Peraturan mengenai Analisis Dampak Lingkungan AMDAL

- 34 - Pemrakarsa Komisi Analisis Dampak Lingkungan Kerangka Acuan AMDAL Diterima Ditolak AnggotaTetap Anggota Tidak Tetap Pemrakarsa Analisis dam pak lingkungan, rencana pengelolaan lingkungan, dan rencana pemantauan lingkungan Instansi Komisi Anali sis Dampak Lingkungan Instansi Disetujui Bagan Prosedur AMDAL Berdasarkan PP No. 51 Tahun 1993 Tentang AMDAL Berdasarkan ketentuan ini, perusahaan perkebunan harus membuat atau mendapatkan surat-surat dan dokumen-dokumen sebagai berikut: 1. Surat penyampaian kerangka acuan AMDAL oleh pemrakarsa kepada Komisi Analisis Dampak Lingkungan; 2. Surat penyampaian Analisis Dampak Lingkungan, Rencana Pengelolaan Lingkungan RKL, dan Rencana Pemantauan Lingkungan RPL yang diajukan pemrakarsa kepada instansi pemerintah yang bertanggung jawab; 3. Bukti Penerimaan Dokumen dari instansi yang bertanggung jawab; 4. Dokumen Analisis Dampak Lingkungan ANDAL; 5. Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan RKL; 6. Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan RPL; 7. Surat Persetujuan dari instansi yang bertanggung jawab terhadap Analisis Dampak Lingkungan, Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan. - 35 - Bagan Prosedur AMDAL Berdasarkan PP No. 27 Tahun 1999 Tentang AMDAL Rencana Kegiatan dari pemrakarsa Proses penapisan: Daftar kegiatan wajib AMDAL KepMenLH No. 17 Tahun 2001 AMDAL diwajibkan AMDAL Tidak Diperlukan Pemberitahuan rencana studi AMDAL ke Sekretariat Komisi Penilai AMDAL Layak lingkungan Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan oleh MenLHGubernurBupati Walikota Proses Perijinan Penyusunan Upaya Pengelolaan Lingkungan UKL dan Upaya Pemantauan Lingkungan UPL Penilaian ANDAL, RKL dan RPL Penyusunan dokumen ANDAL, RKL dan RPL Penilaian dokumen ANDAL Pengumuman rencana kegiatan dan konsultasi dengan masyarakat Penilai AMDAL Tidak Layak Lingkungan K er angka H ukum N as iona l I ndon es ia - 36 - Bagan Izin Lingkungan Diperoleh dari Imam Herdargo Wakil Bina Lingkungan, PP No. 27 of 2012 tentang Izin Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup 2012. Diadptasi dari Askary 2010 - 37 -

5. Peraturan mengenai Hak Guna Usaha HGU

Hak Guna Usaha HGU diatur dalam Bagian IV. UU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Ketentuan lebih lanjut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah. PP No. 40 Tahun 1996 ini menetapkan bahwa yang bisa mendapatkan Hak Guna Usaha adalah Warga Negara Indonesia dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Usaha adalah tanah negara. Jika tanah yang akan diberikan dengan Hak Guna Usaha itu adalah tanah negara yang merupakan kawasan hutan, maka pemberian Hak Guna Usaha dapat dilakukan setelah tanah yang bersangkutan dikeluarkan dari statusnya sebagai kawasan hutan. Hak Guna Usaha atas tanah yang telah dikuasai dengan hak tertentu sesuai ketentuan yang berlaku hanya dapat dilaksanakan setelah terselesaikannya pelepasan hak tersebut sesuai dengan tata cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jika di atas tanah yang akan diberikan Hak Guna Usaha itu terdapat tanaman danatau bangunan milik pihak lain yang keberadaannya sah menurut hukum, pemilik bangunan dan tanaman tersebut diberi ganti kerugian sebelum HGU dikeluarkan. Hak Guna Usaha diberikan untuk jangka waktu paling lama tiga puluh lima tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama dua puluh lima tahun. Sesudah jangka waktu Hak Guna Usaha dan perpanjangannya berakhir, kepada pemegang hak dapat diberikan pembaharuan Hak Guna Usaha di atas tanah yang sama. Hak Guna Usaha dapat diperpanjang atas permohonan pemegang hak, jika memenuhi syarat: 1 tanahnya masih diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian hak tersebut; 2 syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak; dan 3 pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak. Permohonan perpanjangan jangka waktu Hak Guna Usaha atau pembaharuannya harus diajukan selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu Hak Guna Usaha tersebut. Perpanjangan atau pembaharuan Hak Guna Usaha dicatat dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan. Hak Guna Usaha diberikan dengan surat keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Pemberian Hak Guna Usaha wajib didaftar dalam Buku Tanah pada Kantor Pertanahan. Sebagai tanda bukti penerimaan Hak Guna Usaha, pihak penerima akan diberikan sertifikat hak atas tanah. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Negara No. 3 Tahun 1999, wewenang pemberian HGU berada pada instansi yang berbeda, tergantung luasan HGU terkait. BPN Pusat untuk luas tanah lebih dari 200 Ha dan Kantor Wilayah BPN Provinsi untuk luas sampai dengan 200 Ha. Pendaftaran tanah, termasuk untuk HGU diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Pasal 9 Peraturan Pemerintah ini mengatur obyek pendaftaran tanah yang meliputi: a. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai; b. tanah dengan hak pengelolaan; c. tanah wakaf; d. hak milik atas satuan rumah susun; e. hak tanggungan; f. tanah Negara. Bagian Ketiga dari Peraturan Pemerintah ini mengatur Satuan Wilayah Tata Usaha Pendaftaran Tanah. Menurut Pasal 10: i satuan wilayah tata usaha pendaftaran tanah adalah desa atau kelurahan; ii khusus untuk pendaftaran tanah hak guna usaha, hak pengelolaan, hak tanggungan dan tanah Negara satuan wilayah tata usaha pendaftarannya adalah KabupatenKotamadya; iii dalam hal tanah Negara sebagai obyek pendaftaran tanah, pendaftarannya dilakukan dengan cara membukukan bidang tanah yang merupakan tanah Negara tersebut dalam Buku Tanah. - 38 - Pemberian hak dan pendaftaran tanah negara untuk HGU lebih lanjut diatur dalam beberapa peraturan setingkat peraturankeputusan menteri yaitu: i Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997; ii Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999; iii Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999; dan iv Surat Keputusan Kepala BPN Nomor 1 tahun 2005 Tentang SPOPP. Berdasarkan Pasal 19 Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala .BPN Nomor 9 tahun 1999, Permohonan HGU harus dilampiri dengan: 1. Fotokopi identitas permohonan atau akta pendirian perusahaan yang telah memperoleh pengesahan dan telah didaftarkan sebagai badan hukum; 2. Rencana pengusahaan tanah jangka pendek dan jangka panjang; 3. Ijin lokasi atau surat penunjukan penggunaan tanah atau surat ijin pencadangan tanah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah; 4. Bukti pemilikan dan atau bukti perolehan tanah berupa pelepasan kawasan hutan dari instansi yang berwenang, akta pelepasan bekas tanah milik adat atau surat-surat bukti perolehan tanah lainnya; 5. Persetujuan Penanaman Modal Dalam Negeri PMDN atau Penanaman Modal Asing PMA atau surat persetujuan dari Presiden bagi Penanam Modal Asing tertentu. Setelah berkas permohonan Hak Guna Usaha diterima, Kepala Kantor Wilayah akan mengeluarkan surat keputusan pemberian HGU lewat prosedur berikut: 1. Memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan data fisik, jika dokumen- dokumen tersebut belum lengkap, maka kepala Kantor Wilayah memberitahu pihak pemohon untuk melengkapinya; 2. Mencatat permohonan pada formulir isian; 3. Memberitahu pihak pemohon untuk membayar biaya-biaya yang diperlukan untuk menyelesaikan permohonan yang dilengkapi dengan rinciannya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 4. Memerintahkan kepada Kepala Bidang terkait untuk melengkapi bahan-bahan yang diperlukan; 5. Memerintahkan kepada Panitia Pemeriksa Tanah atau petugas yang ditunjuk untuk melakukan pemeriksaan tanah; 6. Dalam hal tanah yang dimohon belum dipetakan belum ada Peta Bidang Tanahnya, Kepala Kantor Wilayah memerintahkan kepada Kepala Bidang Pengukuran dan Pendaftaran Tanah untuk menyiapkan surat ukur dan melakukan pengukuran secara kadasteral; 7. Dalam hal keputusan pemberian Hak Guna Usaha telah dilimpahkan kepada Kepala Kantor Wilayah, maka setelah mempertimbangkan pendapat Panitia Pemeriksaan Tanah akan diterbitkan Surat Keputusan pemberian Hak Guna Usaha yang dimohon atau keputusan penolakan yang disertai dengan alasan penolakannya; 8. Sedangkan dalam hal keputusan pemberian Hak Guna Usaha tidak dilimpahkan kepada Kepala Kantor Wilayah, maka Kepala Kantor Wilayah menyampaikan berkas permohonan tersebut kepada Menteri Kepala Badan Pertanahan Pusat disertai pendapat dan pertimbangannya.

6. Hak Masyarakat untuk Memperoleh Informasi dan Menyampaikan Pendapat

atas suatu Proyek Hak untuk memperoleh informasi, hak untuk mengeluarkan pendapat, dan hak untuk memiliki hak milik, dan hak untuk bebas dari perampasan atau pengambilalihan secara sewenang-wenang atau melanggar hukum adalah hak konstitusional warga Negara berdasarkan UUD 1945. Dengan begitu, adalah kewajiban Negara untuk turun tangan ketika ada tindakan yang mengancam hak warga negaranya, baik dengan cara memberi perlindungan melalui peraturan perundangan maupun melakukan penegakan hukum terhadap pelanggaran. Hak-hak konstitusional tersebut sering kali dilanggar dalam berbagai konflik Sumber