8 Tabel 6 menunjukkan obat penyerta yang paling banyak digunakan adalah CaCO
3
Calcium Carbonate sebesar 81,11, asam folat sebesar 66,67, larutan infus D
5
sebesar 45, vitamin B komplek sebesar 15,56 dan Isosorbide Dinitrate ISDN sebesar 16,67.
2. Terapi Antihipertensi
Penatalaksanaan terapi hipertensi pada pasien penyakit ginjal kronis yang tepat dan efektif merupakan hal penting dalam upaya menurunkan mortalitas dan morbiditas, serta
mencegah biaya yang lebih tinggi. Terapi hipertensi yang dilakukan diharapkan dapat menurunkan risiko perkembangan tahap penyakit ginjal menjadi stadium akhir penyakit
ginjal atau End-Stage Renal Disease KDIGO, 2013.
Tabel 7. Distribusi Pasien Penyakit Ginjal Kronis dengan Hipertensi di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta Tahun Tahun 2014 Berdasarkan Golongan dan Jenis Obat Antihipertensi
No Golongan
Jenis Obat Jumlah
Persentase N = 90
1. ACEI Angiotension
Converting Enzyme Inhibitor Kaptopril
Lisinopril Ramipril
27 1
1 30
1,11 1,11
Total 29 32,22
2
ARB Angiotension II Receptor Blocker
Candesartan Irbesartan
9 1
10 1,11
Total 10
11,11
Agonis sentral α-2
Clonidin 49 54,44
Total 49 54,44
Diuretik Loop Diuretik
Furosemid 84 93,33
Diuretik Tiazid Hidroklorotiazid HCT
1 1,11
Total 84 94,44
CCB Ca Channel Blocker Nondihidropiridin Diltiazem
1 1,11
Dihidripiridin Amlodipin Nifedipin
33 1
36,67 1,11
Total 35 37,78
Tabel 7. Lanjutan
β-Blocker Bisoprolol 2
2,22
Total 2 2,22
Aldosteron Receptor Blocker Spironolakton 1 1,11
Total 1 1,11
Berdasarkan data dalam tabel 7, obat antihipertensi yang paling banyak digunakan adalah loop diuretikuntuk mengatasi kelebihan cairan oedema sebesar 93,33, kemudian
klonidin 54,44 dan terbanyak ketiga adalah kaptoril 30.
9
3. Terapi Kombinasi Antihipertensi
Pasien-pasien dengan penyakit ginjal kronis memerlukan beberapa obat antihipertensi, diuretik dan ditambah dengan antihipertensi yang ketiga penyekat beta atau
antagonis kalsium.Penambahan obat kedua dari kelas yang berbeda beda mekanisme aksi dimulai apabila pemakaian obat tunggal dengan dosis lazim gagal mencapai target
tekanan darah Depkes RI, 2006.
Tabel 8. Distribusi Pasien Penyakit Ginjal Kronis dengan Hipertensi di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta Tahun Tahun 2014 Berdasarkan Pola Pemberian Antihipertensi
No Pola Pemberian
Jenis Obat
Jumlah Kasus
Persentase N = 90
1. Obat Tunggal
Furosemid Kaptopril
Candesartan Amlodipin
4 2
1 1
4,44 2,22
1,11 1,11
Sub total
8 8,88 2
Obat Kombinasi Furosemid+Clonidin
Furosemid+Amlodipin Furosemid+Candesartan
Furosemid+Lisinopril Furosemid+Kaptopril
Furosemid+Clonidin+Diltiazem Furosemid+Amlodipin+Clonidin
Furosemid+Amlodipin+Candesartan Furosemid+Kaptopril+Amlodipin
Irbesartan+Kaptopril+Amlodipin Clonidin+Bisoprolol+Ramipril
Furosemid+Clonidin+Captopril Furosemid+Bisoprolol+Amlodipin
+Candesartan Furosemid+Amlodipin+Clonidin
+ Candesartan Spironolakton+Kaptopril+Hidroklorotiazid
Furosemid+Clonidin+Diltiazem +Candesartan
27 12
2 1
9 1
9 3
4 1
1 6
1
3 1
1 30
13,34 2,22
1,11 10
1,11 10
3,34 4,44
1,11 1,11
6,67 1,11
3,34 1,11
1,11
Sub total
82 91,12
Total 90
100
Berdasarkan data tabel 8 dapat dilihat bahwa pasien yang mendapat terapi antihipertensi kombinasi 91,12 lebih banyak daripada pasien yang mendapat obat
tunggal 8,88. Kombinasi antihipertensi terbanyak adalah kombinasi furosemid dan klonidin yaitu sebesar 30, furosemid dengan amlodipin sebesar 13,34 dan furosemid
dengan kaptopril sebanyak 10. Sembilan puluh pasien yang terdiagnosa penyakit ginjal kronis dengan hipertensi
rata-rata memiliki GFR 15 mlmin sehingga sangat dianjurkan menggunakan kombinasi dengan furosemid Cohen Townsend, 2011. Selain itu klonidin sendiri sering
digunakan untuk terapi hipertensi resistan, yaitu hipertensi yang tidak terkontrol walaupun telah menggunakan kombinasi obat hipertensi dengan diuretik.
10
D. Evaluasi Penggunaan