Hak Masyarakat untuk Memperoleh Informasi dan Menyampaikan Pendapat

- 39 - Daya Alam SDA. Informasi yang ditutup- tutupi, informasi yang menyesatkan, pengebirian hak mengeluarkan pendapat mengambil keputusan setuju atau tidak setuju atas suatu proyek pembangunan, penggusuran, perampasan tanah, tidak ada ganti untung atas tanah yang diambil untuk pembangunan adalah contoh nyata pelanggaran atas hak konstitusional warga negara. Terdapat instrumen internasional yang telah ditandatangani Indonesia untuk perlindungan Hak Asasi Manusia HAM, khususnya dalam hal hak atas pembangunan. Hak atas pembangunan mengakui pribadi manusia sebagai subyek dalam proses pembangunan, oleh karena itu kebijakan pembangunan seharusnya menjadikan manusia sebagai partisipan dan sasaran utama pembangunan. Perlindungan hak atas pembangunan dituangkan dalam Deklarasi PBB mengenai Hak Atas Pembangunan Tahun 1986. 1 Proyek- proyek pembangunan seperti pembangunan pendidikan, kesehatan, air bersih, reformasi agraria harus dirancang dan dikerangkakan dengan mengacu pada dan secara substansial diarahkan kepada pemenuhan aspek prosedural dan substantif dari hak asasi manusia. 2 Pada tahun 2007, PBB mengadopsi resolusi no. 61295 mengenai Deklarasi Hak-Hak Masyarakat Adat, yang memasukkan Pasal- Pasal tentang hak atas Free Prior and Informed Consent FPIC atau Persetujuan Bebas, Didahulukan dan Diinformasikan, antara lain pada Pasal 10, Pasal 11, Pasal 18, dan Pasal 19. 3 Dengan adanya deklarasi ini, maka setiap negara anggota PBB memiliki kewajiban untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak masyarakat adat, untuk memberikan atau tidak memberikan Persetujuan Bebas, Didahulukan dan Diinformasikan mereka. Sesuai dengan pendekatan berbasis, pembangunan tidak dapat dilakukan tanpa penghormatan dan perlindungan atas hak komunitas lokal dan masyarakat adat, baik secara individual maupun kolektif. Dalam setiap tahap pembangunan, mulai dari perencanaan sampai pelaksanaan dan pemantauan pasca pembangunan, setiap warga negara dan masyarakat memiliki hak untuk memperoleh informasi, mengeluarkan pendapat, untuk menyetujui atau menolak pembangunan yang direncanakan, dan untuk mendapatkan perlindungan atas hak milik individual dan kolektifnya sebagai wujud dari pelaksanaan hak-hak konstitusioalnya. Disinilah pentingnya penghormatan terhadap prinsip FPIC dalam setiap tahap pembangunan. Konflik SDA yang terjadi saat ini bisa disebut sebagai hasil dari proses pembangunan yang tidak mengakui dan melindungi hak-hak individual dan kolektif warga negara. Konflik- konflik tersebut tidak dikehendaki namun marak terjadi. Sudah ada ribuan kasus tanah yang dilaporkan ke Badan Pertanahan Nasional BPN. BPN mengakui bahwa sedikitnya ada 8.000 kasus tanah yang terkait dengan agribisnis di seluruh Indonesia. 4 Konflik yang terjadi saat ini, tidak lepas dari potret penguasaan dan pemilikan tanah dan kekayaan alam yang timpang dan tidak diatur dengan baik di seluruh Indonesia. BPN menyebutkan bahwa 0,2 persen penduduk negeri ini menguasai 56 persen aset nasional. Lebih dari tiga perempat dari asset-aset ini terdapat dalam bentuk tanah, tambak, tambang, perkebunan, dan sebagainya. 5 Data di atas menunjukkan bahwa ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah dan kekayaan alam terjadi karena adanya konsentrasi penguasaan dan pemilikan tanah pada segelintir orang dan pengusaha. Terdapat dua jenis ketimpangan: pertama, ketimpangan antara penyediaan lahan untuk kegiatan ekstraksi perusahaan besar yang bertujuan mencari keuntungan dan penyediaan lahan bagi aktifitas pertanian rakyat. Ketimpangan jenis kedua adalah ketimpangan disitribusi tanah di antara kelompok-kelompok petani. 6 Konflik SDA terjadi karena tidak terpenuhinya hak-hak warga Negara atas informasi, kebebasan mengeluarkan pendapat dan perlindungan atas hak milik, yang seluruhnya harus dihormati sebagai bagian dari hak-hak kolektif masyarakat adat atas FPIC. Bila hak ini dihormati, potensi konflik SDA telah terbukti akan menurun, yang akan memberikan manfaat-manfaat kepada komunitas lokal dan masyarakat adat, serta para investor itu sendiri dan bagi negara. - 40 - Hak atas FPIC secara mendasar diakui oleh UUD 1945 melalui sejumlah Pasal tentang Hak Asasi Manusia, antara lain hak atas informasi, hak untuk menyatakan pendapat, dan hak untuk mendapatkan perlindungan atas hak milik pribadi dari pengambilalihan secara sewenang-wenang atau melanggar hukum. Hak-Hak yang diatur dalam UUD 1945 tersebut dikategorikan hak yang bersifat konstitusional. Namun untuk dapat menegakkan pasal-pasal ini, pasal-pasal ini perlu diturunkan ke dalam undang-undang UU dan peraturan pelaksana di bawah undang-undang. Pertimbangan akan peraturan perundangan berikut penting untuk menilai seberapa jauh hak atas FPIC sudah termaktub dalam peraturan perundangan Indonesia saat ini. 1. Ketetapan MPR TAP MPR No.IX2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan SDA TAP MPR No.IX2001 merupakan produk hukum dari lembaga legislatif tertinggi di Indonesia, yang menjadi sumber dari seluruh peraturan perundangan terkait sumber daya alam saat ini. TAP MPR IX2001 menetapkan prinsip-prinsip dasar pembaruan agraria dan pengelolaan SDA yang ditujukan untuk mewujudkan kemakmuran rakyat sebesar- besar. Adapun prinsip-prinsip yang dimuat dalam TAP MPR IX2001 yang sesuai dengan hak atas FPIC antara lain: Pasal 5 Pembaruan agraria dan pengelolaan sumberdaya alam harus dilaksanakan sesuai dengan prinsip‐prinsip: a. ….; b. menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia; c. ….; d. ….; e. ….; f. mewujudkan keadilan dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan, pemanfaatan, dan pemeliharaan sumberdaya agraria dan sumberdaya alam; g. ….; h. ….; i. .…; j. mengakui dan menghormati hak masyarakat hukum adat dan keragaman budaya bangsa atas sumberdaya agraria dan sumberdaya alam; k. .…; l. ….. 2. Undang-Undang Hak Asasi Manusia No.391999 Dalam UU HAM terdapat pasal-pasal yang mengatur mengenai hak untuk memperoleh informasi, hak untuk menyatakan pendapat dan perlindungan atas hak milik untuk tidak diambil secara sewenang wenang. Pasal tersebut adalah: Pasal 14 1 Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya. 2 Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia. Pasal 44 Setiap orang baik sendiri maupun bersama- sama berhak mengajukan pendapat, permohonan, pengaduan, dan atau usulan kepada pemerintah dalam rangka pelaksanaan pemerintahan yang bersih, efektif, dan efisien, baik dengan lisan maupun dengan tulisan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 36 1 Setiap orang berhak …. 2 Tidak seorangpun boleh dirampas miliknya dengan sewenang-wenang dan secara melawan hukum. 3. Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik-KIP No.142008 UU Keterbukaan Informasi Publik menegaskan bahwa tujuan UU ini adalah untuk menjamin terpenuhinya hak warga negara atas informasi tentang kebijakan publik, untuk mendorong partisipasi dalam pengambilan keputusan publik, untuk meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan, dan untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang - 41 - transparan dan akuntabel. Ini semua tercermin dalam pasal 3 yang berbunyi: Pasal 3 Undang-Undang ini bertujuan untuk: a. menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik; b. mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik; c. meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik; d. mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan; e. mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak; f. mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa; danatau g. meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.

4. Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup-PPLH

No.322009 UU PPLH memuat sejumlah pasal tentang hak atas informasi dan kebebasan menyatakan pendapat terhadap proyek-proyek yang berpotensi merugikan hak atas lingkungan yang baik dan bersih, antara lain: Pasal 26 1 Dokumen AMDAL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 disusun oleh pemrakarsa dengan melibatkan masyarakat. 2 Pelibatan masyarakat harus dilakukan berdasarkan prinsip pemberian informasi yang transparan dan lengkap serta diberitahukan sebelum kegiatan dilaksanakan. 3 Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi: a. yang terkena dampak; b. pemerhati lingkungan hidup; danatau c. yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses amdal. d. Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi: 4 Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat mengajukan keberatan terhadap dokumen amdal. Pasal 62 1 Pemerintah dan pemerintah daerah mengembangkan sistem informasi lingkungan hidup untuk mendukung pelaksanaan dan pengembangan kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. 2 Sistem informasi lingkungan hidup dilakukan secara terpadu dan terkoordinasi dan wajib dipublikasikan kepada masyarakat. Pasal 65 1 Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia. 2 Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. 3 Setiap orang berhak mengajukan usul danatau keberatan terhadap rencana usaha danatau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup. 4 Setiap orang berhak untuk berperan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Penjelasan Ayat 2: Hak atas informasi lingkungan hidup merupakan suatu konsekuensi logis dari hak berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup yang berlandaskan pada asas keterbukaan. Hak atas informasi lingkungan hidup akan meningkatkan nilai dan efektivitas peran serta dalam pengelolaan lingkungan hidup, di samping akan membuka peluang bagi masyarakat untuk mengaktualisasikan haknya atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Informasi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat ini dapat berupa data, keterangan, atau informasi lain yang berkenaan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang menurut sifat dan tujuannya memang terbuka untuk diketahui masyarakat, seperti dokumen - 42 - analisis dampak lingkungan hidup, laporan, dan evaluasi hasil pemantauan lingkungan hidup, baik pemantauan penaatan maupun pemantauan perubahan kualitas lingkungan hidup dan rencana tata ruang. Untuk menegaskan komitmen perlindungan hak atas informasi, UU PPLH memuat ketentuan-ketentuan aturan pidana antara lain Pasal 113 yang berbunyi: Pasal 113 Setiap orang yang memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar yang diperlukan dalam kaitannya dengan pengawasan dan penegakan hukum yang berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat 1 huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 satu tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 satu miliar rupiah.

5. Undang-Undang Penataan

Ruang No.262007 UU Penataan Ruang memuat sebuah klausul yang memberikan perlindungan terhadap hak masyarakat untuk mendapatkan informasi terkait penataan ruang. Pasal 2 Dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, penataan ruang diselenggarakan berdasarkan asas: a. …; b. …; c. …; d. …; e. keterbukaan Penjelasan Pasal 2 huruf e: Yang dimaksud dengan keterbukaan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan memberikan akses yang seluas- luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan penataan ruang. Pasal 60 Dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk: a. mengetahui rencana tata ruang; b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang; c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang; d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya; e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; dan f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah danatau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian. Peraturan dan pasal-pasal yang disebutkan di atas bisa dijadikan sebagai payung hukum untuk pemberlakuan prinsip-prinsip yang sejalan dengan hak atas FPIC dalam konteks nasional. Terakhir, selain peraturan yang bersifat nasional, dalam skala internasional juga terdapat aturan-aturan yang dapat menjadi payung hukum bagi penerapan kebijakan- kebijakan yang menghormati hak masyarakat adat atas FPIC Lihat Pendahuluan dan Lampiran. Aturan-aturan PBB yang sudah diratifikasi oleh Indonesia antara lain: 1. Deklarasi PBB Tentang Hak-Hak Masyarakat Adat; 2. Konvenan International tentang Hak-Hak Sipil dan Politik; 3. Konvenan International tentang Hak-Hak ekonomi, Sosial dan Budaya; 4. Konvensi tentang Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Rasial; 5. Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati; 6. Standar dan Kriteria RSPO khususnya terkait FPIC.

B. Persetujuan Bebas, Didahulukan dan Diinformasikan dan Musyawarah dan

Mufakat dalam Hukum Indonesia Prinsip Persetujuan Bebas, Didahulukan dan Diinformasikan FPIC menegaskan hak-hak masyarakat atau komunitas adat, untuk menentukan aktivitas seperti apa yang mereka izinkan di atas tanah-tanah mereka. Hak ini