Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup-PPLH

- 42 - analisis dampak lingkungan hidup, laporan, dan evaluasi hasil pemantauan lingkungan hidup, baik pemantauan penaatan maupun pemantauan perubahan kualitas lingkungan hidup dan rencana tata ruang. Untuk menegaskan komitmen perlindungan hak atas informasi, UU PPLH memuat ketentuan-ketentuan aturan pidana antara lain Pasal 113 yang berbunyi: Pasal 113 Setiap orang yang memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar yang diperlukan dalam kaitannya dengan pengawasan dan penegakan hukum yang berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat 1 huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 satu tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 satu miliar rupiah.

5. Undang-Undang Penataan

Ruang No.262007 UU Penataan Ruang memuat sebuah klausul yang memberikan perlindungan terhadap hak masyarakat untuk mendapatkan informasi terkait penataan ruang. Pasal 2 Dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, penataan ruang diselenggarakan berdasarkan asas: a. …; b. …; c. …; d. …; e. keterbukaan Penjelasan Pasal 2 huruf e: Yang dimaksud dengan keterbukaan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan memberikan akses yang seluas- luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan penataan ruang. Pasal 60 Dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk: a. mengetahui rencana tata ruang; b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang; c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang; d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya; e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; dan f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah danatau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian. Peraturan dan pasal-pasal yang disebutkan di atas bisa dijadikan sebagai payung hukum untuk pemberlakuan prinsip-prinsip yang sejalan dengan hak atas FPIC dalam konteks nasional. Terakhir, selain peraturan yang bersifat nasional, dalam skala internasional juga terdapat aturan-aturan yang dapat menjadi payung hukum bagi penerapan kebijakan- kebijakan yang menghormati hak masyarakat adat atas FPIC Lihat Pendahuluan dan Lampiran. Aturan-aturan PBB yang sudah diratifikasi oleh Indonesia antara lain: 1. Deklarasi PBB Tentang Hak-Hak Masyarakat Adat; 2. Konvenan International tentang Hak-Hak Sipil dan Politik; 3. Konvenan International tentang Hak-Hak ekonomi, Sosial dan Budaya; 4. Konvensi tentang Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Rasial; 5. Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati; 6. Standar dan Kriteria RSPO khususnya terkait FPIC.

B. Persetujuan Bebas, Didahulukan dan Diinformasikan dan Musyawarah dan

Mufakat dalam Hukum Indonesia Prinsip Persetujuan Bebas, Didahulukan dan Diinformasikan FPIC menegaskan hak-hak masyarakat atau komunitas adat, untuk menentukan aktivitas seperti apa yang mereka izinkan di atas tanah-tanah mereka. Hak ini - 43 - dapat didefinisikan sebagai hak masyarakat untuk memperoleh informasi sebelum program, proyek atas pembangunan yang direncanakan untuk dilakukan di atas tanah mereka, dan hak mereka untuk memberikan atau tidak memberikan persetujuan atas rencana pembangunan tersebut secara bebas dan tanpa paksaan. 7 Hak masyarakat adat dan komunitas lokal untuk memberikan atau tidak memberikan FPIC mereka ini paling jelas tertuang dalam Deklarasi PBB tentang Hak- Hak Masyarakat Adat UNDRIP yang diadopsi tahun 2007. 8 Namun jauh sebelum Deklarasi ini dikeluarkan, prinsip FPIC di Indonesia telah dikembangkan dalam sistem hukum Indonesia, meskipun dalam bentuk yang berbeda, dan lazim disebut sebagai musyawarah dan mufakat. Musyawarah adalah proses pembahasan sebuah isu yang ditujukan untuk mencapai keputusan yang disepakati secara bersama. Sedangkan mufakat adalah kesepakatan yang dihasilkan lewat pembahasan dan konsultasi kolektif . Dengan demikian, musyawarah mufakat adalah sebuah proses konsultasi untuk mencapai kesepakatan bersama. Musyawarah mufakat dapat dilihat sebagai salah satu cara untuk menghindari pengambilan keputusan lewat pemungutan suara voting, yang tidak dapat dihindari akan berujung pada pembentukan kelompok minoritas dan kelompok mayoritas. Berupaya menghindari hal tersebut, musyawarah mufakat memiliki tujuan untuk mencari titik temu yang dapat diterima seluruh pihak yang terlibat. Yang menjadi inti dari proses ini adalah nilai-nilai kerendahhatian dan kejujuran, atau yang disebut sebagai keterlibatan dengan itikad baik. 9 Seiring berjalannya waktu, nilai-nilai musyawarah dan mufakat telah menjadi aspek tak terpisahkan dari berbagai model pemerintahan untuk pengambilan keputusan yang diberlakukan di seluruh Indonesia. Jauh sebelum Republik Indonesia berdiri, demokrasi sebagai model keterlibatan publik dalam urusan pemerintahan atau tata cara pengambilan keputusan telah ada, dipraktikkan baik di kalangan istana maupun di masyarakat, meskipun pemahaman demokrasi ini tentunya tidak sama dengan yang dipraktikkan di Barat. Di berbagai suku di Indonesia, demokrasi dipersamakan dengan konsep-konsep setempat tentang pengambilan keputusan misalnya urun rembuk di Jawa, mufakaik di Minang, serta istilah-istilah lain yang bermakna serupa dengan konsultasi atau diskusi tentang suatu isu untuk mencari solusi dan menyelesaikan permasalahan yang ada. 10 Ketika Indonesia merdeka, prinsip-prinsip musyawarah dan mufakat tetap dipertahankan dalam Undang-Undang Dasar dan memainkan peranan penting dalam perkembangan demokrasi. Misalnya, paragraf terakhir Pembukaan UUD 1945 menyatakan: Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam PermusyawaratanPerwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. penekanan ditambahkan Poin keempat yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 adalah tentang Negara yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan kerakyatan dan permusyawaratanperwakilan. Musyawarah dan mufakat dengan demikian telah mengkristal baik dalam semangat dan sebagai prinsip pengambilan keputusan masyarakat Indonesia dalam Konstitusi, dan diwujudkan dalam sistem demokrasi Indonesia itu sendiri. Namun, makna dan bentuknya kemudian berubah di bawah struktur hukum yang diberlakukan selama era Soekarno. TAP MPRS No. VIIIMPRS1965 menjadi interpretasi resmi dari sila keempat Pancasila 11 di dalam pembukaan UUD 1945 yang dikenalkan Soekarno tahun 1957. Memegang kekuasaan setelah Soekarno, dan terinspirasi