Kohesi Sosial TINJAUAN PUSTAKA

28 Robert K.Merton mengatakan bahwa perhatian fungsionalisme struktural harus fokus pada fungsi-fungsi dibandingkan terhadap motif-motif. Fungsi merupakan akibat-akibat yang dapat diamati dan menuju adaptasi atau penyesuaian dalam suatu sistem. Oleh karena itu fungsi bersifat netral secara ideologis. Merton mengajukan konsep yang disebut dengan disfungsi. Ia menegaskan bahwa apa yang fungsional bagi suatu kelompok bisa saja tidak fungsional bagi keseluruhan sistem yang ada. Sehingga batas-batas analisa terhadap kelompok yang diteliti harus jelas ditentukan. Konsep lain dari Merton yakni mengenai sifat dari fungsi tersebut, diantaranya adalah fungsi manifest dan laten. Fungsi manifest yakni fungsi yang diharapkan intended sedangkan fungsi laten merupakan fungsi yang tidak diharapkan. 11

2.2 Kohesi Sosial

Untuk memahami setiap hubungan sosial yang menjelaskan tentang kohesi sosial perlu memperhatikan waktu dan budaya dimana terjadi pembentukannya. Menurut penjelasan dari Council of Europe’s Strategy for Social Cohesion 12 bahwa kohesi sosial sebagai “kemampuan suatu masyarakat untuk menjamin kesejahteraan anggotanya, menekan perbedaan dan menghindari polarisasi. Masyarakat yang kohesif merupakan komunitas yang terdiri dari individu- individu bebas yang saling mendukung, mencapai tujuan bersama secara demokrat is”. Sebaliknya, Ritzer et al. 2000 lebih menekankan aspek modal 11 George Ritzer dalam Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda 12 Council of Europe Action Plan for Social Cohesionhttp:www.coe.intenwebabout-uswho- we-are Universitas Sumatera Utara 29 sosial dari kohesi sosial, dengan mendefinisikannya sebagai “satu keadaan dimana sekelompok orang dalam suatu wilayah geografis menunjukkan kemampuan untuk berkolaborasi dan menghasilkan iklim untuk perubahan”. 13 Merujuk pada waktu sekarang ini kohesi sosial diartikan sebagai adanya kesanggupan dalam diri masyarakat untuk memberikan kenyamanan lingkungan bagi anggotanya dalam setiap aktivitas dan interaksi keseharian kehidupan mereka. Secara pokok Durkheim memberikan pemahaman bahwa dalam masyarakat terdapat solidaritas mekanik dan solidaritas organik. Solidaritas mekanik menjelaskan bahwa dalam diri masyarakat ada kekuatan yang kuat dalam memberikan pengaruh, sedangkan dalam solidaritas organik memuat ketergantungan yang terjadi antara satu individu dengan lainnya yang secara perlahan akan membentuk ikatan yang disebut kohesi. Keterikatan dapat terbentuk dalam masyarakat secara alami, meski mereka tidak mengetahui bahwa mereka akan menuju kohesi sosial. Sebagai suatu kelompok yang menyatu, masyarakat akan mencari dahulu kesamaan-kesamaan yang mereka miliki dengan masyarakat lainnya. Beberapa kesamaan yang dapat menyatukan mereka menjadi lebih padu antara lain seperti kesamaan nilai dan munculnya rasa saling memiliki diantara mereka. Hal ini menjelaskan bahwa kohesi sosial terbentuk dengan adanya persamaan nilai yang dianut, adanya tantangan dan kesempatan yang sama, serta saling memiliki kepercayaan dan harapan. Penjelasan terakhir yang menggambarkan kohesi sosial ini adalah masyarakat dapat bekerjasama dalam suatu kesatuan yang sungguh ada. 13 Kajian Tematis Menuju Pembangunan Damai: Membangun Kohesi Sosial dan Rekonsiliasi Sulawesi Tengah dan Maluku Utara Juli 2004 Universitas Sumatera Utara 30 Kohesi sosial bukanlah konsep yang tercipta secara teknis, melainkan suatu interpretasi yang didasarkan pada pengalaman empirik yang dialami oleh pelaku di lembaga yang termotivasi karena rasa tanggung jawab untuk mencari solusi dari konflik yang terjadi di masyarakat. Kohesi sosial juga memfokuskan kepada tujuan politik. Tujuan politik yang ingin dicapai pada masa kini menekankan mengenai upaya pemenuhan hak individual berupa hak sipil dan politik serta ekonomi dan sosial. Terciptanya konsep kohesi sosial bukan suatu tahapan yang bisa dengan mudah ada dengan sendirinya. Harus ada proses yang terjadi dalam diri individu dengan kelompok atau lembaga yang dalam kehidupan masyarakat telah memiliki norma yang jelas dan dipahami semua pihak. Maka dari itu aturan main yang berlaku berasal dari komunitas tertentu untuk lingkungan didalamnya. Untuk terciptanya keadaan lingkungan masyarakat yang nyaman dan bebas dari perbedaan kepentingan yang berujung pertentangan masyarakat membutuhkan empat elemen dasar pemenuhan Hak Asasi Manusia yang berupa HAM yang berupa kesetaraan tanpa adanya diskriminasi, harkat dan martabat dijunjung tinggi, komitmen untuk berpartisipasi serta kebebasan individu dengan adanya pengembangan diri. Agar kohesi sosial yang baik terwujud dalam masyarakat, keempat elemen tersebut harus dijalankan seperti seharusnya. Ketika proses penerapannya berjalan dengan baik, kehidupan masyarakat akan lebih terjamin dan saling berkecukupan. Untuk di jaman globalisasi yang perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat terciptanya kohesi sosial dapat terjadi dengan mewujudkan lingkungan yang berdasar pada solidaritas organik, karena masyarakat sekarang ini memiliki Universitas Sumatera Utara 31 ketergantungan kepada orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Tentu hal ini akan membuat keterikatan dan mereka mencari kesamaan antara satu dengan lainnya. Memahami kohesi sosial membutuhkan pendekatan yang berbeda caranya, karena setiap masyarakat memiliki ciri berbeda di tiap waktu yang mereka jalani. Misalnya saja masyarakat yang sekarang hidup dalam jaman modern yang penuh teknologi baru dan akses terhadap informasi yang lebih cepat. Cara masyarakat sekarang dalam berinteraksi tidak lagi hanya bertitik tolak kepada tradisi, namun dalam bertindak masyarakat kontemporer saling memahami dalam rasa hormat yang dimiliki terhadap sesama manusia. Dalam memahami kohesi sosial yang ada pada masyarakat terdapat beberapa pendekatan yang memberikan penilaian terhadap keadaan kohesi sosial di masyarakat. Pendekatan yang pertama ialah negative approach pendekatan negatif. Pendekatan ini memandang kohesi sosial di masyarakat tidak terjadi karena adanya halfaktor negatif yang menyebabkan tidak terciptanya hubungan masyarakat yang baik. Seperti kemiskinan dan pengangguran merupakan salah satu faktor penyebabnya. Pendekatan yang kedua adalah positive approach pendekatan positif. Pendekatan ini menekankan bahwa masyarakat secara keseluruhan memiliki kemampuan untuk mendapatkan kualitas hidup yang bagus bagi dirinya atau dalam arti kata lain untuk membentuk keadaan dimana kohesi sosial dapat tercipta berdasar kualitas hidup. Pendekatan positif ini dibagi menjadi empat pendekatan. Pertama, territorial cohesion approach yang berdasar kepada prinsip solidaritas Universitas Sumatera Utara 32 teritorial yang terjadi antara anggota Uni-Eropa dengan wilayahnya. Solidaritas teritorial ini dianggap akan menciptakan kohesi sosial karena keadaan ini akan mengurangi adanya perbedaan di wilayah tersebut. Kedua, social capital approach yang melihat adanya persamaan nilai, standar hidup dan kepercayaan bersama akan menciptakan masyarakat yang berupaya untuk menyelesaikan masalahnya secara bersamaan. Dalam hubungan ini terdapat badan untuk mengkoordinasi hubungan mereka sehingga hubungan ini menciptakan kohesi sosial yang efektif.Ketiga, Quality of life approach, pendekatan ini dikenalkan oleh European Foundation for Improvement of Living and Working Conditions. Pendekatan ini melihat bahwa kualitas sosial dalam masyarakat dapat dijadikan indikator untuk mengevaluasi kualitas ekonomi dan hubungan sosial mereka. Kualitas sosial ini memiliki empat karakteristik, yaitu kestabilan ekonomi, keterbukaan hubungan sosial, perluasan kohesi sosial dan kebebasan individu. Keempat, Acces to right approach yang melihat bahwa dengan menganalisa kebutuhan masyarakat dalam pemenuhan hak-hak mereka maka dapat dilihat apakah kohesi sosial dapat tercipta. Contohnya dapat dilihat dari sistem informasi dan komunikasi serta penanganan keuangan dan sumber daya manusia. Keempat pendekatan ini merupakan cabang dari pendekatan positif yang menekankan kepada kualitas hidup sebagai faktor terciptanya kohesi sosial. 14 Kohesi sosial tersebut terbentuk melalui pertemuan sosial yang rutin selama berbulan-bulan hingga berpuluh-puluh tahun yang didasari oleh adanya saling butuh, kemudian membentuk suatu mekanisme sosial saling membantu. Adanya nilai-nilai bersama, saling percaya, interaksi sosial, serta kelembagaan 14 Bisma Putra Sampurna - Memahami Konsep Kohesi Sosial. http:edukasi.kompasiana.com Universitas Sumatera Utara 33 yang berjalan dengan baik membuktikan bahwa kohesi sosial memang terbangun berkat tradisi yang didukung oleh kesadaran kekerabatan hingga adanya partisipasi aktif masyarakat. Kohesi sosial tersebut terbentuk juga dipengaruhi oleh mata pencaharian masyarakat yang cenderung seragam. Suatu tradisi dapat bertahan di masyarakat karena adanya kesadaran dari masyarakat, rasa memiliki, serta adanya manfaat yang dirasakan seperti menambah pemasukan kas dan inventaris, mempererat tali silaturahmi, melatih kemandirian, dan keamanan lingkungan. Namun dalam upaya mempertahankan suatu tradisi pada dasarnya tidak bisa dilepaskan dari suatu hambatan. Adapun faktor penghambat kohesi sosial itu antara lain berasal dari intern dan ekstern. 15

2.2.1 Komponen yang Mempengaruhi Kohesi

Dalam proses kehidupan masyarakat yang setiap komponennya adalah kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, beberapa faktor berikut menurut Professor Andrew Markus adalah komponen yang mempengaruhi kohesi dalam masyarakat. Kesamaan Visi: yaitu sebagian besar para peneliti beranggapan bahwa kohesi sosial yang membutuhkan nilai-nilai universal , saling menghormati aspirasi dan umum atau identitas bersama oleh anggotanya . Saling memiliki dari suatu kelompok: perasaan inti ini menggambarkan tentang sebuah kelompok atau masyarakat di mana ada berbagi tujuan dan tanggung jawab dan sebuah kesiapan untuk saling membantu dengan masyarakat lainnya. 15 Eka Nofianti dan V. Indah Sri Pinasti, M.Si Kohesi Sosial dalam Tradisi Jimpitan Beras pada Masyarakat Perdesaan Universitas Sumatera Utara 34 Proses: kohesi sosial umumnya dilihat bukan hanya sebagai hasil, namun sebagai proses bagi masyarakat secara terus menerus dan tampaknya tidak pernah berakhir untuk mencapai keharmonisan sosial. Perbedaan dalam definisi menjadi perhatian faktor yang meningkatkan dan mengikis proses harmoni komunal dan relatif berat melekat pada operasi faktor tertentu. Faktor-faktor tersebut antara lain: faktor ekonomi; tingkat kemiskinan dan pengangguran, tingkat kesejahteraan dan upah layak, mobilitas penduduk, kesehatan, kepuasan hidup dan rasa aman, dan kepedulian pemerintah terhadap masalah kemiskinan. Politik: tingkat partisipasi politik dan keterlibatan sosial, termasuk tingkat kesetiakawanan, pengembangan modal sosial, saling mengenal dan memahami jangkauan jaringan kolega, serta kepercayaan sosial yang memfasilitasi koordinasi dan kerja sama yang saling menguntungkan. Sosial-budaya:Perbedaan tingkat konsensus homogenitas dan heterogenitas yang melingkupi isu dalam lingkup lokal dan nasional. 16

2.3 Perubahan Sosial