Gambaran Kohesi Sosial : .1 Kohesi Ketika Masa Perencanaan Pertambangan

82 Mago-mago manggantima. Hanya mengganti jenis tanaman tanpa mendapatkan hasilnya.” Wawancara 28 Juni 2015 Meskipun perusahaan di masa vakum ini tidak memiliki informasi yang terbuka kepada masyarakat apakah akan kembali beroperasi atau tidak, namun itu masih menjadi suatu masa yang dinantikan oleh masyarakat Dusun Sopokomil. Sebagian dari mereka menyadari kesalahan di masa lalu dan ingin mengubahnya ketika perusahaan beroperasi kembali. Mereka juga menginginkan perhatian pemerintah dalam hal pendampingan bagi mereka untuk menyampaikan aspirasi kepada pihak perusahaan jika beroperasi nanti. Mereka menginginkan peraturan yang tegas dan ingin pihak-pihak berwenang mengatakan yang sebenarnya akan dampak yang mungkin terjadi di berbagai aspek jika pertambangan aktif beroperasi kembali. 4.6 Gambaran Kohesi Sosial : 4.6.1 Kohesi Ketika Masa Perencanaan Pertambangan Kehadiran pertambangan di suatu wilayah memberikan dampak bagi kehidupan sosial ekonomi bagi masyarakat yang tinggal disana. Kegiatan usaha pertambangan memberikan dampak positif dan negatif terhadap kondisi sosial masyarakat sekitar perusahaan. Dampak negatifnya adalah Kehadiran usaha pertambangan meningkatkan konflik antara masyarakat dan perusahaan yang dipicu masalah penerimaan tenaga kerja, masalah tumpang tindih lahan, dan tidak optimalnya perusahaan dalam melaksanakan program pemberdayaan masyarakat Comdev. Selain itu, keberadaan perusahaan memberikan dampak terhadap menurunnya aktifitas keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan gotong royong Universitas Sumatera Utara 83 terutama kerja bakti dan kegiatan-kegiatan keagamaan,tetapi memberikan dampak positif terhadap kepedulian pemberian bantuan dana untuk kegiatan-kegiatan sosial. Penduduk Dusun Sopokomil terdiri atas keberagaman berdasarkan suku dan agama. Penduduk di Dusun Sopokomil I mayoritas adalah Suku Pak-pak dan beragama Islam, Sedangkan di Dusun Sopokomil II mayoritas adalah Batak Toba dan beragama Protestan. Meski demikian hal ini tidak menjadi masalah yang membuat mereka terpecah ketika pertambangan hadir. Bahkan mereka saling menghargai tradisi dan ajaran masing-masing. Tidak tampak perbedaan yang berdasarkan suku dan agama, yang ada adalah satu kesatuan masyarakat yang kompak dan saling melengkapi. Demikian diungkapakan oleh Bapak E.Banurea : “…di masyarakat sini, perbedaan masyarakat Kristen, Islam, Pak-pak, Toba, meskipun ada Simalungun atau Karo pasti mengikuti adat Toba dan Pak-pak, Mereka tidak membawa sifat masing-masing. Contoh jika yang menjadi tuan rumah pesta adat adalah yang suku Pak-pak, masyarakat yang Toba tadi mengikuti. Jika adat Toba yang berlaku, maka masyarakat akan mengikuti adat Toba ketika adat tersebut berlangsung. Ada enam tradisi adat yang berjalan dengan baik disini, yaitu adat Samosir, Porsea dan Balige, Pak-pak, Karo pun kalau ada, Simalungun juga kalau ada berlangsung dengan baik. ” Wawancara 20 Juni 2015 Hal ini juga dikatakan oleh Bapak Jefferson Sitorus: “Tidak ada perbedaan yang mengatasnamakan suku dan agama di desa ini, boleh dikatakan meski suku Pak-pak yang menjadi tuan tanah di desa ini, namun tidak ada pergesekan yang terjadi dengan suku Batak Toba yang mayoritas di desa ini. ” Wawancara 28 Juni 2015 Ikatan yang terbentuk di masyarakat antara ketika perusahaan hadir dengan setelah pada masa vakum mengalami perubahan yang berearti. Masyarakat pada masa kehadirian pertambangan mengalami krisis interaksi Universitas Sumatera Utara 84 dengan kegiatan dan aktivitas bersama di desa, hal ini karena mereka fokus pada pekerjaan di perbukitan. Sementara ketika malam tiba, mereka memilih untuk pergi ke luar dari desa untuk sekedar minum tuak. Artinya ketika perusahaan hadir kohesi yang pernah ada itu memudar, digantikan kebiasaan baru yang tidak memberikan manfaat yang baik bagi kehidupan mereka dan hal itu yang mereka sesali ketika masa vakum ini.

4.6.2 Kohesi Pada Masa Pembangunan Pertambangan

Ikatan keakraban yang pernah ada pada masyarakat Sopokomil mulai bergeser ketika pembangunan sarana-prasarana pertambangan dilakukan. Mereka sudah memiliki kesibukan baru untuk mengisi waktu yang biasanya dihabiskan di lahan pertanian, berganti dengan pekerjaan pembangunan untuk keperluan perusahaan. Sehingga bentuk-bentuk kerjasama yang biasa dilakukan seakan memudar sehingga kekompakan itu perlahan menghilang diantara mereka ketika tahap pembangunan perusahaan dilakukan. Hal ini diungkapkan oleh Bapak Manaek Munthe: “Dalam hal kekompakan yang ada, terjadi banyak hal yang menjadi terabaikan ketika pertambangan beroperasi. Misalnya, ketika kita di sawah masa tanam atau panen, tiba-tiba ada informasi bahwa logistik perusahaan tiba, dan harus di angkut ke bukit, nanti bisa kawan-kawan kita yang kita ajak membantu kita ini malah meninggalkan pekerjaan di sawah ini, dan mengutamakan untuk mengangkut barang milik pihak perusahaan. Bisa anda bayangkan, bagaimana perasaan pemilik lahan tersebut bukan? Demikian juga ketika pesta adat, pasti orang sepi yang datang, karena semua orang terfokus kerja kepada perusahaan. Hingga saat itu banyak lahan-lahan yang terabaikan, ladang-ladang tidak terurus. Karena begini, ketika sudah siap mengangkut barang, masyarakat merasa tidak perlu lagi pergi ke ladangnya, menganggap uang hari ini yang diterima dari hasil mengangkut barang sudah cukup, memang cukup — Universitas Sumatera Utara 85 belanja kebutuhan sehari-hari terpenuhi, namun tidak memikirkan untuk menabung, itu sangat jarang yang ada. ” Wawancara 5 Juli 2015

4.6.3 Kohesi Pada Masa Pertambangan Beroperasi Eksplorasi

Kehidupan masyarakat yang kompak benar-benar berubah di masa ekplorasi ini. Mereka lebih mengutamakan untuk bekerja di tambang. Sudah merasa kegiatan di pertambangan ini adalah yang paling penting, sehingga urusan adat atau kegiatan kemasyarakatan lainnya dapat dikesampingkan. Seperti yang diungkapkan Bapak Perry Sinaga: “Dulu ketika semasa perusahaan aktif, jika misalnya ada pertemuan di dusun atau acara arisan, beberapa orang kan sudah sangat sibuk di pekerjaan masing-masing. Sehingga paling mereka bilang iuran saja yang dibayar, kerja ini lebih penting, demikian. ” Wawancara 24 Juni 2015

4.6.4 Kohesi Ketika Perusahaan Pada Masa Vakum

Masyarakat akan kembali kompak, ketika hal-hal yang merubah interaksi diantara mereka sebelumnya telah berlalu, seperti halnya petembangan. Ketika di masa vakum ini, masyarakat yang dulunya fokus untuk bekerja ke peertambangan kembali bekerja ke lahan masing-masing, mengikuti acara-acara adat, aktif kembali berorganisasi di desa dan akhirnya mengerti bahwa mereka adalah satu bagian yang tidak terpisahkan antara satu dengan lainnya. Hal demikian diungkapkan oleh Bapak Perry Sinaga: “Masyarakat disini masih saling mengerti apa yang perlu untuk dilakukan bersama, tangi do akka dongan masih saling mendengarkan pendapat orang lain. Saya dapat gambarkan rasa kebersamaan ini, misalnya ada seorang yang terkena pisau di sawah sana, kabar ini kan akan cepat Universitas Sumatera Utara 86 tersebar, pasti saya usahakan untuk mambantunya, misalnya menggotong dari sawah untuk dibawa ke tempat berobat tadi. Kemudian, ada tradisi bila misalnya ada yang baru melahirkan, tradisi maranggap itu masih ada, mungkin di daerah lain hal-hal seperti ini kan tidak ada lagi. Ada juga hikmah dalam vakumnya perusahaan ini, karena mungkin beberapa status sosial masyarakat ini banyak yang sejahtera, akan banyak persaingan yang lebih tidak sehat. Artinya diskriminasi mungkin akan ada, sehingga orang-orang yang dianggap tidak ada pengetehuan mungkin akan terkucilkan. Jadi masa vakum ini adalah masa untuk memepersiapkan diri dalam menyikapi apa yang harus dilakukan dalam memanfaatkan kesempatan yang ada. Karena bayangkan jika uang sudah banyak, mungkin akan marak tempat hiburan yang merusak moral dan mental. Atau dalam rusan adat, kehadiran orang-orang tidak penting lagi ke acara adat, bisa saja hanya bayar atau isi amplop sebagai perwakilan, karena stiap orang akan semakin sibuk dengn kerja masing-masing, yang dapat mengikis rasa kekeluargaan dan saling memiliki tadi. ” Wawancara 24 Juni 2015 Hal demikian juga diungkapkan oleh Bapak Lamasi Sitanggang: “Memang ada juga untungnya, ketika vakum ini, saya seperti yang sudah tua ini, bisa dapat teman untuk bekerja mengolah lahan, kalau dulu, mana bisa, kalaupun ada, i tu adalah keluarga dekat kita.” Wawancara 4 Juli 2015 Kesadaran yang timbul pada saat vakum ini membuat mereka menyatu kembali dalam ide, pikiran dan tujuan yang jelas. Masyarakat membentuk komunitas yang dapat mewadahi mereka untuk kembali kompak antara satu dengan lainnya. Mata pencaharian masayarakat sebagai petani yang sempat terabaikan sekarang kembali mereka lakukan dengan membentuk kelompok tani yang dapat menyatukan mereka. Mereka memberikan nama “Pelangi Bersatu” pada kelompok ini, menandakan bahwa keberagaman yang ada itu dapat menjadi suatu keharmonisan ketika dilakukan bersama. Hal ini juga diungkapkan oleh Bapak Martua Padang: “Di desa ini tidak ada istilah memilah-milah dalam interaksi. Makanya membuka kelompok pelangi bersatu, Sebagai batu looncatan untuk sarana bersilaturahmi. Jika misal ada kelompok yang kemalangan, kami akan Universitas Sumatera Utara 87 datang dan menyampaikan turut berduka partisipasi kekompakan. Kalaupun ada yang tidak mengerti pelangi, artinya banyak warna menjadi indah. ” Wawancara 21 Juni 2015 Seperti diungkapkan oleh Merton. Bahwa apa yang berfungsi baik bagi suatu kelompok bisa saja tidak memberikan manfaat bagi seluruh sistem yang ada. Hadirnya perusahaan pertambangan merupakan fungsional bagi pengusaha, pemilik modal dan pemerintah daerah, demikian juga masyarakat setempat. Karena memberikan uang tunai dengan cepat, ganti rugi lahan, dan bekerja di pertambangan. Namun seiring berjalannya waktu, kehadiran pertambangan menjadi disfungsi oleh karena masyarakat disekitar tambang menjadi tergantung pada uang dari perusahaan sampai kehilangan nilai-nilai kebersamaan diantara mereka. Meskipun demikian di masa vakum masyarakat Sopokomil mencari cara dalam menyelesaikan masalah mereka, peristiwa vakumnya perusahaan menimbulkan kesadaran dalam diri masyarakat untuk memperbaiki diri mereka sehingga masyarakat kembali dalam keseimbangan. Sejalan dengan konsep sifat dan fungsi dari Merton, yakni fungsi manifes merupakan fungsi yang diharapkan intended. Kehadiran pertambangan memberikan masyarakat Sopokomil harapan besar akan kemajuan, perbaikan kehidupan, peningkatan kesejahteraan dan pembangunan daerah. Namun di masa proses berlangsungnya perencanaan, pembangunan dan eksplorasi terjadi pula fungsi laten, yakni fungsi yang tidak diharapkan. Masyarakat Sopokomil tentu tidak mengharapkan akan tergantung pada pertambangan, namun karena alasan ekonomi uang sehingga nilai dan norma serta lahan pertanian menjadi terlupakan. Universitas Sumatera Utara 88

4.7 Komponen Kohesi Sosial