarkan landasan tersebut di atas, maka peneliti menggunakan metode semiotik dari Charles S. Pierce, yaitu teori tentang segitiga makna (triangle meaning), yang terdiri dari tanda, objek dan interpretant. Tanda merujuk pada sesuatu yang dirujuk, sementara interpretant adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk oleh sebuah tanda. Pierce membagi tanda dalam tiga kategori, yaitu ikon, indeks, dan simbol. Dengan metode tersebut, maka dapat diperoleh suatu hasil interpretasi mengenai kritik sosial karikatur “Bisnis Seks Yang Tertunda” dalam rubrik kartun Tempo edisi 25-31 Oktober 2010.
Analisis Semiotik Charles Sander Pierce
Sign
Object
Gambar karikatur “Bisnis Seks di balik jeruji penjara” pada
Interpretant
Peneliti dalam memaknai Kritik Sosial karikatur “Bisnis
(39)
(40)
3.1
Jenis PenelitianPenelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan semiotik. Alasan peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif terdapat beberapa faktor pertimbangan, yaitu pertama metode deskriptif kualitatif akan lebih mudah menyesuaikan bila dalam penelitian ini kenyataannya ganda, kedua metode deskriptif kualitatif menyajikan secara langsung hubungan antara peneliti dengan objek peneliti, ketiga metode deskriptif kualitatif lebih peka serta dapat menyesuaikan diri dengan banyak pengaruh terhadap pola-pola nilai yang dihadapi (Moelong, 220:33).
Selain itu pada dasarnya semiotik bersifat kualitatif-interpretatif, yaitu suatu metode yang memfokuskan dirinya pada tanda dan teks sebagai objek kajian, serta bagaimana menafsirkan dan memahami kode dibalik tanda akan teks tersebut.
3.2
Definisi KonseptualPenelitian ini memperhatikan beberapa hal, pertama adalah konteks atau situasi sosial di seputar dokumen atau teks yang diteliti. Disini peneliti diharapkan dapat memahami makna dari teks yang diteliti. Kedua adalah proses atau bagaimana suatu produksi media atau isi pesannya dikemas secara aktual dan diorganisasikan secara bersama, ketiga adalah pembentukan secara bertahap dari makna sebuah pesan melalui pemahaman dan interpretasi.
(41)
41
Dalam penelitian ini menggunakan metode semiotik. Semiotik adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda (Sobur, 2004:15). Dengan menggunakan metode semiotik, peneliti berusaha menggali realitas yang didapatkan melalui interpretasi simbol-simbol dan tanda-tanda yang ditampilkan sepanjang gambar dalam cover karikatur. Pendekatan semiotik termasuk dalam metode kualitatif. Tipe penelitian ini adalah deskriptif, dimana peneliti berusaha untuk mengetahui Kritik Sosial Karikatur “Bisnis Seks Di Balik Jeruji Penjara” pada rubrik kartun Majalah Tempo Edisi 25-31 Oktober 2010.
3.3
KorpusKorpus merupakan sample terbatas pada penelitian kualitatif yang bersifat homogen. Tetapi sebagai analisa, korpus bersifat terbuka pada konteks yang beraneka ragam, sehingga memungkinkan memahami berbagai aspek dari sebuah teks pesan. Korpus bertujuan khusus digunakan untuk analisa semiotik dan analisa wacana. Pada penelitian kualitatif memberikan peluang yang besar bagi dibuatnya interpretasi-interpretasi alternatif.
Makna yang digali adalah makna eksplisit dan makna yang berdasarkan apa yang tampak (denotatif), serta makna yang mendalam yangt berkaitan dengan pemahaman-pemahaman ideology dan cultural (konotatif)
Korpus pada penelitian kualitatif ini adalah gambar karikatur “ Bisnis Seks Yang Tertunda ” pada rubrik kartun majalah Tempo edisi 25-31 Oktober 2010 yang berupa karikatur “Bisnis Seks Di Balik Jeruji Penjara”, yang berupa gambar, tulisan, benda dan warna yang terdapat pada karikatur di rubrik kartun majalah Tempo tersebut menggambarkan seorang laki-laki reporter SIGI yang diikuti dengan adanya beberapa
(42)
benda berupa handycam, topi bertuliskan SIGI yang merekam kejadian di balik penjara dan ditepuk pundaknya secara tiba-tiba oleh petugas lembaga hukum dengan wajah marah dan meminta handycam dan seorang petugas lembaga hukum lain yang mengatakan 1000 % FITNAH yang seolah-olah menjadi pelengkap di dalam karikatur, serta warna background yang sangat dominan. Dimana kemudian ini diinterpretasikan dengan menggunakan ikon (icon), indeks (index), dan simbol (symbol).
3.3.1
Ikon (icon)Ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan. (Sobur, 2001:41). Dengan kata lain tanda memiliki ciri-ciri sama dengan apa yang dimaksudkan. Apabila pada rubric kartun majalah Tempo edisi 25-31 Oktober 2010 ditunjukkan:
1. Seorang laki-laki yang mengenakan kemeja warna coklat, topi berwarna coklat bertuliskan SIGI, tas pinggang warna coklat yang sedang memegang handycam 2. Kaki seseorang yang menjuntai ke luar jendela memakai gelang kaki dengan bandul
hati warna pink.
3. Seorang laki-laki memakai pakaian safari warna biru dengan lencana lembaga hukum
4. Seorang memakai pakaian safari warna biru yang membelakangi sehingga hanya tampak badan bagian belakang.
3.3.2
Indeks (index)Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan pertanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat (Sobur, 2004:42). Pada cover majalah Tempo edisi 25-31 Oktober 2010, ditunjukkan dengan:
(43)
43
2. Memakai topi bertuliskan sigi
3. Memegang handycam
4. Mulut membentuk huruf “o”
5. Kaki menjuntai ke atas di jendela jeruji 6. Gelang kaki bandul hati di kaki
7. Baju safari biru dengan lencana lembaga hukum 8. Tangan menepuk pundak
9. Tangan menengadah 10. Tatapan menyeringai
11. Dinding tidak rata warna abu-abu 12. langit berwarna biru
13. tulisan 1000 % FITNAH
14. handycam yang mengarah kedalam jendela
3.3.3
Simbol (symbol)Simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara petanda dengan penandanya, bersifat arbiter atau semena, hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian masyarakat) (Sobur, 2004:42). Pada rubrik kartun majalah Tempo edisi 25-31 Oktober 2010 ditunjukkan dengan:
1. Baju safari warna biru
2. Gelang kaki bandul hati warna pink 3. Lencana lembaga hukum
4. Topi bertuliskan SIGI
`Penempatan sebuah tanda menjadi ikon, indeks, dan simbol tergantung dari kebutuhan dan sudut pandang khalayak (point of interest) yang memaknainya. Sehingga
(44)
penempatan tanda-tanda dalam rubrik kartun majalah tersebut, di atas, yang mana sebagai ikon, mana sebagai indeks dan mana sebagai simbol tersebut hanya sebagai subyektifitas peneliti, bukan menjadi sesuatu yang mutlak, karena hal ini kembali lagi kepada sudut pandang khalayak yang memaknai karikatur pada karikatur rubrik kartun majalah Tempo edisi 25-31 Oktober 2010 sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
3.4
Teknik Pengumpulan DataPengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan pengamatan secara langsung karikatur “Bisnis Seks Di Balik Jeruji Penjara” pada rubrik kartun majalah Tempo edisi 25-31 Oktober 2010. Pengumpulan data dalam penelitian ini, melalui penggunaan bahan dokumenter seperti majalah, studi ke perpustakaan, bahan-bahan yang dapat dijadikan referensi serta penggunaan internet. Selanjutnya data-data akan dianalisis berdasarkan landasan teori semiotik Pierce dan data dari penelitian ini kemudian akan digunakan untuk mengetahui kritik sosial karikatur “Bisnis Seks Di Balik Jeruji Penjara” pada rubrik kartun majalah Tempo edisi 25-31 Oktober 2010.
3.5
Teknik Analisis DataTeknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif. Data yang dikumpulkan berupa kata-kata dan gambar. Hal ini disebabkan adanya penerapan metode kualitatif, selain itu semua yang dikumpulkan kemungkinan menjadi jawaban terhadap objek yang diteliti. Analisis data dilakukan dalam penelitian ini berdasarkan model semiotik dari Charles Sanders Pierce, yaitu sistem tanda (sign) dalam karikatur yang dijadikan korpus (sample) dalam penelitian, dikategorikan kedalam tanda dengan acuannya yang dibuat oleh Charles Sanders Pierce terbagi kedalam tiga kategori yaitu ikon (icon), indeks (index), dan simbol (symbol).
(45)
45
Dengan studi semiotik penelitian dapat memaknai gambar dan pesan yang terdapat dalam karikatur “Bisnis Seks Di Balik Jeruji Penjara” serta membentuk berbagai pemaknaan terhadap karikatur ini. Rubrik Kartun majalah Tempo edisi 25-31 Oktober 2010 ini akan diinterpretasikan dengan cara mengidentifikasi tanda-tanda yang terdapat dalam setiap penggambaran karikatur, untuk mengetahui kritik sosialnya.
Untuk mengetahui hubungan antara tanda, penggunaan tanda dan realitas eksternal dapat dilakukan dengan menggunakan model semiotik dari Pierce. Sistem tanda (gambar, warna, perilaku non verbal dan atribut pendukung) yang digunakan sebagai indikator pengamatan dalam penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif karikatur “Bisnis Seks Di Balik Jeruji Penjara” pada rubrik kartun majalah Tempo edisi 25-31 Oktober 2010.
Terkait dalam penelitian ini, untuk mengetahui isi pesan dalam karikatur surat pembaca, peneliti mengamati signs atau system tanda yang tampak dalam cover, kemudian memaknai dan menginterpretasikannya dengan menggunakan metode semiotik Pierce, yang terdiri dari:
1. Obyek
Adalah gambar atau karikatur itu sendiri. Obyek dalam penelitian ini adalah karikatur “Bisnis Seks Di Balik Jeruji Penjara” pada rubrik kartun majalah Tempo edisi 25-31 Oktober 2010.
2. Sign
Adalah segala sesuatu yang ada dalam gambar karikatur tersebut. Sign dalam penelitian ini adalah seorang laki-laki, repoter SIGI yang sedang memegang handycam yang mengenakan kemeja warna coklat,topi berwarna coklat bertuliskan SIGI, tas pinggang warna coklat yang sedang memegang handycam ditangan kanan
(46)
yang diarahkan ke jendela dan tangan kiri memegang dinding sehingga badan menempel pada dinding, mata terbelalak dan melirik ke belakang. kaki kanan seseorang yang menjuntai ke luar jendela sebatas betis dan memakai gelang kaki dengan bandul hati warna pink.seorang laki-laki memakai pakaian safari warna biru dengan lencana lembaga hukum di dada sebelah kiri berdiri dibelakang reporter dengan tangan kanan menepuk pundak reporter tadi dan tangan kiri menengadah meminta handycam dan mata tatapan marah. seorang laki-laki memakai pakaian safari warna biru yang membelakangi sehingga hanya tampak badan bagian belakang dan terlihat setengah badan saja dengan tangan kiri menengadah.
3. Interpretant
Adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang obyek yang dirujuk sebuah tanda. Interpretant dalam penelitian ini adalah hasil interpretasi peneliti. Berdasarkan obyeknya Pierce membagi tanda atas icon (ikon), index (indeks), symbol (simbol).
(47)
47
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian dan Penyajian Data
4.1.1 Kritik Sosial Terhadap Karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI
PENJARA”
Karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA” yang menjadi objek
penelitian ini dimuat pada rubrik kartun majalah Tempo edisi 25-31 Oktober 2010. Gambar yang mengangkat masalah penyimpangan fungsi lembaga pemasyarakatan. Dimana dalam gambar ini menggambarkan adanya bisnis seks dalam penjara yang penayangan kejadian ini sempat dicekal penayangannya pada tanggal 13 Oktober 2010 dan akhirnya ditayangkan pada tanggal 27 Oktober 2010. Karikatur yang diberi judul
(48)
“BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA” tersebut adalah sebagai suatu reaksi atau refleksi terhadap fenomena yang sedang berkembang dan menonjol ditengah masyarakat pada awal Oktober 2010 kemarin, yaitu tentang penyimpangan fungsi lembaga pemasyarakatan. Karikatur ini merupakan salah satu bentuk pesan dalam bentuk non verbal yang memang diciptakan dengan kesengajaan agar pembaca dapat dengan aktif memahami pesan yang terkandung didalamnya.
Karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA” diciptakan sebagai sebuah wahana untuk memberikan informasi kepada masyarakat seputar kabar tentang masih adanya penyimpangan fungsi lembaga pemasyarakatan di tanah air, yang membuktikan bahwa di dalam penjara justru masih berjalan perilaku yang melanggar aturan dan kesusilaan.
4.1.2 Majalah Tempo
Tempo edisi pertama diterbitkan pertama kali pada Maret 1971, Tempo keluaran yang pertama ini mengambil pendekatan yang belum pernah dikenal selama masa-masa sulit dalam kebebasan jurnalistik. Publikasi Tempo sebenarnya sama sekali tidak berhubungan atau berafiliasi dengan dunia politik, perhatian yang utama justru tertuju pada misi panjangnya untuk membangunkan kesadaran yang telah lama diracuni dengan media yang tunduk pada rezim yang represif. Ketegasannya untuk mempertahankan kebebasan jurnalistik telah membuat Tempo sebagai legenda dan menjadi ikon didalam industri pers di Indonesia selain juga menjadi salah satu media tertua di Asia Tenggara. Tempo pernah dibredel pada tahun 1982 dan tahun 1984, Tempo tidak pernah berhenti untuk terus bersuara dengan lantang dan telah menjadi salah satu kendaraan atau sarana kebebasan pers yang sedang dinikmati Indonesia saat ini.
(49)
49
Tempo adalah standart kesempurnaan jurnalistik yang oleh penerbitan lainnya sekalu dijadikan perbandingan dan dijadikan acuan. Komitmennya adalah menyeimbangkan pandangan dan melaporkan kebenaran tetap sebagai yang benar sebagaimana, seperti tahun 1971, Nama “TEMPO” dengan definisinya yang tanpa disadari ternyata sesuai atau cocok telah menetapkan sebuah standart dan langkah yang oleh penerbitan lain akan selalu dijadikan perbandingan. Tempo hari ini adalah sebuah tongkat ukuran yang ditiru oleh semuanya tetapi tetap tidak akan tertandingi. Sebagai Majalah berita tertua di Indonesia. Tempo kembali terbit pada Oktober 1998 membuktikan kebebasan dan juga kekuasaan dalam bersuara.
Pada tahun belakangan ini Tempo tanpa disadari menjadi legenda, namun perlu dicatat ini merupakan realita. Bersama-sama dengan tenaga yang penuh pengalaman dan tenaga muda penuh harapan. Tempo tanpa risau menghadapi masalah tersebut untuk mempertahankan loyalitas dari pembaca setianya dan merebut hati dari pembaca-pembaca terbarunya terutama adalah lapisan urban kelas menengah. Mereka itulah yang secara ekonomis mampu serta terdidik dengan baik dan tetap diharapkan menjaga posisi Negara selalu dalam keadaan yang dinamis. Tempo kembali bersikulasi tepatnya 6 Oktober 1998, dimana pada saat itu keadaan pasar telah berubah secara signifikan sejak tahun 1994, oleh sebab itu Tempo menjelajah setiap kesempatan dengan semangat perubahan dan pembaharuan.
Kehadiran kembali Tempo disambut dengan antusias oleh Indonesia, sehingga sejak dari edisi pertamanya Tempo akhirnya dapat memperoleh kembali posisinya yang semula sebagai pemimpin dari majalah berita mingguan meskipun pada kenyataannya sekarang setidaknya terdapat enam pesaing yang sebelumnya tidak terdapat dipasar sebelum pembredelan Tempo 21 Juni 1994. Hingga saat ini Majalah Tempo berhasil menguasai hampir 60% dari pasar. Kebutuhan untuk menciptakan produk-produk baru sesuai dengan
(50)
misinya yang utama yaitu telah menjadi sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi. Peluncuran Tempo edisi berbahasa Inggris pada pada tanggal 12 September 2000 didesain untuk meningkatkan penetrasi (penembusan) ke pasar global. (www.tempointeractive.com)
Adapun spesifikasi yang terdapat pada majalah Tempo adalah sebagai berikut:
Isi Halaman
LAPORAN UTAMA :
Orang-orang di sekeliling Presiden 26
PRELUDE:
Album
Etalase
Inovasi
Kartun
10
12
14
16
NASIONAL :
Momen
Politik
20
36
(51)
51 Kesehatan Media kota Tata Kota 60 58 49 OPINI : Bahasa Catatan Pinggir
Kolom Dodi Ambardi
Kolom Eep Saefulloh Fatah
Kolom M.Chatib Basri
Opini 106 178 44 46 152 23 SENI : Seni Rupa Sinema Teater 116 118 107 SAINS : Buku Ilmu&Teknologi Lingkungan 132 126 123
(52)
HUKUM :
Hukum 140
Ekonomi :
Momen 158
INTERNASIONAL :
Internasional
Momen
161
168
TOKOH:
Obituari
Wawancara
174
171
HUKUM:
Hukum 140
(Majalah Tempo Edisi Oktober 2010)
4.2 Penyajian Data
Dari hasil pengamatan peneliti yang dilakukan pada majalah Tempo mengenai pemaknaan karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA” maka akan disajikan data-data yang didapat dari gambar dan warna yang dimuat pada rubrik kartun majalah Tempo edisi Oktober 2010 yaitu gambar karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK
(53)
53
spesifik yang akan dipilah-pilah yang disesuaikan dengan materi yang tersedia. Tanda tersebut berupa, tanda (gambar, warna, perilaku non verbal dan atribut pendukung) yang digunakan sebagai indikator pengamatan dalam penelitian. Pengkategorian tanda pada karikatur ini berdasarkan landasan teori Semiotika Charles Sanders Pierce, dimana untuk mengetahui makna yang terkandung dalam karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA” pada rubrik kartun majalah Tempo edisi Oktober 2010.
Pierce membagi tanda menjadi tiga kategori, yaitu: ikon, indeks, dan simbol. Untuk mengungkap makna serta pesan yang disampaikan dalam penggambaran karikatur tersebut, sistem tanda dibagi berdasarkan pembagian fungsi tanda Pierce.
Dalam pendekatan Semiotik Pierce terdapat tiga komponen, yaitu: Tanda (sign), Objek (object), Interpretan (interpretant).
Sebagai interpretan, peneliti menganalisa gambar karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA” pada rubrik kartun majalah Tempo yang dijadikan korpus (sample terbatas) dengan menggunakan hubungan antara tanda dengan acuan tanda dalam model Semiotik Pierce yang membagi tanda atas tiga kategori, yaitu: ikon, indeks, dan simbol, sehingga akan diperoleh interpretasi dari karikatur melalui kategori tanda tersebut.
Ikon, dalam tampilan karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI BESI” adalah :
1. Seorang laki-laki yang mengenakan topi berwarna coklat bertuliskan SIGI, tas pinggang warna coklat yang sedang memegang handycam
2. Kaki seseorang yang menjuntai ke luar jendela dan memakai gelang kaki dengan bandul hati warna pink.
(54)
3. Seorang laki-laki memakai pakaian safari warna biru dengan lencana lembaga hukum
4. Seorang memakai pakaian safari warna biru yang membelakangi sehingga hanya tampak badan bagian belakang.
Indeks, dalam tampilan karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA” adalah :
1. Mata terbelalak dan melirik 2. Memakai topi bertuliskan sigi 3. Memegang handycam 4. Mulut membentuk huruf “o”
5. Kaki menjuntai ke atas di jendela jeruji 6. Gelang kaki bandul hati di kaki
7. Baju safari biru dengan lencana lembaga hukum 8. Tangan menepuk pundak
9. Tangan menengadah 10.Tatapan menyeringai
11.Dinding tidak rata warna abu-abu 12.langit berwarna biru
13.tulisan 1000 % FITNAH
14.handycam yang mengarah kedalam jendela
Simbol, dalam tampilan karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA” adalah :
(55)
55
1. Baju safari warna biru
2. Gelang kaki bandul hati warna pink 3. Lencana lembaga hukum
4. Topi bertuliskan SIGI
Karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA” yang tersapat dalam rubrik kartun majalah tempo jika di gambarkan dalam model Semiotik Pierce adalah sebagai berikut :
IKON
Seorang laki-laki yang mengenakan topi berwarna coklat bertuliskan SIGI, tas pinggang warna coklat yang sedang memegang handycam. Kaki seseorang yang menjuntai ke luar jendela dan memakai gelang kaki dengan bandul hati warna pink. Seorang laki-laki memakai pakaian safari warna biru dengan lencana lembaga hukum. Seorang memakai pakaian safari warna biru yang membelakangi sehingga hanya tampak badan bagian belakang.
(56)
Gambar 4.1
Gambar karikatur ”Bisnis Seks di Balik Jeruji Penjara” dalam kategori tanda Pierce
4.3 Analisis Pemaknaan Karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI
PENJARA“
Menurut Pierce, sebuah tanda itu adalah segala sesuatu yang ada pada seseorang INDEKS
1. Mata terbelalak dan melirik 2. Memakai topi bertuliskan
sigi
3. Memegang handycam
4. Mulut membentuk huruf “o” 5. Kaki menjuntai ke atas di
jendela jeruji
6. Gelang kaki bandul hati di kaki
7. Baju safari biru dengan lencana lembaga hukum 8. Tangan menepuk pundak 9. Tangan menengadah 10. Tatapan menyeringai
11. Dinding tidak rata warna abu-abu
12. langit berwarna biru 13. tulisan 1000 % FITNAH 14. handycam yang mengarah
kedalam jendela
SIMBOL
1. Baju safari warna biru
2. Gelang kaki bandul hati warna pink 3. Lencana lembaga
hukum
4. Topi bertuliskan SIGI
(57)
57
pendekatan Semiotik model Charles Sanders Pierce, diperlukan adanya model analisis, yaitu tanda (sign), objek (object), dan interpretan (interpretant). Menurut Pierce salah satu bentuk tanda adalah kata, karena tanda itu sendiri adalah pencitraan indrawi yang menampilkan pengertian dari objek yang dimaksudkan, sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk oleh tanda. Sementara interpretan adalah tanda yang ada dalam benak seorang peneliti tentang objek yang dirujuk sebuah tanda.
Dalam menganalisis hubungan antara tanda dan acuannya berdasarkan Semiotik Pierce, yaitu ikon, indeks, dan simbol. Maka peneliti akan berusaha menginterpretasikan atau menganalisa segala bentuk pemaknaan yang terdapat dalam karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA” berdasarkan model Semiotik Pierce tersebut di atas.
4.3.1 Ikon
Ikon adalah tanda yang mirip dengan objek yang diwakilinya. Ikon dalam korpus ini adalah :
1. Seorang laki-laki yang mengenakan topi berwarna coklat bertuliskan SIGI, tas pinggang warna coklat yang sedang memegang handycam. 2. Kaki seseorang yang menjuntai ke luar jendela dan memakai gelang
kaki dengan bandul hati warna pink.
3. Seorang laki-laki memakai pakaian safari warna biru dengan lencana lembaga hukum.
4. Seseorang memakai pakaian safari warna biru yang membelakangi sehingga hanya tampak badan bagian belakang.
(58)
Gambar tersebut disebut sebagai ikon karena gambar-gambar tersebut merupakan tanda yang serupa dengan benda atau realitas yang ditandai atau merupakan representasi korpus yang diteliti.
Laki-laki yang memakai topi berwarna coklat bertuliskan SIGI dan sedang memegang handycam serta tas pinggang menandakan dia adalah seorang reporter tayangan televisi Investigasi SIGI di salah satu stasiun televisi swasta karena posisi dia di dalam karikatur yang sedang memegang handycam di tangan kanan dan tulisan SIGI di topi yang sedang dipakai. Reporter ini sedang melakukan peliputan tayangan tentang kegiatan di balik jeruji penjara ditandai dengan handycamnya yang mengarah ke dalam balik jeruji penjara.
Kaki seseorang yang menjuntai keatas di jeruji jendela dengan bandul pink sebagai gelang kakinya menandakan bahwa kaki tersebut adalah kaki wanita karena gelang kaki yang identik dengan perhiasan yang dipakai oleh wanita dan bandul hati pink yang berarti ikon kemesraan atau cinta. Sedangkan di dalam penjara tidak diperbolehkan adanya wanita dan pria bercinta kecuali di beberapa penjara dengan kesepakatan tertentu dan perjanjian. Karikatur ini sebagai ikon adanya kegiatan prostitusi di dalam penjara.
Seorang laki-laki memakai pakaian safari warna biru dengan lencana lembaga hukum di dada sebelah kiri nya menandakan dia adalah seorang pejabat yang berhubungan dengan lembaga pemasyarakatan. Laki-laki dalam karikatur ini terlihat marah karena ekspresi mata nya yang menyeringai. Memperlihatkan ketidak sukaannya terhadap apa yang sudah dilakukan reporter tadi karena dia
(59)
59
menepuk pundak reporter dan meminta tayangan reporter terlihat dari tangannya yang menengadah sedang meminta.
Seorang memakai pakaian safari warna biru yang membelakangi sehingga hanya tampak badan bagian belakang dan terlihat setengah badan saja dengan tangan kiri menengadah. Orang ini terlihat seolah sedang memberikan penjelasan dan berusaha menutupi yang terjadi di penjara ditandai dengan adanya tulisan 1000% fitnah yang artinya bahwa apa yang diliput oleh reporter itu hanyalah fitnah.
Representasi penyimpangan fungsi lembaga pemasyarakatan dalam gambar karikatur ini terlihat dari adanya kaki yang menjuntai dengan bandul hati pink di jendela penjara tersebut dapat digambarkan sebagai wanita yang sedang melakukan bisnis seks di dalam penjara hal ini semakin dikuatkan oleh adanya reporter yang merekamnya yang di halangi oleh pejabat lembaga pemasyarakatan. Karena tidak mungkin seorang reporter mengambil video suatu kejadian jika itu bukan berita yang menakjubkan. Dan tak mungkin juga itu pejabat lembaga pemasyarakatan menghalagi jika berita yg diliput adalah berita baik. Tentunya ada sesuatu hal yang ”WAH” di dalam peliputan tersebut. Sementara itu, mata reporter SIGI terbelalak kaget digambarkan sedang melihat ke arah handycam yang dibawa dan melirik kebelakang. Penggambaran mata tersebut dikonotasikan bahwa reporter tersebut kaget tetapi tetapi tetap konsen meliput,sedangkan mata petugas lemga hukum dengan alis yang menyeringai memperlihatkan kemarahan akan kelakuan reporetr yang meliput kejadian tersebut, tangan petugas tersebut menengadah yang artinya meminta hasil peliputan dari handycam tadi.
(60)
Indeks adalah sesuatu yang melaksanakan fungsi penanda yang mengisyaratkan penandanya. Atau tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal / hubungan sebab akibat. Indeks dalam karikatur ini adalah mata terbelalak dan melirik, memakai topi bertulisakn SIGI,M memegang handycam, mulut membentuk huruf “O”, kaki menjuntai di jendela jeruji besi, gelang kaki bandul hati, baju safari biru dengan lencana lembaga hukum, tangan menepuk pundak,tangan menengadah, tatapan menyeringai marah, dinding tidak rata berwarna abu-abu, langit berwarna biru, tulisan 1000% fitnah, handycam yang mengarah kedalam jendela jeruji.
Laki-laki dengan memakai topi bertuliskan SIGI dan memegang handycam menandakan dia adalah seorang reporter SIGI yang sedang meliput suatu kejadian. Reporter dengan mata terbelalak dan melirik menandakan bahwa reporter SIGI tersebut kaget dan melirik tersebut ingin mengetahui siapa yang mengagetkannya. Handycam adalah tombak senjata pekerjaan seorang reporter investigasi karena handycam lah merekam bukti kejadian peliputan suatu kejadian.
Gelang kaki bandul hati pada kaki seorang wanita yang menjuntai di jendela menandakan bahwa wanita tersebut sedang terlentang atau duduk dengan satu kaki kanan nya dibiarkan menjuntai di jendela jerujiseolah menggoda. Gelang kaki adalah perhiasan yang dipakai oleh wanita dan bandul hati berwarna pink bisa di artikan sebagai tanda cinta dan kemesraan. Tak sepantasnya di dalam penjara dengan perilaku seperti itu ini sebagai perumpaan terjadinya kegiatan “ prostitusi” di dalam penjara.
Baju safari dengan lencana lembaga hukum di dada sebelah kiri sebagai indeks bahwa yang memakai adalah seorang petugas lembaga hukum. Tangan pria yang memakai seragam tadi menegadah dan menepuk pundak reporter menandakan bahwa lelaki itu menegur reporter dan menginginkan video peliputan kejadian yang sudah
(1)
backgroundnya terdapat dinding berwarna abu-abu dan jendela jeruji besi. Dominan warna langit adalah biru dan ada tulisan 1000 % FITNAH.
(2)
5.1 Kesimpulan
Dari hasil interpretasi dan penjelasan peneliti dalam kritik social karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA” pada rubrik kartun majalah Tempo edisi Oktober 2010, maka terlihat sistem tanda yang terdiri dari ikon, indeks, dan simbol yang merupakan korpus dalam penelitian ini.
Menurut sudut pandang peneliti yang menjadi ikon dalam karikatur pada majalah Tempo edisi Oktober 2010 ini ditujukan dengan:
5. Seorang laki-laki yang mengenakan kemeja warna coklat, topi berwarna coklat bertuliskan SIGI, tas pinggang warna coklat yang sedang memegang handycam 6. Kaki seseorang yang menjuntai ke luar jendela memakai gelang kaki dengan bandul
hati warna pink.
7. Seorang laki-laki memakai pakaian safari warna biru dengan lencana lembaga hukum 8. Seorang memakai pakaian safari warna biru yang membelakangi sehingga hanya
tampak badan bagian belakang
Yang menjadi indeks dalam penelitian ini adalah mata terbelalak dan melirik, memakai topi bertulisakn SIGI,M memegang handycam, mulut membentuk huruf “O”, kaki menjuntai di jendela jeruji besi, gelang kaki bandul hati, baju safari biru dengan lencana lembaga hukum, tangan menepuk pundak,tangan menengadah, wajah menyeringai marah, dinding tak rata dan berwarna abu-abu, langit berwarna biru, tulisan 1000% fitnah, handycam yang mengarah ke dalam jendela jeruji penjara. Sesuai dengan
(3)
pengertian indeks itu sendiri, bahwa tanda yang hadir akibat adanya hubungan dengan ciri acuannya yang bersifat kausal atau tanda yang secara alamiah mempresentasikan objek lainnya yang muncul berdasarka sebab akibat.
Sedangkan untuk simbol adalah gelang kaki bandul hati, baju safari biru, lencana lembaga hukum, topi bertuliskan SIGI.
Jadi pada karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA” ini digambarkan di sebuah ruang digambarkan sebuah dinding berwarna abu-abu dengan jendela berterali besi seperti di penjara. Kaki yang keluar dari jendela berterali besi tadi sebatas betis sampai jari kaki dengan gelang kaki dan bandul hati berwarna pink. Seorang laki-laki reporter di luar balik dinding berpakaian kemeja rapi berwarna coklat, topi bertuliskan SIGI, memakai tas pinggang berwarna coklat dan sedang memegang handicam d tangan kanannya yang mengarahkan handycam tadi ke arah balik dinding melalui jendela dan tangan kiri memegang dinding sehingga badannya dekat dengan dinding, mata kanan melihat handycam, mata kiri terbelalak melirik seseorang yang menepuk pundaknya. Seorang laki-laki dengan pakaian safari berwarna biru dan lencana badan hukum di dada sebelah kiri dengan tatapan marah dan tidak suka menepuk pundak reporter tadi dengan tangan kanannya, dan tangan kirinya menengadah meminta handycam tadi. Seorang laki-laki memakai pakaian safari warna biru yang hanya terlihat bagian belakang badan dan setengah badan saja, tangan kiri menengadah sambil berkata 1000% FITNAH. Sedangkan pada backgroundnya terdapat dinding berwarna abu-abu dan jendela jeruji besi. Dominan warna langit adalah biru dan ada tulisan 1000 % FITNAH
Dari beberapa uraian kesimpulan seperti yang dijelaskan diatas tersebut, murni hanya sebatas subjektifitas dan pemahaman peneliti, perbedaaan sudut pandang dan pendapat
(4)
adalah sah menurut Metode Deskriptif Kualitatif. Seperti metode yang peneliti gunakan dalam penelitian Pemaknaan Karikatur “Bisnis Seks Yang Tertunda” Pada rubrik kartun Majalah Tempo edisi Oktober 2010.
5.2 Saran
Gambar karikatur seringkali menjadi perhatian karena terdapat unsur kelucuan dalam tampilannya. Selain menjadi cerminan tentang apa dan siapa majalah yang menerbitkan karikatur tersebut, karikatur juga dapat menjadi jalan untuk fungsi kontrol sosial pers. Keberadaan karikatur dirasa penting untuk menjadi nyawa majalah tersebut, oleh karena itu karikatur harus tetap dilestarikan dan dikembangkan, untuk menjalankan fungsi control media.
Bisnis seks dalam jeruji penjara yang telah direpresentasikan oleh rubrik kartun majalah Tempo tersebut diharapkan dapat menjadi momok untuk lembaga hukum yang ingin melanggar peraturan yang berlaku. Selain itu diharapkan mampu membangun citra kinerja aparat yang terkait.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Cangara, Hafid, Pengantar Ilmu Komunikasi. 2005. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Djuroto, Totok, Manajemen Penerbitan Pers. 2002. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Kasali, Rhenald. Manajemen Periklanan Konsep Dan Aplikasinya Di Indonesia. 1992. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
Kurniawan. Semiologi Roland Barthes. 2000. Magelang
Kusmiati, Artini. Teori Dasar Desain komunikasi Visual. 1999. Jakarta: Djambatan
Masoed, Muhtar, Kritik Sosial Dalam Wacana Pembangunan. 1999, Yogyakarta: UII Pers
Moleong, Lexi, Metode Penelitian Kualitatif. 2002. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
River, William L. Media Massa Dan Masyarakat Modern. 2003. Jakarta: Kencana
Sobur, Alex. Semiotika Komunikasi. 2006. Bandung: PT. Rosdakarya.
__________, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Semiotik Dan Framing. 2006. Bandung: PT. Rosdakarya.
(6)
Waluyanto, Heri, Dwi. Karikatur Sebagai Karya Komunikasi Visual Dalam Penyampaian Kritik Sosial. 2002. Surabaya: Nirm Journal Vol. 2 No. 2 UKP, hal 128-134
Wijana, I Dewa Putu. Kartun. 2004. Jakarta: Ombak
Non Buku
Majalah Tempo Edisi 25-31 Oktober 2010
Internet