Etiologi Striae Distensae Striae Distensae

Universitas Sumatera Utara Dua jenis sel epidermis lain juga berperan dalam imunitas. Sel langerhans adalah sel dendritik yang berfungsi sabagai sel penyaji antigen. Sebaliknya sel Granstein berfungsi sebagai “rem” terhadap respon imun yang diaktifkan oleh kulit. Sherwood, 2009 Epitel berlapis dengan lapisan tanduk yang ada pada epidermis melindungi permukaan tubuh terhadap abrasi mekanik dan membentuk sawar fisik terhadap patogen atau mikroorganisme asing. Eroschenko, 2008 Epidermis juga membentuk vitamin D jika terdapat sinar matahari. Jenis sel yang menghasilkan vitamin ini belum diketahui dengan pasti. Biasanya diperlukan suplemen Vitamin D dalam makanan karena kulit umumnya tidak terpajan ke sinar matahari dalam jumlah memadai untuk menghasilkan jumlah zat esensial ini secara adekuat. Sherwood, 2009 Dermis mengandung banyak pembuluh darah dan ujung saraf khusus. Pembuluh dermis tidak saja memasok nutrisi ke dermis dan epidermis, tetapi juga berperan besar mengatur suhu tubuh. Diameter pembuluh-pembuluh ini dapat dikendalikan sehingga jumlah pertukaran panas antara pembuluh darah permukaan kulit dan lingkungan eksternal dapat diubah-ubah. Reseptor di ujung perifer serat saraf aferen di dermis mendeteksi tekanan, suhu, nyeri dan input somatosensorik lain. Ujung saraf eferen di dermis mengontrol diabetes pembuluh darah, ereksi rambut, dan sekresi kelenjar eksokrin kulit. Sherwood, 2009

2.3. Striae Distensae

Striae distensae ditandai dengan ruam-ruam atrofi halus berbentuk linear di daerah-daerah kerusakan kulit yang dihasilkan oleh peregangan kulit. Striae dimulai dengan bentuk yang livid keunguan, bergerigi, garis linear yang kemudian akan menjadi berwarna putih dan menyerupai scar atrophic. Abele, 1985

2.3.1. Etiologi Striae Distensae

Walaupun penyebab pastinya belum diketahui, beberapa teori penyebab yang dikemukakan adalah hiperadrenokortikoid termasuk orang yang Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara menggunakan kortikostreoid topikal, pembentukan kulit yang abnormal, dan peregangan yang terus-menerus dari kulit. Hahler, 2006 Etiologi pasti dari striae ini masih kontroversional dan sebagian disebabkan dari klinis di mana striae muncul. Striae merupakan hasil akhir dari status fisiologis yang beragam, termasuk kehamilan, kelebihan adrenokortikoid dan perubahan pada kebiasaan tubuh, yang bisa dilihat pada perubahan berat badan yang cepat, dan diduga juga adanya kecenderungan faktor genetik. Singh, 2005 Terjadinya striae sangat dihubungkan dengan obesitas. Terdapat prevalensi yang tinggi pada orang dewasa obese dan anak-anak, tetapi pembentukan striae pada remaja tidak dihubungkan dengan obesitas, tetapi lebih ke tanda keremajaan, seperti pertumbuhan payudara, pertumbuhan rambut kemaluan, dan menarche. Pada penelitian penyakit kulit pada anak-anak dengan transplantasi organ, striae yang dipicu steriod hanya ditemukan pada remaja dan tidak pada anak yang lebih muda. Striae terlihat pada 90 wanita hamil, akibat dari gabungan faktor hormonal hormon adrenokortikal, estrogen, dan relaksin seiring dengan meningkatnya tekanan pada jaringan ikat. Pemuda pengangkat beban juga mempunyai striae pada bahu mereka. Striae juga mucul pada pasien hypercortisolism pada Cushing’s syndromedan pada orang-orang yang menggunakan steroid topikal. Singh, 2005 Telah diteliti juga bahwa striae distensae terjadi pada keadaan cachetic, seperti pada tuberkulosis, typhoid, dan setelah diet pengurangan berat badan yang intens. Striae juga bisa terlihat pada pasien anorexia nervosa. Pada kasus yang jarang striae ditemukan pada patien positif human immunodeficiency virusyang menerima protease inhibitor indinavir, pasien penyakit hati kronik, dan striae yang idiopatik. Singh, 2005

2.3.2. Patogenesis Striae Distensae