Hubungan Status Hematologi sebagai Faktor Prognostik dengan Masa Remisi Pada Pasien Anak Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) di RSUP. H. Adam Malik dari Tahun 2009-2014

(1)

HUBUNGAN STATUS HEMATOLOGI SEBAGAI FAKTOR PROGNOSTIK DENGAN MASA REMISI PADA PASIEN ANAK LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT (LLA) DI RSUP. H. ADAM MALIK

DARI TAHUN 2009-2014

Oleh:

STEPHANIE

110100074

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

HUBUNGAN STATUS HEMATOLOGI SEBAGAI FAKTOR PROGNOSTIK DENGAN MASA REMISI PADA PASIEN ANAK LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT (LLA) DI RSUP. H. ADAM MALIK

DARI TAHUN 2009-2014

KARYA TULIS ILMIAH

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh: STEPHANIE

110100074

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Hubungan Status Hematologi sebagai Faktor Prognostik dengan Masa Remisi Pada Pasien Anak Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) di RSUP. H. Adam Malik dari Tahun 2009-2014

Nama : Stephanie

NIM : 110100074

Pembimbing Penguji I

(Prof.dr. Bidasari Lubis, Sp. A(K)) (dr. Surjit Singh, Sp.F) NIP: 19530315 197912 2 001 NIP: 19510203 198903 1 001

Penguji I

(dr. T. Helvi Mardiani, M.Kes) NIP: 19720107 200112 2 002

Medan, 9 Januari 2015 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH) NIP: 19540220 198011 1 001


(4)

ABSTRAK

Latar Belakang: Kanker adalah suatu penyakit yang menjadi masalah kesehatan. Kanker yang paling sering diderita oleh anak-anak adalah Leukemia Limfoblastik Akut (LLA). Pada LLA, peran status hematologi bukan hanya digunakan untuk diagnosis, tetapi penting juga untuk memantau keberhasilan terapi dalam mencapai remisi.

Tujuan; Penelitian ini bertujuan untuk mencari apakah terdapat hubungan antara status hematologi sebagai faktor prognostik dengan remisi pada pasien anak LLA di RSUPH Adam Malik Medan.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional study. Sampel penelitian ini adalah rekam medis pasien anak LLA di RSUP. H. Adam Malik Medan pada tahun 2009-2014. Pengambilan sampel dengan metode total sampling yang memenuhi kriteria inklusi maupun kriteria eksklusi. Jumlah sampel yang diperoleh adalah 51 data rekam medik. Data ini dianalisis dengan menggunakan program komputer SPSS. Uji hipotesa dengan menggunakan uji kai-kuadrat/ Chi square (x2) dan Fischer’s Exact Test.

Hasil: Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa pasien anak yang berhasil mencapai remisi induksi adalah 16 pasien (31.4%) dan yang tidak mencapai remisi induksi 35 pasien (68,6%). Berdasarkan hasil uji statistik, ditemukan bahwa tidak adanya hubungan status hematologi sebagai faktor prognostik dengan remisi pada pasien anak LLA di RSUP. H. Adam Malik Medan (p>0.05).

Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara status hematologi sebagai faktor prognostik dengan remisi pada pasien anak LLA di RSUP. H. Adam Malik dari tahun 2009-2014.


(5)

ABSTRACT

Background: Cancer is a disease that has been a health problem . The most common cancer suffered by children is Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL) . In ALL , the role of hematological status is not only used for diagnosis , but it is also important to monitor the success of therapy in achieving remission .

Objective: This study aims to determine whether there was a correlation between hematological status as prognostic factor and remission in ALL pediatric patients in the RSUP. H. Adam Malik.

Methods: This is descriptive analytic study with cross sectional approach . Samples of this study were medical records of ALL pediatric patients in the RSUP. H. Adam Malik in 2009-2014 . Samples were taken by total sampling method which met the inclusion and exclusion criteria . The number of samples obtained were 51 medical records . These data were analyzed using SPSS computer program . Hypothesis is tested by using the Chi -square ( x2 ) or Fischer 's Exact Test .

Results: This study found that patients who achieved induction remission were 16 patients ( 31.4 % ) and who did not achieve induction remission were 35 patients ( 68.6 % ) . Based on the results of statistical tests , it was found that there was no association between hematological status as a prognostic factor and remission in ALL pediatric patients in RSUP.H. Adam Malik ( p > 0.05 ).

Conclusion: There was no correlation between hematologic status as a prognostic factor and remission in ALL pediatric patients in the RSUP. H. Adam Malik from 2009-2014 .


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan baik.

Karya tulis ilmiah dengan judul “Hubungan Status Hematologi sebagai Faktor Prognostik dengan Masa Remisi Pada Pasien Anak Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) di RSUP. H. Adam Malik dari Tahun 2009-2014” ini merupakan syarat kelulusan dalam program studi pendidikan kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, peneliti mendapatkan banyak bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesempatan, kesehatan dan kekuatan dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

2. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD, KGEH selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3. Prof.dr.Bidasari Lubis, Sp.A (K) selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan dukungan selama penyusunan karya tulis ilmiah ini.

4. dr. Surjit Singh, Sp.F dan dr. T. Helvi Mardiani, M. Kes selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu untuk memberikan masukan dan saran selama penyusunan karya tulis ilmiah ini.

5. Para dosen dari Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah membuka wawasan dalam penelitian.

6. Kedua orang tua peneliti Ir. Wiguna dan Gho Siu Hong, S.E. yang senantiasa mendoakan dan memberikan dukungan baik moril maupun materil, serta menjadi motivasi bagi peneliti dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. 7. Pihak-pihak yang telah membantu peneliti dalam penyusunan karya tulis


(7)

Peneliti menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan peneliti. Oleh karena itu, peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak untuk menyempurnakan karya tulis ilmiah ini. Sehingga karya tulis ilmiah ini dapat memberikan manfaat untuk kita semua.

Medan, 8 Desember 2014 Peneliti,

Stephanie 110100074


(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR SINGKATAN ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1. Tujuan Umum ... 3

1.3.2. Tujuan Khusus ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Hematologi ... 4

2.2. Hematopoesis ... 4

2.3. Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) ... 8

2.3.1. Klasifikasi ... 8

2.3.2. Faktor Resiko ... 10

2.3.3. Patogenesis ... 11

2.3.4. Gejala Klinis ... 12

2.3.5. Diagnosis ... 16


(9)

2.3.7. Masa Remisi ... 24

2.3.8. Prognosis ... 24

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 27

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 27

3.2. Definisi Operasional ... 28

3.2.1. Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) ... 28

3.2.2. Masa Remisi ... 28

3.2.3. Hemoglobin (Hb) ... 28

3.2.4. Leukosit ... 28

3.2.5. Platelet ... 29

3.2.6. Sel Blas ... 29

3.3. Hipotesis ... 29

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 30

4.1. Rancangan Penelitian ... 30

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

4.2.1. Lokasi Penelitian ... 30

4.2.2. Waktu Penelitian ... 30

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 30

4.3.1. Populasi Penelitian ... 30

4.3.2. Sampel Penelitian ... 31

4.3.3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 31

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 31

4.5. Pengolahan dan Analisis Data ... 31

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

5.1. Hasil Penelitian ... 33

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 33

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel ... 33

5.1.3. Hasil Analisis Data ... 35


(10)

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 40

6.1. Kesimpulan ... 40

6.2. Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 42


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1 Klasifikasi LLA berdasarkan WHO ……….. 9 Tabel 2.2 Gambaran sitologi dari tipe LLA berdasarkan

klasifikasi FAB ……….... 10 Tabel 2.3 Gambaran klinis dan laboratorium pada LLA ……… . 14 Tabel 5.2. Karakteristik Subjek Penelitian ……… 35 Tabel 5.3. Hubungan Antara FAB pada Saat Terdiagnosa dengan

Remisi ……….……….. 36

Tabel 5.4. Hubungan Antara Kadar Hb pada Saat Terdiagnosa

dengan Remisi ………. 36 Tabel 5.5. Hubungan Antara Kadar Leukosit pada Saat

Terdiagnosa dengan Remisi ……….. 36 Tabel 5.6. Hubungan Antara Kadar Trombosit pada Saat


(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1 Komponen cairan darah……… 5

Gambar 2.2 Hematopoesis……… 6

Gambar 2.3 Perkembangan sel darah ……….. 7

Gambar 2.4 Aspirasi sumsum tulang……… 21

Gambar 2.5 LLA sel blas……….. 22

Gambar 2.6. Pungsi lumbal ………... 23

Gambar 3.1 Kerangka konsep penelitian……….. 27


(13)

DAFTAR SINGKATAN

LLA Leukemia Limfoblastik Akut WHO World Health Organization

UICC Union for International Cancer Control

Riskesdas Riset Kesehatan Dasar CFUs Colony- Forming Units

FBA French-American-British

HTLV-1 Human T-lymphotropic Virus 1

EBV Epstein Barr Virus

Hb Hemoglobin

HSV Human Simplex Virus

CSF Cerebrospinal Fluid


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Curriculum Vitae LAMPIRAN 2 Data Induk

LAMPIRAN 3 Hasil Output SPSS

LAMPIRAN 4 Izin Survei Awal Penelitian LAMPIRAN 5 Izin Studi Pendahuluan LAMPIRAN 6 Ethical Clearence LAMPIRAN 7 Surat Izin Penelitian


(15)

ABSTRAK

Latar Belakang: Kanker adalah suatu penyakit yang menjadi masalah kesehatan. Kanker yang paling sering diderita oleh anak-anak adalah Leukemia Limfoblastik Akut (LLA). Pada LLA, peran status hematologi bukan hanya digunakan untuk diagnosis, tetapi penting juga untuk memantau keberhasilan terapi dalam mencapai remisi.

Tujuan; Penelitian ini bertujuan untuk mencari apakah terdapat hubungan antara status hematologi sebagai faktor prognostik dengan remisi pada pasien anak LLA di RSUPH Adam Malik Medan.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional study. Sampel penelitian ini adalah rekam medis pasien anak LLA di RSUP. H. Adam Malik Medan pada tahun 2009-2014. Pengambilan sampel dengan metode total sampling yang memenuhi kriteria inklusi maupun kriteria eksklusi. Jumlah sampel yang diperoleh adalah 51 data rekam medik. Data ini dianalisis dengan menggunakan program komputer SPSS. Uji hipotesa dengan menggunakan uji kai-kuadrat/ Chi square (x2) dan Fischer’s Exact Test.

Hasil: Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa pasien anak yang berhasil mencapai remisi induksi adalah 16 pasien (31.4%) dan yang tidak mencapai remisi induksi 35 pasien (68,6%). Berdasarkan hasil uji statistik, ditemukan bahwa tidak adanya hubungan status hematologi sebagai faktor prognostik dengan remisi pada pasien anak LLA di RSUP. H. Adam Malik Medan (p>0.05).

Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara status hematologi sebagai faktor prognostik dengan remisi pada pasien anak LLA di RSUP. H. Adam Malik dari tahun 2009-2014.


(16)

ABSTRACT

Background: Cancer is a disease that has been a health problem . The most common cancer suffered by children is Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL) . In ALL , the role of hematological status is not only used for diagnosis , but it is also important to monitor the success of therapy in achieving remission .

Objective: This study aims to determine whether there was a correlation between hematological status as prognostic factor and remission in ALL pediatric patients in the RSUP. H. Adam Malik.

Methods: This is descriptive analytic study with cross sectional approach . Samples of this study were medical records of ALL pediatric patients in the RSUP. H. Adam Malik in 2009-2014 . Samples were taken by total sampling method which met the inclusion and exclusion criteria . The number of samples obtained were 51 medical records . These data were analyzed using SPSS computer program . Hypothesis is tested by using the Chi -square ( x2 ) or Fischer 's Exact Test .

Results: This study found that patients who achieved induction remission were 16 patients ( 31.4 % ) and who did not achieve induction remission were 35 patients ( 68.6 % ) . Based on the results of statistical tests , it was found that there was no association between hematological status as a prognostic factor and remission in ALL pediatric patients in RSUP.H. Adam Malik ( p > 0.05 ).

Conclusion: There was no correlation between hematologic status as a prognostic factor and remission in ALL pediatric patients in the RSUP. H. Adam Malik from 2009-2014 .


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kanker adalah pertumbuhan dan penyebaran sel yang tidak terkontrol. Pertumbuhan sel ini dapat menginvasi ke jaringan disekitarnya serta dapat menyebar ke organ tubuh lain. (WHO, 2014). Kanker merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan. Menurut UICC (2009) dalam Panduan Hari Kanker Sedunia di Indonesia (2013), setiap tahunnya, 12 juta orang di seluruh dunia menderita kanker dan 7,6 juta di antaranya meninggal dunia karena kanker. Jika tidak diambil tindakan pengendalian yang memadai, maka diperkirakan pada tahun 2030, 26 juta orang akan menderita kanker dan 17 juta di antaranya akan meninggal dunia karena kanker. Kejadian ini akan terjadi lebih cepat di negara miskin dan berkembang dibandingkan negara maju. Di Indonesia sendiri, prevalensi kanker adalah 1,4 permil (Riskesdas, 2013).

Kanker merupakan penyakit yang tidak diketahui penyebabnya secara pasti. Namun, adanya keterkaitan kanker dengan beberapa faktor, seperti merokok/terkena paparan asap rokok, mengkonsumsi alkohol, paparan sinar ultraviolet pada kulit, obesitas dan diet tidak sehat, kurang aktifitas fisik, dan infeksi yang berhubungan dengan kanker. Para ahli memperkirakan sekitar 40% kanker dapat dicegah dengan mengurangi faktor risiko terjadinya kanker tersebut (Panduan Hari Kanker Sedunia di Indonesia, 2013).

Kanker dapat diderita pada segala usia, bukan hanya pada orang dewasa atau lansia saja, tetapi dapat juga ditemukan pada anak-anak dan remaja walaupun lebih sering ditemukan pada orang dewasa atau lansia. Jenis kanker yang berkembang pada anak-anak berbeda dengan dewasa. Jenis kanker yang tersering pada anak-anak (usia 0-19tahun) adalah leukemia (26%), kanker otak dan sistem saraf pusat (SSP) (18%), dan limfoma (14%) (Cancer Fact and Figure, 2014).

Leukemia adalah penyakit keganasan pada jaringan hematopoietik yang dimulai dengan penggantian elemen sumsum tulang normal oleh sel darah abnormal atau sel leukemik. Leukemia dapat diklasifikasikan berdasarkan


(18)

maturitas sel (leukemia akut dan leukemia kronik) maupun turunan sel (leukemia mieloid dan leukemia limfoid) (Rofinda, 2012).

Leukemia akut pada anak mencapai 97% dari semua leukemia pada anak (Perwono dan Ugrasena, 2010). Karakter leukemia akut adalah ditemukannya diferensiasi dan proliferasi sel punca hematopoesis yang ganas dalam jumlah besar. Sel-sel tersebut terakumulasi di sumsum tulang dan menekan pertumbuhan dan perkembangan sel darah normal. Gejala leukemia akut bervariasi menurut derajat anemia, neutropenia dan trombositopenia (Devine dan Larson, 1994).

Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah penyakit keganasan yang paling banyak diderita oleh anak-anak di Indonesia maupun di seluruh dunia (Smith dan Gloeckler, 2002; Widjajanto et al.,2006). Walaupun angka kesembuhannya cukup tinggi (80-90%), jika tidak diobati dapat berakibat fatal (Pui dan Crist, 1999; Widjajanto et al.,2006). Selain pengobatan, kesembuhan LLA juga dipengaruhi beberapa faktor, seperti usia, hitung leukosit, kadar hemoglobin (Hb), jumlah sel blas, maupun jumlah platelet (Donadieu et al.,2000).

Menurut Oudot et al.(2008), jumlah leukosit yang >100.000/µl dapat diindikasikan sebagai faktor resiko dalam kegagalan pengobatan pada tahap induksi, sehingga tidak tercapai remisi. Faktor prognostik buruk juga ditemukan pada jumlah leukosit <50.000/µl dengan morfologi L2, sedangkan faktor prognostik baik ditemukan pada jumlah leukosit yang <100.000/µl, Hb<9g/dl, dan usia diantara 2-10 tahun (Kanerva, 2011). Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang status hematologi sebagai faktor prognostik LLA dalam mencapai masa remisi.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian apakah terdapat hubungan antara status hematologi sebagai faktor prognostik dengan masa remisi pada anak penderita LLA?


(19)

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui status hematologi anak penderita LLA sebagai faktor prognostik pada anak yang dirawat di RSUP. H. Adam Malik Medan pada periode Januari 2009-Juni 2014.

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini:

1. Untuk mengetahui status hematologi (leukosit, Hb, platelet, dan sel blas) pada awal diagnosis.

2. Untuk mengetahui status leukosit sebagai faktor prognostik pada LLA. 3. Untuk mengetahui status blas sebagai faktor prognostik pada LLA.

4. Untuk mengetahui status hemoglobin sebagai faktor prognostik pada LLA. 5. Untuk mengetahui status platelet sebagai faktor prognostik pada LLA.

6. Untuk mengetahui jumlah pasien yang mencapai masa remisi (kriteria remisi berupa jumlah sel blas <5% dari sel berinti, Hb>12g/dl (tanpa transfusi), jumlah leukosit >3.000/ µl dengan hitung jenis leukosit normal, dan jumlah trombosit >100.000/ µl).

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:

1. Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai LLA bagi masyarakat luas.

2. Memberi pengetahuan tentang faktor prognotik yang dapat menjadi sumber informasi bagi dokter untuk menjelaskan kepada pasien dan keluarganya. 3. Sebagai bahan informasi bagi penelitian selanjutnya.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hematologi

Pada umumnya, darah terdiri dari dua komponen utama, yaitu: (1) 55% adalah sel plasma, cairan matriks ekstraselular yang mengandung zat-zat terlarut, dan (2) 45% adalah unsur yang diedarkan yang terdiri dari sel dan fragmen- fragmen sel. Pada umumnya, sekitar 99% dari unsur yang diedarkan merupakan sel darah merah (eritrosit), kurang dari 1% adalah sel darah putih (leukosit) dan platelet. (Tortora, 2009).

2.2. Hematopoiesis

Hematopoiesis adalah proses dan perkembangan sel darah. Pada masa embrio dan fetus, proses ini melibatkan beberapa organ, yaitu hati, limpa, timus, getah bening, dan sumsum tulang. Akan tetapi, setelah fetus dilahirkan sampai dewasa, proses ini hanya melibatkan sumsum tulang dan sedikit peran dari getah bening. (Dorland, 2012)

Sumsum tulang adalah jaringan lunak, berongga, dan terletak pada bagian dalam dari tulang tengkorak, tulang skapula, tulang rusuk, tulang panggul, dan tulang belakang. Semua jenis sel darah diproduksi di sumsum tulang. Sumsum tulang terbentuk dari sejumlah kecil stem sel darah, sel pembentuk darah, sel lemak, dan jaringan yang membantu pertumbuhan sel darah (American Cancer Society, 2013).

Pembentukan sel darah dimulai dari sel punca yang disebut sebagai pluripoten stem sel / hemositoblas. Sel ini mempunyai kapasitas untuk merubah diri menjadi berbagai macam tipe sel. Stem sel ini terdiri dari mieloid stem sel dan limfoid stem sel. Perkembangan awal dari mieloid stem sel hingga menjadi sel darah merah (eritrosit), patelet, monosit, neutrofil, eosinofil, dan basofil terjadi di sumsum tulang merah. Berbeda dengan limfoid stem sel (limfosit T, limfosit B, dan sel NK), perkembangan awalnya sama dengan mieloid stem sel. Akan tetapi, penyempurnaan sel ini terjadi pada jaringan limfatik (Tortora, 2009).


(21)

(22)

Gambar 2.2. Hematopoesis (Komorniczak, 2011).

Selama hematopoesis, stem sel mieloid berdiferensiasi menjadi sel progenitor. Akan tetapi, beberapa stem sel mieloid dan stem sel limfoid berkembang secara langsung menjadi sel. Sel – sel progenitor dikenal sebagai

colony- forming units (CFUs), yaitu: CFU-E yang menghasilkan sel eritrosit, CFU-Meg menghasilkan megakariotik yang merupakan sumber platelet, sedangkan CFU-GM yang menghasilkan granulosit (terutama neutrofil) dan monosit. Sel ini juga disebut sebagai sel prekursor (sel blas). Secara keseluruhan, pembelahan sel ini akan berkembang sesuai dengan sel pembentuknya. Contohnya, monoblas akan berkembang menjadi monosit, eosinofil mieloblas berkembang menjadi eosinofil, begitu juga selanjutnya (Tortora, 2009).


(23)

(24)

2.3. Leukemia Limfoblastik Akut

Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sumsum tulang, ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih. Pengaturan sel leukosit yang terganggu menyebabkan proliferasi sel leukosit menjadi tidak teratur dan tidak terkendali. Keadaan ini menyebakan fungsi sel leukosit menjadi tidak normal, sehingga fungsi-fungsi lain dari sel darah normal juga terganggu hingga menimbulkan gejala leukemia yang dikenal dalam klinik. Leukemia akut juga dibagi atas leukemia limfoblastik akut (LLA) dan leukemia mieloblastik akut (LMA) (Perwono dan Ugrasena, 2010). Leukemia Limfoblastik Akut (Acute Lymphoblastic Leukemia) disebut juga sebagai Acute Lymphatic Leukemia

(American Cancer Association, 2013). 2.3.1. Klasifikasi

Menurut WHO (2008), klasifikasi dilakukan berdasarkan sitogenik dan karakteristik molekulernya (Tabel 2.1), sedangkan menurut French-American-British (FAB), klasifikasi LLA berdasarkan morfologi (Tabel 2.2) dapat dibagi menjadi 3, yaitu:

A. L1: terdiri dari sel-sel limfoblas kecil serupa, dengan kromatin homogen, anak inti umumnya tidak tampak dan sitoplasma sempit.

B. L2: pada jenis ini sel limfoblas lebih besar, tetapi ukurannya bervariasi, kromatin lebih kasar dengan satu atau lebih anak inti.

C. L3: terdiri dari sel limfoblas besar, homogen dengan kromatin berbercak, banyak ditemukan anak inti serta sitoplasma yang basofilik dan bervakuolisasi (Perwono dan Ugrasena, 2010).


(25)

Tabel 2.1. Klasifikasi LLA berdasarkan WHO (Lanzkowsky,2011). Leukemia limfoblastik/ limfoma prekursor sel-B

Leukemia limfoblastik/ limfoma prekursor sel-B tidak spesifik

Leukemia limfoblastik/ limfoma prekursor sel-B dengan kelainan genetik

Leukemia limfoblastik/ limfoma prekursor sel-B, dengan translokasit(9;22)(q34;q11.2); BCR-ABL 1

Leukemia limfoblastik/ limfoma prekursor sel-B, dengan translokasi t(v;11q23); penyusunanan ulang MLL

Leukemia limfoblastik/ limfoma prekursor sel-B, dengan translokasi t(12;21)(p13;q22) TEL-AML 1 (ETV6-RUNX1)

Leukemia limfoblastik/ limfoma prekursor sel-B, dengan hiperdiploid Leukemia limfoblastik/ limfoma prekursor sel-B, dengan hipodiploid

Leukemia limfoblastik/ limfoma prekursor sel-B, dengan translokasi t(5;14)(q31;32) IL3-IGH

Leukemia limfoblastik/ limfoma prekursor sel-B, dengan translokasi t(1;19)(q23;p13.3); TCF 3-PBX 1


(26)

Tabel 2.2. Gambaran sitologi dari tipe LLA berdasarkan klasifikasi FAB (Imbach,2005).

L1 L2 L3

Ukuran dari blas

Kecil, seragam Besar, Berubah-ubah Sedang sampai sangat besar, seragam Jumlah sitoplasma

Sedikit Berubah-ubah Sedang

Sitoplasmik basofilia

Sedang Berubah-ubah Sangat

Sitoplasmik vacuoles

Berubah-ubah Berubah-ubah Menonjol

Nukleus Teratur, sekali-kali membelah, kromatin yang homogen Tidak teratur, membelah, kromatin yang heterogen Teratur, tidak membelah, kromatin yang monoton Nukleous 0-1, tidak menonjol 1 atau lebih,

menonjol

2-5, menonjol

Nukleat/ rasio sitoplasma

Tinggi Rendah Rendah

2.3.2. Faktor Resiko

Menurut American Cancer Society (2013), hanya beberapa faktor resiko yang telah diketahui dari LLA, yaitu:

A. Paparan Radiasi

Paparan radiasi yang tinggi merupakan faktor resiko untuk kedua tipe leukemia akut. Orang yang terpapar radiasi pada musibah bom di Jepang mempunyai resiko tinggi terkena leukemia akut, biasanya dalam 6 hingga 8 tahun.


(27)

B. Zat Kimia

Resiko LLA meningkat dengan paparan zat kimia berupa benzene dan obat kemoterapi tertentu.

C. Infeksi Virus

Infeksi virus tertentu seperti HTLV-1 dapat menyebabkan LLA, tetapi jarang terjadi tipe yang seperti itu. Di Afrika, virus juga dihubung-hubungkan dengan terjadinya LLA , yaitu virus yang menyebabkan “mono” (mononucleus) yang disebut sebagai Epstein Barr Virus atau EBV.

D. Sindrom yang diwariskan (Inherited Syndromes)

Sindrom adalah kumpulan dari tanda dan gejala yang secara bersamaan menimbulkan masalah. Sindrom-sindrom tertentu tampaknya meningkatkan resiko terjadinya LLA. Adapun sindrom-sindrom tersebut adalah:

- Down Syndrome - Klinefelter Syndrome - Fanconi Anemia - Bloom Syndrome - Ataxia-Telangiectasia - Neurofibromatosis

E. Ras atau etnik

LLA lebih sering pada ras kulit putih dibandingkan dengan Afrika-Amerika, tetapi mekanismenya masih belum jelas.

F. Jenis kelamin

LLA lebih sering diderita anak laki-laki daripada perempuan. Namun, mekanismenya masih belum jelas.

G. Kembar Identik dengan LLA

Apabila salah satu dari pasangan kembar identik menderita LLA, maka hal ini akan meningkatkan resiko pada pasangan kembarnya pada awal kehidupan. 2.3.3. Patogenesis

Leukemia merupakan istilah untuk beberapa jenis penyakit yang berbeda dengan manifestasi patofisiologis yang berbeda. Mulai dari penekanan sumsum


(28)

tulang yang berat seperti pada leukemia akut sampai kepada penyakit dengan perjalanan penyakit yang lambat dan gejala ringan (indolent) seperti pada leukemia kronik. Pada dasarnya efek patofisiologi berbagai macam leukemia akut mempunyai kemiripan, tetapi berbeda dengan leukemia kronik (Perwono dan Ugrasena, 2010).

Kelainan yang menjadi ciri khas sel leukemia diantaranya adalah asal mula “gugus” sel (clonal), kelainan proliferasi, kelainan sitogenik dan morfologi, kegagalan diferensiasi, petanda sel dan perbedaan biokimia terhadap sel normal (Perwono dan Ugrasena, 2010).

LLA adalah hasil dari kegagalan genetik pada saat pembentukan sel darah, yaitu pada jalur pembentukan sel-T atau sel-B. Kegagalan ini disebabkan adanya mutasi yang menyebabkan pembentukan sel darah baru tanpa batas. Sel pada LLA ini telah disusun ulang struktur pembelahan immunoglobulin / reseptor gen pada sel-T-nya. Gambaran molekul antigen-reseptor yang mengalami diferensiasi pada hubungan permukaan sel glikoprotein yang secara besar-besaran merekapitukasi sel progenitor limfosit yang belum matang pada permulaan perkembangan sel-T dan sel-B normal (Pui et al., 2008).

2.3.4. Gejala Klinis

Gejala klinis LLA, yaitu:

A. Gejala sistemik yang sering ditemukan - Demam (60%)

- Lemah, letih (50%)

- Pucat (40%) (Lanzkowsky,2011).

B. Efek hematologi sebagai pengaruh dari invasi dari sumsum tulang

- Anemia: menyebabkan pucat, mudah lelah, takikardi, dispnea, dan kadang-kadang dapat menyebabkan Congestive Heart Failure.

- Neutropenia: menyebabkan demam, ulserasi mukosa bukal, serta infeksi.

- Trombositopenia: menyebabkan peteki, purpura, dan mudah memar, pendarahan dari membrane mukosa dan pendarah dalam (contoh: pendarahan intracranial)


(29)

Pada 1-2% pasien LLA, gejala utama yang ditemukan adalah pansitopenia, sehingga terjadi kesalahan diagnosa menjadi anemia aplastik atau kegagalan sumsum tulang (hanya 5% yang menggambarkan anemia aplastik) dan akhirnya berkembang menjadi LLA. Pada kasus ini dapat digambarkan sebagai berikut: - Pansitopenia atau sitopenia tunggal.

- Sumsum tulang yang hiposelular. - Tidak ditemukan hepatosplenomegali.

- Diagnosa dari leukemia 1-9 bulan setelah onset dari gejala (Lanzkowsky,2011). C. Manifestasi Klinis yang timbul dari invasi sistem limfoid

- Limfadenopati: kadang-kadang muncul dengan limfadenopati mediastinum yang besar (bulky mediastinal lymphadenopathy).

- Splenomegali.

- Hepatomegali (Lanzkowsky,2011).

D. Manifestasi klinis dari invasi ekstramedula i. Sistem Saraf Pusat

Ditemukan kurang dari 5% anak LLA dengan gejala seperti ini pada diagnosa awal. Ditemukan dengan ciri-ciri sebagai berikut:

- Tanda dan gejala peningkatan tekanan intrakranial (contoh: sakit kepala, muntah di pagi hari, papiledema, kelumpuhan bilateral N VI).

- Tanda dan gejala gangguan parenkim (contoh, tanda neuron fokal: hemiparesis, kelumpuhan saraf kranial, kejang, gangguan cerebral, seperti ataxia, dysmetria, hypotonia, hiperflexia).

- Sindrom Hipotalamus (polifagia dengan penambahan berat badan, hirsutism, dan perubahan tingkah laku).

- Diabetes Insipidus (gangguan pada pituitary bagian posterior).

- Kloroma pada saraf spinal (sangat jarang pada LLA) dapat ditemukan dengan sakit punggung, sakit pada tungkai, kebas-kebas, Sindrom Brown- Se´quard, dan gangguan spinter pada kandung kemih dan usus.

- Pendarahan otak adalah sebagai komplikasi dari LLA. Hal ini disebabkan oleh: leukostasis pada pembuluh darah otak, menyebabkan leukotrombi, tersumbat,


(30)

dan pendarahan; trombositopenia dan koagulopati juga berperan dalam pendarahan otak (Lanzkowsky, 2011).

Tabel 2.3. Gambaran klinis dan laboratorium pada LLA (Pizzo,2006; Lanzkowsky,2011).

Gejala Klinis dan Pemeriksaan Laboratorium Persentasi Pasien Gejala klinis dan pemeriksaan fisik:

Demam

Pendarahan ( peteki atau purpura) Nyeri tulang Limfadenopati Splenomegali Hepatospenomegali 61 48 23 50 63 68 Gambaran laboratorium

Hitung leukosit (mm3) <10.000 10.000-49.000 >50.000 Hemoglobin (g/dl) <7.0 7.0-11.0 >11.0

Hitung trombosit (mm3) <20.000 20.000-99.000 >100.000 Morfologi limfoblas L1 L2 L3 53 30 17 43 45 12 28 47 25 84 15 1


(31)

ii. Sistem Perkemihan a. Gangguan pada testis

- Biasanya ditemukan pembesaran testis yang tidak disertai nyeri.

- Terjadi pada 10-23% laki-laki saat pertengahan perjalanan dari 13 bulan setelah didiagnosa.

- 10-33% laki-laki menjalani biopsi bilateral (wedge biopsies).

- Faktor resiko dari gangguan pada testis termasuk: sel -T LLA, leukositosis saat terdiagnosa (>20.000/mm3), ditemukan tumor mediastinum, hepatomegali dan limfadenopati (sedang-berat), dan trombositopenia (<30.000/mm3).

b. Gangguan pada ovarium (jarang ditemukan) c. Priapism (jarang ditemukan)

Disebabkan oleh gangguan pada saraf sakral atau terjadi obstruksi mekanik pada corpora cavernosa dan vena dorsalis oleh infiltrat leukemik atau oleh koagulasi dari platelet yang terjadi karena sel darah yang mengandung banyak leukosit di corpora cavernosa.

d. Gangguan pada ginjal

Pada gangguan ginjal dapat ditemukan hematuria (Lanzkowsky, 2011). iii. Sistem Pencernaan

Gangguan yang tersering adalah terjadinya pendarahan. Pendarahan disebabkan oleh infiltrat leukemik padasaluran cerna biasanya tidak terdeteksi sampai stadium akhir, ketika necrotizing enteropathy telah terjadi. Daerah yang paling sering terserang adalah caecum (usus besar) (Lanzkowsky, 2011). iv. Tulang dan Sendi

Gejala ini telah dijumpai pada awal perjalanan penyakit. Sekitar 25% pasien LLA mengalami nyeri tulang dan sendi. Kejadian ini sebagai hasil dari infiltrasi leukemik langsung pada periosteum, penyumbatan tulang, atau penyebaran ke celah sumsum tulang oleh sel leukemik. Pada radiologi dapat ditemukan:

- Lesi dari osteolotik pada celah medulari dan cortex.

- Tampak pita radiolusen yang transversal pada metafiseal dengan peningkatan densitas (growth arrest lines).


(32)

- Pembentukan tulang baru pada bagian subperiosteal (Lanzkowsky, 2011). v. Kulit

Umumnya ditemukan pada neonatus (Lanzkowsky, 2011). Selain dijumpai tanda-tanda pendarahan pada neonatus, dapat pula dijumpai makulopapular pada kulit yang mengalami infiltrasi sehingga berwarna merah gelap (leukemia kutis) (Imbach, 2001).

vi. Jantung

Setengah hingga dua pertiga pasien ditemukan gangguan jantung pada saat dilakukan otopsi, tetapi pasien yang mengeluhkan gangguan jantung tidak melebihi 5% kasus. Pemeriksaan patologi ditemukan adanya infiltrasi leukemik dan pendarahan pada bagian miokardium ataupun perikardium (Lanzkowsky, 2011).

vii. Paru-paru

Jarang ditemukannya gangguan. Gangguan paru yang mungkin ditemukan karena disebabkan oleh infiltrasi leukemik atau pendarahan paru (Lanzkowsky, 2011).

2.3.5. Diagnosis

Pendekatan diagnosis: A. Anamnese

Dokter akan menanyakan beberapa pertanyaan tentang tanda dan gejala, penyakit terdahulu, faktor resiko, serta sudah berapa lama keluhan dirasakan oleh anak (American Cancer Society, 2013). Gejala klinis yang ditanyakan berupa demam, lemah, letih, tidak bersemangat, pucat (penurunan kadar Hb), gusi berdarah, mimisan, memar, nyeri tulang, sakit kepala di pagi hari, muntah, tanda neurologi fokal (cranial nerve palsies, hemiparesis, pusing) maupun menstruasi yang memanjang (Imbach, 2005).

B. Pemeriksaan Fisik i. Inspeksi


(33)

- Hidung: dapat ditemukan ada tidaknya pendarahan.

- Rongga mulut: dapat ditemukan gusi yang berdarah maupun ulserasi mukosa yang dapat disertai infeksi. Infeksi biasanya disebabkan oleh jamur, bakteri maupun virus. Infeksi jamur Candida albicans (oral thrush) sering ditemukan pada saat diagnosa. Infeksi bakteri yang sering ditemukan disebabkan oleh Streptococcus viridans (S. mitis, S. sanguis, S. hominis), sedangkan infeksi virus adalah Herpes Simplex Virus (HSV) (Smith dan Hann, 2006)

- Leher: pemeriksaan vena jugularis externa. Ada tidaknya peningkatan tekanan vena jugularis (Sindroma Vena Cava Superior) (Imbach

, 2005).

- Extremitas superior: dapat ditemukan pucat pada kuku dan telapak tangan. Selain itu, dapat ditemukan juga pembengkakan pada sendi (Imbach

, 2005).

- Secara keseluruhan tubuh: ditemukan petekie, purpura, dan mudah memar. ii. Palpasi

Meraba ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening (umumnya di daerah cervical dan inguinal) (Simone et al., 2011) dan pembesaran organ. Pembesaran organ, umumnya pada hepar (kanan) dan spleen (kiri) (American Cancer Society, 2013). Pada anak laki-laki sering ditemukan adanya pembesaran testis yang tidak disertai dengan nyeri (Lanzkowsky, 2011).

iii. Perkusi

Perkusi yang dilakukan di rongga dada, dapat ditemukan beberapa kelainan berupa tamponade jantung dan efusi pleura/ perikardium (Imbach

,

2005).

C. Pemeriksaan Laboratorium i. Status hematologi

- Hemoglobin

Nilai Hb yang rendah menunjukan perjalanan leukemia yang masih panjang, sedangkan nilai Hb yang tinggi menunjukan proliferasi leukemia yang tinggi (Lanzkowsky, 2011). Selain perubahan nilai Hb, juga ditemukan juga penurunan jumlah retikulosit pada pasien LLA (Imbach

, 2005).


(34)

Menurut Teuffel et al. (2008), pasien dengan kadar Hb yang tinggi (Hb ≥8g/dl) pada saat terdiagnosa dapat meningkatkan resiko outcome yang buruk, jika dibandingkan dengan pasien yang mempunyai kadar Hb yang lebih rendah (Hb < 8g/dl). Hal ini dikarenakan pada leukemia sel-T prekursor sering ditemukan kadar Hb yang lebih tinggi pada saat terdiagnosa dibandingkan leukemia sel-B prekursor. Akan tetapi, diantara sesama anak-anak dengan leukemia sel-T prekursor, kadar Hb yang rendah pada saat terdiagnosa dapat meningkatkan resiko outcome yang buruk, jika dibandingkan dengan pasien yang mempunyai kadar Hb yang lebih tinggi.

Kadar Hb pada saat terdiagnosa bukan merupakan faktor resiko yang mandiri karena kadar Hb tidak dapat dipakai sebagai stratifikasi terhadap uji klinis. Hubungan anemia dengan prognosis mungkin hanya sebatas kepentingan informasi biologikal dalam menjamin investigasi lebih lanjut (Teuffel et al.,

2008). - Leukosit

Jumlah leukosit dapat meningkat, normal, maupun menurun. Jumlah leukosit> 50.000/µl menunjukkan prognosis buruk (Lanzkowsky, 2011). Menurut Gustafsson et al. (2000) dalam Kanerva (2001), pada anak-anak dengan jumlah leukosit > 50.000/µl, umumnya beresiko tinggi terhadap kekambuhan penyakit, sehingga memerlukan pengobatan yang intensif. Jumlah leukosit yang meningkat, umumnya ditemukan sel blas. Jumlah leukosit > 100.000/ µl limfoblas sudah banyak dijumpai dan telah terjadi viseromegali (Imbach

, 2005).

Jumlah leukosit pada saat terdiagnosa sangat berhubungan dengan tingkat kelangsungan hidup. Kelompok anak dengan jumlah leukosit yang tinggi (≥50.000/µl) mempunyai tingkat kelangsungan hidup yang lebih rendah. Hal yang tidak dapat diduga adalah outcome dari kelompok dengan jumlah leukosit yang rendah (<30.000/µl) juga menunjukan hasil yang buruk jika dibandingkan dengan jumlah leukosit yang menegah (Yanada et al., 2006). Akan tetapi, pada pasien leukemia sel-T dengan jumlah leukosit yang < 10.000/µl pada saat terdiagnosa mempunyai perjalanan penyakit yang lebih buruk dibanding pasien


(35)

dengan jumlah leukosit antara 10.000/µl - 50.000/µl (Pullen et al., 1999; Yanada

et al., 2006).

- Hapusan darah tepi

Pada pemeriksaan hapusan darah tepi sering ditemukannya sel blas. Pada kondisi tertentu seperti pada pasien leukopenia, hanya ditemukan sedikit hingga tidak ditemukannya sel blas. Biasanya, apabila leukosit melebihi 10.000/mm3, sel blas ditemukan berlimpah-limpah. Eosinofil jarang ditemukan pada anak-anak LLA (Lanzkowsky, 2011).

Menurut Patte et al. (2001), Reiter et al. (1999), Reiter et al. (1992) dalam Kanerva (2001), L3 pada LLA juga disebut sebagai Burkitt’s leukemia. Secara klinis, karakteristiknya mempunyai perkembangan yang pesat dan biasanya terjadi lisis tumor. Pengobatan dilakukan secara intensif, tetapi hanya dalam waktu yang singkat. Dengan strategi seperti ini, outcome dari pasien anak ini adalah baik.

L2 pada LLA tidak mempunyai hubungan apapun dengan faktor prognotik lain yang sifatnya berlawanan. Pada median dari leukosit yang rendah dan hiperdiploidi yang umumnya terdapat pada kelompok L2. Leukemia sel-T sedikit, tetapi tidak mutlak, berhenti pada gambaran L2. Sel blas L2 lebih resisten terhadap pengobatan anti-kanker dibandingkan sel blas L1. Faktor prognotik buruk ditemukan hanya pada pasien kelompok L2 dengan leukosit <50.000/µl, tetapi tidak pada kelompok jumlah leukosit ≥50.000/µl yang dapat diperdebatkan sesuai dengan variasi acak dibandingkan interaksi nyata. Selain itu, tidak ditemukannya perbedaan dalam outcome antara pasien LLA antara L1 dan L2 pada saat jumlah leukosit >50.000/µl pada saat terdiagnosa (Kanerva, 2001). - Trombosit

92% dari pasien LLA mempunyai kadar trombosit di bawah normal. Pendarahan yang serius ( sistem pencernaan atau intrakranial ) terjadi pada platelet dibawah 20.000/ mm3 (Lanzkowsky, 2011).

Jumlah platelet merupkan faktor prognosis yang mandiri. Jumlah platelet dapat menggambarkan luas dari infiltrasi sel leukemik pada sumsum tulang.


(36)

lebih baik daripada pasien dengan jumlah platelet yang lebih rendah (Simone et al., 1975).

Menurut Hirt et al. (1997a), Hirt et al. (1997b) dan Pyesmany et al. (1999) dalam Kanerva (2001), anak-anak dengan jumlah leukosit yang tinggi pada saat terdiagnosa mempunyai perjalanan penyakit yang cepat dengan kecepatan proliferasi yang tinggi terhadap sel blas. Pada pasien ini dapat ditemukan kadar Hb dan platelet yang mendekati kadar normal. Sebaliknya, anak-anak dengan jumlah leukosit yang rendah dapat ditemukan kadar Hb dan platelet yang rendah juga. Hal ini menunjukkan perkembangan yang lambat, sehingga memerlukan waktu yang panjang dalam mengganggu produksi dari prekursor normal sel darah.

Kebanyakan dari pasien LLA ditemukan leukosit yang berlebihan, keterbatasan sel darah merah, dan platelet yang tidak mencukupi. Terlihat leukosit yang berupa sel blas. Pemeriksaan laboratorium juga digunakan untuk melihat seberapa bagus pengobatan tersebut (American Cancer Society, 2013).

ii. Analisa kimia darah

Tujuan dilakukannya pemeriksaan analisa kimia darah adalah untuk mengetahui seberapa kerusakan yang terjadi, seperti fungsi ginjal (elektrolit, urea), asam urat, fungsi hati, dan tingkatan immunoglobulin.

Pada pasien LLA umumnya terjadi peningkatan terhadap kadar serum asam uratnya, derajat peningkatan ini mencerminkan tingkat keparahannya. Peningkatan kadar asam urat ini terjadi pada pasien dengan tanda-tanda peningkatan jumlah leukosit dan penyakit ekstramedular yang meluas. Disfungsi dari ginjal juga dapat terjadi diantara pasien hiperuricemia. Kadar serum laktat dehidrogenase umumnya juga meningkat, peningkatan ini mencerminkan tingkat keparahan tumor (Rudolph et.al., 2003).

Variasi dari ketidaknormalan elektrolit yang berhubungan dengan kalsium, fosfat, dan kalium, hal ini mungkin harus menjadi perhatian untuk pasien yang baru didiagnosa LLA. Hiperkalsemia merupakan hasil dari berlebihnya sel leukemik yang menginfiltrasi ke tulang., hiperfosfatemia sebagai hasil dari penghancuran sel tumor yang berlebihan, sedangkan hiperkalemia


(37)

Penurunan imunoglobulin pada serum saat didagnosa ditemukan pada 30% anak LLA dan hal ini mengarah ke prognosis yang buruk (Rudolph et.al., 2003). iii. Profil koagulasi: ditemukannya penurunan faktor koagulasi

Gangguan koagulasi berat bukan merupakan tanda dan ciri khas LLA (Rudolph et al., 2003). Penurunan faktor koagulasi yang umumnya terlibat adalah hipofibrinogen, faktor V, IX dan X (Lanzkowsky, 2011).

D. Tes sumsum tulang

Aspirasi sumsum tulang dan biopsi digunakan untuk mendapatkan sampel sumsum tulang . Tes ini bertujuan untuk menegakkan apakah seseorang menderita LLA atau tidak. Pemeriksaan ini juga dapat digunakan untuk melihat seberapa bagus pengobatan yang diberikan (American Cancer Society, 2013).


(38)

Gambar 2.5. LLA sel blas (Leukemia & Lymphoma Society, 2014).

Panel A adalah gambaran sel dari perkembangan sumsum tulang sehat. Tampak gambaran yang bervariasi dari sumsum normal. Panel B adalah gambaran sel dari pasien LLA. Tampak gambaran dengan karakteristik sama tanpa variasi tertentu dari sel blas leukemi (Leukemia & Lymphoma Society, 2014).

Sumsum tulang umumnya digantikan oleh 80%-100% sel blas. Megakariosit umumnya tidak ditemukan. Seseorang diduga leukemia apabila sumsum tulang dipenuhi lebih dari 5% sel blas. Tanda dari leukemia akut adalah adanya sel blas. Sumsum tulang dapat diperiksa dengan cara histochemistry, immunophenotyping, dan sitogenik.

Panel B Panel A


(39)

Gambar 2.6. Pungsi Lumbal (National Cancer Institute, 2014).

2.3.6. Pengobatan

Penanganan leukemia pada anak meliputi penanganan kuratif dan penanganan suportif. Penanganan suportif meliputi pengobatan penyakit lain yang menyertai leukemia dan pengobatan komplikasi, yaitu transfusi darah/trombosit, pemberian antibiotik, pemberian anti-jamur, pemberian obat untuk meningkatkan granulosit, pemberian nutrisi yang tepat, dan pendekatan psikososial (Perwono dan Ugrasena, 2010).

Penanganan kuratif bertujuan untuk menyembukan leukemianya yang berupa kemoterapi (Perwono dan Ugrasena, 2010). Menurut American Cancer Society (2013), kemoterapi merupakan terapi yang dilakukan dalam tiga tahap, yaitu:

A. Tahap Induksi

Tujuan dari terapi ini adalah untuk mencapai remisi komplit hematologi, yaitu eradikasi sel leukemia yang dapat dideteksi secara morfologi dalam darah dan sumsum tulang sehingga kembalinya hematopoesis normal.


(40)

Terapi ini biasanya diberikan dalam siklus empat hingga enam bulan. Tujuannya adalah untuk mengurangi jumlah sel leukemia yang masih tersisa. C. Tahap Maintenance.

Terapi ini diberikan sekitar dua-tiga tahun. Pada anak-anak terapi ini memperpanjang disease free survival.

Selain kemoterapi, transplantasi sumsum tulang mungkin memberikan kesempatan untuk sembuh, khususnya bagi anak-anak dengan leukemia sel-T yang setelah relaps mempunyai prognosis yang buruk dengan terapi sitostatika konvensional.

2.3.7. Masa Remisi

Tujuan utama pengobatan LLA adalah agar tercapainya remisi. Pencapaian remisi penting dalam menentukan kelangsungan hidup yang lebih lama (Leukemia & Lymphoma Society, 2014). Remisi komplit dapat dilihat dari hasil laboratorium dan gejala klinis leukemia yang menghilang berupa demam dan nyeri tulang. Selain itu, tidak ditemukan hepatosplenomegali dan limfadenopati. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb>12g/dl tanpa transfusi, jumlah granulosit ≥500/µl, jumlah trombosit >75.000/µl, dan tidak ditemukannya sel blas dalam pemeriksaan hapusan darah (Lanzkowsky, 2011). Pada aspirasi sumsum tulang didapatkan jumlah sel blas <5% dari sel berinti. Jumlah leukosit >3.000/ µl dengan hitung jenis leukosit normal dan pemerikaan cairan serebrospinal normal (Perwono dan Ugrasena, 2010).

2.3.8. Prognosis

Keberhasilan pengobatan leukemia semakin meningkat setiap tahunnya. Beberapa faktor yang mempengaruhi prognotik LLA adalah:

- Jumlah leukosit awal (saat diagnosis LLA ditegakkan), mungkin merupakan faktor prognostik yang bermakna tinggi. Ditemukan adanya hubungan linear antara jumlah leukosit awal dan perjalanan pasien LLA pada anak, yaitu bahwa pasien dengan jumlah leukosit >50.000 ul mempunyai prognostik buruk.


(41)

- Fenotip imunologis (immunophenotype) dari limfoblas saat didiagnosa berperan sebagai faktor prognostik. Leukemia sel-B (L3 pada klasifikasi FAB denga antibodi “kappa” dan “lambda” pada permukaan sel blas) diketahui merupakan faktor prognosis yang buruk. Dengan adanya protokol spesifik untuk sel-B, prognosisnya semakin membaik. Sel-T leukemia juga mempunyai prognosis yang jelek, dan merupakan resiko tinggi. Dengan terapi yang intensif, sel-T leukemia murni tanpa faktor prognostik buruk yang lain, mempunyai prognosis yang sama dengan leukemia sel pre-B. LLA sel-T diatasi dengan protokol resiko tinggi.

- Pasien dengan jumlah platelet pada saat terdiagnosa >50.000/mm3 lebih baik daripada pasien dengan jumlah platelet yang lebih rendah (Simone et al., 1975). Selain itu, jumlah platelet >100.000/ µl pada akhir pengobatan induksi juga ikut menentukan kelangsungan hidup lebih lama (Perwono dan Ugrasena, 2010). - Kadar Hb pada saat terdiagnosa bukan merupakan faktor resiko yang mandiri.

Kadar Hb yang tinggi (Hb ≥8g/dl) pada saat terdiagnosa dapat memiliki prognosis lebih buruk, jika dibandingkan dengan pasien yang mempunyai kadar Hb yang lebih rendah (Hb < 8g/dl). Hal ini dikarenakan pada leukemia sel-T prekursor sering ditemukan kadar Hb yang lebih tinggi pada saat terdiagnosa dibandingkan leukemia sel-B prekursor (Teuffel et al., 2008). Akan tetapi, apabila kadar Hb pada akhir induksi tidak mencapai Hb>12g/dl tanpa transfusi menunjukan prognosis yang kurang baik (Perwono dan Ugrasena, 2010). Hubungan anemia dengan prognosis mungkin hanya sebatas kepentingan informasi biologikal dalam menjamin investigasi lebih lanjut (Teuffel et al.,

2008).

- Keberhasilan pengobatan dapat diukur dari jumlah sel blas pada pemeriksaan darah tepi setelah 1 minggu terapi prednisone dimulai. Adanya sisa sel blas pada sumsum tulang pada induksi hari ke 7 atau 14 menunjukkan prognosis buruk. - Ditemukannya hubungan antara usia pasien pada saat didiagnosa LLA dan hasil

pengobatan. Pasien dengan usia dibawah 18 bulan atau diatas 10 tahun mempunyai prognosis lebih buruk dibandingkan dengan pasien yang berusia direntang tersebut. Khususnya pasien yang berusia dibawah 1 tahun atau bayi


(42)

dibawah 6 bulan mempunyai prognosis paling buruk. Hal ini dikatakan karena mereka mempunyai kelainan biomolekuler tertentu. Leukemia bayi berhubungan dengan gene re-arrangement pada kromosom 11q23 seperti t (4;11) atau t (11;19) dan jumlah leukosit yang tinggi.

- Jenis kelamin juga mempengaruhi prognosis. Dari berbagai hasil penelitian, didapatkan bahwa sebagian besar menyimpulkan bahwa anak laki-laki mempunyai prognosis lebih buruk dibandingkan dengan anak perempuan. Hal ini disebabkan gangguan pada testis pada kejadian leukemia sel-T yang tinggi, hiperleukositosis, dan organomegali serta massa mediastinum pada anak laki-laki. Penyebab kejadian ini belum diketahui secara pasti, tetapi diketahui pula ada perbedaan metabolism pada merkaptopurin dan metotreksat.

- Kelainan jumlah kromosom juga mempengaruhi prognosis. LLA hiperploid (> 50 kromosom ) yang biasa ditemukan pada 25% kasus mempunyai prognosis yang baik. LLA hipodiploid ( 3-5% ) memiliki prognosis intermediate seperti t (1;19). Translokasi t (9;22) pada 5% anak atau t (4;11) pada bayi berhubungan dengan prognosis buruk (Perwono dan Ugrasena, 2010).


(43)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep penelitian adalah kerangka yang berisi gambaran tetang unsur-unsur yang ingin diteliti. Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan dalam tujuan penelitian, latar belakang, dan tinjauan kepustakaan di atas, maka kerangka konsep penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian

-Jumlah sel blas <5% dari sel berinti

- Hb>12g/dl (tanpa transfusi)

-Jumlah leukosit >3.000/ µl dengan hitung jenis leukosit normal -Jumlah trombosit >100.000/ µl - Jumlah leukosit pada

saat terdiagnosa

- Kadar hemoglobin pada saat terdiagnosa

- Jumlah platelet pada saat terdiagnosa - Sel blas pada saat terdiagnosa

Leukemia Limfoblastik

Akut (LLA) Masa Remisi

Variabel Independent Variabel Dependent Faktor Prognostik


(44)

3.2. Definisi Operasional

3.2.1. Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)

LLA adalah penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sumsum tulang, ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih yang mengakibatkan penekanan terhadap produksi komponen sel darah lain. Penegakkan diagnosis LLA berupa pemeriksaan sumsum tulang sesuai dengan klasifikasi FAB.

3.2.2. Masa Remisi

- Definisi operasinal : suatu periode waktu ketika sel kanker merespon pengobatan dengan baik setelah tahap induksi. Syarat tercapainya remisi apabila sesuai dengan kriteria remisi berupa jumlah sel blas <5% dari sel berinti, Hb>12g/dl (tanpa transfusi), jumlah leukosit >3.000/ µl dengan hitung jenis leukosit normal, dan jumlah trombosit >100.000/ µl

- Cara ukur : mencatat data rekam medis. - Alat ukur : data rekam medis.

- Hasil ukur : distribusi berdasarkan pemenuhan selurah kriteria remisi di atas (remisi dan tidak remisi).

- Skala pengukuran : nominal. 3.2.3. Hemoglobin (Hb)

- Definisi operasinal : kadar Hb dalam darah dari hasil pemeriksaan dalam rekam medis (g/dL).

- Cara ukur : mencatat data rekam medis. - Alat ukur : data rekam medis.

- Hasil ukur : distribusi berdasarkan kadar hemoglobin pada saat pertama kali terdiagnosa ( rendah: <8 g/dL, sedang: 8-12g/dL, tinggi: >12g/dL).

- Skala pengukuran : ordinal. 3.2.4. Leukosit

- Definisi operasinal : jumlah leukosit dalam darah dari hasil pemeriksaan dalam rekam medis (mm3).


(45)

- Cara ukur : mencatat data rekam medis. - Alat ukur : data rekam medis.

- Hasil ukur : distribusi berdasarkan jumlah leukosit pada saat pertama kali terdiagnosa ( rendah: <20.000/ mm3, sedang: 20.000-50.000/mm3, tinggi: >50.000/ mm3).

- Skala pengukuran : ordinal. 3.2.5. Platelet

- Definisi operasinal : jumlah platelet dalam darah dari hasil pemeriksaan dalam rekam medis (mm3).

- Cara ukur : mencatat data rekam medis. - Alat ukur : data rekam medis.

- Hasil ukur : distribusi berdasarkan jumlah platelet pada saat pertama kali terdiagnosa (rendah: <20.000/mm3, sedang: 20.000-100.000/mm3, tinggi: >100.000/mm3).

- Skala pengukuran : ordinal. 3.2.6. Sel Blas

- Definisi operasinal : gambaran sel blas berdasarkan sitologi sel blas dalam klasifikasi FAB.

- Cara ukur : mencatat data rekam medis. - Alat ukur : data rekam medis.

- Hasil ukur : distribusi berdasarkan sitologi sel blas ( L1, L2, L3). - Skala pengukuran : nominal.

3.3. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini berupa H0, yaitu “tidak adanya hubungan antara status hematologi sebagai faktor prognostik dengan masa remisi LLA” dan Ha, yaitu “adanya hubungan antara status hematologi sebagai faktor prognostik dengan masa remisi LLA”.


(46)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional (studi potong lintang retrospektif). Penelitian dilakukan dengan menggunakan data sekunder pasien anak LLA yang dirawat di unit rawat pediatrik RSUP. H .Adam Malik pada tahun 2009-2014 dan tanpa adanya perlakuan terhadap sampel.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di instalasi rekam medik RSUP H.Adam Malik Medan. Pemilihan lokasi dipertimbangan berdasarkan jumlah dan kualitas sampel yang ingin diteliti, bahwa RSUP H.Adam Malik Medan merupakan rumah sakit pendidikan dan rumah sakit rujukan wilayah pembangunan A yaitu Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, dan Riau.

4.2.2. Waktu Penelitian

Pengambilan data rekam medik dilakukan pada bulan Juli 2014 hingga September 2014. Penelitian ini dilakukan dimulai sejak bulan Maret 2014 sampai Desember 2014 yang meliputi studi kepustakaan, pengumpulan data, pengolahan data, penelitian dan penulisan hasil penelitian. Data yang akan diambil dimulai dari bulan Januari 2009- Juli 2014.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah data rekam medis seluruh pasien anak LLA di unit rawat pediatrik RSUP. H. Adam Malik Medan yang ada dimulai dari Januari tahun 2009- Juli 2014.


(47)

4.3.2. Sampel Penelitian

Jumlah sampel yang digunakan meliputi data rekam medis keseluruhan pasien yang didiagnosa menderita LLA (metode total sampling) yang memenuhi kriteria inklusi maupun kriteria eksklusi mulai Juni tahun 2009 – Juli 2014 di RSUP. H. Adam Malik Medan.

4.3.3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi Kriteria inklusi penelitian ini, yaitu:

1. Seluruh pasien LLA di unit rawat pediatrik RSUP. H. Adam Malik Medan yang pertama kali terdiagnosa LLA yang dimulai dari Januari 2009 - Juli 2014. 2. Rekam medis yang memiliki data yang lengkap, berupa umur pasien (<20

tahun), jenis kelamin pasien, gejala klinis, status hematologi (Hb, jumlah leukosit, platelet, dan sel blas), pemeriksaan sumsum tulang, dan keadaan akhir pasien.

3. Seluruh pasien LLA yang didiagnosis dan diklasifikasikan berdasarkan kriteria FAB.

Kriteria eksklusi penelitian ini, yaitu:

1. Rekam medis yang memiliki data tidak jelas, baik tulisan maupun isi.

2. Status hematologi pasien yang mendapatkan transfusi tepat sebelum pemeriksaan hematologi dilakukan.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder (rekam medis) pasien LLA yang dirawat di unit rawat pediatrik RSUP H.Adam Malik pada tahun 2009-2014. Data sekunder ini diperoleh dari bagian Rekam Medis RSUP H. Adam Malik Medan.

4.5. Pengolahan dan Analisa Data

Data rekam medis yang terkumpul akan diolah dan dianalisis dengan menggunakan komputer. Data yang diperoleh adalah berupa berapa anak yang menderita LLA, kadar Hb, sel jumlah leukosit, jumlah platelet, dan sel blas.


(48)

Kemudian, data-data ini akan dianalisa dengan menggunakan statistik deskriptif analitik dan disajikan dalam bentuk tabel dengan perhitungan distribusi. Uji hipotesa dengan menggunakan uji kai-kuadrat/ Chi square (x2). Apabila jumlah sampel tidak memadai, maka pengolahan data dengan Fischer’s Exact Test.


(49)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Medan. RSUP HAM berlokasi di Jalan Bunga Lau Nomor 17, kelurahan Kemenangan Tani, kecamatan Medan Tuntungan. Berdasarkan SK Menkes No. 355/ Menkes/ SK/ VII/ 1990, RSUP HAM merupakan rumah sakit kelas A yang memiliki fasilitas kesehatan yang memenuhi standar dan tenaga kesehatan yang kompeten. Oleh karena itu, RSUP HAM Medan juga merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, dan Riau sehingga dapat dijumpai pasien dengan latar belakang yang sangat bervariasi. Selain itu, RSUP HAM Medan ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Sumatera Utara sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 502/ Menkes/ IX/ 1991tanggal 6 September 1991.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel

Terdapat 147 data rekam medis yang diperoleh dari RSUP HAM selama periode Januari 2009 sampai Juni 2014, yang memenuhi kriteria inklusi maupun kriteria eksklusi berjumlah 51 sampel. Ditemukan sebanyak 8 pasien yang meninggal dunia dan 88 pasien yang loss to follow up (Tabel 5.1).

Tabel 5.2 menunjukan karakteristik sampel demografis subjek. Berdasarkan jenis kelamin, didapatkan penderita yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 28 orang (54,9%) dan perempuan sebanyak 23 orang (45,1%). Berdasarkan kategori kelompok usia, didapatkan insidensi yang paling banyak adalah pada kelompok usia 5-10 tahun dengan jumlah 24 orang (47,1%) dan insidensi yang paling sedikit adalah pada kelompok usia di bawah 5 tahun dengan jumlah 12 orang (23,5%). Berdasarkan kategori kelompok yang dilihat dari status hematologi, didapatkan insidensi yang paling banyak adalah pada kelompok Hb


(50)

awal di antara 8-12 g/dl, kelompok leukosit awal kurang dari 20.000 /mm3 , kelompok trombosit awal di antara 20.000-100.000/mm3 dan pada kelompok L1.

Gambar 5.1. Karakteristik Subjek Penelitian 147 sampel penelitian

51 sampel

Kriteria inklusi Kriteria eksklusi

8 sampel meninggal dunia

88 sampel loss to follow up


(51)

Tabel 5.2. Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik Jumlah (n) Presentase (%) Jenis kelamin

Laki-laki

28 54,9

Perempuan 23 45,1

Usia terdiagnosa <5 tahun

12 23,5

5-10 tahun 24 47,1

>10 tahun 15 29,4

FAB L1

49 96,1

L2

2 3,9

L3

0 0

Hb awal <8 g/dl

19 37,3

8-12 g/dl

22 43,1

>12 g/dl

10 19,6

Leukosit awal

<20.000/mm3 36 70,6

20.000-50.000/mm3 8 15,7

>50.000/mm3 7 13,7

Trombosit awal

<20.000/mm3 13 25,5

20.000-100.000/mm3 28 54,9

>100.000/mm3 10 19,6

Remisi

Ya 16 31,4

Tidak 35 68,6

5.1.3. Hasil Analisis Data

Sebelum pengolahan data dilakukan, terlebih dahulu dilakukan perhitungan sampel. Salah satu syarat pengolahan dengan Chi Square adalah sampel harus lebih dari atu sama dengan 30. Apabila jumlah sampel tidak memadai, maka pengolahan data dengan Fischer’s Exact Test.


(52)

Tabel 5.3. Hubungan Antara FAB pada Saat Terdiagnosa dengan Remisi

FAB Remisi Induksi Total p

Ya Tidak

L1 14(28,6) 35(71,4) 49(100) 0.094

L2 2(100) 0(0) 2(100)

Total 16(31,4) 35(68,6) 51(100)

p value = 0,094. Hal ini berarti tidak terdapat hubungan antara FAB pada saat terdiagnosa dengan remisi.

Tabel 5.4. Hubungan Antara Kadar Hb pada Saat Terdiagnosa dengan Remisi

Kadar Hb Remisi Induksi Total p

Ya Tidak

<8 g/dl 4(21,1) 15(78,9) 19(100) 0.086 8-12 g/dl 6(6,9) 16(72,7) 22(100)

>12 g/dl 6(60) 4(40) 10(100)

Total 16(31,4) 35(68,6) 51(100)

p value = 0,086. Hal ini berarti tidak terdapat hubungan antara kadar Hb pada saat terdiagnosa dengan remisi.

Tabel 5.5. Hubungan Antara Kadar Leukosit pada Saat Terdiagnosa dengan Remisi

Kadar Leukosit Remisi Induksi Total p

Ya Tidak

<20.000/mm3 14(38,9) 22(61,1) 36(100) 0.200

20.000-50.000/mm3 1(12,5) 7(87,5) 8(100) >50.000/mm3 1(14,3) 6(85,7) 7(100)

Total 16(31,4) 35(68,6) 51(100)

p value = 0,200. Hal ini berarti tidak terdapat hubungan antara kadar leukosit pada saat terdiagnosa dengan remisi.


(53)

Tabel 5.6. Hubungan Antara Kadar Trombosit pada Saat Terdiagnosa dengan Remisi

Kadar Trombosit Remisi Induksi Total p

Ya Tidak

<20.000/mm3 4(30,8) 9(69,2) 13(100) 0,799

20.000-100.000/mm3 8(28,6) 20(71,4) 28(100) >100.000/mm3 4(40) 6(60) 10(100)

Total 16(31,4) 35(68,6) 51(100)

p value = 0,799. Hal ini berarti tidak terdapat hubungan antara kadar trombosit pada saat terdiagnosa dengan remisi.

5.2. Pembahasan

Dari data demografi jenis kelamin, didapatkan bahwa jumlah pasien laki-laki lebih banyak daripada perempuan. Namun, perbedaan jumlah ini tidak tampak mencolok antara jumlah pasien laki-laki (28 pasien) dengan jumlah pasien perempuan (23 pasien).

Berdasarkan kelompok umur, pasien LLA pada kisaran umur 5-10 tahun (24 pasien) merupakan pasien terbanyak dalam penelitian ini, kemudian diikuti dengan pasien kelompok umur >10 tahun (15 pasien) dan kelompok umur <5 tahun (12 pasien).

Dari hasil penelitian, juga dapat terlihat keberhasilan dalam terapi. Pasien yang berhasil mencapai masa remisi setelah dilakukan terapi induksi hanya 16 pasien (31,4%). Sedangkan sisanya, 35 pasien (68,6%), gagal mencapai masa remisi setelah dilakukan terapi induksi.

Berdasarkan distribusi hematologi, kebanyakan pasien yang datang ke RS HAM dengan kadar hemoglobin 8-12g/dl, kadar leukosit <20.000/mm3 dan kadar trombosit antara 20.000-100.000/ mm3. Kemudian dilanjutkan dengan kadar Hb <8g/dl, kadar leukosit >50.000/ mm3, dan kadar trombosit <20.000/ mm3. Hanya sebagian kecil pasien yang datang berobat dengan kadar Hb>12 dan kadar trombosit >100.000/ mm3. Hal ini mungkin disebabkan pada kadar Hb>12 dan kadar trombosit >100.000/ mm3, manifestasi klinis yang muncul belum begitu


(54)

parah dibandingkan yang lain. Pasien kebanyakan datang dengan keluhan epitaxis yang sering berulang dan sukar dihentikan.

Pada perbandingan klasifikasi FAB awal terdiagnosa dengan remisi, pengolahan data dengan menggunakan metode Fischer’s Exact Test sehingga didapat nilai p adalah 0,094. Hal ini berarti tidak terdapat hubungan antara klasifikasi FAB pada saat terdiagnosa dengan remisi.

Pada perbandingan kadar Hb awal terdiagnosa dengan remisi, pengolahan data dengan menggunakan metode Chi Square sehingga didapat nilai p adalah 0,086. Hal ini berarti tidak terdapat hubungan antara kadar Hb pada saat terdiagnosa dengan masa remisi.

Pada perbandingan kadar leukosit awal terdiagnosa dengan remisi, pengolahan data juga dengan menggunakan metode Chi Square kemudian didapat nilai p adalah 0,200. Hal ini berarti tidak terdapat hubungan antara kadar leukosit pada saat terdiagnosa dengan remisi.

Pada perbandingan kadar trombosit awal terdiagnosa dengan remisi, pengolahan data juga dengan menggunakan metode Chi Square lalu didapat nilai p adalah 0,799. Hal ini berarti tidak terdapat hubungan antara kadar trombosit pada saat terdiagnosa dengan remisi.

Menurut Advani (1999), rendahnya jumlah leukosit serta tingginya kadar Hb dan platelet menunjukkan faktor prognostik yang baik. Akan tetapi, pada penelitian ini tidak ditemukannya keterkaitan hubungan karena keberhasilan terapi juga sering dikaitkan dengan usia anak, keadaan umum berupa hepatomegali, splenomegali, maupun kelainan genetik (Shuster, et al., 1990). Selain itu, keberhasilan terapi juga dapat dihubungkan dengan perkembangan suatu negara. Pada negara yang maju, keberhasilan terapi LLA sangat tinggi, sekitar 85% ( Assumpcao, et al., 2013 ), sedangkan di negara berkembang atau negara yang berpendapatan rendah masih sangat tertinggal. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan tentang penyebab kanker, peran ilmu kesehatan masyarakat dalam pencegahan maupun keterlambatan dalam diagnosa ( Howard, et al., 2007).


(55)

kombinasi antara obat kemoterapi dapat menganggu hemostatis pada pasien LLA selama pengobatan. Oleh karena itu, pasien LLA sering mengalami pendarahan yang berujung pada trombositopenia, sehingga pasein LLA yang dalam masa pengobatan, sering mendapatkan transfusi trombosit yang berulang. Menurut Corazza et al (2006) dalam Rofinda (2012), transfusi trombosit yang berulang dapat menyebabkan terjadinya aloimunisasi yang akan membentuk aloantibodi, sehingga terjadilah proses penghancuran trombosit itu sendiri.

Adapun penyebab lain berupa jumlah sampel penelitian yang memenuhi syarat penelitian juga berpengaruh. Hal ini didukung dengan kurangnya tingkat kesadaran masayarakat dalam kepedulian pengobatan. Sehingga banyak ditemukan pasien yang pulang atas permintaan sendiri. Selain itu, pada saat pengambilan data, sistem birokrasi yang kurang baik, menyebabkan kurang lengkapnya data pasien. Selain sampel penelitian, faktor prognostik lain juga sangat bepengaruh terhadap tercapainya remisi, seperti jenis kelamin, usia terdiagnosa, maupun unsur genetik.


(56)

BAB 6

KESIMPULAN dan SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari proses dan hasil penelitian yang telah dilaksanakan oleh penulis, dapat diambil beberapa kesimpulan,berupa:

1. Dengan menggunakan metode Chi Square dan Fischer’s Exact Test

disimpulkan bahwa tidak adanya hubungan antara status hematologi anak penderita LLA sebagai faktor prognostik dengan remisi (p>0,05).

2. Insidensi tertinggi pada anak berusia 5-10 tahun, L1, Hb awal 8-12g/dl, leukosit <20.000 mm3, dan trombosit antara 20.000-100.000/mm3.

3. Tidak adanya hubungan antara status leukosit sebagai faktor prognostik pada LLA.

4. Tidak adanya hubungan antara sel blas sebagai faktor prognostik pada LLA. 5. Tidak adanya hubungan antara status hemoglobin sebagai faktor prognostik pada LLA.

6. Tidak adanya hubungan antara status platelet sebagai faktor prognostik pada LLA.

7. Pasien yang mencapai remisi dari Januari 2009 hingga Juni 2014 adalah 16 pasien (31,4%).

5.2. Saran

Setelah penulis menyelesaikan keseluruhan proses penelitian, maka dapat diungkapkan beberapa saran yang mungkin bermanfaat bagi semua pihak yang berhubungan dengan penelitian ini, yaitu:

1. Kepada pihak rumah sakit dan tenaga kesehatan yang berperan supaya lebih memperhatikan kelengkapan isi rekam medis karena penyakit LLA adalah penyakit yang memerlukan follow up yang panjang.

2. Kepada tenaga kesehatan yang mengurus rekam medis, agar dapat meningkatkan sistem birokrasi yang telah ada, terutama dalam menyusun dan menyimpan rekam medis sesuai pada tempatnya, walaupun sistem yang sekarang


(57)

3. Penelitian ini masih sangat sederhana, data yang diperoleh hanya terbatas pada RSUP. H. Adam Malik. Selain itu, jumlah sampel yang sedikit ini belum dapat digunakan untuk penelitian epidemiologi. Oleh karena itu, masih diperlukannya penelitian yang lebih besar dari ini.


(58)

DAFTAR PUSTAKA

Asvani, S.,et al. Acute Lymphoblastic Leukemia in India: An Analysis of Prognostic Factors using a single treatment regimen. Klumer Academic Publishers. Annals of Oncology Vol 10 1999:167-176.

American Cancer Society, 2014. Cancer Facts & Figures 2014, 25. Available fro

American Cancer Society, 2013. Leukemia: Acute Lymphocytic Overview. Available

from:

Assumpcao, J.G., et al., 2013. Gene Rearrangement Study for Minimal Residual Disease Monitoring in Children with Acute Lymphoblastic Leukemia. Rev Bras Hemato Hemoter. 2013; 35(5): 337-42.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2013, 3. Panduan Memperingati Hari Kanker Sedunia di Indonesia Tahun 2013. Direktorat Jenderal PP & PL, Kementerian Kesehatan RI. Jakarta.

Devine, S. M. dan Richard A. L, 1994. Acute Leukemia in Adults: Recent Developments in Diagnosis and Treatment. CA Cancer J Clin 1994; 44: 326-352.

Donadieu J, et al., 2000. Prognostic study of continuous variables (white blood cell count, peripheral blast cell count, haemoglobin level, platelet count and age) in childhood acute lymphoblastic leukaemia. Analysis of a population of 1545 children treated by the French Acute Lymphoblastic Leukaemia Group (FRALLE). British Journal of Cancer (2000) 83(12): 1617-1662.


(59)

Dorland, W.A. N, 2012. Dorland’s Illustrated MedicalJurnal 32nd Edition . Elsevier Saunders, United States, 2012: 633.

Gatot, D, Keumala P., Ruliana S., 2006. Coagulation Abnormality as a Complication of L-asparaginase Therapy in Childhood Lymphoblastic Leukemia. Paediatrica Indonesiana (2006) Vol. 46 No.1-2 : 46-50.

Howard, S.C., et al., 2007. Childhood Cancer Epidemiology in Low-Income Countries. Cancer Vol. 112 No. 3, 2008: 461-472.

Imbach. P, T. Kühne, R. Arceci (Eds.), 2006. Acute Lymphoblastic Leukemia.

In: Imbach. P. Pediatric Oncology. Germany: Springer. 2005: 11-25.

Kanerva,J. 2001. Prognostc Factors in Childhood Acte Lymphoblastic Leukemia (ALL). Medical Faculty of the University of Helsinki, 2002. Available from: http://www.ethesis.helsinki.fi/julkaisut/laa/kliin/vk/kanerva/ [Accessed 20 May 2014].

Komorniczak, M., 2011. Hematopoesis. Available from:

Lanzkowsky, P, 2011. Leukemias. In: Lanzkowsky, P. Manual of Pediatric Hematology and Oncology. United State: Elsevier, 2011: 546-577.

Leukemia and Lymphoma Society, 2014. Acute Lymphoblastic Leukemia. Available from: http://www.LLS.org. [Accessed 10 May 2014].

National Cancer Institute, 2014. General Informaton About Lymphoblastic Leukemia. Available from: http://www.cancer.gov. [Accessed 10 May 2014]. Oudot, C. et al., 2008. Prognostic Factors for Leukemia Induction Failure in


(60)

Therapy: The FRALLE 93 Study. Journal of Clinical Oncology Vol 26 Number 9: 1496-1503.

Permono, B. , IDG Ugrasena, 2010. Leukemia Akut. In: Sumantri, AG. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak Cetakan Ketiga. Jakarta: IDAI, 2010: 236-241.

Pui, C.H., Leslie L.R., A. Thomas L. 2008. Acute Lymphoblastic Leukemia. Lancet Vol 371: 1030-1043.

Riskesdas, 2013. Hasil RISKESDAS 2013. Badan Kementrian dan Pengembangan Kesehaan Kementrian Kesehatan RI 2013. Jakarta.

Rofinda, Z. D., 2012. Kelainan Hemostasis pada Leukemia. Universitas Andalas. Available from: jurnal.fk.unand.ac.id/articles/vol_1no_2/68-74.pdf. [Accessed 11 May 2014].

Shuster, J.J., et al., 1990. Prognostic Factors in Childhood T-Cell Acute Lymphoblastic Leukemia: A Pediatric Onkology Group Study. Blood Vol 75, No.1, 1990: 166-173.

Simone, J.V. et al., 1975. Initial Feature and Prognosis in 363 Children with Acute Lymphocytic Leukemia. Cancer 36: 2099-2108.

Smith, O.P. and Hann I.M. 2006. Clinical Features and Therapy of Lymphoblastic Leukemia. In: Pediatric Hematology Third Eition. British. Blackwell. 2006: 450-481.

Schwartz, A.L., 2003. Oncology. In: Rudolph et al., Rudolph's Pediatrics, 21st Edition . United States: McGraw-Hill: Chapter 20.


(61)

Teuffel et al.,2008. Anemia and survival in childhood acute lymphoblastic leukemia. Haematol. Volume 93 no. 11 1652-1657.

Tortora, G. J. and Bryan D., 2009. The Cardiovascular System: The Blood. In: Tortora, Gerard J. and Bryan Derrickson, ed. Principles of Anatomy and Physiology ed 12. United State, Wiley, 2009: 690-695.

Pullen, J. et al., Significance of commonly used prognostic factors differs for children with T cell acute lymphocytic leukemia (ALL), as compared to those with B-precursor ALL. A Pediatric Oncology Group (POG) study.

Leukemia(08876924) . Vol. 13 Issue 11, p1696. 12p.

Widjajanto, P H, Anjo JP. Veerman, Sutaryo, 2006. Apoptotic Cell Identification: an in vivo Study during Induction Treatment of Childhood Acute Lymphoblastic Leukemia. Pediatrica Indonesiana. 2006;46:195-198.

World Health Organization, 2014. Cancer. Available from: http://www.who.int/topicd/cancer/en/. [Accessed 25 May 2014].

Yanada et al., 2006. Clnical Features and Outcome of T-lineage Acute Lymphoblastic Leukemia in Adult: A low initial white blood count, as well as high count predict decreased survival rates. Leukemua Research 31 (2007): 907-914.


(62)

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Stephanie

Tempat/ Tanggal lahir : Medan / 27 November 1992

Agama : Buddha

Alamat : Jl. Prof HM Yamin SH No 72B

Medan 20234

Riwayat Pendidikan : 1. SD Methodist-3 Medan 1999 2. SMP Methodist-3 Medan 2005 3. SMA Methodist-2 Medan 2008 4. Fakultas Kedokteran USU 2011 Riwayat Pelatihan : -

Riwayat Organisasi : 1. Bakti Sosial Keluarga Mahasiswa Buddhis USU tahun 2011


(63)

LAMPIRAN 2

Nama SEX

USIA

(tahun) FAB Hb 1

Leukosit 1

Trombosit 1 Hb 2

Leukosit 2

Trombosit

2 B

MHD. Fauzi l 10 L1 3.3 5050 87100 12.2 17070 129000 Andre Marbun l 8 L1 11.8 3960 94600 10 4210 153000 Regita Br Tarigan p 11 L1 5.8 1700 3000 11.4 4120 24000 Artika Ade Lusi p 3 L1 10.4 7110 32000 13.8 4860 355000 MangaraTuaRiski S l 7 L1 9.4 7350 105000 11.8 4100 160000 Mychael G. Hutajulu l 11 L1 13.4 2600 50000 10.2 1150 30000 DoniElusuaHutapea l 6 L1 12.5 3380 117000 13.5 7290 360000 Sahzarina p 5 L1 7.08 33700 24000 10.7 5910 392000 DarulIlmi l 5 L1 8.2 47650 122000 11.3 4870 444000 FitriyanaHarahap p 6 L1 10.1 1440 32000 8.3 970 6000 M. AffanSiyar l 3 L1 3.3 25990 30000 11.5 1600 345000 IlhamJuhri l 7 L1 10.7 292000 18000 10.7 29200 18000 Mahira Tiara Arisyi p 4 L1 8.8 18500 9000 11.8 5650 303000 RomauliSiallagan p 12 L1 8.6 21500 74000 11.3 34900 213000 ArieFauzan l 7 L1 6.5 43360 100000 11.5 6870 342000 AndreanMaulana l 13 L1 8.9 3500 52000 12.2 11600 484000 DedekKhairul Kamal l 4 L1 14.3 9190 303000 14 9530 318000 BungaSabila p 6 L1 10.7 49300 39000 10.4 3300 115000 MahagaFika l 15 L1 12.1 4060 87000 14.1 8820 248000 Muhammad

ArdaSiddik l 5 L2 10.6 8560 15000 12.1 15180 61000 Indah Silanar p 7 L1 2.9 2000 16000 12.3 1650 30000 ManduSapitri p 11 L1 12.1 7020 331000 12.1 7000 331000 NurulHasanaHarahap p 14 L1 7.9 21700 65000 6.1 11000 480 Ahmad Kautsar l 5 L1 13 5790 445000 13.1 11610 351000 DoniSyahputra l 7 L1 9.3 90550 14000 10.9 6720 222000 RizkiDwiAandika l 2 L1 3.3 5050 87100 10.7 11310 800000 BertaliaAttohaPurba p 7 L1 10.8 5980 47000 11 6680 348000 Fikri l 6 L1 7.05 3920 18200 10.4 3920 334000 Daniel Putri M. Silalahi p 16 L1 10 340650 45000 12.3 32830 369000 Muhadi l 7 L1 10.2 129000 71000 6.5 1280 29000 YobhaHariandi p 11 L1 11.3 4980 116000 10.2 114000 37000 NurFadillaRitongga l 6 L1 2.3 780 10000 15.4 9940 238000 Al IfsyahWahab l 9 L1 7.9 1410 39000 12 6030 443000 AnggiRidhaAmalia

Pane p 14 L1 12.4 95250 56000 11.1 7010 109000 FairuzAthallah Kamal l 6 L1 14.5 2870 31600 11.2 6670 284000 SyifaAnastasya p 2 L1 3 3400 63000 10.6 13170 469000


(64)

JihanAzani p 12 L2 3.6 14600 40000 12.4 7830 186000 AdiSaputra l 10 L1 6.3 2260 65000 10.5 8950 324000 Nurhafiza p 3 L1 14.8 5560 204000 10.7 2820 245000 YudhaHariandi l 11 L1 6.4 628730 33000 9.2 4990 318000 RiksonMaruba l 17 L1 11.2 1200 18000 10.6 1180 30000 TimotiusSembiring l 12 L1 5.2 1070 10000 11.8 6290 141000 AdeliaRasya p 2 L1 11.9 17430 23000 13 5070 327000 AnggiAzizah p 6 L1 13.1 4620 71000 12.5 10320 204000 AryaNugraha l 7 L1 8.3 2350 33000 9.3 10230 156000 Indah Silaban p 8 L1 2.9 2000000 16000000 3.7 3020 44000 MandaSafitri p 11 L1 9.1 31000 12000 14.9 9980 333000 FikriFahrizal l 9 L1 8.8 7080 12000 10.7 3300 402000 LilisSinurat p 7 L1 4.23 1770 11000 8.92 2190 24000 Khairunnisah p 6 L1 7.5 5420 118000 10.3 31600 437000 AlfinRamadhan l 9 L1 9.3 8040 58000 10.7 23200 10000


(65)

LAMPIRAN 3

sex

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid l 28 54,9 54,9 54,9

p 23 45,1 45,1 100,0

Total 51 100,0 100,0

agekel

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1,00 12 23,5 23,5 23,5

2,00 24 47,1 47,1 70,6

3,00 15 29,4 29,4 100,0

Total 51 100,0 100,0

FAB

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid L1 49 96,1 96,1 96,1

L2 2 3,9 3,9 100,0

Total 51 100,0 100,0

HBkel

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1,00 19 37,3 37,3 37,3

2,00 22 43,1 43,1 80,4

3,00 10 19,6 19,6 100,0

Total 51 100,0 100,0

WBCkel

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1,00 36 70,6 70,6 70,6

2,00 8 15,7 15,7 86,3

3,00 7 13,7 13,7 100,0

Total 51 100,0 100,0

TROMBOSITkel

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


(1)

JihanAzani

p

12 L2

3.6

14600

40000

12.4

7830

186000

AdiSaputra

l

10 L1

6.3

2260

65000

10.5

8950

324000

Nurhafiza

p

3 L1

14.8

5560

204000

10.7

2820

245000

YudhaHariandi

l

11 L1

6.4

628730

33000

9.2

4990

318000

RiksonMaruba

l

17 L1

11.2

1200

18000

10.6

1180

30000

TimotiusSembiring

l

12 L1

5.2

1070

10000

11.8

6290

141000

AdeliaRasya

p

2 L1

11.9

17430

23000

13

5070

327000

AnggiAzizah

p

6 L1

13.1

4620

71000

12.5

10320

204000

AryaNugraha

l

7 L1

8.3

2350

33000

9.3

10230

156000

Indah Silaban

p

8 L1

2.9 2000000

16000000

3.7

3020

44000

MandaSafitri

p

11 L1

9.1

31000

12000

14.9

9980

333000

FikriFahrizal

l

9 L1

8.8

7080

12000

10.7

3300

402000

LilisSinurat

p

7 L1

4.23

1770

11000

8.92

2190

24000

Khairunnisah

p

6 L1

7.5

5420

118000

10.3

31600

437000


(2)

LAMPIRAN 3

sex

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid l 28 54,9 54,9 54,9

p 23 45,1 45,1 100,0

Total 51 100,0 100,0

agekel

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1,00 12 23,5 23,5 23,5

2,00 24 47,1 47,1 70,6

3,00 15 29,4 29,4 100,0

Total 51 100,0 100,0

FAB

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid L1 49 96,1 96,1 96,1

L2 2 3,9 3,9 100,0

Total 51 100,0 100,0

HBkel

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1,00 19 37,3 37,3 37,3

2,00 22 43,1 43,1 80,4

3,00 10 19,6 19,6 100,0

Total 51 100,0 100,0

WBCkel

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1,00 36 70,6 70,6 70,6

2,00 8 15,7 15,7 86,3

3,00 7 13,7 13,7 100,0

Total 51 100,0 100,0

TROMBOSITkel

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


(3)

2,00 28 54,9 54,9 80,4

3,00 10 19,6 19,6 100,0

Total 51 100,0 100,0

HBkel * kesembuhanCrosstabulation

kesembuhan

Total REMISI TIDAK REMISI

HBkel 1,00 Count 4 15 19

Expected Count 6,0 13,0 19,0

% within HBkel 21,1% 78,9% 100,0%

2,00 Count 6 16 22

Expected Count 6,9 15,1 22,0

% within HBkel 27,3% 72,7% 100,0%

3,00 Count 6 4 10

Expected Count 3,1 6,9 10,0

% within HBkel 60,0% 40,0% 100,0%

Total Count 16 35 51

Expected Count 16,0 35,0 51,0

% within HBkel 31,4% 68,6% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 4,918a 2 ,086

Likelihood Ratio 4,650 2 ,098

N of Valid Cases 51

a. 1 cells (16,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,14.

WBCkel * kesembuhanCrosstabulation

kesembuhan

Total

REMISI TIDAK REMISI

WBCkel 1,00 Count 14 22 36

Expected Count 11,3 24,7 36,0


(4)

2,00 Count 1 7 8

Expected Count 2,5 5,5 8,0

% within WBCkel 12,5% 87,5% 100,0%

3,00 Count 1 6 7

Expected Count 2,2 4,8 7,0

% within WBCkel 14,3% 85,7% 100,0%

Total Count 16 35 51

Expected Count 16,0 35,0 51,0

% within WBCkel 31,4% 68,6% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 3,217a 2 ,200

Likelihood Ratio 3,565 2 ,168

N of Valid Cases 51

a. 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,20.

TROMBOSITkel * kesembuhanCrosstabulation

kesembuhan

Total REMISI TIDAK REMISI

TROMBOSITkel 1,00 Count 4 9 13

Expected Count 4,1 8,9 13,0

% within TROMBOSITkel 30,8% 69,2% 100,0%

2,00 Count 8 20 28


(5)

% within TROMBOSITkel 28,6% 71,4% 100,0%

3,00 Count 4 6 10

Expected Count 3,1 6,9 10,0

% within TROMBOSITkel 40,0% 60,0% 100,0%

Total Count 16 35 51

Expected Count 16,0 35,0 51,0

% within TROMBOSITkel 31,4% 68,6% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square ,450a 2 ,799

Likelihood Ratio ,437 2 ,804

N of Valid Cases 51

a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,14.

FAB * kesembuhanCrosstabulation

kesembuhan

Total

REMISI TIDAK REMISI

FAB L1 Count 14 35 49

Expected Count 15,4 33,6 49,0

% within FAB 28,6% 71,4% 100,0%

L2 Count 2 0 2

Expected Count ,6 1,4 2,0

% within FAB 100,0% ,0% 100,0%


(6)

Expected Count 16,0 35,0 51,0

% within FAB 31,4% 68,6% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig.

(2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 4,554a 1 ,033

Continuity Correctionb 1,840 1 ,175

Likelihood Ratio 4,819 1 ,028

Fisher's Exact Test ,094 ,094

N of Valid Cases 51

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,63. b. Computed only for a 2x2 table


Dokumen yang terkait

Analisis Fungsi Ginjal pada Pasien Leukemia Limfoblastik Anak di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2011-2013

0 36 92

Angka Kejadian Mukositis Oral pada Anak Menderita Leukemia Limfoblastik Akut yang Menjalani Kemoterapi di RSUP Haji Adam Malik Medan

4 70 42

Perbandingan Profil Hematologi pada Pasien Anak dengan Leukemia Limfoblastik Akut Sebelum dan Sesudah Fase Induksi Kemoterapi di RSUP Haji Adam Malik Medan Maret 2011-Maret 2015

3 26 65

Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Tahapan Kemoterapi Pada Penderita Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) Anak di RSUPH Adam Malik pada tahun 2009-2014

0 7 64

Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Tahapan Kemoterapi Pada Penderita Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) Anak di RSUPH Adam Malik pada tahun 2009-2014

0 0 12

Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Tahapan Kemoterapi Pada Penderita Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) Anak di RSUPH Adam Malik pada tahun 2009-2014

0 0 2

Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Tahapan Kemoterapi Pada Penderita Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) Anak di RSUPH Adam Malik pada tahun 2009-2014

0 0 4

Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Tahapan Kemoterapi Pada Penderita Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) Anak di RSUPH Adam Malik pada tahun 2009-2014

0 0 17

Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Tahapan Kemoterapi Pada Penderita Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) Anak di RSUPH Adam Malik pada tahun 2009-2014

0 3 3

Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Tahapan Kemoterapi Pada Penderita Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) Anak di RSUPH Adam Malik pada tahun 2009-2014

0 0 14