2.1.4. Gejala Klinis LLA
Gejala klinis yang dialami oleh pasien LLA biasanya bervariasi. Adanya akumulasi dari sel limfoblas abnormal yang berlebihan pada sumsum tulang
menyebabkan supresi pada sel darah normal sehingga tanda-tanda klinisnya akan menunjukkan kondisi dari sumsum tulang, seperti anemia pucat, lemah,
takikardi, dispnoe, dan terkadang gagal jantung kongestif, trombositopenia peteki, purpura, perdarahan dari membran mukosa, mudah lebam, dan
neutropenia demam, infeksi, ulserasi dari membran mukosa. Selain itu, anoreksia dan nyeri punggung atau sendi juga merupakan salah satu tanda klinis
LLA Roganovic, 2013. Pada pemeriksaan fisik, didapati adanya pembesaran dari kelenjar getah
bening limfadenopati, pembesaran limpa splenomegali, dan pembesaran hati hepatomegali. Pada pasien dengan LLA prekursor sel-T dapat ditemukan adanya
dispnoe dan pembesaran vena kava karena adanya supresi dari kelenjar getah bening di mediastinum yang mengalami pembesaran. Sekitar 5 kasus akan
melibatkan sistem saraf pusat dan dapat ditemukan adanya peningkatan tekanan intrakranial sakit kepala, muntah, papil edema atau paralisis saraf kranialis
terutama VI dan VII Roganovic, 2013.
2.1.5. Diagnosis LLA
Ada beberapa cara yang bisa digunakan untuk menegakkan dan memastikan diagnosis dari LLA, yaitu :
1. Pemeriksaan darah lengkap dan darah tepi
Gejala klinis dan pemeriksaan darah lengkap digunakan untuk menegakkan diagnosis dari LLA. Pada pemeriksaan darah lengkap,
dimana akan didapatkan adanya peningkatan sel darah putihwhite blood cell WBC mencapai 10.000mm
3
sedangkan pada 20 kasus peningkatan mencapai 50.000mm
3
. Selain itu, akan ditemukan neutropenia, anemia Hb 10 mgdL normokromik dan normositik
disertai rendahnya retikulosit, trombositopenia hitung platelet
Universitas Sumatera Utara
100.000mm
3
, dan pada pemeriksaan darah tepi ditemukan adanya sel blas.
2. Aspirasi sumsum tulang belakang
Untuk memastikan diagnosis dari LLA, harus dilakukan aspirasi sumsum tulang belakang. Aspirasi sumsum tulang juga dapat membantu kita
mengklasifikasikan LLA. Pasien disuspek menderita leukemia bila didapatkan lebih dari 5 blas pada sumsum tulang, tetapi minimum 25
sel blas diperlukan untuk memenuhi standar kriteria sebelum diagnosis ditegakkan. Biasanya akan dijumpai sel leukemia yang homogen dan
hiperseluler dari sumsum tulang. 3.
Pemeriksaan cairan serebrospinal CSF Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien anak asimptomatik untuk
mendeteksi leukemia dengan cara pemeriksaan sitologi CSF yang akan menunjukkan pleositosis dan adanya sel blas.
4. Pemeriksaan penunjang lainnya, seperti cytochemistry, imunofenotip,
sitogenetik, dan lain-lain Roganovic, 2013.
2.1.6. Faktor prognostik LLA
Respon pasien terhadap pengobatan berbeda-beda. Ada yang tingkat kesembuhannya lebih tinggi, sedangkan ada yang tingkat kesembuhannya lebih
rendah sehingga pengobatan yang dijalani lebih lama. Perbedaan yang mempengaruhi respon terhadap pengobatan disebut sebagai faktor prognostik.
Berdasarkan faktor prognostik, pasien dapat digolongkan ke kelompok resiko biasa dan resiko tinggi.
Faktor prognostik LLA menurut Bambang Permono dan IDG Ugrasena dalam IDAI 2010, yaitu :
1. Usia
Pasien anak yang berusia dibawah 18 bulan atau diatas 10 tahun mempunyai prognosis lebih buruk dibandingkan pasien anak yang berusia
diantara itu. Pasien bayi yang berusia dibawah 6 bulan pada saat ditegakkan diagnosis, mempunyai prognosis paling buruk.
Universitas Sumatera Utara
2. Jumlah leukosit
Jumlah leukosit awal pada saat penengakan diagnosis LLA sangat bermakna tinggi sebagai suatu faktor prognostik. Ditemukan adanya
hubungan antara hitung jumlah leukosit dengan outcome pasien LLA pada anak, yaitu pada pasien dengan jumlah leukosit 50.000mm
3
akan mempunyai prognosis yang buruk.
3. Jenis kelamin
Beberapa penelitian menyatakan bahwa anak perempuan cenderung mempunyai prognosis yang lebih baik dibandingkan anak laki-laki. Hal ini
dikarenakan anak laki-laki mempunyai kecenderungan untuk terjadi relaps testis, insidensi leukemia sel-T yang tinggi, hiperleukositosis, dan
organomegali serta massa pada mediastinum. 4.
Imunofenotipe Imunofenotipe juga berperan dalam menentukan faktor prognostik pasien
LLA. Leukemia sel-B L3 dengan antibodi “kappa” dan “lambda” pada permukaannya diketahui mempunyai prognosis buruk tetapi dengan
pengobatan yang spesifik, prognosisnya membaik. Sel-T leukemia juga mempunyai prognosis yang buruk dan digolongkan sebagai kelompok
resiko tinggi. 5.
Respon terhadap terapi Respon pasien terhadap terapi dapat kita ukur dari jumlah sel blas yang
ditemukan pada pemeriksaan darah tepi seminggu setelah dimulai terapi prednison. Prognosis dikatakan buruk apabila pada fase induksi hari ke-7
atau 14 masih ditemukan adanya sel blas pada sumsum tulang. 6.
Kelainan jumlah kromosom LLA hiperdiploid 50 kromosomsel mempunyai prognosis yang baik,
sedangkan LLA hipodiploid 45 kromosomsel mempunyai prognosis yang buruk. Adanya translokasi t9;22 atau t4;11 pada bayi
berhubungan dengan prognosis buruk.
Universitas Sumatera Utara
2.1.7. Penatalaksanaan LLA