58
Selain itu kekompakan pada masyarakat Sopokomil juga tampak pada kegiatan adat-istiadat. Misalnya apabila ada masyarakat akan melakukan pesta
pernikahan, mereka akan berdatangan dan memberikan bantuan baik tenaga dan barang kayu bakar, beras, bumbu. Demikian halnya ketika ada berita dukacita
dari Gereja atau Mesjid, mereka akan menghentikan aktivitas dan menuju kediaman keluarga yang berduka untuk memberikan penghiburan dan juga
bantuan untuk keperluan adat yang berlaku di desa Sopokomil. Kondisi kesehatan masyarakat tergolong cukup baik, terutama adanya
Puskesmas namun jarak antara Dusun I ke Puskesmas yang ada di Dusun IV, harusnya di Dusun I sudah layaknya dibangun Poskesdes. Dan pada musim-
musim tertentu warga masyarakat sering mengalami gangguan kesehatan, terutama malaria. Keberadaan balita kurang gizi sudah mulai berkurang selaras
dengan semakin meningkatnya perekonomian masyarakat. Kegiatan pengamanan siskamling di Desa Longkotan ini sudah tidak lagi aktif, hal ini ditenggarai
karena semakin banyak waktu yang digunakan oleh warga masyarakat untuk mencari nafkah bekerja.
4.3 Gambaran Umum PT. Dairi Prima Mineral
PT Dairi Prima Mineral DPM adalah proyek penambangan seng bawah tanah yang terletak di daerah Dusun Sopokomil Kabupaten Dairi, bagian dari
provinsi Sumatera Utara. Selain penambangan bijih seng sulfida, DPM juga menambang bijih sekunder galena, yang merupakan bentuk mineral sulfida timah
Universitas Sumatera Utara
59
dan perak. Proyek ini 80 dimiliki oleh PT Bumi Resources Minerals Tbk dan 20 oleh PT Aneka Tambang Tbk ANTAM.
DPM memegang Kontrak Karya KK yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia GOI pada 18 Februari 1998. Dibawah ketentuan Kontrak Karya yang
memperbolehkan DPM mengeksplorasi mineral seluas 27.420 hektar yang terletak di Sumatera Utara. Pada tanggal 23 Juli 2012, Pemerintah Indonesia
mengeluarkan Izin Pinjam Pakai Perusahaan yang memberikan akses untuk memulai pengembangan dan produksi tambang. Dan juga perencanaan pra-
pembangunan terus berlangsung sampai saat ini. Sebagai warga korporasi yang bertanggung jawab secara sosial Indonesia
dan komunitas pertambangan global yang lebih luas, DPM berkomitmen untuk menerapkan dan memelihara standar tertinggi perawatan lingkungan, kesehatan
dan keselamatan kerja dan prinsip pemerintahan yang baik.
4.4 Profil Informan
Masyarakat Desa Lokkotan, penduduk Dusun Sopokomil yang menjadi
informan berjumlah 13 orang, diantaranya sebagai berikut: Tabel 8
Data Informan Berdasarkan Nama, Jenis Kelamin, Suku, Usia, Pekerjaan, Pendidikan Terakhir dan Agama
No Nam
a Je
n is
Kelam in
LP S
u k
u Usia
Tah u
n Pe
k er
jaan Pe
n d
id ik
a n
T er
ak h
ir Agam
a
Dusu n
S tat
u s
In for
m an
Universitas Sumatera Utara
60
1 Jefferson
Sitorus L
Batak Toba
41 PNS
Sekretar is Desa
SMA Protes
tan Sipat
Informan Kunci:
Pemerintah Desa
2 Martua
Padang L
Pakpa k
56 Bertani
SD Islam
Sopok omil I
Informan Kunci: Tokoh
Adat Masyarakat
Pakpak
3 W.
Berutu L
Pakpa k
52 Bertani
SMA Islam
Sopok omil
I Informan
Kunci: Tokoh Masyarakat
Muslim
4 M.
Sinurat L
Batak Toba
75 Bertani
SD Protes
tan Sopok
omil II
Informan Biasa:
5 Maralo
Sinaga L
Batak Toba
67 Wiraswa
sta SMP
Protes tan
Sopok omil
II Informan
Biasa: Pelaku Usaha
Ekonomi
6 Edi
. Banurea
L Pakpa
k 31
Bertani SMA
Protes tan
Sopok omil
I Informan
Kunci: Tokoh Gereja
7 Perry
Sinaga L
Batak Toba
41 Bertani
SPK Protes
tan Sopok
omil II
Informan Kunci:
Pernah Bekerjasama
dengan Pihak Perusahaan
8 Lasri
Marbun P
Batak Toba
35 Bertani
SMA Protes
tan Sopok
omil II
Informan Biasa: Pernah
Bekerja dengan
Perusahaan
9 Bernadi
Simanjun tak
L Batak
Toba 38
Wiraswa sta
SD Protes
tan Sopok
omil II
Informan Biasa: Pernah
Bekerja dengan
Perusahaan
10 Gokmaas i.M Bako
L Pakpa
k 33
Wiraswa sta
SMA Protes
tan Sopok
omil II
Informan Biasa: Pernah
bekerja denga perusahaan
11 Lamasi Sitangga
ng L
Batak Toba
50 Bertani
SD Protes
tan Sopok
omil II
Informan Biasa:
Mengetahui Sejarah
Perkembanga
Universitas Sumatera Utara
61
n Desa 12 J.
Simbolon L
Batak Toba
85 Bertani
Tidak Tamat
SD Protes
tan Sopok
omil II
Informan Biasa:
Mengetahui perkembanga
n Desa
13 Manaek Munthe
L Batak
Toba 35
Bertani SMA
Protes tan
Sopok omil
II Informan
Biasa:
Sumber: Hasil temuan di lapangan
Informan tersebut
adalah masyarakat
yang mengetahui
setiap perkembangan yang ada di desa, diantara mereka mengetahui sejarah desa, aktif
dalam organisasi kemasyarakatan seperti arisan, kelompok tani, serikat tolong menolong dan juga di tempat ibadah. Beberapa mereka juga pernah bekerja,
terlibat langsung atau menjalin kerjasama dengan pihak perusahaan ketika beroperasi. Sementara informan yang sudah berusia tua, meski tidak dapat ikut
serta lagi bekerja kepada PT DPM mereka tetap mengamati dan memperhatikan setiap perkembangan yang terjadi di sekitar desa tempat tinggal mereka ini.
4.4.1 Keterangan Informan
1. Jefferson Sitorus Bapak Jefferson Sitorus adalah pihak aparat pemerintah yang ada di Desa
Lokkotan, beliau saat ini menjabat penanggungjawab sampai nanti Kepala Desa Lokkotan yang baru terpilih.Dulu ayah beliau juga menjabat Kepala Desa
Lokkotan selama dua periode kepemimpinan, sehingga ia banyak belajar dari orang tua beliau. Beliau juga sebelum menjabat sekretaris desa pernah bekerja
bersama pihak pertambangan, jabatan terakhir di bagian administrasi di kantor DPM Sidikalang. Sekarang ini ia setiap hari disibukkan dengan kegiatan
Universitas Sumatera Utara
62
administrasi desa namun terkadang masih menyempatkan diri untuk bekerja di ladang sendiri. Beliau mengetahui banyak setiap perubahan yang terjadi di desa
ini, karena sudah mulai dari anak-anak sampai sekarang tinggal di desa ini.
2. Martua Padang
Bapak MartuaPadang merupakan tokoh yang berpengaruh di masyarakat Dusun Sopokomil, bapak ini banyak bergaul dengan penduduk usia muda dan tua.
Walaupun hanya menempuh pendidikan sampai jenjang SD, Ia sering dimintai pendapat oleh tiap masyarakat mengenai permasalahan ataupun nasehat dalam
mengambil keputusan. Bahkan ia menjadi semacam panutan bagi para tetangga karena berhasil dalam mendidik anak-anaknya sampai ke jenjang yang lebih
tinggi. Rumah beliau dulu menjadi tempat tinggal sementara beberapa staff DPM
yang beragama islam, bahkan pekerja dari luar negeri juga ada yang menginap disana. Dulu ketika pertambangan beroperasi beliau juga pernah bekerja sebagai
kepala yang mengawasi pengangkutan barang-barang logistik pihak DPM. Meski sudah berusia tua, ia masih pergi ke sawah untuk bekerja dan mengurusi hewan
ternak yang ia miliki. 3. W. Berutu
Bapak W. Berutu adalah tokoh masyarakat juga yang sering dimintai pendapat oleh masyarakat sekitar Dusun Sopokomil. Bapak ini juga
memperhatikan setiap perkembangan yang ada di desa ini, apalagi sebagai teman bertukar pikiran dan mengobrol bersama Bapak Martua Padang. Beliau sudah
Universitas Sumatera Utara
63
tinggal di Desa ini selama 35 tahun, sehari-harinya bekerja sebagai petani. Ia
bertani sawah dan juga darat yang ditanami jagung. 6. M. Sinurat
Bapak M. Sinurat kebanyakan aktifitasnya sehari-hari dihabiskan dengan berjalan-jalan di sekitar pekarangan rumahnya. Ia sudah tinggal selama 50 tahun
di dusun ini, beliau mengatakan sangat senang tinggal di desa ini karena sehat- sehat dan memiliki umur yang panjang. Ia mengatakan memiliki lahan sebanyak 5
hektar. Karena usia yang sudah sangat tua, sekarang ini sering mendapatkan bantuan dari anak-anaknya yang tinggal di dusun ini juga. Bapak M. Sinurat juga
pernah menjabat sebagai kepala Desa selama satu tahun melanjutkan kepemimpinan saudaranya ketika itu. Ia tinggal bersama istri di rumah hanya
berdua, namun jika dihitung cucunya yang tinggal di kampung ini sampai berjumlah 23 orang sehingga ia selalu merasakan suasana yang ramai dan akrab
penuh kekeluargaan. 5. Maralo Sinaga
Bapak Maralo Sinaga ini adalah seorang tokoh di masyarakat, beliau sudah tinggal di dusun ini sekitar 47 tahun. Beliau memiliki usaha di bidang kilang padi
dan kopi. Masyarakat desa ini menjual hasil pertaniannya kepada beliau. Meski tidak pernah bekerja kepada pihak pertambangan, namun rumah beliau dulu ketika
pertambangan beroperasi digunakan sebagai gudang penyimpanan sementara barang-barang pihak pertambangan yang akan diangkut ke atas bukit.
6. Edi M. Banurea
Universitas Sumatera Utara
64
Bapak Edi M. Banurea adalah tokoh yang aktif dalam setiap kegiatan di dusun ini. Ia aktif dalam berbagai kegiatan di dusun ini. Ia adalah penatua bagi
jemaat gereja GKPI Dusun Sopokomil, selain itu beliau juga menjabat sebagai ketua kelompok tani. Demikian juga halnya jika ada acara pesta adat ia akan di
tunjuk sebagai penanggungjawab persiapan konsumsi ketua parhobas. Dari awal kehadiran perusahaan ia sudah merasakan manfaat yang positif, ketika mendapat
ganti rugi lahan dan karena saran orang tua ia menikah saat itu sehingga pesta adat terlaksana dengan baik. Ketika pertambangan beroperasi beliau sempat juga
bekerja kepada pihak perusahaan dalam aktivitas pengeboran. Sehingga beliau mengetahui seperti apa perubahan-perubahan karakter yang terjadi di masyarakat
selama ini. 7. Perry Sinaga
Bapak Perry Sinaga ini adalah seorang tamatan sekolah perawat kesehatan. Namun karena merasa tidak cocok dengan profesi sebagai perawat, ia menjadi
bekerja ikut di bidang pertanian. Beliau juga aktif dalam setiap kegiatan yang di desa ini, misalnya sebagai penatua di gereja HKBP Sikem Dusun Sopokomil.
Selain itu beliau juga pernah menjadi calon anggota legislatf dan juga kepala desa untuk Desa Longkotan. Sehingga ia memiliki kepedulian terhadap kemajuan
dusun ini. Ia juga memiliki kedekatan dengan pihak perusahaan, sehingga dulu ketika ekplorasi berlangsung, beliau menjadi penyalur masyarakat yang ingin
bekerja kepada pihak perusahaan. 8. Lasri Marbun
Universitas Sumatera Utara
65
Sebagai perempuan dulu ia ikut serta dalam pembagian bahan-bahan logistik yang akan di angkut ke bukit. Sekarang sehari-hari ia bekerja ke ladang
untuk mengurus lahan pertanian. Dulu sempat mencoba peruntungan di bisnis Multi Level Marketing MLM, namun karena ini bertempat tingga di desa,
sepertinya bisnis tersebut kurang berkembang sehingga ditinggalkan. 9. Bernadi Simanjuntak
Bapak Bernadi Simanjuntak adalah seorang yang serba bisa dalam setiap kegiatannya di masyarakat. Beliau mengetahui banyak hal dalam bidang
bangunan, listrik, mesin, alat-alat elektronik dan pertanian. Dulu ia bekerja dengan perusahaan di bidang pembukaan jalan, pembersihan area perumahan
sampai bidang pengeboran, namun pada masa vakum ini kembali ke lahan pertanian. Namun ia memiliki usaha potong rambut di depan rumahnya, yang
buka setiap hari minggu. Ia mengatakan ide untuk usaha ini berawal ketika perusahaan telah tutup, karena jarak ke kelurahan membutuhkan waktu sekitar 20
menit, lebih baik orang potong rambut di dusun sendiri. Jika pada hari minggu beliau akan kewalahan melayani pelanggan yang akan memotong rambutnya.
10. Gokmaasi M Bako Bapak Gokmaasi M. Bako ini dulunya merantau ke Kota Jakarta untuk
mencari peruntungan disana, namun karena ada informasi dari kampung bahwa ada perusahaan pertambangan di desa ini membuat ia tertarik untuk pulang
kampung ketika itu. Ia memiliki banyak pengalaman bekerja bersama pihak pertambangan , misalnya sebagai kontraktor perintis selama 8 bulan untuk
pembangunan akses jalan tambang, sebagai geotek ahli material selama 3 tahun
Universitas Sumatera Utara
66
dan di bidang pengeboran selama 7 bulan. Karena sudah lama merantau di ibukota, ia merasa kurang keahlian dalam mengelola lahan pertanian, sehingga
lahan pertanian yang ia miliki disewakan kepada orang lain untuk dikerjakan. Pada masa vakum perusahaan ini ia membuka usaha kios kelontong sebagai
sumber pendapatan. 11. J. Simbolon
Di usianya yang sudah 75 tahun ini Bapak J. Simbolon sudah merasa bahagia tinggal di dusun ini. Ia sudah berada 60 tahun tinggal di kampung ini dan
ia merasa ini sudah bagaikan tanah leluhurnya, beliau mengatakan demikian karena ia dan keluarganya sehat selalu di dusun ini. Sekarang di rumah beliau
hanya tinggal bersama sang istri karena anak-anaknya tinggal diperantauan. Meski demikian ia masih mampu bekerja ke ladang untuk memenuhi kebutuhan sehari-
hari. Bapak J.Simbolon ini tidak ikut dalam kegiatan pengangkutan barang pihak pertambangan dulu, karena memang faktor tenaga dan usia yang tidak
memungkinkan lagi untuk bekerja mengangkat beban berat. Namun beliau mengatakan bahwa kehadiran pertambangan ini membawa dampak yang baik bagi
masyarakat desa. 12. Lamasi Sitanggang
Ia sudah berusia 65 tahun, dan tinggal di desa ini selama 48 tahun. Sehingga sudah mengatahui bagaimana karakteristik dan cara-cara masyarakat
dalam berinteraksi satu dengan lainnya. Beliau mengatakan bahwa ketika ia pulang kampung ke Pulau Samosir, kampung halaman beliau. Ia tidak betah untuk
tinggal lama disana, pikiran langsung teringat ke Sopokomil ini, karena ia sudah
Universitas Sumatera Utara
67
menganggap Sopokomil ini sebagai tanah leluhur bona pasogit. Disamping itu juga Bapak Lamasi Sitanggang ini adalah tokoh yang kreatif dalam mencari
sumber ekonomi, dulu ia pernah menjadi toke kopi di dusun ini. Namun sekarang, karena usia yang sudah renta beliau tidak lagi melakoni sebagai toke. Akan tetapi
masih tetap bekerja ke ladang ditemani sang istri. Pada waktu pertambangan dulu beroperasi, beliau tidak ikut serta dalam kegiatan, karena alasan tadi, kondisi yang
tidak lagi memungkinkan untuk naik turun bukit mengangkut logistik pihak pertambangan. Meski dalam hati beliau ingin ikut, ia diingatkan oleh para
keluarga agar tidak sampai ikut mengangkut, karena takut akan terjadi hal yang tidak baik bagi kesehatan beliau.
13. Manaek Munthe Bapak Manaek Munthe ini adalah seorang perantau yang datang dari luar
daerah ke Dusun Sopokomil ini. Ia tinggal dikampung ini karena ikut dengan istri beliau yang merupakan penduduk Sopokomil. Beliau sudah tinggal selama 15
tahun dan mengetahui bagaimana perubahan yang terjadi dalam segi kehidupan masyarakat selama beberapa tahun terakhir ini. Dulu ketika pertambangan
beroperasi beliau bekerja pada perusahaan sebagai Staff Security dalam pengamanan logistik, kamp dan perumahan. Sehingga beliau merasa kehilangan
sumber pendapatan ketika perusahaan berada dalam masa vakum ini. Padahal ketika perusahaan beroperasi, kebutuhan keluarga bisa tercukupi dan mampu
menabung untuk persiapan masa depan anak-anaknya.
Universitas Sumatera Utara
68
4.5 Interpretasi Data 4.5.1 Kondisi Masyarakat Ketika Masa Perencanaan
Kehidupan masyarakat desa yang masih sangat dekat dengan alam, jauh dari hiruk pikuk keramaian dan eratnya rasa kekeluargaan yang ada merupakan
ciri kehidupan masyarakat desa yang pasti ada. Demikian juga halnya dengan budaya, nilai, dan norma yang tetap terjaga dalam kehidupan sehari-hari. Namun,
sebagai mahluk sosial yang dinamis, masyarakat berpikir maju, sehingga perubahan itu pasti terjadi, baik dalam bidang sosial, ekonomi dan budaya yang
telah ada diantara mereka. Masyarakat desa pada umumnya bekerja di sektor pertanian sebagai
sumber penghidupan mereka. Sehingga tidak heran ketika siang hari berkunjung ke pemukiman, suasana perkampungan akan sepi karena setiap orang akan bekerja
di lahannya masing-masing. Sedangkan ketika malam tiba, beberapa masyarakat yang laki-laki berkumpul di kedai, mereka biasanya minum kopi atau tuak,
kemudian tidur untuk persiapan bekerja esok harinya ke lahan masing-masing. Demikian gambaran kegiatan atau aktivitas yang masyarakat desa lakukan setiap
hari pada umumnya. Kemudian dalam menjalankan nilai-nilai atau norma yang berlaku di
masyarakat tadi, sebagai masyarakat yang memiliki rasa persaudaraan dan kekeluargaan yang erat sikap-sikap saling membantu, gotong royong dan tolong-
menolong itu masih ada . Sehingga masyarakat satu dan yang lainnya bagaikan rangkaian yang saling terhubung dalam kegiatan sehari-hari. Terlebih lagi
Universitas Sumatera Utara
69
masyarakat ini diikat oleh ikatan kekeluargaan berdasarkan budaya yang sama, seperti suku, agama dan adat-istiadat yang berlaku.
Demikian halnya dengan penduduk Dusun Sopokomil, mata pencaharian penduduk adalah sebagai petani. Mereka bekerja di ladang dan sawah untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ketika hari Rabu tiba, hasil dari ladang tadi dibawa ke onan pasar untuk dijual.
Seperti masyarakat petani pada umumnya, masyarakat Sopokomil saling membantu dalam tahapan proses pengerjaan lahan pertanian mereka. Misalnya
saja di lahan persawahan, prosesnya dimulai dengan pengolahan lahan untuk dapat ditanami padi. Karena lahan yang dimiliki tidak akan sanggup diselesaikan
oleh sedikit orang dalam waktu singkat, maka pemilik lahan akan meminta bantuan pada tetangga atau masyarakat sekitar tempat tinggalnya untuk membantu
mengolah lahan. Pada masa sebelum adanya mesin, masyarakat menggunakan Kerbau untuk membajak sawah. Demikian juga halnya ketika masa marsuan
menanam tiba, tahapan mamuromenjaga padi dari hewan burung, sampai pada masa panen. Tahapan tersebut dijalani oleh masyarakat Sopokomil dalam aktivitas
sehari-hari mereka.
4.5.2 Kondisi Masyarakat Pada Fase Konstruksi Pertambangan A. Perubahan Mata Pencaharian
Ketika awal PT DPM hadir di daerah Dusun Sopokomil, masyarakat mendapatkan keuntungan. Keuntungan ini berupa tambahan pendapatan, lapangan
Universitas Sumatera Utara
70
pekerjaan dan pengetahuan. Pada saat eksplorasi ini masyarakat dilibatkan dalam setiap kegiatan pertambangan, misalnya dalam pengangkutan barang-barang
logistik staf pertambangan di bukit, para ibu-ibu dan anak-anak ikut serta dalam kegiatan tersebut, sementara para laki-laki bekerja di bukit dalam kegiatan
pembangunan perumahan karyawan dan pengerjaan jalan. Pada masa itu masyarakat merasa terbantu dengan kehadiran
pertambangan, karena sistem penggajian adalah tunai, misal mengangkut barang ke atas bukit, ketika kembali ke bawah sudah terima uang tunai sebagai gaji,
sehingga masyarakat mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka bahkan terasa berkecukupan. Mereka mampu membeli kendaraan bermotor, alat-alat
elektronik, melaksanakan pesta adat, dan merenovasi rumah. Bahkan penduduk laki-laki yang dulu biasanya menghabiskan waktu di kedai sekitar perkampungan,
namun setelah adanya perubahan sosial ekonomi gaya hidup mereka berubah dengan cara lebih banyak bergaul dengan bepergian minum ke kedai di luar
Sopokomil. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Bapak Manaek Munthe, warga Dusun Sopokomil II
“Ketika awal kedatangan perusahaan, kami disini merasakan manfaat dalam segi ekonomi. Setiap orang mendapatkan uang tunai dengan cepat.
Tidak ada beda anak-anak, bapak-bapak dan ibu-ibu juga, semuanya berlomba untuk bekerja kepada perusahaan. Umumnya ibu-ibu dan anak-
anak tadi yang menjadi pengangkut barang ke atas bukit. Jadi dulu masyarakat kampung ini hidup berkecukupan, bahkan saya bisa bilang
agak boros. Mengapa demikian, ya karena hampir setiap minggu mengadakan acara makan-makan, minum ke luar daerah, dan membeli
kendaraan bermotor.”wawancara, tanggal 8 Juli 2015
Sementara itu lahan mereka menjadi tertinggal karena terfokus untuk bekerja di pertambangan. Padahal, lahan mereka letaknya juga jauh dari
Universitas Sumatera Utara
71
pemukiman, sehingga ketika banyak laki-laki yang bekerja di pertambangan, para istri yang tinggal di kampung. Sehingga tidak memungkinkan para istri yang
mengerjakan lahan, karena lokasi lahan rawan binatang liar dari hutan, seperti monyet dan musang yang sering memangsa hasil pertanian mereka. Namun ketika
itu masyarakat tidak mempermasalahkan hal tersebut, karena disaat itu masih ada sumber pendapatan karena bekerja untuk pertambangan.
Seperti yang diungkapkan Bapak Lamasi Sitanggang warga Dusun Sopokomil II: “Yang terjadi dulu, ketika pertambangan ada, beroperasi, masyarakat
disini seakan tidak kekurangan uang. Semua orang bekerja di pertambangan, yang anak-anak dan ibu-ibu biasanya sebagai pengangkut
barang ke atas bukit, nah disana gajinya di bayar tunai, kan sebagian suami mereka juga sudah bekerja disana. Dulu, kita iri, sama anak-anak
kecil yamg ikut me,gangkut barang ke atas bukit, nanti dikantongnya ada uang 50 ribu, sementara kita tidak ada. Memang, kami paling ada 5 orang
lagi yang tidak pernah naik ke bukit itu, ya karena sudah tua, tenaga juga tidak lagi ada.
Nah, karena tadi semua orang gila kerja ke pihak perusahaan, lahan mereka pun terabaikan. Dulu daerah ini penghasil kopi robusta yang
banyak, nah sekarang, jauh menurun. ” Wawancara 4 Juli 2015 Pukul
11:06 WIB Hal demikian yang diungkapkan Bapak M.Sinaga terkait lahan yang menjadi
tertinggal ketika perusahaan tiba di dusun ini. “Mungkin kalau pertanian semacam kopi, darat dan tanaman lainnya,
hasil memang berkurang karena dulu sewaktu pertambangan beraktivitas, waktu masyarakat banyak dihabiskan di pertambangan karena bekerja
disana. Karena kopi termasuk di tepi bukit sana, jauh dari kampung, kebanyakan wanita yang tinggal di kampung, takut juga gangguan monyet
. Dan hasil kopi juga berkurang karena ada musang.
” Wawancara 26 Juni 2015 Pukul 07:03 WIB
Demikianlah terjadinya perubahan mata pencaharian masyarakat Dusun Sopokomil ini, mereka yang dulunya adalah petani menjadi lebih fokus untuk
bekerja di pertambangan. Memang mereka mendapatkan uang tunai dengan cepat
Universitas Sumatera Utara
72
dan jumlah yang cukup untuk kebutuhan mereka saat itu, sehingga untuk bekerja ke ladang seperti diabaikan. Akibatnya lahan-lahan mereka tidak terurus. Baik
laki-laki dan perempuan, tua dan muda, mereka bersama-sama bekerja ke pertambangan saat itu. Pekerjaan paling banyak adalah mengangkut barang atau
persediaan pekerja di atas bukit. Karena uang yang diterima langsung cash, jadi pekerjaan ini sangat menggiurkan bagi mereka. Jadi penghasilan dari mengangkut
barang dianggap sudah cukup untuk kebutuhan sehari-hari.
B. Uang Ganti Rugi Lahan
Kepemilikan lahan yang ada di masyarakat Sopokomil dulunya di pegang oleh marga Cibro dan Boang Manalu yang berasal dari suku Pakpak. Namun di
kemudian hari oleh karena banyaknya perantau dari etnis lain, mereka menjual lahannya kepada para pendatang sehingga kepemilikan lahan tidak lagi di
dominasi oleh marga-marga dari suku Pakpak saja. Hal ini terjadi sebelum adanya wacana akan ada pertambangan di daerah Sopokomil. Sehingga harga tanah ketika
itu sangat berbeda dengan harga tanah di masa sekarang ini. Lokasi eksplorasi pertambangan yang berada di area perbukitan
mengharuskan pihak perusahaan untuk membeli lahan-lahan masyarakat untuk pembangunan akses transportasi darat, pembangunan perumahan pekerja, gudang
hasil temuan sampel material mineral, dan pembangunan pipa untuk keperluan pengeboran. Masyarakat Dusun Sopokomil mendapatkan ganti rugi dalam bentuk
uang. Jumlah uang ganti rugi yang diterima juga merupakan menggunakan patokan harga yang telah mereka sepakati dengan pihak perusahaan. Karena lahan
Universitas Sumatera Utara
73
pertanian disana ada dua jenis, yaitu lahan darat dan sawah. Untuk lahan darat dihargai Rp. 6.000.000rante ditambah dengan ganti rugi jumlah jenis tanaman
keras yang ada di lahan tersebut kopi, durian, kakao, pinang, pisang, rambutan, duku sedangkan lahan sawah dihargai Rp.7.000.000rante tanpa tambahan yang
lain lagi. Sehingga ketika masyarakat yang lahannya luas mendapat ganti rugi, mereka mendapatkan jumlah uang yang banyak bagi ukuran taraf kehidupan di
masyarakat desa. Akan tetapi sepertinya mereka menggunakan dana tersebut tidak tepat sasaran sehingga sepertinya tidak menjadi hal yang memberikan mereka
manfaat untuk hidup sejahtera. Hal ini dikatakan oleh Bapak Jefferson Sitorus, Sekretari Desa Lokkotan sebagai
Penjabat Kepala Desa: “Saya rasa di Kabupaten Dairi, di desa Lokkotan inilah harga tanah yang
paling mahal. Dulu sebelum ada perusahaan 500ribu 5 x 30 meter. Di dareah lain 5 juta satu rante, disini harus 10 juta rante. Karena untuk PT
7,5 juta rante.
” Wawancara 28 Juni 2015
Demikian seperti yang diungkapkan oleh Bapak M.Sinurat berikut: “Dulu banyak masyarakt sini yang dapat ganti rugi lahan yang banyak,
namun tidak tampak hasilnya digunakan untuk apa. Ada yang dapat hampir 1 miliar, namun tidak menyisakan apapun sekarang yang tampak
berhasil. Tidak dalam bidang apapun. Meski ada satu orang marga Sihombing, setelah ia punya lahan dijual, ia pindah langsung ke Jambi
dan menetap disana.
” Wawancara 22 Juni 2015 Hal demikian juga diungkapkan oleh Bapak J.Simbolon:
“Meski demikian banyaknya masyarakat dulu yang menerima ganti rugi lahan, dan tunjangan PHK, bahkan ada yang sampai mencapai 1 miliar.
Uang-uang tersebut tidak tampak hasilnya digunakan kemana dan untuk apa. Sebahagian mereka malah membeli sepeda motor, alat elektronik dan
malah cepat meninggal dunia. Saya sendiri pun heran, entah kenapa mereka seperti itu. Yang membuat anaknya menempuh pendidikan sampai
perguruan tinggi pun masih jarang. Saya pribadi memang bisa
Universitas Sumatera Utara
74
menamatkan anak-anak saya sampai tamat SMA, karena dulu saya dapat ganti rugi saja, hanya saja hasilnya tidak banyak, karena lahan saya tidak
banyak yang mendapat ganti rugi. ” Wawancara 23 Juni 2015
Jelas sekali bahwa masyarakat mendapatkan manfaat dari ganti rugi lahan mereka yang dibeli oleh pihak pertambangan berupa uang tunai, akan tetapi hal ini
juga menjadi permasalahan bagi mereka. Pada umumnya masyarakat di desa sangat jarang mengelola uang tunai dalam jumlah yang besar. Sehingga dapat
dikatakan mereka akan menggunakannya dengan kurang bijaksana. Sewaktu baru menerima uang ganti rugi lahan, mereka malah membelikan barang-barang
elektronik, kendaraan bermotor, mobil, atau merenovasi rumah. Sehingga tidak tampak hasil dari uang ganti rugi yang mereka terima. Karena digunakan untuk
keperluan yang tidak terlalu penting. Seandainya saja mereka menggunakan uang tersebut untuk investasi mereka, misalnya di tabung ke bank, dibelikan tanah di
tempat lain, atau menyekolahkan anaknya ke perguruan tinggi. Namun hal ini hanya sebagian kecil yang menyadarinya disaat uang ganti rugi itu mereka terima.
C. Motivasi Bagi Masyarakat
Meski demikian tidak hanya di sektor ekonomi saja masyarakat mendapatkan keuntungan dari pertambangan, mereka juga mendapatkan motivasi
untuk maju, dalam hal pengetahuan dan pendidikan. Seperti pernyataan Bapak Bernadi Simanjuntak berikut ini:
“Saya memang tidak tamat SMP, dulu kelas 1 SMP saya keluar dari sekolah dan pergi merantau ke daerah orang. Alasan saya, dan saya pikir
itu juga yang membuat mengapa orang-orang seumuran saya ketika itu
Universitas Sumatera Utara
75
jarang yang tamat SMP adalah karena jauhnya akses untuk mencapai sekolah SMP saat itu, sehingga setiap hari kita sering terlambat dan
selalu menjadi pusat perhatian guru, akhirnya saya putuskan untuk merantau saja. Namun sekarang memang saya menyesali semua itu, dan
saya fokus untuk bekerja di dusun ini saja. Memang ada keinginan untuk
membuka usaha di pusat kelurahan, namun…itu dulu. Kita bisa buka usaha apa saja dengan mudah, kebetulan dengan kehadiran tambang
membuat dulu penghasilan dapat dikatakan lumayan, namun sekarang ketika masa vakum, kita harus memeras otak untuk berpikir mencari jalan
keluar setiap permasalahan ekonomi ini.
Ada beberapa pelajaran berharga dari hadirnya pertambangan ini, sekitar dua tahun yang lalu saya dan beberapa teman-teman yang saat itu
bekerja untuk DPM, kami sama-sama termotivasi untuk maju. Di saat pertambangan ini hadir, disaat itulah kami sadari pentingnya dan
mahalnya pendidikan tersebut, maka kami terpaksa mengikuti program belajar paket B setara SMP. Saya berkeinginan kuat agar memanfaatkan
setiap peluang yang ada, jangan sampai masalah pendidikan menjadi penghambat bagi diri saya untuk maju, demikian juga dengan teman-
teman saya yang bekerja di DPM ketika itu beranggapan.” Wawancara 20 Juni 2015 Pukul 14:35 WIB
Hal ini juga dikatakan oleh Bapak Martua Padang, tokoh masyarakat dari Dusun Sopokomil I
“…saya pribadi merasa bersyukur juga atas kehadiran perusahaan ini, karena menambah wawasan saya. Misalnya dalam berbicara bahasa
Indonesia, meski masih tidak sempurna. ” Wawancara 21 Juni 2015
Demikian juga yang diungkapkan oleh Bapak Perry Sinaga “Selain sisi ekonomi yang menjadi keuntungan dari hadirnya
pertambangan adalah, adanya pemahaman baru dari pendatang- pendatang baru, mereka seakan menjadi sumber inspirasi. Beberapa
orang tua semakin termotivasi untuk menyekolahkan anak-anaknya, misalnya ketika orang-orang lewat pakai mobil mewah menuju dusun ini,
kan ada semacam sentuhan yang menyadarkan masyarkat bahwa untuk dapat menikmati fasilitas seperti itu harus mereka yang berpendidikan.
” Wawancara 24 Juni 2015
Jadi kehadiran pertambangan di Dusun Sopokomil ini menjadi sebuah stimulus bagi masyarakat untuk meningkatkan kemampuan dirinya agar dapat
Universitas Sumatera Utara
76
bersaing mengikuti perubahan yang terjadi. Bagi masyarakat yang berpotensi dan jeli melihat peluang yang ada, ia mengusahakan dirinya agar dapat menjadi lebih
baik lagi dalam kehidupannya. Mereka memanfaatkan kesempatan tersebut untuk belajar, mengamati dan mendengarkan, sehingga dapat menggunakannya sebagai
acuan dalam menentukan tujuan hidup agar dapat merasakan manfaat yang dibawa oleh kehadiran pertambangan di daerah mereka. Meski orientasinya
adalah untuk mencari nafkah ekonomi namun mereka beranggapan bahwa ilmu pengetahuan itu ternyata penting, sehingga agar dapat berkompetisi dan
diperhitungkan mereka memotivasi diri mereka untuk maju.
4.5.3 Kondisi Masyarakat Pada Fase Operasi Eksplorasi
Pertambangan menjadi lapangan kerja baru bagi masyarakat desa yang dulunya bertani, berganti menjadi tenaga kerja untuk kegiatan eksplorasi di
pertambangan. Sehingga kebanyakan hari-hari yang mereka lewatkan di lokasi pertambangan, teristimewa penduduk yang laki-laki. Karena mereka harus bekerja
di perbukitan, sehingga tinggal di basecamp yang dibangun disana. Padahal di masyarakat desa yang terikat erat dalam semangat kekeluargaan dan adat istiadat,
kegotongroyongan merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sosial mereka. Namun ketika pertambangan hadir, bentuk-bentuk
interaksi yang terjadi mengalami beberapa perubahan. Misalnya saja kehadiran di pesta adat, arisan marga, arisan desa, dan gotong royong untuk kebersihan desa.
Seperti yang diungkapkan Bapak Jefferson Sitorus, Sekretaris Desa Lokkotan:
Universitas Sumatera Utara
77
“…dulu untuk membersihkan jalan saja susah, karena semua bekerja ke perusahaan. Sewaktu beroperasi, pemerintah desa menjadi segan juga
untuk memerintah warga gotong-royong, sehingga terpaksa menggunakan tenaga dari luar desa saja.
Memang dulu masyarakat yang datang ke acara adat pun sepi, karena pada siang hari semua bekerja di tambang. Demikian jika ada pesta, pada
malamnya mereka akan membuat acara tersendiri dalam pesta tersebut, dan meraka terdiri dari grup-grup yang berbeda, misalnya grup bor,
Epson atau longyear. Ada juga tampak perbedaan status sosial dari grup ini, karena menandakan mana yang lebih banyak penerimaan gajinya.
” Wawancara 28 Juni 2015
Ketika pertambangan hadir jelas mengikis interaksi yang pernah ada diantara masyarakat Dusun Sopokomil. Padahal di wilayah Dusun yang sempit
ini, kekompakan adalah hal yang sangat penting. Kekompakan ketika itu memudar karena datangnya pertambangan. Tampak jelas dari interaksi yang ada,
kehadiran di acara adat, acara arisan, bahkan kehadiran ketika ada gotong royong
di desa, itu semua sempat memudar ketika pertambangan masih beroperasi.
Bahkan norma dan nilai yang pernah ada diantara mereka tergerus oleh karena kegiatan bekerja di tambang. Misalnya seperti hal yang diungkapkan
Bapak Manaek Munthe berikut: “Dalam hal kekompakan yang ada, terjadi banyak hal yang menjadi
terabaikan ketika pertambangan beroperasi. Misalnya, ketika kita di sawah masa tanam atau panen, tiba-tiba ada informasi bahwa logistik
perusahaan tiba, dan harus di angkut ke bukit, nanti bisa kawan-kawan kita yang kita ajak membantu kita ini malah meninggalkan pekerjaan di
sawah ini, dan mengutamakan untuk mengangkut barang milik pihak perusahaan. Bisa anda bayangkan, bagaimana perasaan pemilik lahan
tersebut bukan?
Demikian juga ketika pesta adat, pasti orang sepi yang datang, karena semua orang terfokus kerja kepada perusahaan. Hingga saat itu banyak
lahan-lahan yang terabaikan, ladang-ladang tidak terurus. Karena begini, ketika sudah siap mengangkut barang, masyarakat merasa tidak perlu lagi
pergi ke ladangnya, menganggap uang hari ini yang diterima dari hasil mengangkut barang sudah cukup, memang cukup
—belanja kebutuhan
Universitas Sumatera Utara
78
sehari-hari terpenuhi, namun tidak memikirkan untuk menabung, itu sangat jarang yang ada.
” Wawancara 5 Juli 2015
Budaya kegotongroyongan yang biasanya ada di masyarakat desa marsiruppa, merupakan budaya yang kental di masyarakat pedesaan. Demikian
halnya di masyarakat Dusun Sopokomil, ada kalanya mereka bekerja ke lahan orang lain, biasanya diberikan imbalan berupa uang tunai jika kerja di ladang
darat, sedangkan jika di sawah bisa diberikan imbalan dengan uang tunai, atau kadang juga dengan ganti tenaga. Sementara ketika pertambangan beroperasi hal
seperti demikian sudah jarang terjadi. Seperti misalnya ketika logistik perusahaan tiba untuk diangkut ke bukit, teman yang bekerja bersama tadi malah
meninggalkan lahan yang sedang siap di tanam. Sesuai norma dan nilai yang ada di masyarakat hal ini adalah sesuatu yang sudah merusak kearifan yang mereka
miliki sebelum hadirnya pertambangan di daerah mereka.
4.5.4 Kondisi Masyarakat Ketika Pertambangan Pada Masa Vakum A. Kehilangan Sumber Pendapatan
Sekitar pertengahan tahun 2011 aktivitas pertambangan mengalami fase vakum, dimana aktivitas pengeboran tidak berlangsung lagi seperti sebelumnya.
Menurut informasi yang masyarakat dapatkan, hal ini terjadi oleh karena perusahaan kekurangan modal. Di masa vakum ini berdampak terhadap kehidupan
sosial dan ekonomi masyarakat yang telah menikmati manfaat dari hadirnya PT DPM di dusun mereka. Beberapa dampak yang ada diantaranya adalah
Universitas Sumatera Utara
79
masyarakat menjadi kehilangan sumber pendapatan tunai, sehingga untuk kebutuhan rumah tangga tidak lagi mencukupi.
Masyarakat juga dalam penantian yang tidak pasti terhadap status lahan yang mereka miliki, karena sebagian lahan masyarakat telah ditandai, diukur
bahwa lahan tersebut berpotensi akan menjadi bagian dari kegiatan pertabambangan nanti. Hal ini yang membuat masyarakat menunggu pihak
perusahaan, padahal belum ada pengumumuan resmi atau tertulis dari perusahaan sampai kapan fase vakum ini berlangsung. Sementara itu terjadi, lahan yang tadi
telah terbengkalai ketika masyarakat bekerja pada perusahaan, malah semakin tidak terurus, karena ada anggapan dalam diri mereka untuk menunggu sampai
perusahaan beroperasi kembali. Masyarakat mengharap akan ganti rugi lahan yang mereka miliki, sehingga kondisi lahan tidak terurus. Demikian halnya
dengan kekompakan yang dulu di masyarakat, di masa vakum ini kembali terjalin seperti saat pertambangan hadir.
Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Manaek Munthe berikut: “…sekarang ketika vakum, masyarakat menjadi manja, malas dan
berpikir instan. Misalnya ketika bekerja ke ladang orang lain, datang kerja pukul 9 nanti pulangnya jam 5 sore, semua berpatokan ke peraturan
tambang. Bahkan ketika menjual tanah juga demikian, jika ada yang ingin menjual tanahnya sekarang, patokannya adalah harga ganti rugi yang
dulu pernah pertambangan berikan kepada masyarakat sini.
Sekarang ini banyak lahan yang terabaikan, tidak terawat dan memprihatinkan. Masa vakum perusahaan ini membuat masyarakat
kehilangan sumber ekonomi yang instan, maka masa ini banyak laki-laki di desa ini yang pergi ke luar daerah untuk bekerja, dan seperti tadi,
lahan tetap terabaikan.
” Wawancara 5 Juli 2015
Universitas Sumatera Utara
80
Demikian juga yang dikatakan Bapak Jefferson Sitorus: “Sekarang banyak remaja yang bekerja ke luar daerah, Kabanjahe dan
Pakpak Bharat. Karena lahan disini sudah sempat terbengkalai karena hadirnya pertambangan. Mereka dulu mengutamakan untuk mengangkat
barang pertambangan, karena uang yang lebih cepat cair.
Karena mudah mendapatkan uang tadi, hingga untuk begitu juga uang itu keluar dengan mudahnya. Mereka tidak memikirkan masa depan, senin
kamis, disitu ada disitu habis. ” Wawancara 28 Juni 2015
Di masa vakum ini masyarakat yang dulu sudah merasa hidup berkecukupan kembali lagi harus bekerja ke lahan pertanian untuk mendapatkan
keperluan sehari-hari mereka. Mereka akhirnya paham ketika masa ini bahwa dulu tidak bijaksana dalam menggunakan pendapatan mereka. Apabila dulu mereka
hidup hemat dan rajin menabung tentu itu dapat digunakan untuk biaya kehidupan sehari-hari. Sekarang semua kegiatan mereka tergantung pada lahan pertanian,
sehingga penghasilan yang tidak menentu dari lahan yang sempat tertinggal, memaksa mereka untuk bekerja lebih keras dan sebagian lagi bekerja ke lahan
orang lain untuk mendapatkan penghasilan tambahan.
B. Harapan Masyarakat
Ketika perusahaan dalam masa vakum, masyarakat tetap memiliki harapan tersendiri yang mereka yakini bahwa itu untuk kebaikan mereka. Harapan itu
misalnya agar petambangan beroperasi kembali, sehingga sumber pendapatan mereka yang dulu kembali ada. Akan tetapi tidak hanya mereka yang ingin
bekerja di pertambangan saja yang memiliki harapan seperti itu, beberapa masyarakat yang memiliki lahan juga berpikir demikian. Karena sebelum
Universitas Sumatera Utara
81
perusahaan vakum, beberapa lahan masyarakat sudah di survey oleh pihak perusahaan. Sehingga mereka selalu menunggu sampai kepastian itu nanti ada.
Demikian yang dikatakan oleh Bapak J.Simbolon: “….jika memang nanti perusahaan ini aktif kembali, mungkin tanah saya
yang tersisa sekitar 4 rante lagi, akan saya jual dan saya pulang ke Samosir. Ya karena saya pribadi berpikir, karena ini pertambangan nanti
tanah akan tandus, di bawah tanah sudah penuh terowongan, bahkan di ladang saya sana ada dua pipa besar yang sudah ditanam.
” Wawancara 23 Juni 2015
Diungkapkan juga oleh Bapak Martua Padang: “Bila misal perusahan ini aktif kembali, maunya masyarakat dibantu,
dipandu dalam mengelola uang mereka agar di alokasikan ke hal yang berguna. Agar ketika seperti kejadian sekarng ini, perusahaan vakum
– masyarakat menjadi gigit jari. Mungkin mereka masih berpegang pada
prinsip orang tua jaman dahulu yang mengatakan uang itu layaknya janggut, dicukur akan tumbuh kembali.
Menurut saya kekalahan masyarakat ini adalah kurangnya kebijakasaaan dalam pengelolaan ganti rugi. Mestinya kami bisa menyisihkan dana yang
jumlahnya tidak sedikit tersebut untuk kebaikan kami. Karena tidak ada yang menjadi acuan dalam pengelolaan dana tersebut. Padahal kami ada
kelompok khusus pekerja angkut barang, saya salah seorang yang menemui pihak persuahaan. Jika DPM bilang 7000 untuk ibu-ibu
pengakut, saya lobi menjadi 8000.
Saya berharap tambang buka lagi, namun maunya benar-beanr diawasi pemerintah. Agar dikemudian hari tidak ada dampak negatif. Karena
masyarakat dapat menyampaikan keluhan melaui pmerintah. Misalnya jaminan keamanan pertanian, bila tidak ada jamainan dari pemerintah,
tentu kami yakin. Bila pemerintah bilang tidak baik, lebih baik terus terang dikatakan sekarang.
” Wawancara 21 Juni 2015 Hal itu juga diungkapkan oleh Bapak Jefferson Sitorus, Sekretaris Desa:
“Sekarang masyarakat disini menanami lahan dengan segalam macam tanaman, sebab setiap tanaman nanti akan di hitung jika di lahan darat
karena mereka menganggap ganti rugi sebagai keuntungan yang besar.
Hingga sekarang semua ditanamai, meski tidak ada harapan tanahnya akan kena, semua tanaman ditanam, karena terasa lama, dibabat lagi.
Masyarakat berharap besar namun tidak ada pendirian yang teguh.
Universitas Sumatera Utara
82
Mago-mago manggantima. Hanya mengganti jenis tanaman tanpa mendapatkan hasilnya.” Wawancara 28 Juni 2015
Meskipun perusahaan di masa vakum ini tidak memiliki informasi yang terbuka kepada masyarakat apakah akan kembali beroperasi atau tidak, namun itu
masih menjadi suatu masa yang dinantikan oleh masyarakat Dusun Sopokomil. Sebagian dari mereka menyadari kesalahan di masa lalu dan ingin mengubahnya
ketika perusahaan beroperasi kembali. Mereka juga menginginkan perhatian pemerintah dalam hal pendampingan bagi mereka untuk menyampaikan aspirasi
kepada pihak perusahaan jika beroperasi nanti. Mereka menginginkan peraturan yang tegas dan ingin pihak-pihak berwenang mengatakan yang sebenarnya akan
dampak yang mungkin terjadi di berbagai aspek jika pertambangan aktif beroperasi kembali.
4.6 Gambaran Kohesi Sosial : 4.6.1 Kohesi Ketika Masa Perencanaan Pertambangan