Komponen Kohesi Sosial DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA

88

4.7 Komponen Kohesi Sosial

Kohesi sosial didefinisikan sebagai perekat yang menyatukan masyarakat,membangun keselarasan dan semangat kemasyarakatan, serta komitmen untuk mencapaitujuan-tujuan bersama. Diasumsikan bahwa kohesi sosial merupakan syarat dasar bagi sebuah masyarakat. Di sisi lain, perubahan sosial merupakan sebuah proses dinamis dan saling mempengaruhi antara isu-isu yang bertentangan situasi konflik yang mendasar, sikap negatif danjuga terkadang berujung pada tahap pemaksaan. Namun dalam proses terciptanya kohesi di masyarakat memiliki faktor yang mendukung.

4.7.1. Faktor Pendorong A. Mempertahankan Tradisi

Kekompakan yang dulu ada di masyarakat, sebelum hadirnya pertambangan disatukan oleh adanya kesamaan visi diantara mereka. Hal ini terjadi oleh karena adanya persamaan-persamaan, serta saling membutuhkan diantara mereka. Mata pencaharian yang dulu fokus di sektor pertanian dijalani dengan sepenuh tenaga, sehingga semangat kegotongroyongan itu ada karena murni untuk saling membantu bukan beroreintasi uang tunai. Walaupun mereka dulu hidup dalam kesederhanaan, mereka merasakan rasa kekeluargaan yang erat oleh karena belum tersentuh oleh kebiasaan-kebiasaan baru setelah kehadiran pertambangan disana. Inilah yang terjadi sekarang di masyarakat ketika perusahaan dalam masa vakum. Kenangan akan keakraban di masa lalu menggugah kesadaran mereka bahwa mereka akan kuat ketika mereka bersatu dalam pikiran, ide, pendapat dan Universitas Sumatera Utara 89 tujuan yang dimiliki kembali seperti di masa sebelum adanya pertambangan. Meski telah melalui masa yang membuat perubahan dalam kebiasaan mereka berinteraksi, namun hal itu dianggap sebagai pelajaran untuk dapat menyikapi bentuk-bentuk perubahan yang akan ada di kemudian hari. Sehingga sekarang ini mereka fokus untuk bekerja di lahan pertanian masing-masing. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Jefferson Sitorus: “Masa vakum menjadi momentum untuk masa merenungi bagi masyarakat. Bila masyarakat menarik kesimpulan dari peristiwa yang sudah terjadi, harusnya mereka memiliki keinginan untuk lebih baik lagi. Mereka harunsya sadar untuk memanfaatkan penghasilan dari DPM untuk kesejahteraan yang lebih baik lagi, demikian halnya dengan masyarakat yang dulu smpat menerima ganti rugi dari perusahaan, tidak ada yang sukses. Hal ini karena tidak adanya perencanaan dan alokasi penggunaan uang tadi yang tidak tepat. Kalau sudah punya perencanaan , dari awal transasksi kan pasti dia tahu arah tujuan uangnya. Yang selama ini terjadi adalah mereka saling berlomba untuk menjual tanahnya, bahkan ada upaya-upaya tertentu dengan mendekati perusaaan agar tanah mereka mendapat ganti rugi. Mereka hanya berjuang untuk uang, namun perencanaan kedepan tidak ada. Keuntungan di masa vakum ini, jika masyarakat sadar bahwa inilah kesempatan, jika nanti tanahnya mendapat ganti rugi ia sadar. Dulu saya terima uang banyak namun tidak menghasilkan apa-apa. ” Wawancara 28 Juni 2015

B. Rasa Memiliki

Rasa saling memiliki yang ada diantara masyarakat penduduk Sopokomil terbentuk oleh kebersamaan yang telah mereka miliki dari sebelum ada pertambangan, hadirnya pertambangan dan sekarang sampai masa vakum. Dulu kebersamaan itu adalah hal yang jarang atau sulit ditemukan di daerah ini. Terlebih di daerah dusun I dan dusun II. Masyarakat dari dusun II harus melalui jalan dari dusun I. Masa itu tidak ada kepercayaan dari suku Pakpak terhadap suku Universitas Sumatera Utara 90 Toba, demikian juga sebaliknya. Antara kedua suku ini selalu merasa saling curiga, tidak percaya dan selalu ada anggapan buruk apabila bertemu satu sama lain. Akan tetapi hal tersebut telah memudar, ditambah lagi dengan terjadinya perkawinan antar suku Pakpak dengan suku Batak Toba. Sehingga sekarang ini mereka sudah merasa sebagai saudara, tidak lagi memandang suku dan agama. Demikian perjalannnya ketika pertambangan ini hadir di tengah-tengah kehidupan masyarakat Sopokomil. Penduduk yang telah melalui masa pertambangan sampai masa vakum ini kemudian menyadari juga bahwa mereka adalah saudara yang akan tetap bersama hari ini dan masa mendatang. Mereka melupakan masa-masa yang dulu, jika mungkin pernah ada pertentangan itu adalah bagian dari masa lalu yang harus ditinggalkan agar kebersamaan tetap terjaga. Hal demikian diungkapkan Bapak Perry Sinaga: “Saya pikir, jika misalnya ada beberapa konflik yang terjadi, masalah ini akan terlebih dahulu dilaporkan pada tokoh penatua di dusun ini, jika nanti para penatua dusun tidak mampu menyelesaikannya, baru masalah tadi dilaporkan kepada kepala dusun. Misalnya saja ada yang konflik fisik, tidak ada langsung main lapor ke pihak yang berwajib, karena para penatua dusun akan berupaya membuat jalan damai dan adanya anggapan bahwa kita yang sekarang bersama disini, juga adalah bersama di esok hari hita do saonari, hita do marsogot, hita do haduan. Saya sering juga memberikan masukan yang baik kepada pemerintah di dusun, misalnya terkait bantuan untuk masyarakat agar pembagiannya tidak menimbulkan masalah yang ada nantinya. Demikian halnya jika ada proyek pembangunan, pasti kita sarankan untuk lokasi yang lebih paling memerlukan. Kalaupun ada perasaan negatif tadi, itu memiliki kemungkinan yang kecil untuk berkembang. Nilai-nilai bersama, adat istiadat. Ada juga saling menjaga bangunan bersama, misalnya jembatan atau jalan yang digun akan untuk kepentingan bersama.” Wawancara 24 Juni 2015 Demikian juga yang diungkapkan oleh Bapak Edi Banurea: “Sebahagian kecil memang masyarakat ini memiliki sifat individual, namun pada umumnya masayarakat di desa ini tidak selalu menjadi Universitas Sumatera Utara 91 berpatokan pada masyarakat yang individual tadi. Itupun kalau ada, tergantung pada sifat manusia pada umumnya, mungkin karena dia merasa berbeda dengan masyarakat lainnya, susah berbagi, atau dia menginginkan orang-orang tidak seperti dia atau mengira dasar ia berbeda dengan orang lainnya harta namun sikap individu ini hanya sebagian kecil saja. Tanpa orang lain mereka merasa bisa padahal kurang pergaulan, kurang komunikasi dengan teman, namun membawa prinsipnya sendiri meskipun ada yang begitu, mereka tidak menguasai masyarakat, masyarakat disini tetap kompak. ” Wawancara 20 Juni 2015 Artinya, meski kehadiran pertambangan sempat menciptakan peluang akan tumbuhnya sekat-sekat sosial dalam pelaksanaannya. Akan tetapi pada akhirnya baik itu masyarakat tua-muda, laki-laki-perempuan, kaya-miskin yang berasal dari berbagai keyakinan atau agama dapat mengikuti perubahan yang terjadi ketika perusahaan sudah pada masa vakum, karena mereka memiliki tujuan yang sama, yakni membangun harmoni, keselarasan, dan keseimbangan, baik dengan alam, maupun dengan sesama. Misalnya saja ketika membentuk kelompok tani yang diberi nama Pelangi Bersatu, kepentingannya hanya satu, yakni bagaimana kebersamaan dan kelompok yang mereka bentuk ini menciptakan kekompakan bagi mereka agar lebih baik lagi dalam mengelola lahan pertanian yang sempat tertinggalkan. 27

C. Regenerasi Kepengurusan

Menghadapi perubahan zaman yang lebih maju menuntut masyarakat untuk peka terhadap perubahan dan perkembangan teknologi informasi yang ada. Demikian juga dalam kepemimpinan di dusun ini yang tokoh informal tokoh adat sangat dihargai, namun untuk memimpin serikat marga, arisan dan pengurus 27 Ayu Sutarto - Upacara Tradisional, Kohesi Sosial dan Bangunan Kebangsaan Universitas Sumatera Utara 92 kegiatan keagamaan mereka memberikan kesempatan kepada para generasi yang lebih muda untuk menjadi pemimpin dan tokoh penting. Hal ini diungkapkan oleh Bapak Perry Sinaga “Perubahan sosial yang ada adalah dimana generasi tua sudah memberikan kesempatan bagi generasi muda untuk tampil dalam kepemimpinan. Mereka sadar betul dalam kemajuan jaman sekarang ini lebih dapat diandalakan adalah para generasi muda. Meski perubahan ada, namun kekompakan tetap ada. ” Wawancara 24 Juni 2015

D. Kepuasan Hidup dan Rasa Aman

Kohesi sosial sebagai proses yang terjadi dalam masyarakat untuk mencapai keharmonisan, terjadi oleh karena adanya rasa saling memiliki tadi. Sehingga tidak sampai menimbulkan tindakan-tindakan yang merugikan anggota masyarakat. Lingkungan yang alami dan kondusif juga menjadi faktor yang mendukung terciptanya kepuasan hidup dan rasa aman diantara mereka. Berdasarkan penuturan J. Simbolon “Saya sendiri sudah 65 tahun tinggal di dusun ini, nah… Satu hal yang saya syukuri adalah selama masa itu saya tidak pernah sakit parah, sehingga saya betah tinggal di dusun ini.” Wawancara 23 Juni 2015 Hal serupa juga diungkapkan oleh Bapak Perry Sinaga “…yang membuat saya merasa nyaman tinggal di kampung ini adalah beberapa faktor berikut, cuaca yang sejuk, lahan masih luas untuk bekerja di bidang pertanian, kemudian adat budaya untuk saling kerjasama dalam gotong royong dan kemudian sesuai dengan kualitas yang saya miliki pribadi, bila pun pindah ke daerah lain kan, nanti jadi kalah bersaing atau kompetisi dalam hal baru. ” Wawancara 24 Juni 2015 Rasa nyaman yang didapatkan masyarakat membuat mereka betah untuk tinggal di suatu wilayah. Kondisi inilah yang membuat masyarakat Sopokomil merasa bahwa tempat tinggal mereka ini adalah wilayah yang tepat untuk Universitas Sumatera Utara 93 ditinggali. Tingkat kriminalitas juga tidak pernah terjadi di dusun ini. Apabila membandingkan dengan daerah lain, misalnya seperti Sepeda Motor biasanya dimasukkan ke dalam rumah untuk mengantisipasi kehilangan. Namun di Sopokomil ini berbeda, kendaraan bermotor dibiarkan terparkir begitu saja di luar rumah tidak pernah ada kejadian kehilangan. Rumah-rumah warga juga demikian, tidak ada pengamanan khusus atau pemasangan kunci ganda. Saling percaya dan merasa satu keluarga sehingga terasa damai dalam kehidupan mereka.

4.7.2 Faktor Penghambat A. Tingkat Pendidikan yang Rendah

Tingkat ilmu pengetahuan yang dimiliki masyarakat dapat menyebakan perbedaan sikap dalam menilai sesuatu hal yang ada. Seperti kehadiran pertambangan yang dianggap sebagai sumber pendapatan pada awal kehadirannya, namun di masa vakum mereka menjadi kehilangan sumber pendapatan tersebut. Padahal hal tersebut tidak akan terjadi bila mereka telah mempersiapkan diri untuk hal-hal yang dapat merugikan mereka dikemudian hari. Seperti yang diungkapkan Bapak W.Berutu: “Klasifikasi masyarakat disini masih bependidikan rendah, belum ada model berpikir yang modern, jika misal ada pertemuan membahas suatu wacana, mana makan dari sana. Masyarakat lebih suka membahas tentang adat saja misalnya. Sehingga masyarakat sini tidak dapat mengambil manfaat baik dari kehadiran perusahaan ini. Pendidikan juga ini membuat masyarakat ini tidak maju. Kalupun perusahaan ada, jika pendidikan masyarakat tinggi, pasti perusahaan lebih mudah memberikam masukannya. ” Wawancara 21 Juni 2015 Universitas Sumatera Utara 94 Bapak Jefferson Sitorus juga mengungkapan hal demikian: “Mereka berharap lebih, menunggu-menunggu perusahaan sampai terbuka. Bila memang masyarakat mengerti apa itu eksplorasi, kan masih ada kemungkinan tidak harus produksi. Pihak perusahaan juga tentu mempertimbangkan keuntungan bagi perusahaan mereka. Padahal dulu daerah ini adalah penghasil kopi, cengkeh, kakao dan nilam. Tanah disini sangat subur, namun sekarang sangat miris melihatnya. Masyarakat sudah terpengaruh dengan keuntungan dari tambang, mereka naik ke bukit, menawarkan diri untuk bekerja. Bahkan usia tua tidak menghalami mereka untuk begitu. Sementara lahan menjadi terbengkalai setelah mereka bekerja disana, ditambah lagi hama dari monyet dan musang di ladang, hingga hasil lahan tidak tampak lagi. Untuk merubah ini harus dengan perlahan, memang di eksplorasi tenaga masyarakat ini masih diperlukan, sementara ketika ekploitasi nanti pasti perusahaan menggunakan tenaga ahli. Intinya perusahaan pasti tidak ingin rugi, mereka juga akan memangkas biaya peroduksi. Masyarakat harus bersiap untuk masa ini, jika nanti perusahaan beroperasi kembali. Dulu sempat ada diadakan penerimaan umum, namun karena masyarakat menuntut untuk pengutamaan putra daerah, memang mereka diterima bekerja, namun tidak mendapatkan jenjang karier karena kurangnya skill yang dimiliki. Namun masyarakat tidak menyadari hal ini. ” Wawancara 28 Juni 2015 Pengetahuan akan keberadaan tambang akan membuat masyarakat dapat membuat penilaian terhadap kehadiran pertambangan di daerah mereka. Akan tetapi seperti masyarakat pedesaan pada umumnya yang masih rendah dalam tingkat pendidikan menyebabkan perbedaan-perbedaan ketika membuat keputusan dan sikap-sikap terhadap kehadiran pertambangan ini. Sebagian masyarakat menuntut untuk hak-hak tertentu namun melupakan tanggungjawabnya. Misalnya saja untuk bekerja menjadi tenaga ahli, padahal mereka tidak memiliki skill. Hal- hal demikian ini menjadi penghambat dalam terjadinya keharmonisan sosial antara sesama masyarakat juga dengan pihak perusahaan. Universitas Sumatera Utara 95

B. Kurang Pengalaman dan Pergaulan

Masyarakat tentu memiliki pandangan yang berbeda ketika mengetahui bahwa daerah mereka akan menjadi daerah eksplorasi pertambangan. Di awal proses pembangunan yang ada, masyarakat diikutsertakan dalam merumuskan hal-hal yang baik agar tidak merugikan mereka. Akan tetapi forum yang ada sering tidak dapat menampung aspirasi yang ada karena sering ada perbedaan paham diantara mereka. Misalnya seperti yang diungkapkan Bapak J.Simbolon: “Sebenarnya dalam hati ingin memberikan masukan kepada pihak perusahaan, namun ketika nanti ada dari kita masyarakat yang ingin memberikan masukan, diantara mereka akan muncul pernyataan…pamalo-malohon di merasa sudah pintar. Jadi sikap-sikap seperti ini menghilangkan percaya diri yang sempat ada untuk mengungkapkan aspirasi dalam diri ”. Wawancara 23 Juni 2015 Bapak Martua Padang juga mengungkan hal yang demikian: “Ada semacam kekurangan masyarakat Sopokomil ini, jika misalnya ada sebuah forum diskusi, tidak ada yang memberikan masukan. Namun ketika acara sudah selesai, baru memberikan masukan. Saya rasa ini terjadi karena berpikir bagai katak dalam tempurung. Karena saya rasa, orang- orang akan mendapatkan wawasan jika bergaul dengan orang lain. ” Wawancara 21 Juni 2015 Berdasarkan keterangan diatas terlihat jelas bagaimana cara-cara bergaul atau berinteraksi masyarakat dapat mempengaruhi bagaimana mereka memahami yang terjadi di daerah tempat tinggal mereka. Lingkungan adalah faktor yang akan membentuk kita untuk berpikir dan bertindak agar sesuai dengan nilai dan norma yang diharapakan oleh orang laing. Maka yang terjadi ketika bergaul dengan lingkungan yang tidak dapat menampung aspirasi dan masukan yang membangun, serta tidak dapat menyuarakan pendapat mereka terjadilah Universitas Sumatera Utara 96 pertentangan di dalam diri mereka sehingga tidak dapat lagi satu ide, gagasan dan cita-cita.

C. Peristiwa Politik

Sebagai negara demokrasi, sistem pemilihan kepala daerah di negara Indonesia dilakukan dengan pemilihan umum PEMILU. Sehingga ketika Pemilu telah usai, malah menyisakan ketidakpuasan dalam diri masyarakat. Sering terjadi karena ketidaksepahaman dalam pentas demokrasi ini menyebabkan perpecahan dalam masyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Edi Banurea berikut: “Ketika suatu keputusan mencapai final, memang akan menghadirkan pro dan kontra. Ini salah satu akibat demokrasi, dimana suara terbanyak yang menang akan menentukan hasil akhir. Dan hal inilah yang membuat perbedaan ini. ”Wawancara 20 Juni 2015 Hal demikian memang sangat tampak dalam kehidupan masyarakat pedesaan. Termasuk karena mereka satu sama lain saling kenal, ada ikatan keluarga dan ingin pilihan mereka menang. Memang hal ini tidak akan berlarut- larut sampai masa yang lama, meskipun demikian ketika masa-masa Pemilu akan sangat terasa persaingan yang terjadi diantara masyarakat Sopokomil.

4.7.3 Gambaran Matrix Perubahan Kohesi Sosial

Berikut ini beberapa gambaran perubahan kohesi sosial yang terjadi di masyarakat Dusun Sopokomil dari awal kehadiran tambang sampai di masa vakum sekarang ini. Universitas Sumatera Utara 97 Tabel 9.1 Matrix Perubahan Kohesi Sosial Masa Perencanaan No Aspek Perubahan Masa Perencanaan 1 Mata Pencaharian  Daerah Sopokomil memiliki tanah yang subur, sehingga masyarakat tidak pernah mengeluh tentang hasil panen. Hanya saja yang menjadi keluhan adalah akses menuju lokasi penjualan hasil pertanian, karena jarak ke onanpasar jauh ± 10 km. Lokasi jalan berbukit dan belum beraspal.  Anak-anak, ibu rumah tangga, tua dan muda ikut bekerja mengangkut barang ke atas bukit dengan upah uang tunai. 2 Gaya Hidup  Bergaul dan bertemu dengan masyarakat lain di kedai tuak di sekitar desa. 3 Kesempatan Kerja  Penduduk terbagi dalam dua kubu yang menolak dan menerima pertambangan. Bagi yang menerima membuat forum diskusi di masyarakat agar mereka kompak, mendapatkan manfaat dari kehadiran pertambangan.  Sedangkan masyarakat yang menolak pertambangan melakukan aksi unjuk rasa demonstrasi agar pertambangan dihentikan karena tidak ingin terjadi kerusakan lingkungan. 4 Interaksi  Masih adanya kebiasaan menjenguk orang sakit, Marsiruppabekerja ke lahan orang lain masih ada. Demikian juga saling membantu ketika akan ada pesta adat.  Timbul rasa saling curiga di masyarakat terhadap hadirnya pertambangan, saling sindir dan merasa paling mengetahui tentang pertambangan. Universitas Sumatera Utara 98 Tabel 9.2 Matrix Perubahan Kohesi Sosial Masa Pembangunan No Aspek Perubahan Masa Pembangunan 1 Mata Pencaharian  Akses ke luar daerah lebih mudah karena sudah ada pembangunan sarana transportasi, sehingga kendaraan sudah dapat masuk ke daerah desa.  Masyarakat diberikan kesempatan untuk bekerja membangun perumahan karyawan  Penduduk laki-laki sering mendapat borongan untuk membuka jalan, membersihakan akses jalan dan bekerja di pertambangan dalam proses eksplorasi. 2 Gaya Hidup  Minum tuak ke luar daerah dan acara makan- makan.  Makan dan minum dengan gizi seimbang  Bergaul dengan masyarakat dari luar desa. 3 Kesempatan Kerja  Pekerjaan yang ada diantaranya adalah dalam pembangunan akses jalan, mengangkut barang, dalam pengeboran dan menyediakan tenaga 4 Interaksi  Budaya gotong royong yang hilang, karena mengajak teman untuk bekerja di lahan pertanian saat itu sulit, kalau pun ada, mereka hanyalah anggota keluarga dekat saja.  Sempat terjadi konflik pertanahan dan jemaat gereja pada tahun 2009 karena menyangkut tentang lahan gereja yang akan digunakan sebagai akses jalan ke pertambangan. Universitas Sumatera Utara 99 Tabel 9.3 Matrix Perubahan Kohesi Sosial Masa Eksplorasi No Aspek Perubahan Masa Eksplorasi 1 Mata Pencaharian  Masyarakat sudah menganggap pertambangan ini sebagai sumber mata pencaharian mereka, sehingga lahan-lahan pertanian yang mereka miliki terbengkalai. 2 Gaya Hidup  Masyarakat yang bekerja di pertambangan mendapatkan fasilitas jaminan kesehatan Jamsostek  Membeli barang-barang elektronik baru, kendaraan bermotor dan renovasi rumah. 3 Kesempatan Kerja  Penduduk yang bekerja di perusahaan diberikan kursus atau pelatihan agar dapat bekerja di sektor teknis dalam pengoperasian peralatan dan mesin pertambagnan. 4 Interaksi  Ada masyarakat merasa cemburu karena tidak dapat posisi yang bagus di pekerjaan.  Ada persaingan untuk saling mendekatkan diri ke pihak perusahaan, terkait ganti rugi lahan.  Tidak sempat untuk menghadiri acara-acara atau kegiatan yang ada di desa. Karena harus bekerja di pertambangan.  Universitas Sumatera Utara 100 Tabel 9.4 Matrix Perubahan Kohesi Sosial Masa Vakum Pertambangan No Aspek Perubahan Masa Vakum Pertambangan 1 Mata Pencaharian  Penduduk kembali bekerja ke lahan pertanian mereka yang telah mereka tinggalkan ketika pertambangan beroperasi. 2 Gaya Hidup  Hasil dari lahan pertanian yang ditinggalkan tadi terkadang tidak cukup lagi untuk biaya hidup sehari-hari.  Ganti rugi lahan telah habis digunakan untuk belanja dan malah meninggalkan hutang. 3 Kesempatan Kerja  Penduduk pergi ke luar daerah Kabanjahe dan Pakpak Barat untuk mencari pekerjaan. Karena mereka sudah terbiasa dengan uang cash di perusahaan dulu, sehingga lahan pertanian tetap tertinggal. 4 Interaksi  Kekompakan itu kembali ada karena tidak lagi terfokus untuk bekerja di pertambangan. Sudah dapat bersama-sama ke gereja, ke masjid, ke arisan dan ke pertemuan kelompok tani.  Masyarakat yang dulu memiliki lahan pertanian dan telah dijual ke pihak tertentu sehingga harus bekerja ke lahan pertanian orang lain untuk kebutuhan sehari-hari. Gotong royong marsiruppa kembali ada, malah lebih banyak teman yang bisa di ajak untuk ikut bekerja ke lahan pertanian.  Kelompok tani yang mereka bentuk lebih aktif karena fokus perhatian sekarang adalah memperbaiki lahan yang sempat tertinggalkan. Universitas Sumatera Utara 101

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Masyarakat Dusun Sopokomil telah melalui empat tahapan ketika pertambangan Dairi Prima Mineral menjadi bagian dari kehidupan mereka. Diantara keempat tahap tersebut ada perubahan masing-masing yang sangat mempengaruhi bagaimana kehidupan sosial mereka yang tinggal di pedesaan. Terkhusus dalam kohesi sosial, ikatan yang mereka miliki sebagai suatu kesatuan masyarakat yang bersatu padu. Pada awalnya masyarakat Sopokomil yang terdiri dari dua etnis mayoritas, yaitu etnis Pakpak dan etnis Batak Toba. Mereka yang etnis Pakpak mayoritas beragama Islam, sedangkan etnis Toba mayoritas beragama Kristen. Walau terdapat perbedaan demikian, mereka tetap menjalin hubungan yang harmonis satu sama lain. Akan tetapi dimulai dengan masa perencanaan kehadiran perusahaan di dusun ini. Ketika itu kehidupan masyarakat sudah mulai mengalami guncangan. Perbedaan pendapat, sikap dan penilaian terhadap hadirnya pertambangan di daerah mereka membuat perbedaan-perbedaan ini menimbulkan rasa curiga, saling membenci bahkan konflik kepentingan yang terkait dengan kepentingan ekonomi. Sebahagian masyarakat yang setuju dengan kehadiran pertambangan adalah mereka yang ingin perubahan, bekerja di pertambangan, mendapatkan keuntungan ataupun uang dalam jumlah yang cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Sementara yang tidak setuju dengan kehadiran Universitas Sumatera Utara