2.1.7. Penatalaksanaan LLA
Penatalaksanaan dari leukemia terbagi atas kuratif dan suportif. Penatalaksanaan suportif hanya berupa terapi penyakit lain yang menyertai
leukemia beserta komplikasinya, seperti tranfusi darah, pemberian antibiotik, pemberian nutrisi yang baik, dan aspek psikososial Permono dan Ugrasena,
2010. Penatalaksaan kuratif, seperti kemoterapi, bertujuan untuk menyembuhkan
leukemia. Di Indonesia sendiri sudah ada 2 jenis protokol pengobatan yang umumnya digunakan, yaitu protokol Nasional Jakarta dan protokol WK-ALL
2010. Selain dengan kemoterapi, terapi transplantasi sumsum tulang juga memberikan kesempatan untuk sembuh terutama pada pasien yang terdiagnosis
leukemia sel-T Permono dan Ugrasena, 2010. •
Tahapan Kemoterapi Pengobatan LLA yang umumnya dilakukan adalah kemoterapi.
Kemoterapi bertujuan untuk menyembuhkan leukemia dan proses pengobatannya terdiri dari beberapa tahapan-tahapan, yaitu fase induksi-
remisi, intensifikasi awal, konsolidasiterapi profilaksis susunan saraf pusat, intensifikasi akhir terbagi atas fase re-induksi dan re-konsolidasi,
dan maintenancerumatan.
Terapi Induksi. Tujuan utama dari pengobatan kemoterapi adalah untuk
mencapai remisi komplit dan menggembalikan fungsi hematopoesis yang normal. Terapi induksi meningkatkan angka remisi hingga mencapai 98.
Terapi ini berlangsung sekitar 3-6 minggu dengan menggunakan 3-4 obat, yaitu glukokortikoid prednisondeksametason, vinkristin, L-asparaginase
dan atau antrasiklin. Sekitar 2 kasus pasien anak LLA yang menjalani terapi induksi mengalami kegagalan Roganovic, 2013.
Intensifikasi awal. Target pengobatan adalah anak-anak yang sudah
mencapai remisi dan fungsi hematopoesis-nya kembali normal. Tujuan dari tahapan intensifikasi adalah untuk eradikasi sel leukemia yang tersisa
dan meningkatkan angka kesembuhan Roganovic, 2013.
Universitas Sumatera Utara
KonsolidasiTerapi Profilaksis SSP. Tujuan dari tahapan ini adalah
untuk melanjutkan peningkatan kualitas remisi di sumsum tulang dan sebagai profilaksis susunan saraf pusat. Profilaksis SSP dilakukan
mengacu pada fakta bahwa SSP merupakan pusat dari sel leukemia dan dilindungi oleh sawar darah otak sehingga obat tidak bisa menembusnya
Roganovic, 2013.
Intensifikasi Akhir. Penambahan dari tahap intensifikasi akhir ini setelah
terapi induksi ataupun konsolidasi ternyata meningkatkan prognosis pasien anak dengan LLA. Tahap ini merupakan tahap pengulangan dari tahap
induksi dan intensifikasi awal dan untuk menghindari terjadinya resistensi obat maka dilakukan pergantian obat Roganovic, 2013.
Terapi rumatan. Setelah pengobatan dengan dosis tinggi dijalankan
selama 6 sampai 12 bulan, obat sitotoksis dosis rendah digunakan untuk mencegah terjadinya kondisi relaps. Tujuan dari tahap ini adalah untuk
mengurangi sel leukemia sisa yang tidak terdeteksi. Terapi rumatan dilaksanakan selama 2 atau 3 tahun setelah diagnosis atau setelah
tercapainya kondisi remisi morfologik. Keberhasilan ini dipantau dengan melihat hitung leukosit 2.000-3.000mm
3
Roganovic, 2013. Pasien dinyatakan remisi komplit apabila tidak ada keluhan dan bebas
gejala klinis leukemia. Selain itu, pada aspirasi sumsum tulang didapatkan jumlah sel blas 5 dari sel berinti, hemoglobin 12grdL tanpa transfusi, jumlah
leukosit 3.000uL dengan hitung jenis leukosit normal, jumlah granulosit 2.000uL, jumlah trombosit 100.000uL, dan pemeriksaan cairan serebrospinal
normal Permono dan Urgasena, 2010. •
Efek Samping Kemoterapi Kemoterapi membunuh sel-sel kanker yang aktifitas mitosisnya cepat dan
terapi ini tidak bisa membedakan yang mana sel kanker yang mana sel normal karena ada sel normal yang aktifitas mitosisnya cepat. Kerusakan
Universitas Sumatera Utara
pada sel yang normal disebut sebagai efek samping. Efek samping yang paling sering dikeluhkan adalah sebagai berikut :
- Anemia
- Alopecia
- Lebam, perdarahan dan infeksi
- Mual dan muntah
- Perubahan selera makan
- Konstipasi
- Diare
- Masalah kesehatan mulut, gusi, dan tenggorokan
- Gangguan otot dan saraf
- Gangguan pada kulit dan kuku
- Gangguan ginjal, vesika urinaria, dan urine
- Weight gain ACS, 2013.
2.2. Status nutrisi pada kanker anak