Tabel 2.2-Klasifikasi LLA berdasarkan WHO Vadirman, 2009 Klasifikasi WHO
Leukemia limfoblastiklimfoma prekursor sel B Leukemia limfoblastiklimfoma prekursor sel B, tidak spesifik
Leukemia limfoblastiklimfoma prekursor sel B, dengan kelainan genetik
Leukemia limfoblastiklimfoma prekursor sel B, dengan translokasi t9;22q34; q11.2; BCR-ABL1
Leukemia limfoblastiklimfoma prekursor sel B, dengan translokasi tv; 11q23; MLL rearranged
Leukemia limfoblastiklimfoma prekursor sel B, dengan translokasi t12;21p13; q22; TEL-AML1 ETV6-RUNX1
Leukemia limfoblastiklimfoma prekursor sel B, dengan hiperdiploid 50 kromosomsel
Leukemia limfoblastiklimfoma prekursor sel B, dengan hipodiploid 45 kromosomsel
Leukemia limfoblastiklimfoma prekursor sel T 3.
Klasifikasi Imunofenotip Klasifikasi berdasarkan imunofenotip dapat mengklasifikasikan leukemia
sesuai dengan tahap-tahap maturasi normal yang dikenal. Klasifikasi ini membagi LLA ke dalam prekursor sel-B atau sel-T. Prekursor sel B
termasuk CD 19, CD 22, CD 34, dan CD 79. Sedangkan prekursor sel T membawa imunofenotip CD 2, CD 3, CD 4, CD 5, CD 7, atau CD 8
Gamal, 2011.
2.1.3. Patofisiologi LLA
Leukemia Limfoblastik Akut terjadi dikarenakan oleh adanya perubahan abnormal pada progenitor sel limfosit B dan T. Pada LLA, kebanyakan kasus
disebabkan oleh adanya abnormalitas dari sel limfosit B. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya LLA seperti faktor genetika, imunologi, lingkungan,
Universitas Sumatera Utara
dan obat-obatan. LLA terjadi karena pada sel progenitornya mengalami abnormalitas Gambar 2 Roganovic, 2013.
Gambar 2 : Asal sel dan evolusi dari sel kanker Roganovic, 2013
Faktor genetika mempunyai peranan paling penting dalam proses terjadinya LLA. Pada beberapa penelitian menyatakan bahwa terjadi gangguan
pada gen ARID5B dan IKZF yang ternyata berperan dalam regulasi transkripsi dan diferensiasi sel limfosit B. Selain peranan genetik, faktor lingkungan seperti
radiasi dan beberapa bahan kimia, infeksi, serta imunodefisiensi juga berpengaruh. Paparan terhadap radiasi meningkatkan angka kejadian LLA karena
menyebabkan adanya gangguan terhadap sel-sel darah yang berada di sumsum tulang. Peranan infeksi terhadap kejadian LLA masih dalam proses
pengembangan oleh karena adanya tumpang tindih antara usia anak-anak terkena infeksi dengan insidens puncak dari LLA Roganovic, 2013.
Anak-anak dengan penyakit imunodefisiensi yang diobati dengan obat- obatan yang bersifat imunosupresif mempunyai resiko tinggi untuk mengalami
keganasan terutama limfoma. LLA bisa saja muncul tetapi jarang. Adanya perkembangan sel kanker pada pasien immunocompromised berhubungan dengan
infeksi Roganovic, 2013.
Universitas Sumatera Utara
2.1.4. Gejala Klinis LLA
Gejala klinis yang dialami oleh pasien LLA biasanya bervariasi. Adanya akumulasi dari sel limfoblas abnormal yang berlebihan pada sumsum tulang
menyebabkan supresi pada sel darah normal sehingga tanda-tanda klinisnya akan menunjukkan kondisi dari sumsum tulang, seperti anemia pucat, lemah,
takikardi, dispnoe, dan terkadang gagal jantung kongestif, trombositopenia peteki, purpura, perdarahan dari membran mukosa, mudah lebam, dan
neutropenia demam, infeksi, ulserasi dari membran mukosa. Selain itu, anoreksia dan nyeri punggung atau sendi juga merupakan salah satu tanda klinis
LLA Roganovic, 2013. Pada pemeriksaan fisik, didapati adanya pembesaran dari kelenjar getah
bening limfadenopati, pembesaran limpa splenomegali, dan pembesaran hati hepatomegali. Pada pasien dengan LLA prekursor sel-T dapat ditemukan adanya
dispnoe dan pembesaran vena kava karena adanya supresi dari kelenjar getah bening di mediastinum yang mengalami pembesaran. Sekitar 5 kasus akan
melibatkan sistem saraf pusat dan dapat ditemukan adanya peningkatan tekanan intrakranial sakit kepala, muntah, papil edema atau paralisis saraf kranialis
terutama VI dan VII Roganovic, 2013.
2.1.5. Diagnosis LLA