Bimbingan Laboratorium Ketrampilan Pembelajaran Laboratorium

ketrampilan tertentu sampai betul-betul trampil. Ketrampilan dapat dilatih tahap demi tahap sehingga menjadi trampil. Saat mahasiswa melaksanakan praktek di laboratorium, umpan balik dapat diberikan secara langsung baik dari instruktur maupun dari teman berlatih sehingga bisa segera dievaluasi. Hal ini tidak mungkin untuk dilakukan di depan pasien, karena pasien akan merasa menjadi kelinci percobaan dan mahasiswa menjadi kurang rasa percaya diri.

1. Bimbingan Laboratorium Ketrampilan

Sebelum melakukan bimbingan atau pelatihan perlu diketahui beberapa hal antara lain adalah siapa yang melatih, siapa yang dilatih, apa yang dilatihkan, bagaimana proses melatihnya, kapan waktu melatih, dimana tempat berlatih, sarana dan prasarana apa yang dibutuhkan. Hal ini sangat penting untuk mempersiapkan suatu pelatihan ketrampilan agar tercapai tujuan yang diharapkan. Dilihat dari segi siapa yang melatih terdapat beberapa syarat yang harus diperhatikan oleh seorang instruktur atau pelatih antara lain harus berperan dalam suasana yang berbeda, baik pada saat memberikan kuliah maupun pada saat membimbing ketrampilan dengan suatu model yang digambarkan seperti bentuk aslinya. Instruktur harus mengarahkan pemikiran mahasiswa seperti menghadapi keadaan yang sesungguhnya. Adapun ciri-ciri dari pelatih yang efektif menurut Warsanto, 1996 adalah : a. Memiliki ketrampilan klinis yang baku, sesuai dengan standar dan pernah mengikuti suatu pelatihan instruktur atau ketrampilan medik tertentu. b. Mendorong mahasiswa untuk mengetahui sesuatu yang baik dan baru. c. Mampu menciptakan komunikasi dua arah. d. Memberikan umpan balik segera, yang perlu diperhatikan di sini adalah : 1 Memberi informasi pada mahasiswa bahwa dapat bertanya bila ada kesulitan. 2 Mengingatkanmembetulkan langkah klinik yang salah. 3 Memberikan umpan balik yang positif. 4 Menghindari umpan balik yang negatif, meskipun memberikan suatu koreksi. e. Menghindari mahasiswa menjadi stress atau tertekan dengan jalan : 1 Observasi apakah ketika berlatih mahasiswa dalam keadaan tertekan. 2 Menciptakan rasa humor. 3 Memberikan semangat yang positif apabila menjumpai kegagalan karena berlatih di laboratorium merupakan trial and error, coba dan ulangi sampai betul-betul trampil. 4 Melibatkan mahasiswa sesering mungkin. 5 Sabar dan selalu memberi semangat. 6 Mampu memberikan koreksi tanpa menyakiti perasaan karena belajar di pendidikan tinggi merupakan cara belajar orang dewasa. Ditinjau dari siapa yang dilatih di laboratorium ketrampilan, belajar di pendidikan setingkat akademi adalah cara pembelajaran orang dewasa. Orang dewasa membutuhkan umpan balik positif dan rasa penghargaan atas apa yang telah dilakukan. Dalam kaitannya dengan tujuan belajar, terdapat beberapa tingkatan kinerja suatu pelatihan ketrampilan FIGO, 1997 : 20 yaitu : a. Tingkat awal skill acquisision, merupakan tingkat pertama dalam mempelajari ketrampilan klinik baru. Bantuan dan pengawasan diperlukan untuk memperoleh kinerja yang benar. b. Tingkat mampu skill competency, merupakan tingkat menengah dalam mempelajari ketrampilan klinik baru. Mahasiswa sudah dapat melakukan langkah-langkah dan urutannya dengan memuaskan, tetapi belum efisien. c. Tingkat mahir skill proficiency, merupakan tingkat akhir dalam mempelajari ketrampilan klinik baru. Mahasiswa sudah dapat melakukan langkah-langkah dan urutannya dengan memuaskan dan efisien.

2. Proses Bimbingan