Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

commit to user 1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap daerah memiliki adat dan budaya yang berbeda-beda. Upacara perkawinan merupakan salah satu upacara yang sampai saat ini masih dilaksanakan dan hidup di masyarakat. Perkawinan dengan rangkaian acara merupakan salah satu peristiwa menarik untuk diamati. Dalam budaya Jawa dikenal 3 M yaitu metu lahir, manten menikah, mati meninggal. Ketiga peristiwa tersebut merupakan manivestasi budaya Jawa yang bersifat mistik dan religius. Dari ketiga peristiwa tersebut peneliti hanya mengkaji tentang manten. Manten menikah adalah salah satu peristiwa penting dalam kehidupan manusia. Begitu pentingnya hal tersebut, menyebabkan masyarakat Jawa melaksanakannya dengan penuh perhitungan. Masyarakat Jawa mengenal adanya tanggal, hari, dan bulan dalam kalender Jawa yang diperbolehkan atau dihindari untuk melaksanakan sebuah upacara perkawinan. Tanggal dan hari yang dihindari adalah tanggal dan hari yang merupakan waktu kematian keluarga tertuanya sedangkan bulan yang tidak diperbolehkan atau dihindari adalah bulan suro karena bulan tersebut dianggap sakral oleh masyarakat. Selain itu banyak tahapan yang harus dilalui dalam sebuah acara perkawinan adat Jawa, yaitu nontoni, lamaran, paningset, gethak dina, pasang tarub, siraman, paes, midodareni, ijab qobul yang menjadi inti acara pernikahan dan acara panggih sebagai puncak resepsi perkawinan. Pada acara resepsi 1 commit to user 2 perkawinan, pambiwara menggambarkan keindahan suasana perkawinan, kedua mempelai serta para pengiringnya dengan menggunakan bahasa yang indah atau lebih dikenal dengan istilah panyandra. Panyandra adalah cerita yang menggambarkan keindahan suatu bab atau indahnya pesta, panyandra itu hanya pantas jika digunakan dalam suasana yang penuh dengan kebahagiaan dan rasa suka, misalnya pada pesta pernikahan. Panyandra berasal dari kata candra yang artinya cerita tentang sifat sesuatu dengan perumpamaan, dicandra artinya diceritakan dengan perumpamaan Retno Purwandari, 2007:27. Panyandra ini akan mendominasi acara puncak perkawinan yaitu upacara panggih yang dilakukan setelah upacara ijab qobul. Pelaksanaan upacara panggih melalui berbagai tahapan, antara lain upacara balang gantal melempar sirih yang diikat dengan benang, mecah tigan memecah telur, mijiki samparan membasuh kaki, sinduran dipakaikan selendang dibahu pengantin, jumenengan penobatan sungkemanpenghormatan, kacar-kucur memberi harta, dhahar kembul walimahan makan bersama, kirab. Panyandra atau juga disebut rumpaka, janturan rerepan biasanya dituturkan oleh seorang pranatacara “pembawa acara”. Panyandra wacana panyandra merupakan rangkaian kisah penggambaranpidato yang menjadi ilustrasi dalam peristiwa perkawinan. Wacana panyandra termasuk dalam jenis wacana monolog yang dituturkan untuk satu orang. Sebagai wacana monolog yang digunakan dalam upacara perkawinan yang dianggap sakral, maka wacana panyandra mempunyai ciri-ciri kosakata yang cenderung arkais dan struktur kalimat yang kompleks. commit to user 3 Wacana panyandra merupakan bentuk bahasa yang puitis, penuh dengan ungkapan, baik klise maupun orisinil yang dianggap memancarkan konotasi- konotasi keindahan. Wacana panyandra cenderung menggunakan kosakata bahasa arkais, bahasa arkais selain digunakan dalam karya sastra juga digunakan dalam percakapan bahasa sehari-hari yang memperhatikan kesopanan, tempat, suasana serta lawan bicara. Bahasa panyandra termasuk bahasa rinengga bahasa indah. Ciri bahasa indah bahasa Jawa adalah adanya bentuk-bentuk kawi atau arkais yang merata pada unsur-unsur fonologi, morfologi, sintaksis maupun leksikon. Contoh : 1 Dhuh, dharahing budaya ingkang sampun kontab saidhenging rat pramudita , lubering sih darma saking andika sadaya ingkang sampun kapareng jumurung ing karsa suka pepuji mangastungkara, andayanana dhumateng anak kula penganten kekalih, ingkang sampun widagda anambut guna talining akrama, temah jumbuh ingkang sami ginayuh, sembada ing sami sinedya, lestari ingkang sami kaesthi, hinaywan dening Gusti Ingkang Maha Hayu, umiring puji miwah pangastuti hayu, hayu, rahayu, ring ulah ahayu. ‘Duh, keturunan orang berbudaya yang sudah terkenal di seluruh dunia, tumpahnya kasih sayang dari Anda semua yang sudah bersedia untuk membantu dan memberi doa restu agar memberi kekuatan kepada anak saya pengantin berdua, yang sudah pandai menerima ikatan pernikahan sehingga tercapai apa yang diharapkan, tercapai yang diinginkan, disetujui oleh Tuhan Yang Maha Pemberi Selamat, diiringi doa dan restu selamat, selamat, selamat dalam segala perbuatan semoga selamat ’. commit to user 4 Kata-kata yang sifatnya arkais adalah kata rat pramudita ‘bumi atau dunia ’. Hal ini juga berlaku pada bentuk morfologisnya yaitu penggunaan prefiks a- seperti pada kata anambut ‘menerima’ dan infiks -in- seperti dalam ginayuh ‘diharapkan’ yang merupakan bentuk arkais yang menunjukan kelitereran dan memiliki nilai rasa yang lebih dibanding dengan afiks yang lain. Struktur kalimat dalam contoh 1 merupakan jenis kalimat majemuk yang terdiri dari beberapa klausa. Wacana panyandra merupakan bahasa yang banyak mengandung pengulangan rima. Contoh : 2 Saya caket saya ngalela ‘Semakin dekat semakin terlihat jelas’ Contoh 2 merupakan kalimat yang mempunyai pengulangan bunyi vokal atau asonansi yaitu pengulangan bunyi vokal a yang terdapat pada bagian akhir suku kata. Cara-cara pengungkapan bahasa atau pemanfaatan bahasa dalam proses kreatif berbahasa untuk menggambarkan suatu hal seperti panyandra, dapat dikaji melalui teori pendekatan stilistika. Stilistika merupakan ilmu yang menyelidiki bahasa yang dipergunakan dalam karya sastra atau dapat dikatakan sebagai telaah tentang variasi pemilihan dan penggunaan unsur-unsur bahasa sesuai dengan situasi dan akibat bagi pembaca atau pendengar. Panyandra Penganten dapat dianalisis secara stilistika mengingat bahasa digunakan memerlukan pemilihan kata dan mengandung gaya bahasa. Alasan mengenai penelitian ini adalah: 1 bahwa wacana panyandra penganten secara commit to user 5 kebahasaan belum pernah dikaji, 2 bahasa panyandra penganten merupakan bahasa yang indah dan unik untuk diteliti, 3 bahasa panyandra penganten merupakan bahasa yang banyak menggunakan purwakanthi, pilihan kata yang tidak asal-asalan serta gaya bahasa yang dapat menambah keindahan bahasa panyandra penganten. Karya sebelumnya yang menggunakan pendekatan stilistika adalah 1 Kajian Stilistika Bahasa Jawa dalam Lagu-Lagu Karya Koes Plus oleh Rani Gutami tahun 2005. Penelitian tersebut mendeskripsikan bentuk lirik lagu yang berupa parikan, wangsalan, kekhasan bentuk morfologi, dan pola rima. Deskripsi makna berkaitan dengan gaya bahasa repetisi, aliterasi, asonansi, dan makna yang tergantung dengan konteks sesuai dengan kenyataannya, serta fungsi lirik lagu bahasa Jawa dalam lagu-lagu karya Koes Plus yakni fungsi pendidikan, nilai bagi penguasa, nilai untuk kekayaan, dan nilai moral pergaulan. 2 Serat Piwulang Warni-Warni Karya Mangkunagara IV Suatu Tinjauan Stilistika oleh Priyanto tahun 2008. Penelitian ini berisi pembahasan tentang pemilihan bunyi-bunyi bahasa, pemakaian kosakata arkhais dan gaya bahasa yang dipergunakan dalam Serat Piwulang Warni-Warni Karya Mangkunegara IV. 3 Kajian Kohesi Koherensi Wacana Pambiwara Berbahasa Jawa dalam Adat Perkawinan Jawa oleh Enie Rochmini tahun 2000. Penelitian tersebut mendiskripsikan tentang penanda kohesi gramatikal, penanda kohesi leksikal commit to user 6 serta konteks situasi yang terdapat dalam Wacana Pambiwara Berbahasa Jawa dalam Adat Perkawinan Jawa. Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, menunjukkan bahwa penelitian tentang stilistika yang terdapat dalam panyandra penganten belum pernah dilakukan sehingga menarik untuk diteliti. Adapun penelitian ini diberi judul “Kajian Stilistika Panyandra Penganten Jawa Adat Surakarta”.

B. Pembatasan Masalah