Klasifikasi Bahan Pustaka Hasil Penelitian

60 Tidak semua buku diinventariskan dengan alasan tidak ada yang membantu pustakawan dalam menginventariskan buku. Tidak semua buku tercatat dan memiliki kode bar, namun semua buku memiliki label. Inventarisasi buku tidak berdampak apapun bagi siswa, namun membantu pustakawan dalam mengolah bahan pustaka.

2. Klasifikasi Bahan Pustaka

Berdasarkan observasi, buku telah dikelompokkan berdasarkan subjek buku. Buku dengan kategori sama terletak di rak yang sama, bahkan di kolom yang sama. Misalnya, buku komik dan bacaan bergambar terdapat di satu rak buku. Siswa akan mudah dalam mencari buku yang dimaksud. Kode buku 039 adalah Ensikopedia bahasa Indonesia dijadikan satu kolom rak. Buku fiksi paling banyak ditemukan dengan kode 028, sedangkan non fiksi dengan berbagai macam kode, seperti elektromagnet, tatasurya, tubuh dan diawali dengan kode 5. Buku kumpulan puisi dan cerita rakyat diawali dengan kode 813. Dalam klasifikasi dewey, 0 berarti karya umum, 5 berarti ilmu murni dan 8 berarti kasusastran. Sehingga dari hasil observasi peneliti menyimpulkan buku di perpustakaan menggunakan klasifikasi Dewey DDC. Berdasarkan wawancara dengan ibu NC, buku-buku tersebut dikelompokkan menurut subjek buku dan penomoran klasifikasi Dewey. buku diklasifikasikan menurut DDC Dewey Decimal Clasification. Sebelum menentukan penomoran, pustakawan menganalisis isi buku terlebih dahulu. Buku-buku yang sudah dikelompokkan dan ditempatkan berdasarkan nomor 61 yang sama akan mejadi satu deret rak. Terkadang siswa mengembalikan buku tidak pada tempatnya, sehingga klasifikasi buku berdasarkan subjek akan membantu pustakawan dalam menyisir buku yang tidak sesuai tempatnya. Berdasarkan wawancara guru dengan bapak SG, ibu RR dan bapak AG dalam mencari buku tidak merasa kebingungan. Namun dari pengalaman ketiga responden tersebut, dapat disimpulkan untuk mempermudah pencarian buku maka diperlukan petunjuk klasifikasi buku karena mereka tidak mengetahui letak buku secara keseluruhan. Tidak satupun guru yang paham tentang maksud dari penomoran buku. Guru menyadari bahwa bahan pustaka di perpustakaan ada nomornya dibagian punggung buku. Berdasarkan wawancara dengan siswa LN, DK, DO dan YS, mereka merasa bingung tentang letak klasifikasi buku karena tidak tahu pasti letak buku yang diletakkan di rak. Beberapa siswa hafal letak posisi buku karena terbiasa. Cara siswa mencari buku dengan cara mandiri atau bertanya kepada pustakawan. Siswa hanya bertanya dimana letak buku cerita bergambar, setelah pustakawan menunjukkan letak raknya maka siswa mencari sendiri. Tidak satupun siswa menyadari bahwa buku di perpustakaan ada nomornya. Siswa menyebutkan ISBN ketika ditanya penomoran bahan pustaka. Siswa meminjam dan membaca buku karena didasari oleh rasa suka sehingga cara mencari buku dilakukan secara acak dan bertanya kepada pustakawan. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa klasifikasi buku di perpustakaan SD Negeri Percobaan 3 berdasarkan subjek buku. Dibuktikan dengan pengelompokan masing-masing bagian rak buku terdapat penomoran 62 yang sama, seperti sastra, buku bacaan bergambar, ensikopedia, dan sains masing-masing mengelompok di kolom rak yang sama. Cara pustakawan mengelompokkan buku berdasarkan bahasan yang sama. Penomoran bahan pustaka menggunakan klasifikasi Dewey yang ditunjukkan oleh beberapa bahan pustaka yang diamati secara acak. Tidak satupun diantara guru dan siswa yang paham tentang penomoran bahan pustaka di perpustakaan sehingga perlu adanya sosialisasi kepada pengguna mengenai penomoran buku. Manfaat klasifikasi buku belum dirasakan oleh siswa dan guru. Siswa dan guru tidak paham dimana letak buku yang dimaksud. Misalnya, letak kelompok buku cerita bergambar, letak buku puisi, letak buku sains tidak jelas. Perlu adanya pelabelan rak untuk memaksimalkan manfaat dari klasifikasi buku.

3. Katalogisasi