38
Analisis hubungan dilakukan dengan menggunakan metode analisis korelasi Sugiyono, 2012. Dengan desain penelitian tersebut diharapkan dapat diketahui
pengaruh keadaan iklim lingkungan terhadap kejadian penyakit ISPA bukan pneumonia di Kota Gunung Sitoli. Data iklim yang berupa curah hujan, suhu
udara, kecepatan angin dan kelembaban udara berbentuk data bulanan diolah menjadi data rata-rata tahunan dan data rata-rata bulanan selama empat tahun.
Sedangkan data kasus ISPA bukan pneumonia didapatkan dalam bentuk data bulanan diolah menjadi data tahunan dan data bulanan selama empat tahun.
Selanjutnya data dianalisis dengan metode statistik menggunakan komputer.
3.6.1 Analisis Univariat
Analisis univariat secara statistik digunakan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari masing-masing variabel dalam penelitian ini meliputi suhu udara,
curah hujan, kelembaban, kecepatan angin dan kejadian kasus ISPA bukan pneumonia di Kota Gunung Sitoli menurut data tahunan dan bulanan selama
empat tahun.
3.6.2 Analisis Bivariat
Analisis ini merupakan teknik staristik inferensial yang dipergunakan untuk menguji adanya hubungan dua variabel yang diteliti independen dan dependen.
Untuk menganalisis derajat atau keeratan hubungan antara keadaan iklim lingkungan yang berupa suhu udara, curah hujan, kelembaban dan kecepatan
angin dengan kasus ISPA bukan pneumonia digunakan uji korelasi. Uji Normalitas data bertujuan untuk menentukan apakah data distribusi normal atau
tidak, sehingga dapat menentukan uji statistik yang digunakan pada analisis bivariat, uji normalitas yang digunakan adalah Kolmogorov-smirnov menunjukkan
Universitas Sumatera Utara
39
data distribusi normal, maka analisis korelasi Pearson Moment, jika data tidak berdistribusi normal maka uji korelasi yang digunakan adalah uji non parametrik
Spearman-rho Sopiyudin, 2013. Uji korelasi untuk menentukan koefisien korelasi r, kuat hubungan dapat diperoleh dari formulasi berikut :
√[ ][
] Keterangan :
r = koefisien korelasi n = jumlah sampel
X = variabel independen Y = variabel dependen
Nilai korelasi r berkisar 0 sampai dengan 1 atau bila dengan disertai arahnya nilainya -1 sampai dengan +1.
r = 0 tidak ada korelasi linier r = -1 korelasi linier negatif sempurna
r = +1 korelasi linier positif sempurna atau kuat Selain untuk mengetahui derajatkeeratan hubungan, korelasi dapat juga
untuk mengetahui arah hubungan dua variabel. Hubungan dua variabel dapat berpola positif maupun negatif. Hubungan positif terjadi bila kenaikan suatu
variabel independen diikuti kenaikan variabel dependen yang lain, sedangkan hubungan negatif dapat terjadi bila kenaikan suatu variabel independen diikuti
penurunan variabel dependen yang lain. Menurut Sutrisno 1979 dalam Arikunto 2002 kekuatan hubungan dua
variabel secara kualitatif dapat dibagi dalam lima area, yaitu : r = 0,00 - 0,20 hubungan sangat lemah atau tidak ada korelasi
Universitas Sumatera Utara
40
r = 0,20 - 0,40 hubungan lemah r = 0,40 - 0,60 hubungan sedang
r = 0,60 – 0,80 hubungan kuat
r = 0,80 – 1,00 hubugan sangat kuat
Selanjutnya untuk mengetahui bentuk korelasi dua variabel dilakukan analisis regresi. Analisis regresi yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui
bentuk hubungan dua variabel atau lebih. Tujuan analisis regresi adalah untuk membuat perkiraan prediksi nilai variabel kasus ISPA bukan pneumonia
variabel dependen melalui variabel iklim variabel independen. Untuk melakukan prediksi digunakan persamaan garis yang dapat diperoleh dengan
menggunakan metode kuadrat terkecil least square. Secara matematis persamaan garis sebagai berikut :
Y = a + b X
Sedangkan untuk menghitung koefisien regresi variabel bebas b dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan : Y = variabel dependen
X = variabel independen a = intercept, perbedaan besarnya rata-rata variabel Y ketika variabel X = 0
b = slope, perkiraan besarnya perubahan nilai variabel Y bila nilai variabel X berubah satu unit pengukuran
Universitas Sumatera Utara
41
Koefisien regresi variabel bebas bisa bertanda positif atau negatif. Jika bertanda positif, bermakna memberikan pengaruh yang searah antara perubahan
variabel dengan variabel terikat. Dengan kata lain jika besarnya nilai faktor curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin bertambah naik maka
jumlah kasus ISPA bukan pneumonia pada balita variabel terikat mengalami kenaikan proporsional dengan besarnya nilai koefisien regresi variabel bebas
tersebut. Demikian juga sebaliknya, apabila koefisien regeresi variabel bebas bernilai negatif maka perubahan yang terjadi berlawanan arah Sopiyudin, 2013.
Universitas Sumatera Utara
42
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Keadaan Geografi