HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1.Hasil Penelitian 5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan pengambilan data dari rekam medis di RSUPH Adam Malik Medan. RSUPH Adam Malik Medan merupakan rumah sakit kelas tipe A sesuai SK Menkes No.335MenkesSKVII1990 dan sebagai rumah sakit pendidikan sesuai SK Menkes No.502MenkesSKIX1991. Visinya adalah sebagai pusat unggulan pelayanan kesehatan dan pendidikan serta merupakan pusat rujukan kesehatan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, D.I. Aceh, Sumatera Barat, dan Riau. Lokasinya dibangun di atas tanah seluas ±10 ha dan terletak di Jalan Bunga Lau No.17, Kecamatan Medan Tuntungan, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara.

5.1.2. Karakteristik Sampel

Data yang dikumpulkan dari rekam medis adalah sebanyak 148 sampel, kemudian dieksklusi sebanyak 114 sampel karena tidak memenuhi kriteria inklusi. 35 sampel loss di tahapan induksi, 38 sampel loss di tahapan konsolidasi, dan 6 sampel loss di tahapan rumatan. Sebanyak 26 sampel mempunyai data yang tidak lengkap dan 9 sampel meninggal. Jadi, jumlah sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 34 subjek yang memenuhi kriteria inklusi. Berdasarkan data yang dikumpulkan tersebut dapat dibuat karakteristik sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara Gambar 3 : Bagan sampel 148 sampel Kriteria inklusi : 34 sampel Kriteria eksklusi : 114 sampel Tahapan Induksi : 35 sampel Tahapan konsolidasi : 38 sampel Tahapan rumatan : 6 sampel Data tidak lengkap : 26 sampel Meninggal : 9 sampel Universitas Sumatera Utara Tabel 5.1. Karakteristik Sampel Karakteristik Frekuensi n = 34 Persentase Usia diagnosis tahun ≤ 1 - ≤ 5 5 - ≤ 10 10 - ≤15 15 Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Tahun Diagnosa 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Tidak diketahui Klasifikasi FAB L1 L2 IMT berdasarkan tahapan kemoterapi Tahapan Induksi Gizi Kurang Gizi Baik Gizi Lebih Obesitas Tahapan Konsolidasi Gizi Kurang Gizi Baik Gizi Lebih Obesitas Tahapan Rumatan Gizi Kurang Gizi Baik Gizi Lebih Obesitas 11 14 7 2 20 14 2 5 5 4 5 1 12 32 2 5 23 4 2 5 24 5 2 21 7 4 32,4 41,2 20,6 5,9 58,8 41,2 5,9 14,7 14,7 11,8 14,7 2,9 35,3 94,1 5,9 14,7 67,6 11,8 5,9 14,7 70,6 14,7 5,9 61,8 20,6 11,8 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan karakteristik usia diagnosis, kelompok usia 5-10 tahun terbanyak 41,2. Umur penderita LLA anak terendah adalah 1 tahun dan umur penderita LLA anak tertinggi adalah 16 tahun. Berdasarkan karakteristik jenis kelamin, sebanyak 58,8 adalah jenis kelamin laki-laki, sedangkan 41,2 adalah jenis kelamin perempuan. Nilai ratio perbandingan jenis kelamin laki-laki dengan perempuan adalah 1,4 : 1. Berdasarkan karakteristik tahun diagnosa, didapatkan bahwa pada tahun 2010, 2011, dan 2013 sebanyak 5 kasus ditegakkan diagnosa LLA. Tahun 2009 didapatkan sebanyak 2 kasus, 2014 sebanyak 4 kasus, dan 2014 sebanyak 1 kasus. Sedangkan terdapat 12 kasus yang tanggal diagnosa tidak diketahui karena tidak tertulis di dalam data rekam medis. Berdasarkan klasifikasi FAB, klasifikasi morfologi LLA-L1 adalah jumlah terbanyak yaitu 32 subjek 94,1. Sedangkan klasifikasi morfologi LLA-L2 sebanyak 2 subjek 5,9. Berdasarkan indeks massta tubuh, pada tahapan induksi, didapatkan 14,7 mempunyai status gizi kurang, 67,6 gizi baik, 11,8 gizi lebih, dan 5,9 obesitas. Pada tahapan konsolidasi, 14,7 gizi kurang, 70,6 gizi baik, 14,7 gizi lebih, dan 0 obesitas. Pada tahapan rumatan, 5,9 gizi kurang, 61,8 gizi baik, 20,6 gizi lebih, dan 11,8 obesitas.

5.1.3. Hasil Analisa Data

Tabel 5.2. Distribusi Silang Tahapan Kemoterapi dengan Indeks Massa Tubuh Tahapan Kemoterapi Indeks Massa Tubuh IMT Total Gizi Kurang Gizi Baik Gizi Lebih Obesitas Nilai p Induksi 5 14,7 23 67,6 4 11,8 2 5,9 34 Konsolidasi 5 14,7 24 70,6 5 14,7 0 0 34 0,366 Rumatan 2 5,9 21 61,8 7 20,6 4 11,8 34 Data pada tabel 5.3 diuji dengan uji Fisher Uji kai-kuadrat tidak dapat digunakan oleh karena terdapat sel yang hasilnya 5 yang kemudian diperoleh nilai p Universitas Sumatera Utara sebesar 0,366. Dari hasil yang tertera, dengan nilai p yang lebih besar dari 0,05 berarti H0 diterima, yakni tidak terdapat hubungan antara tahapan kemoterapi dengan indeks massa tubuh. 5.2.Pembahasan Puncak usia terdiagnosis untuk LLA pada penelitian ini adalah usia 5-10 tahun. Hal ini sedikit berbeda dengan literatur yang menyatakan bahwa puncak usia kejadian adalah pada usia 2-5 tahun Roganovic, 2013, bisa disebabkan oleh pengelompokkan usia dengan rentang yang berbeda sehingga hasilnya menjadi berbeda. Kemungkinan puncak usia merupakan pengaruh faktor-faktor lingkungan di negara industri yang belum di ketahui Permono dan Ugrasena, 2010. Observasi pada puncak usia kejadian pada usia 2-5 tahun dan asosiasi antara industrialisasi dan lingkungan modern dengan peningkatan prevalensi kasus mengarah kepada hipotesis paralel mengenai teori infeksi. Hipotesis menyatakan bahwa anak-anak yang pada saat perkembangan fetus sudah terjadi mutasi dan tinggal di lingkungan yang tinggi higienitasnya akan menyebabkan intensitas terpapar patogen rendah. Sehingga, ketika pada saat anak mencapai usia dini, terjadi keterlambatan terpapar pada patogen Pui, 2008. Hal ini akan mengarah kepada perkembangan leukemia pada anak usia 2-5 tahun. Rasio penderita leukemia limfoblastik akut berdasarkan jenis kelamin laki-laki : perempuan yaitu 1,4 : 1. Hal ini sesuai dengan rasio perbandingan laki-laki : perempuan = 1,15 : 1 Permono dan Ugrasena, 2010. Banyak literatur menyatakan insidens berdasarkan jenis kelamin, laki-laki lebih banyak dibanding perempuan dan ini berkaitan dengan faktor prognostik pasien. Menurut Dores 2011, insidens laki-laki lebih banyak dari perempuan dikarenakan adanya mutasi ataupun delesi pada X-linked tumor suppressor gene terutama pada leukemia sel T. Namun hal ini belum bisa dipastikan karena dibutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan karakteristik genetik dan hormonal, paparan lingkungan, dan tingkat paparan terhadap perbedaan insidens berdasarkan jenis kelamin pada leukemia akut. Universitas Sumatera Utara Klasifikasi morfologi berdasarakan FAB pada LLA terbagi atas 3 tipe, yaitu tipe L1, L2, L3 dimana pada penelitian didapatkan presentasenya 94,1, 5,9, dan 0. Hal ini sejalan dengan literatur yang menyatakan bahwa L1 merupakan tipe yang paling sering ditemukan pada anak-anak usia dibawah 15 tahun dan tipe L2 adalah tipe yang kebanyakan ditemukan pada pasien berusia diatas 15 tahun Gamal, 2011. Sekitar 85 anak-anak dengan LLA mempunyai morfologi tipe L1, 14 L2, dan 1 L3. Roganovic, 2013. Klasifikasi ini berkaitan erat dengan faktor prognostik anak. Dari tabel 5.2, didapatkan bahwa pada tahapan induksi, didapatkan 14,7 mempunyai status gizi kurang, 67,6 gizi baik, 11,8 gizi lebih, dan 5,9 obesitas. Pada tahapan konsolidasi, 14,7 gizi kurang, 70,6 gizi baik, 14,7 gizi lebih, dan 0 obesitas. Pada tahapan rumatan, 5,9 gizi kurang, 61,8 gizi baik, 20,6 gizi lebih, dan 11,8 obesitas. Secara prevalensi, status gizi lebih dan obesitas semakin meningkat di tiap tahapan. Untuk gizi lebih meningkat dari 11,8 menjadi 20,6 dan untuk obesitas meningkat dari 5,9 menjadi 11,8. Sedangkan status gizi buruk semakin menurun. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bratanic et al. 2006 dimana terjadi peningkatan prevalensi obesitas pada penderita LLA anak dari 12,7 menjadi 53,2 pada akhir pengobatan. Hasil analisa data didapatkan nilai p 0,05 sehingga H0 diterima yang artinya tidak ada hubungan antara tahapan kemoterapi dengan indeks massa tubuh berbeda dengan hipotesis pada awalnya. Dari penelitian yang dilakukan oleh Zalina 2009 yang meneliti hal yang sama, menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada status gizi sampel anak dengan leukemia pada tahapan pengobatan yang berbeda. Prevalensi malnutrisi lebih banyak ditemukan pada awal diagnosa dan berkurang seiring dengan kemoterapi yang dilakukan. Hal ini dapat terjadi karena pasien anak menjalani kemoterapi dengan protokol yang sudah dirancangkan dengan baik sehingga pengobatan anak dengan kanker menjadi lebih baik. Perubahan ini dapat mengurangi kondisi malnutrisi pada anak Zalina, 2009. Universitas Sumatera Utara Pada penelitian S.Y.Tan et al. 2013, dinyatakan bahwa perbedaan rerata antara sampel dengan kontrol tidak begitu signifikan. Namun berdasarkan prevalensi, penelitian ini menyatakan bahwa prevalensi gizi lebih dan obesitas pada sampel 24,5 lebih tinggi dibandingkan kontrol 13,2. Hal ini dikarenakan pada tahapan awal kemoterapi akumulasi obat kortikosteroid masih lebih sedikit dibandingkan dengan pasien pada tahapan konsolidasi dan rumatan. Kortikosteroid dapat menyebabkan obesitas melalui beberapa jalur: mempengaruhi nafsu makanasupan energi, gangguan oksidasi substrat, dan perubahan pada pengeluaran energi. Kortikosteroid dapat mengakibatkan peningkatkan penyimpanan lemak dalam tubuh dan resistensi terhadap leptin Lughetti, 2012. Selain itu, terdapat banyak faktor yang menyebabkan tidak ditemukan adanya hubungan antara tahapan kemoterapi dengan IMT. Faktor pertama adalah faktor bias yang disebabkan oleh jumlah sampel yang sedikit. Dari 144 sampel tahun 2009-2014 yang memenuhi kriteria inklusi hanya 34 sampel. Menurut Sudigdo 2013, perbedaan hasil klinis yang kecil dapat bermakna secara statistika apabila jumlah subjeknya sangat banyak. Sebaliknya perbedaan klinis amat mencolok dapat tidak bermakna secara statistika apabila subjeknya terlalu sedikit. Faktor kedua adalah hasil berat badan dan tinggi badan didapatkan dari rekam medis dan tidak dilakukan pengukuran langsung terhadap pasien. Sehingga validitasnya tidak begitu terjamin. Faktor lainnya adalah adanya variabel-variabel lain yang juga mempengaruhi status gizi selain tahapan kemoterapi. Seperti asupan energi dan nutrisi, aktifitas fisik, infeksi, dan lain-lain yang tidak diukur di dalam penelitian ini. Ketika asupan gizi pasien bagus dan aktifitas fisiknya bagus, maka status gizi pasien akan lebih bagus dan seimbang. Pengukuran yang digunakan juga bermacam-macam selain IMT dalam menentukan status gizi seorang anak. Pengukuran lingkar lengan atas merupakan indikator malnutrisi yang lebih sensitif dibanding IMT pada anak penderita kanker. Selain itu, bisa juga dilakukan pengukuran lipatan kulit trisep Triceps skinfolds namun masih banyak institusi yang belum menggunakan pengukuran ini Co-Reyes, 2012. Universitas Sumatera Utara

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen yang terkait

Gambaran Indeks Massa Tubuh dengan Lamanya Hipertensi pada Penderita Hipertensi yang Berobat Jalan di RSUP H. Adam Malik Medan

1 67 52

Hubungan Status Hematologi sebagai Faktor Prognostik dengan Masa Remisi Pada Pasien Anak Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) di RSUP. H. Adam Malik dari Tahun 2009-2014

2 53 69

Hubungan Indeks Massa Tubuh Dengan Prevalensi Angular Cheilitis Pada Anak Panti Asuhan SOS Childrens Village Dan Panti Asuhan Al-Jamiatul Wasliyah Medan

10 92 44

Angka Kejadian Mukositis Oral pada Anak Menderita Leukemia Limfoblastik Akut yang Menjalani Kemoterapi di RSUP Haji Adam Malik Medan

4 70 42

Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Tahapan Kemoterapi Pada Penderita Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) Anak di RSUPH Adam Malik pada tahun 2009-2014

0 0 12

Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Tahapan Kemoterapi Pada Penderita Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) Anak di RSUPH Adam Malik pada tahun 2009-2014

0 0 2

Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Tahapan Kemoterapi Pada Penderita Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) Anak di RSUPH Adam Malik pada tahun 2009-2014

0 0 4

Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Tahapan Kemoterapi Pada Penderita Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) Anak di RSUPH Adam Malik pada tahun 2009-2014

0 0 17

Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Tahapan Kemoterapi Pada Penderita Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) Anak di RSUPH Adam Malik pada tahun 2009-2014

0 3 3

Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Tahapan Kemoterapi Pada Penderita Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) Anak di RSUPH Adam Malik pada tahun 2009-2014

0 0 14