commit to user
168 …, pakartinira mangkana yekti…. ‘…, pekerjaannya seperti
itu nyata….’ TKPP05100 Asal kata pakarti N
‘perbuatan’ {-ira}, pakartinira ‘perbuatannya’ N
169 …lulus raharja lampahira…. ‘…selamat perjalananya….’
RSad101 Asal kata lampah V
‘jalan’ {-ira}, lampahira ‘perjalanannya’ V
C. Gaya Bahasa
Gaya bahasa merupakan salah satu ciri penting di dalam teks sastra. Gaya bahasa banyak digunakan dalam teks sastra karena bermanfaat untuk
menghidupkan makna, memberi citra yang khas, membuat gambaran yang lebih jelas, serta membuat kalimat-kalimat lebih dinamis dan hidup. Gaya bahasa
berdasarkan langsung tidaknya makna yang terdapat dalam PPJAS yaitu a. gaya bahasa retoris : anastrof, asidenton, pleonasme, erotesis, hiperbola. b. gaya
bahasa kiasan : simile, metafora, personifikasi, eponim. Selanjutnya akan dijelaskan analisisnya sebagai berikut.
1. Gaya Bahasa Retoris
a. Anastrof
Anastrof yaitu gaya bahasa inversi atau pembalikan susunan kata-kata dalam sebuah kalimat, yang berbeda dari susunan biasa. Di bawah ini
merupakan data penggunaan gaya bahasa anastrof dalam PPJAS.
commit to user
170 Ing sapungkuring putri dhomas jumeneng rama ibu
ingkang tansah tut wuri handayani kinarya panutuping lampah
…. SS0215 ‘Di belakangnya rombongan putri domas berdiri orang tua
pengantin dengan doa restunya tut wuri handayani sebagai penutup barisan….’
171 Sawatawis dennya lelenggahan sri penganten ing sasana
kursi rinengga, . … SS0217
‘Beberapa saat duduklah pengantin di kursi yang dihiasi, .
…’ Pada data 176 susunan yang normal seharusnya, Ing sapungkuring
putri dhomas, rama ibu ingkang jumeneng tansah tut wuri handayani kinarya petiting lampah
….K-S-P-K ‘Di belakangnya rombongan putri domas orang tua pengantin berdiri dengan doa restunya tut wuri
handayani seb agai penutup barisan….’. Data 1177 susunan yang normal
seharusnya, sawatawis dennya sri penganten lelenggahan ing sasana rinengga, .
… K-S-P-K ‘Beberapa saat pengantin duduk di kursi yang dihiasi,
…’. Selain memberi efek yang lebih indah pada nada pengucapan, gaya inversi pada data 176 dan 177 berfungsi untuk memberi penekanan
pada kata-kata yang menduduki fungsi P, sehingga posisinya didahulukan daripada S, yaitu kata-kata jumeneng
‘berdiri’ dan lelenggahan ‘duduk’. Kata-kata itu dianggap penting untuk diberi penekanan agar pesan yang
ingin disampaikan kepada pendengar dapat ditangkap dengan jelas.
commit to user
b. Asidenton
Asindenton yaitu gaya bahasa yang padat dan mampat, berupa beberapa kata yang sederajat berurutan atau klausa yang sederajat, tidak
dihubungkan dengan kata sambung. Di bawah ini merupakan data penggunaan gaya bahasa asidenton dalam PPJAS.
172 … ana jejaka kalih ingkang kembar sakabehe, kembar
busanane, kembar baguse, kembar dedege, kembar ngengrenge. PAJL8580
‘… ada pria dua yang sama semuanya, sama pakaiannya, sama tampanya, sama postur tubuhnya, sama gagahnya.’
173 Jer ing galih maksih kogel, mangkel, asemu anyel.
TKPP0599 ‘Rasanya di hati masih tak enak, sakit hati, mengarah ke
marah’ 174
… pepaes awarna kresna, ireng, meles, menges, anjanges
pantes. TKPP0595 ‘… gambar di kening berwarna hitam, hitam, pekat, pekat,
pekat sekali dan pantas.’
Data 178 dan 180 merupakan data yang mengandung gaya bahasa asidenton. Pada data 178 menyebutkan beberapa hal yaitu kembar
busanane ‘sama pakaiannya’, kembar baguse ‘sama tampannya’, kembar
dedege ‘sama postur tubuhnya’, kembar ngengrenge ‘sama gagahnya’, tanpa
menggunakan kata penghubung. Pada data 179 menyebutkan beberapa perasaan yaitu kogel
‘tak enak’, mangkel ‘sakit hati’, asemu anyel ‘marah’. Begitu juga pada data 180 yang menyebutkan beberapa persamaan yaitu
commit to user
kresna ‘hitam’, ireng ‘hitam’, meles ‘pekat’, menges ‘pekat’, anjanges
‘pekat sekali’. c.
Pleonasme Gaya bahasa pleonasme juga ditemukan dalam PPJAS, yaitu
menggunakan kata-kata lebih banyak daripada yang diperlukan untuk menyatakan satu pikiran atau gagasan.
175 Swuh rep data pitana, hanenggih pundi ta nagari ingkang
adi dasa purwa, eka marang sawiji, adi linuwih dasa sepuluh, purwa wiwitan. SS0213
‘Cerita berhenti sebentar berganti dengan cerita Negara yang tersohor sebagai awal cerita selanjutnya.
’ Dalam data 181 terdapat gaya bahasa pleonasmepenggunaan kata-
kata yang berlebihan yaitu kata eka berarti juga sawijisiji ‘satu’, adi berarti
dengan linuwih ‘lebih’, dasa berarti juga sepuluh ‘sepuluh’, dan purwa
berarti juga kawiwitan ‘pertama’ atau ‘permulaan’.
d. Erotesis
Gaya erotesis atau pertanyaan retoris adalah mengajukan pertanyaan yang tidak perlu dijawab. Pertanyaan semacam ini digunakan untuk
menegaskan maksud atau kesangsian dan kadang-kadang mengandung ejekan. Dalam PPJAS terdapat penggunaan gaya bahasa erotesis dapat
diperhatikan dalam sajian data berikut. 176
…, “Suk kapan bisa dadi manten kaya dina iki ?” tansah gawang-gawang sih raketing katresnan. SS0220
commit to user
‘…, “Kapan bisa jadi pengantin seperti hari ini? Senantiasa memberi gambaran sebuah cinta kasih yang merekat.
’ 177
…, “Adhuh-adhuh putri kok endah-endahing warni, kapan ya aku methik sawiji kaya sri penganten iki ?”. SS0221
‘…, “ Aduh-aduh wanita kok cantik-cantik sekali, kapan ya saya dapat memetik satu diantaranya seperti pengantin ini
?”.’ Pertanyaan-pertanyaan retoris pada data 182 dan data 183
memberikan efek yang lebih mendalam dan bersifat memberikan penekanan yang sama sekali tidak menghendaki adanya suatu jawaban. Pertanyaan
retoris tersebut memberi sentuhan kepada para tamu undangan terutama bagi yang belum berkeluarga supaya cepat-cepat merasakan hal yang sama
seperti yang dirasakan kedua mempelai saat itu. e.
Hiperbola Hiperbola Huperbola; huper, di atas, melampaui, terlalu, ballo,
melempar adalah cara pengungkapan dengan melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan itu menjadi tidak masuk akal. Gaya bahasa hiperbola ini
dipergunakan dalam PPJAS untuk menyangatkan atau menekankan suatu pernyataan, seperti pada data berikut.
178 …busana ingkang endah ing warni pating galebyar, pating
karelap sunare hangebaki salebeting wisma pawiwahan mubyar sumunar kadya sesotya tinaretes kang kinarya
rerengganing busana. SS0214
commit to user
‘…pakaian yang berwarna indah memancarkan cahaya, kerlap-kerlip cahayanya memenuhi ruangan pesta gemerlap
sinarnya bagai permata yang menetes yang membuat indahnya pakaian.
’ Data 184 dianggap berlebihan karena pancaran busana yang dipakai
terlihat sangat gemerlap sampai bisa menerangi seluruh ruangan pesta yang diibaratkan seperti permata yang menetes.
179 …, selute ngegla sadriji gedhene. PJAL8581
‘…, emasnya terlihat sejari besarnya.’ Data 185 dianggap berlebihan karena emas yang dikenakan
pengantin di gambarkan sejari besarnya. 180
…, putri dhomas putri 800 cacahe. PAJL8583 ‘…, putri dhomas wanita 800 jumlahnya.’
Data 186 dianggap berlebihan karena dikatakan bahwa putri dhomas 800 jumlahnya padahal dalam acara pernikahan jumlah putri dhomas
hanyalah 6 atau 12 saja namun diterangkan dengan berlebihan yaitu 800.
2. Gaya Bahasa Kiasan