terdapat banyak sekali mikrovilli. Sel-sel endotelium yang muda memiliki nukleus yang besar dan banyak sekali mitokondria American Academy of
Ophthalmology Staff, 2011-2012a. Endotel kornea memiliki dua fungsi utama. Pertama, sebagai jalur untuk penyerapan nutrisi kornea dan pembuangan sisa
metabolisme melalui difusi dan mekanisme transport aktif. Kedua, mengatur hidrasi kornea dan mempertahankan transparansi kornea. Fungsi endotel ini
dilakukan karena adanya pompa metabolik aktif di endotel kornea Sheng, 2006. Sedikitnya terdapat tiga sistem transport ion yang telah teridentifikasi
antara lain, pompa sodium-potasium yang menggerakkan ion sodium keluar dari sel dan bergantung pada enzim Na
+
,K
+
-ATPase; pompa sodium-hidrogen yang menggerakkan ion sodium ke dalam sel; pompa bikarbonat yang mengangkut ion
bikarbonat dari kornea ke humor akuos Bonnano, 2003; Sheng, 2006. Pemindahan ion secara aktif yang dilakukan oleh sel-sel endotelium ini
mengakibatkan terjadinya pemindahan air dari stroma kornea dan menjaga kondisi relatif dehidrasi stroma kornea dan tranparansi kornea. Trauma pada
endotel kornea akan menyebabkan dekompensasi endotel Newell, 1986; Gipson, 1994. Mitosis pada sel-sel endotel pada manusia sangat terbatas, sehingga tidak
dapat mengkompensasi kerusakan yang terjadi American Academy of Ophthalmology Staff, 2011-2012b. Bonnano, 2003
Gambar 2.2 Mekanisme Pompa Endotel Kornea Meter et al., 2003
Transparansi kornea tergantung dari kadar air pada stroma kornea sekitar 78. Apabila fungsi endotel terganggu, maka humor akous berdifusi masuk ke stroma
dan menyebabkan edema kornea Meter et al., 2003.
2.1.3 Morfologi Endotel Kornea
Morfologi endotel kornea dapat dideskripsikan dalam tiga aspek yaitu: densitas sel endotel yang merupakan jumlah sel endotel per millimeter persegi;
koefisien variasi merupakan standar deviasi rata-rata luas sel dibagi dengan rata- rata luas sel; dan persentase sel heksagonal. Ketiga aspek tersebut berfungsi
sebagai indikator pertama apabila didapatkan abnormalitas fungsi kornea edema kornea. Sel endotel kornea tidak dapat mengalami regenerasi. Sel di sekitar area
yang rusak akan membesar dan menyebar hyperplasia dan mobilisasi untuk menutupi area sel yang rusak sehingga bentuk dan ukuran menjadi lebih irregular
American Academy of Ophthalmology Staff, 2011-2012b; Suzuki et al., 2006. Pada sebagian besar kasus klinis, disfungsi endotel dihubungkan dengan
kehilangan sel endotel kornea. Pada kasus katarak yang dilakukan fakoemulsifikasi usia tua, diameter pupil kecil, stadium katarak matur, volume
cairan irigasi besar, tipe IOL dan banyaknya total energi US yang diberikan serta
semakin lama operasi yang dilakukan semakin meningkatkan resiko kehilangan sel endotel Nayak Jain, 2009; American Academy of Ophthalmology Staff,
2011-2012c. Densitas endotel yang kurang dari 1000 selmm
2
dapat menyebabkan fungsi endotel terganggu, sedangkan jika densitas endotel kurang
dari 500 selmm
2
bisa dipastikan akan terjadi dekompensasi endotel dan edema kornea permanen atau keratopati bulosa Soekardi Hutauruk, 2004. Penurunan
densitas sel endotel biasanya disertai juga dengan peningkatan koefisien variasi dan penurunan jumlah sel heksagonal. Dari berbagai penelitian mengenai endotel
kornea normal dapat disimpulkan bahwa koefisien variasi memiliki rentang 0.22- 0.31 dan persentase sel heksagonal lebih dari 60 Thomas, 2009.
2.1.4. Perubahan Endotel Kornea pada Fakoemulsifikasi
Kerusakan sel endotel kornea pada proses fakoemulsifikasi ini dapat terjadi melalui beberapa cara. Beberapa peneliti menduga adanya beberarpa
mekanisme antara lain efek mekanik ultrasonik, trauma fisik akibat fragmen- fragmen lensa, gelembung-gelembung udara yang keluar dari phaco-tip, energi
panas, iregularitas osmotik akibat cairan irigasi, dan kerusakan oksidasi oleh radikal-radikal bebas. Efek gelombang ini pada humor akuos menginduksi
timbulnya kavitasi yang secara langsung menyebabkan disintegrasi molekul air sonolisis air sehingga menghasilkan pembentukan radikal-radikal hidroksi dan
atom hidrogen. Radikal hidroksi ini merupakan molekul oksigen reaktif yang paling poten Takahashi, 2005; Murano et al., 2008; Ganekal Nagarajappa,
2014.