Perlakuan Perpajakan Atas Transaksi Obligasi Syariah (Sukuk) Ijarah

(1)

i

PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS TRANSAKSI

OBLIGASI SYARIAH (SUKUK) IJARAH

Oleh

Sri Utaminingsih

NIM: 104082002777

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

ii PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS TRANSAKSI OBLIGASI SYARIAH

(SUKUK) IJARAH

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh: Sri Utaminingsih NIP: 104082002777

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Abdul Hamid, MS.

Rahmawati, SE., MM

NIP: 131 474 891 NIP: 150 377 441

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

iii PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS TRANSAKSI OBLIGASI SYARIAH

(SUKUK) IJARAH

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh: Sri Utaminingsih NIP: 104082002777

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Abdul Hamid, MS. Rahmawati, SE., MM

NIP: 131 474 891 NIP: 150 377 441

Penguji Ahli

Amilin, SE., Ak., MSi NIP: 150 370 231

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(4)

iv Hari ini Tanggal 11 Bulan Desember Tahun Dua Ribu Delapan telah dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Sri Utaminingsih NIM: 104082002777 dengan Judul Skripsi ”Perlakuan Perpajakan Atas Transaksi Obligasi Syariah (Sukuk) Ijarah”. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama masa ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 11 Desember 2008

Tim Penguji Ujian Komprehensif

Ketua,

Sekretaris,

Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Amilin, SE., Ak., MSi

NIP: 131 474 891

NIP: 150 370 231

Penguji Ahli,

Rini, SE., Ak., MSi NIP: 150 270 231


(5)

v IDENTITAS PRIBADI

Nama : Sri Utaminingsih

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta/31 Desember 1985

Agama : Islam

Tempat tinggal : Jl. WR. Supratman Gg. Bacang No.95 Rt

03/09 Cempaka Putih, Ciputat timur

Telepon : 08567 939 001

Email : tami_okeh@yahoo.co.id

PENDIDIKAN FORMAL

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta : 2004 – 2008

SMUN 2 Ciputat : 2001 – 2004

SLTP Al- Islam - Semarang : 1998 - 2001

MI Al- Islam-Semarang : 1992 – 1998

PENGALAMAN ORGANISASI

HMI UIN Syarif Hidayatullah : 2004– 2005 Humas ROHIS SMUN 2 Ciputat : 2002 – 2003 Wakil Ketua OSIS SLTP Al-Islam : 1999 - 2000


(6)

vi Abstract

This research is to find out taxation treatment on syariah debenture (sukuk) ijarah. The scope of this research is limited on the discussion of syariah debenture (sukuk) ijarah with the implication of government regulation no.6 2002 about income tax on interests and debenture discount which is sold at stock exchange, law No. 17 2000 about income tax and law No. 18 2000 about value added tax. The method of collecting data is field research by interviewing and library research. The method of analysis is qualitative descriptive analysis i.e. to describe thoroughly about taxation treatment on syariah debenture (sukuk) ijarah.

The result of the research shows that the final taxation treatment on sukuk ijarah which is sold at stock exchange is suitable or appropriate with the government regulation no.6 2002. sukuk ijarah however still face the problem of double taxation for value added tax. The first is when the company publish sukuk ijarah. The second is when sukuk ijarah is due to. At this time the investor return sukuk to the publisher.


(7)

vii Abstraksi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlakuan perpajakan atas transaksi obligasi syariah (sukuk) ijarah. Ruang lingkup penelitian ini yaitu pembahasan akan dibatasi sebatas pada masalah obligasi syariah ijarah serta implikasi pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2002 tentang pajak penghasilan atas bunga dan diskonto obligasi yang diperdagangkan di Bursa Efek, UU No. 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan dan UU No.18 tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu metode penelitian lapangan meliputi wawancara dan metode kepustakaan. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif yaitu menguraikan secara menyeluruh terhadap perlakuan Perpajakan Atas Transaksi Obligasi Syariah (Sukuk) Ijarah.

Penemuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa pengenaan PPh final atas sukuk ijarah yang diperdagangkan di Bursa efek telah sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.6 tahun 2002. Tetapi Sukuk ijarah masih menghadapi kendala pajak ganda (double taxation) dalam hal ini jenis Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pertama, saat perusahaan menerbitkan sukuk ijarah. Pungutan pajak yang kedua, adalah sewaktu sukuk ijarah jatuh tempo. Ini adalah saat investor mengembalikan sukuk kepada penerbit.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat dan rahmat-Nya. Shalawat serta salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan para pengikutnya. Atas berkah, rahmat dan kasih sayang-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perlakuan Perpajakan Atas Transaksi Obligasi Syariah (Sukuk) Ijarah”.

Mengingat kemampuan penulis yang terbatas, penulis mohon maaf apabila dalam skripsi ini banyak terdapat kekurangan. Meskipun demikian mudah-mudahan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Namun penulis juga menyadari bahwa keberhasilan yang diperoleh juga berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karenanya, tidak lupa penulis ucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Ayahanda Mardjan Gunadi, Ibunda Siti Rofiah, Mas Gatot, Mas Shidik dan Adik Tiwi yang telah memberikan dorongan, bantuan moril atau materil yang sangat penulis butuhkan serta doa yang tiada henti-hentinya.

2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid MS. selaku dosen pembimbing 1 yang telah bersedia meluangkan waktunya dan banyak memberikan pengarahan kepada penulis.

3. Ibu Rahmawati SE, MM. selaku dosen pembimbing 2 yang selalu sabar dalam membimbing penulis, serta banyak memberi pengarahan selama proses pengerjaan skripsi ini.

4. Drs. M. Faisal Badroen, MBA. selaku dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Drs. Abdul Hamid Cebba, MBA., Ak., selaku ketua jurusan akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Rekan-rekan Akuntansi E angkatan 2004: Bahri, Rizki, Hery, Nadianto, Nofan, Randy, Sri, Khusnul, Aisyah, Ema, Endang dan teman-teman lainnya yang banyak memberi bantuan serta dorongan kepada penulis.


(9)

ix 7. Arif Darmawan yang banyak membantu penulis dari awal hingga akhir

proses penyusunan skripsi.

8. Rekan-rekan kantor PT. Duta Sembilan Kartika Telecom.

9. Bpk Budi beserta staff Direktorat Jenderal Pajak yang telah bersedia membantu penulis dalam melakukan riset.

10.Mbak Din, Bpk Torik beserta staff bagian SAK Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK).

11.Seluruh pihak yang telah membantu penulis hingga terselesaikannya skripsi

ini, mohon maaf apabila ada pihak-pihak yang namanya tidak tercantum. Semoga Allah SWT memberikan balasan atas semua kebaikan kepada

pihak-pihak yang telah disebutkan di atas. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karenanya, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakannya, sehingga skripsi ini menjadi lebih bermanfaat.

Jakarta, Desember 2008


(10)

x

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan Skripasi...i

Lembar Pengesahan Ujian Skripsi...ii

Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif...iii

Daftar Riwayat Hidup ...iv

Abstract ...v

Abstraksi ...vi

Kata Pengantar...vii

Daftar Isi...viii

Daftar Tabel...xii

Daftar Gambar ...xiii

Daftar Lampiran...xiv

BAB I PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang Penelitian...1

B. Rumusan Masalah ...6

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ...6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...8

A. Obligasi ...8

1. Pengertian dasar obligasi ...8

2. Jenis obligasi yang diperdagangkan ...9

3. Karakteristik obligasi ...9

B. Obligasi Syariah...15

1. Pengertian dasar obligasi syariah(sukuk) ...15

2. Kriteria perusahaan yang dapat menerbitkan obligasi syariah(emiten)...21

3. obligasi syariah ijarah...22

3. Stuktur obligasi syariah ijarah ...27

C. Ketentuan akuntansi berkaitan dengan penerbitan obligasi ...34


(11)

xi

2. Transaksi obligasi syariah(sukuk) ijarah...37

D. Perlakuan perpajakan. ...42

1. Pengertian dasar pajak...42

2. Sistem pemungutan pajak ...42

3. Azas Keadilan dalam pajak penghasilan (PPh) ...44

4. Definisi penghasilan menurut perpajak ...46

5. Penghasilan terkait dengan transaksi obligasi ...46

6. Dasar pengenaan pajak atas penghasilan terkait dengan obligasi...47

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...54

A Ruang Lingkup Penelitian ...54

B. Metode Penentuan Sampel ...54

C. Metode Pengumpulan Data ...55

1. Metode penelitian Kepustakaan (library reseach)...55

2. Penelitian lapangan (field reseach) ...55

D. Metode Analisis Data ...56

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian ...56

1. Obligasi syariah(sukuk)...56

2. Penghasilan ...58

3. Perlakuan perpajakan tentang pajak penghasilan...58

4. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)...59

BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN ...60

A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ...60

1. Penerbitan obligasi syariah(sukuk) yang dilakukan di Indonesia ...60

2. Regulasi penerbitan sukuk di pasar modal...62

B. Analisis deskriptif kualitatif ...63

1. Perbandingan antara akad /kontrak obligasi konvensional dengan obligasi syariah(sukuk) ijarah...64

2. Perbandingan perlakuan akuntansi obligasi konvensional dengan obligasi syariah(sukuk) ijarah...65


(12)

xii

3. Analisis perlakuan perpajakan atas transaksi sukukijarah...73

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI ...80

A. Kesimpulan...80

B. Implikasi ...81

DAFTAR PUSTAKA ...82


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel.2.1. Tingkat sekuritas menurut Moody's Investor Service ...12 Tabel.2.2. Hak dan Kewajiban Pemberi Sewa dan Penyewa ...24 Tabel.2.3. Daftar Obligasi Syariah Ijarah Per Oktober 2007 ...34 Tabel 4.1 Perbandingan Akad/Kontrak antara Obligasi Konvensional

dengan Obligasi Syariah (Sukuk) Ijarah ...65 Tabel 4.2 Perbandingan Perlakuan Akuntansi antara Obligasi


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar.2.1 Skema SukukIjarah Transfer Kepemilikan Aset ...28 Gambar.2.2. Skema SukukIjarah Transfer Manfaat Aset. ...30 Gambar.2.3. Skema Sukuk Ijarah Transfer Manfaat Aset Dengan

Sublease...32 Gambar.4.1. Perbandingan antara skema sukukijarah dengan obligasi ...77


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Keterangan Izin Riset Direktur Peraturan Pajak 1

Lampiran 2 Surat Keterangan Pemberian ijin Penelitian di Direktorat Jenderal Pajak

Lampiran 3 Surat Keterangan Pemberian ijin Penelitian BAPEPAM-LK Lampiran 4 UU No.18 th 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai

Lampiran 5 PP No.6 tahun 2002 Pajak Penghasilan Atas Bunga Dan Diskonto Obligasi Yang Diperdagangkan Dan/ Atau Dilaporkan Perdagangannya Di Bursa Efek

Lampiran 6 Keputusan Menteri Keuangan 121/Kmk.03/2002 Tata Cara Pelaksanaan Pemotongan Pajak Penghasilan Atas Bunga Dan Diskonto Obligasi Yang Diperdagangkan Dan Atau Dilaporkan Perdagangannya Di Bursa Efek

Lampiran 7 Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama Indonesia no: 41/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah.

Lampiran 8 Fatwa Dewan Syari'ah Nasional No: 32/Dsn-Mui/Ix/2002 Tentang Obligasi Syari’ah


(16)

xvi BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pasar modal syariah telah lahir, hadirnya pasar modal syariah akan menjadi tonggak sejarah baru seperti saat Bank Muamalat Indonesia pertama kali dibuka lebih dari satu dasawarsa lalu. Instrumen dan perangkat untuk menjaring datangnya para investorpun telah dilengkapi. Salah satunya kini muncul perdagangan obligasi syariah atau terkadang orang menyebutnya

sukuk, yang semakin marak dan banyak digemari orang.

Perdagangan serta penerbitan sukuk juga mulai menampakkan peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini bisa dilihat dengan semakin meningkatnya perdagangan sukuk dipasar sekunder. Jumlah dana yang berhasil dihimpun melalui penerbitan sukuk dari tahun ke tahun juga mengalami peningkatan. Menurut informasi dari Danareksa terakhir, paling tidak sudah ada 21 perusahaan yang telah melakukan emisisukuk.

Ada beberapa aspek yang sangat berpengaruh sehingga perdagangan dan penerbitan obligasi syariah mengalami lonjakan yang cukup berarti. Menurut M. Hanif Direktur PT Danareksa dalam presentasi seminar sharia expo ke II di JCC, berdasarkan studi yang pernah dilakukannya diluar negeri, terdapat beberapa motivasi dalam berinvestasi pada obligasi syariah yaitu: 1. Keinginan untuk mematuhi syariah diperkirakan sekitar 20-30%.


(17)

xvii 2. Keinginan untuk memperoleh manfaat ekonomi diperkirakan sekitar

40-60%.

3. Tidak mempertimbangkan syariah dan ekonomi sekitar 20-30%.

Agar pasar obligasi dapat berkembang cepat, maka pengembangan harus diarahkan untuk memenuhi keinginan investor dalam memperoleh manfaat ekonomi.

Obligasi adalah surat utang yang dikeluarkan oleh emiten (dapat berupa badan hukum/perusahaan atau pemerintah) yang memerlukan dana untuk kebutuhan operasi maupun ekspansi mereka. Investasi pada obligasi memiliki potensial keuntungan lebih besar dari produk perbankan. Keuntungan berinvestasi di obligasi adalah memperoleh bunga dan kemungkinan adanya capital gain (Nurul Huda, 2007:81).

Perusahaan swasta maupun BUMN mengeluarkan obligasi memiliki dua alasan. Pertama, perusahaan membutuhkan dana yang cukup besar untuk pengembangan usahanya. Kedua, perusahaan itu memiliki hutang yang telah jatuh tempo, sehingga perlu mencari dana segar untuk membayarnya. Dalam kondisi ekonomi seperti sekarang, penerbitan obligasi dari perusahaan negara bertujuan tidak lain untuk melakukan refinancing hutang-hutangnya. Tentunya, perusahaan itu akan bernafas lega saat mereka telah menerima dana segar. Tapi, itu tidak dapat bertahan lama karena kesulitan akan muncul pada saat perusahaan itu harus membayar bunga yang cukup tinggi (Chandra Yusuf, 2006).


(18)

xviii Bila diterapkan sistem bunga, pada awal perjanjian pihak pemilik uang telah menetapkan seberapa besar pihak pinjaman harus mengembalikan uang telah menetapkan seberapa besar pihak meminjam harus mengembalikan uangnya dengan nilai yang lebih tinggi dari jumlah uang yang ia pinjamkan, disinilah letak kezaliman yang terjadi. Berbeda dengan sistem bagi hasil, antara pihak pemilik dana dengan pihak yang akan mengelola uangnya terdapat adanya kesepakatan berupa bagi hasil yang akan diperoleh masing-masing setelah usaha tersebut dijalankan dan diperoleh keuntungan. Sehingga semua pihak yang melakukan kerja sama akan memperoleh haknya untuk mendapatkan bagian masing-masing sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak.

Fungsi uang dalam transaksi keuangan syariah hanyalah sebagai sarana untuk pertukaran, atau sarana untuk menyatakan nilai dari suatu aset. Uang sendiri tidak memiliki nilai, sehingga tidak patut menghasilkan uang lebih banyak berupa bunga yang diberikan melalui penempatan di bank atau dipinjamkan kepada orang lain. Pembiayaan melalui utang secara konvensional seperti dalam obligasi dengan imbalan bunga tidak diperbolehkan dalam sistem keuangan syariah, karena digunakanya bunga yang merupakan salah satu unsur larangan berdasarkan syariah. Namun demikian, pembiayaan melalui utang secara syariah dapat dilakukan dengan berdasarkan kontrak penjualan atau leasing/sewa, yang menghasilkan instrumen keuangan berpendapatan tetap (fixed income) sebagai alternatif terhadap utang konvensional (Anonim, 2007:7).


(19)

xix Obligasi syariah berbeda dengan obligasi konvensional. Menurut Sofiniyah Gufron (2005:14), perbedaan antara obligasi syariah dan konvensional, dapat dilihat dari beberapa sisi. Pertama, dari sisi emiten.

Emiten yang akan menerbitkan obigasi syariah harus berasal dari emiten yang aktivitas bisnisnya tidak bertentangan dengan ketentuan syariah, seperti perjudian, memproduksi alkohol, dan makanan yang dilarang, tidak memproduksi dan mendistribusikan produk yang sifatnya merusak moral dan sebagainya. Kedua, dari sisi peringkat invesment grade. Obligasi syariah

mempunyai fundmental yang kuat, dan memiliki citra yang baik di mata masyarakat. Ketiga, dari struktur obligasi. Obligasi sudah menjadi kata yang tak lepas dari bunga sehingga tidak dimungkinkan untuk disyariahkan. Semenjak ada pendapat fatwa ulama bahwa bunga adalah riba, maka instrumen-instrumen yang punya komponen bunga ini keluar dari daftar investasi halal. Oleh karena itu, dimunculkan alternatif yang dinamakan obligasi syariah (sukuk).

Menurut Peraturan BAPEPAM No.IX. A.13 tentang penerbitan efek

syariah, sukuk adalah efek syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian penyertaan yang tidak terpisahkan atau tidak terbagi atas: kepemilikan aset berwujud tertentu, nilai manfaat dan jasa atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu, kepemilikan atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tetentu. Sedangkan menurut pengertian dari fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI, obligasi syariah


(20)

xx

syariah yang dikeluarkan perusahaan (emiten) kepada pemegang obligasi

syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.

Obligasi syariah (sukuk) ijarah pertama kali diterbitkan di Indonesia pada tahun 2004 setelah dikeluarkannya fatwa tentang obligasi syariahijarah

(Fatwa DSN-MUI No.41/DSN-MUI/ 2003). Obligasi syariah (sukuk) ijarah akan memberikan investor pendapatan, berupa imbal hasil sewa (fee ijarah) dengan tingkat return yang tetap dan telah ditentukan sebelumnya.

Sebagai instrumen berbasis syariah, sukuk jelas memiliki tipikal dan aturan yang berbeda dengan obligasi konvensional. Obligasi yang merupakan bagian dari ekonomi konvensional dimana bunga merupakan unsur terpentingnya, sementara sukuk berlandaskan ekonomi syariah yang dikembangkan dengan menggunakan akad jual beli dan sewa (ijarah). Penggunaan transaksi jual beli dan sewa menyewa dalam penyaluran dana tersebut pada giliranya membawa dampak kurang kompetitifnya sukuk

dibandingkan obligasi, hal ini karena sukuk dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Apabila dalam kasus Sukuk ijarah diterapkan ketentuan PPN seperti yang berlaku pada usaha dagang, maka akan terjadi pengenaan pajak dua kali masih (double taxation). Pertama, saat perusahaan menerbitkan sukuk ijarah. Pungutan pajak yang kedua, adalah sewaktu sukukijarah jatuh tempo. Merespon kondisi yang demikian itu, kalangan praktisi investasi umumnya menyatakan keberatan atas double tax yang dikenakan terhadap


(21)

xxi sukuk ijarah. Hal ini karena berdasakan ketentuan undang-undang PPN No.18 tahun 2000 pasal 4 ayat (2) sukuk merupakan surat-surat berharga atau jenis barang yang tidak dikenakan pajak pertambahan nilai. Ini berarti ada perlakuan yang berbeda antara obligasi konvensional dengan sukuk.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk mengambil judul “Perlakuan Perpajakan Atas Transaksi Obligasi Syariah (Sukuk) Ijarah”.

B. Perumusan Penelitian

Berdasarkan uraian tersebut maka dirumuskan permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut:

1. Bagaimanakah konsep obligasi syariah (sukuk) ijarah dan prakteknya di Indonesia?

2. Bagaimanakah perlakuan perpajakan atas transaksi obligasi syariah

(sukuk) ijarah?

C. Tujuan dan Manfaat 1. Tujuan penelitian

a. Mengetahui konsep obligasi syariah (sukuk) ijarah dan prakteknya di Indonesia.

b. Mengetahui perlakuan perpajakan atas transaksi obligasi syariah (sukuk) ijarah.


(22)

xxii 2. Manfaat penelitian

a. Bagi ilmu akuntansi

Penelian ini diharapkan dapat memberikan referensi ilmiah mengenai masalah perpajakan serta meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai transaksi obligasi syariah (sukuk) ijarah.

b. Bagi masyarakat

1) Mengetahui dan memahami tentang transaksi obligasi syariah (sukuk) ijarah.

2) Memberikan sumbangan pemikiran dalam pengetahuan kepada masyarakat umum untuk lebih memahami transaksi obligasi

syariah (sukuk) ijarah sehingga intrumen syariah dapat berkembang dan memasyarakat.

c. Bagi peneliti

1) Memahami praktek transaksi obligasi syariah (sukuk) ijarah. 2) Sebagai langkah penerapan ilmu pengetahun yang diperoleh


(23)

xxiii BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Obligasi

1. Pengertian Dasar Obligasi

Obligasi merupakan surat utang dari emiten (dapat berupa badan hukum/lembaga atau pemerintah) yang memerlukan dana untuk kebutuhan operasi maupun ekspansi mereka. Investasi pada obligasi memiliki potansial keuntungan lebih besar dari pada produk perbankan. Keuntungan berinvestasi diobligasi adalah memperoleh bunga dan kemungkinan

capital gain (Nurul Huda, 2007:81).

Secara umum dapat juga diartikan obligasi adalah surat utang jangka panjang yang diterbitkan oleh suatu lembaga, dengan nilai nominal dan waktu tempo tertentu. Penerbit obligasi bisa perusahaan swasta, BUMN atau pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah. Salah satu jenis obligasi yang diperdagangkan dipasar modal kita saat ini adalah obligasi kupon (cupon bond) dengan tingkat suku bunga tetap (fixed interes) selama masa berlaku obligasi (Nurul Huda, 2007:81).

2. Jenis obligasi yang diperdagangkan

Jenis obligasi yang diperdagangkan di Bursa Efek antara lain (Anonim, 2007):


(24)

xxiv a. Corporate bonds: obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan, baik yang berbentuk badan usaha milik negara (BUMN), atau badan usaha swasta.

b. Government bonds: obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah.

c. Retail bonds: obligasi yang diperjual belikan dalam satuan nilai nominal yang kecil, baik corporate bonds maupun government bonds. 3. Karakteristik obligasi

Karakteristik obligasi antara lain (Anonim, 2007): a. Penerbit (emiten)

Mengetahui dan mengenal penerbit obligasi merupakan faktor sangat penting dalam melakukan investasi obligasi. Mengukur resiko/kemungkinan dari penerbit obigasi tidak dapat melakukan pembayaran kupon dan atau pokok obligasi tepat waktu (default risk) dapat dilihat dari peringkat (rating) obligasi yang dikeluarkan oleh lembaga pemeringkat.

b. Harga obligasi

Berbeda dengan harga saham yang dinyatakan dalam bentuk mata uang, harga obligasi dinyatakan dalam persentase, yaitu persentase dari nilai nominal. Ada 3 (tiga) kemungkinan harga pasar dari obligasi yang ditawarkan, yaitu:

1) Nilai pari (par) merupakan harga obligasi sama dengan nilai nominal.


(25)

xxv 2) Dengan premi (at premium) merupakan harga obligasi lebih besar

dari nilai nominal.

3) Dengan discount (at discount) merupakan harga obligasi lebih kecil dari nilai nominal.

c. Jangka waktu obligasi

Setiap obligasi mempunyai masa jatuh tempo atau berakhirnya masa pinjaman (maturity). Secara umum masa jatuh tempo obligasi di Indonesia adalah 5 tahun. Ada yang 1 tahun, ada pula yang sampai 10 tahun. Semakin pendek jangka waktu obligasi maka akan semakin diminati oleh investor, karena dianggap risikonya kecil.

Pada pasaran Amerika dikenal 3 kelompok masa jatuh tempo obligasi yaitu (Anonim, 2007):

1) Jangka pendek (surat utang atau bill): yang masa jatuh temponya hingga 1 tahun.

2) Medium term note: masa jatuh temponya antara 1 hingga 10 tahun. 3) Jangka panjang (obligasi atau bond): jatuh temponya diatas 10

tahun.

Pada saat jatuh tempo, pihak penerbit berkewajiban untuk melunasi pokok investasi di dalam obligasi tersebut, tentunya beserta bunganya. d. Tingkat suku bunga

Untuk menarik minat para investor, perusahaan harus memberikan insentif yang menarik berupa bunga yang relatif lebih besar dari pada tingkat suku bunga perbankan, misalkan 14%, 15% per


(26)

xxvi tahun. Istilah tingkat suku bunga dalam instrumen obligasi dikenal dengan nama kupon obligasi. Penentuan besarnya kupon obligasi sangat penting, untuk dapat menarik minat investor tentunya juga harus dipertimbangkan kemampuan perusahaan untuk membayar kupon tersebut sampai jatuh tempo (Anonim, 2007).

Kupon, suku bunga yang dibayarkan oleh penerbit kepada pemegang obligasi. Istilah kupon ini asal mulanya digunakan karena dimasa lalu secara fisik obligasi diterbitkan bersama dengan kupon bunga yang melekat pada obligasi tersebut. Pada tanggal pembayaran kupon, pemegang obligasi akan menyerahkan kupon tersebut ke bank guna ditukarkan dengan pembayaran bunga (Anonim, 2007).

Ukuran terhadap tingkat suku bunga sangat dipengaruhi oleh tingkat risikonya. Obligasi dengan tingkat risiko yang lebih tinggi, tentunya akan menawarkan tingkat suku bunga yang lebih tinggi dibandingkan dengan obligasi yang memiliki risiko lebih rendah. Hal ini biasanya dapat dianalisis berdasarkan peringkat obligasi yang dikeluarkan. Saat ini terdapat 2 perusahaan pemeringkat efek, yaitu, PEFINDO atau Kasnic Indonesia sekarang menjadi Moddy’s yang kegiatan usahanya adalah menganalisa kekuatan posisi keuangan dari perusahaan penerbit obligasi.

Risiko gagal bayar (default risk), dalam hal ini perusahaan penerbit bisa saja mengalami kesulitan keuangan dan mereka tidak menepati janjinya untuk membayar kupon atau bunga obligasi setiap


(27)

xxvii tahun atau pokok dari investasi (nilai pari). Bila hal ini terjadi maka perusahaan penerbit gagal memenuhi janjinya dan investor dirugikan. Dalam hal ini investor dapat melihat peringkat dari obligasi dari perusahaan yang menerbitkan. Pemeringkatan ini dilakukan oleh sebuah perusahaan independen (Anonim, 2007).

Tabel 2.1

Tingkat sekuritas menurut Moody's Investor Service dan Standar & Poor's (Perusahaan Pemeringkat Internasional) Tingkatan Keterangan

Aaa Kualitas terbaik Aa Kualitas tertinggi A Tingkatan diatas sedang Bbb Tingkatan sedang Bb Ada unsur spekulasi B

Umumnya kurang sesuai karakteristiknya dari investasi yang diinginkan

Caa Posisi jelek

Ca Tingkatan yang tinggi spekulasinya

C Tingkatan terendah-sangat jelek prospeknya

(Sumber: Panji Anogara, 2006:77)

Sedangkan PEFINDO memberikan simbol atau nilai pemeringkatan dari yang tertinggi sampai yang terendah sebagai berikut: : idAAA (superior), idAA (very strong), idA (strong), idBBB (adequate), idBB (somewhat weak), idB (non-investment), idCCC (vulnerable), idD (default). Peringkat idAAA sampai dengan idBBB menyatakan bahwa sebuah obligasi dinyatakan aman dari default risk

atau resiko gagal bayar atau obligasi dengan peringkat ini bisa dikatakan sebagai investment-grade bond. Peringkat di bawah dari idBBB tidak disarankan dalam investasi ini dan dikategorikan sebagai


(28)

xxviii dibubuhi tanda – (minus) atau + (plus). Hal ini memberikan indikasi akan naik atau turunnya dari peringkat sebuah obligasi. Misalkan sebuah obligasi mendapat peringkat idA+, maka peringkat dari obligasi tersebut mungkin akan naik menjadi idAA atau bila peringkat dari sebuah obligasi adalah idAA-, kemungkinan peringkat obligasinya akan turun menjadi idA (Anonim, 2007).

Pemeringkatan ini memberikan informasi kepada investor

mengenai kapasitas maupun kemampuan sebuah penerbit obligasi dalam memenuhi janjinya yaitu membayar bunga atau kupon secara berkala dan mengembalikan semua pokok atau nilai parinya begitu jatuh tempo.

Perlu investor mengerti juga, bahwa bukan hanya risiko tingkat suku bunga yang dapat mengakibatkan fluktuasi harga obligasi tapi risiko gagal bayar juga mempegaruhinya. Bila ada informasi dimana sebuah perusahaan akan gagal bayar maka peringkat dari perusahaan tersebut akan turun diikuti dengan anjloknya harga obligasi tersebut (Anonim, 2007).

e. Jadwal pembayaran

Kewajiban pembayaran kupon obligasi oleh perusahaan penerbit dilakukan secara berkala sesuai dengan kesepakatan sebelumnya, bisa dilakukan triwulanan, semesteran atau tahunan. Ketepatan pembayaran kupon obligasi kepada investor merupakan aspek penting dalam menjaga reputasi perusahaan penerbit obligasi.


(29)

xxix Tanggal kupon, tanggal pembayaran bunga dari penerbit kepada pemegang obligasi. Di Amerika, kebanyakan pembayaran kupon obligasi dilakukan secara tengah tahunan, yang artinya pembayaran kupon dilakukan setiap 6 bulan sekali. Di Eropa, kebanyakan obligasi adalah secara tahunan atau 1 kupon pertahun (Anonim, 2007).

f. Jatuh tempo (maturity)

Jatuh tempo (maturity) adalah tanggal dimana pemegang obligasi akan mendapatkan pembayaran kembali pokok atau nilai nominal obligasi yang dimilikinya. Periode jatuh tempo obligasi bervariasi mulai dari 365 hari sampai dengan diatas 5 tahun. Obligasi yang akan jatuh tempo dalam waktu 1 tahun akan lebih mudah untuk di prediksi, sehingga memilki resiko yang lebih kecil dibandingkan dengan obligasi yang memiliki periode jatuh tempo dalam waktu 5 tahun. Secara umum, semakin panjang jatuh tempo suatu obligasi, semakin tinggi kupon/bunganya (Anonim, 2007).

g. Pasar obligasi

Sebagai suatu efek, obligasi dapat diperdagangkan. Ada dua jenis pasar obligasi yaitu (Anonim, 2007):

1) Pasar primer, merupakan tempat diperdagangkannya obligasi saat mulai diterbitkan. Salah satu persyaratan ketentuan Pasar Modal, obligasi harus dicatatkan di bursa efek untuk dapat ditawarkan kepada masyarakat, dalam hal ini lazimnya adalah di Bursa Efek


(30)

xxx Surabaya (BES) sekarang sudah berubah menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI).

2) Pasar sekunder, merupakan tempat diperdagangkannya obligasi setelah diterbitkan dan tercarat di BEI, perdagangan obligasi akan dilakukan di pasar sekunder.

B. Obligasi Syariah (Sukuk)

1. Pengertian dasar obligasi syariah (sukuk)

Menurut Peraturan BAPEPAM No. IX. A.13 tentang penerbitan efek syariah, Sukuk adalah Efek syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian penyertaan yang tidak terpisahkan atau tidak terbagi atas:

a. Kepemilikan aset berwujud tertentu

b. Nilai manfaat dan jasa atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu

c. Kepemilikan atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tetentu. Menurut Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No:32/DSN-MUI/IX/2002, "Obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syari’ah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syari’ah berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo".


(31)

xxxi Obligasi syariah merupakan bentuk pendanaan (financing) dan sekaligus investasi memungkinkan beberapa bentuk struktur yang dapat ditawarkan untuk tetap menghindarkan pada Riba. Berdasarkan pengertian tersebut, obligasi syariah dapat memberikan (Sofiniyah Gufron, 2005:28): a. Bagi hasil berdasarkan akad mudharabah/muqaradhah/qiradh atau

Musyarakah. Karena akadmudharabah/musyarakah adalah kerja sama dengan skema bagi hasil pendapatan atau keuntungan, obligasi jenis ini akan memberikan return dengan penggunaan term indicative/expected return karena sifatnya yang floating dan tergantung pada kinerja pendapatan yang dibagihasilkan.

b. Margin berdasarkan akadmurabahah, salam dan istishna.

c. Fee berdasarkan akad ijarah. Dengan akad tersebut, obligasi syariah

akan memberikan pendapatan tetap ( fixed return).

Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) menetapkan fatwa no.41 tentang obligasi Ijarah ini menggunakan dasar sebagai berikut:

a. Firman Allah SWT, antara lain:

1) Firman Allah QS. Al-Ma’idah (5): 1:

“Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu...”.

2) Firman Allah QS. Al-Baqarah (2) : 233:

" ...Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak


(32)

xxxii

patut. Bertaqwalah kepada Allah, dan ketahuilah bahwa Allah

Maha Melihat apa yang kamu kerjakan."

3) Firman Allah QS. al-Qashash (28): 26:

"Salah seorang dari kedua wanita itu berkata, 'Hai ayahku!

Ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena

sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk

bekerja (pada kita) adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya."

b. Hadist-hadist Nabi SAW, antara lain:

1) Hadis Qudsi riwayat Muslim dari Abu Hurairah:

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Tiga kelompok yang Aku

memusuhi mereka pada Hari Kiamat nanti. Pertama, orang yang

bersumpah atas nama-Ku lalu ia mengkhianatinya. Kedua, orang

yang menjual budak belian, lalu ia memakan (mengambil)

keuntungannya. Ketiga, orang yang memperkerjakan seseorang,

lalu pekerja itu memenuhi kewajibannya, sedangkan orang itu

tidak membayarkan upahnya" (HR. Muslim).

2) Hadis Qudsi Riwayat Ibn Majah dari Ibnu Umar, bahwa Nabi bersabda:

"Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering."

3) Hadis riwayat Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu Sa'id al-Khudri, Nabi s.a.w. bersabda:


(33)

xxxiii 4) Hadis riwayat Abu Daud dari Sa'd Ibn Abi Waqqash, ia berkata:

"Kami pernah menyewakan tanah dengan (bayaran) hasil

pertaniannya; maka, Rasulullah melarang kami melakukan hal

tersebut dan memerintahkan agar kami menyewakannya dengan

emas atau perak”.

5) Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari `Amr bin `Auf:

"Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum kecuali perdamaian

yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram;

dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali

syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang

haram".

c. Ijma' ulama tentang kebolehan melakukan akad sewa menyewa (Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Dr. Wahbah al-Zuhaili).

d. Kaidah fiqih :

"Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada

dalil yang mengharamkannya."

"Menghindarkan mafsadat (kerusakan, bahaya) harus didahulukan

atas mendatangkan kemaslahatan."

Obligasi syariah di dunia internasional dikenal dengan sukuk. Dalam bahasa Inggris sukuk diterjemahkan sebagai Islamic bond. Sukuk

berasal dari bahasa Arab yang memiliki arti mirip dengan sertifikat atau surat. Dalam pembahasan ekonomi syariah (Islam), sukuk mengandung


(34)

xxxiv pengertian sebagai surat berharga yang merupakan salah satu bentuk instrumen pembiayaan berdasarkan akad syariah tertentu, yang mewajibkan si penerbit sukuk untuk membayar pendapatan berupa bagi hasil atau margin keuntungan atau jasa (ujrah) sebagaimana ditentukan dalam akad serta membayar kembali dana yang tercantum pada lembar

sukuk pada saat jatuh tempo sukuk kepada sipemegang sukuk (Iswahjudi dan Mirza A. Adiwarman Karim, 2006:59).

Dari keterangan diatas, kemudian timbullah pertanyaan, apakah yang dimaksud dengan syariah? syariah merupakan hukum Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-hadist. Sedangkan prinsip keuangan

syariah adalah suatu bentuk sistem keuangan yang berdasarkan prinsip etika dan keadilan yang berlandaskan syariah, atau hukum Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadist yang mengatur berbagai aspek kehidupan pribadi dan masyarakat.

Elemen-elemen utama dari prinsip-prinsip transaksi keuangan

syariah (Anonim, 2007: 5): a. Larangan atas bunga (Riba).

b. Penekanan pada perjanjian atau kesepakatan yang adil. c. Hubungan antara keuangan dengan produktivitas. d. Anjuran atas sistem bagi hasil atau profit sharing. e. Larangan terhadap judi atau maysir.


(35)

xxxv Suatu sukuk dapat dikatakan memenuhi prinsip syariah apabila jenis akad atau perjanjian penerbitannya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah, yaitu antara lain transaksaksi yang dilakukan oleh para pihak harus bersifat adil, halal, thayib dan maslahat. Selain itu, juga harus terbebas dari berbagai unsur larangan, antara lain Riba, maysir dan

gharar. Penerbitan sukuk memerlukan adanya pernyataan kesesuaian

syariah (shariah compliance) dari ahli syariah yang diakui secara umum atau dari lembaga yang memiliki keahlian dibidang syariah di Indonesia ini merupakan tugas DSN (Dewan Syariah Nasional) (Anonim, 2007:5).

Gharar merupakan sesuatu yang mengandung keraguan, tipuan atau tindakan yang bertujuan merugikan orang lain. Gharar terbesar adalah tidak adanya kepastian mengenai rincian objek, cara penyerahan dan cara pembayaran. Dalam transaksi Islam harus ada itikad baik, sehingga tidak boleh ada gharar yang mengakibatkan kerugian akibat adanya itikad tidak baik tersebut (Adiwarman Karim, 2004:31).

Maysir merupakan unsur spekulasi, judi, dan sikap untung-untungan didalam transaksi keuangan yang memungkinkan diperolehnya suatu kekayaan dengan cara yang mudah. Maysir yang paling terbesar adalah dimana keuntungan suatu pihak merupakan kerugian pada pihak lain. Maysir juga bermakna spekulasi murni (Anonim, 2007:7).

Riba merupakan unsur tambahan yang diperjanjikan sebelumnya baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam, secara batil atau


(36)

xxxvi bertentangan dengan ajaran Islam (Anonim, 2007:7). Riba terbagi menjadi tiga (Adiwarman Karim, 2004:33):

a. Riba fadl yaitu Riba yang timbul akibat pertukaran barang sejenis yang tidak memenui kriteria kualitasnya, sama kuantitasnya dan sama waktu penyerahanya. Riba fadl dapat ditemui dalam transaksi valas yang tidak secara tunai.

b. Riba nasiah yaitu Riba yang timbul akibat utang piutang yang tidak memenuhi kriteria untung muncul bersama resiko dan hasil usaha muncul bersama biaya. Riba jenis ini dapat ditemui dalam transaksi pembayaran bunga kredit dan pembayaran bunga tabungan, deposito, giro dan obligasi.

c. Riba jahiliah yaitu utang yang dibayar melebihi dari pokok pinjaman karena peminjam tidak mampu mengembalikan dana pinjaman pada waktu yang telah ditetapkan. Diperbankan konvensional Riba jahiliah

dapat ditemui dalam pengenaan bunga pada transaksi kartu kredit yang tidak dibayar penuh tagihannya.

2. Kriteria perusahaan yang dapat menerbitkan obligasi syariah (emiten). Tidak semua emiten dapat menerbitkan obligasi syariah. Untuk menerbitkan obligasi syariah, beberapa persyaratan berikut yang harus dipenuhi (Inggi H. Achsien, 2003):

a. Aktivitas utama (core business) yang halal, tidak bertentangan dengan substansi Fatwa No:20/DSN-MUI/IV/2001. Fatwa tersebut


(37)

xxxvii menjelaskan bahwa jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan

syariah Islam di antaranya adalah:

1) Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang.

2) Usaha lembaga keuangan konvensional (Ribawi), termasuk perbankan dan asuransi konvensional.

3) Usaha yang memproduksi, mendistribusi, serta memperdagangkan makanan dan minuman haram.

4) Usaha yang memproduksi, mendistribusi, dan atau menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat

mudarat.

b. Peringkat investment grade:

1) Memiliki fundamental usaha yang kuat; 2) Memiliki fundamental keuangan yang kuat; 3) Memiliki citra yang baik bagi publik. 3. Obligasi syariahijarah

Obligasi syariah ijarah adalah obligasi syariah berdasarkan akad ijarah. Akad ijarah adalah jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian. Artinya, pemilik harta memberikan hak untuk memanfaatkan objek yang ditransaksikan melalui penguasaan sementara atau peminjaman objek yang ditransaksikan melalui penguasaan sementara atau peminjaman objek dengan manfaat tertentu dengan membayar imbalan kepada pemilik objek. Ijarah mirip dengan leasing, tetapi tidak


(38)

xxxviii sepenuhnya sama. Dalam akad ijarah disertai dengan adanya perpindahan manfaat tetapi tidak terjadi pemindahan kepemilikan (Sofiniyah Gufron, 2005:32).

Obligasi Syariah tersebut dapat diterbitkan oleh emiten dengan pembatasan tidak boleh dipergunakan untuk refinancing hutang emiten, akan tetapi hanya diperbolehkan sebagai modal kerja emiten saja. Disamping itu emiten juga harus menjamin bahwa pendapatan yang dibagihasilkan dengan para pemegang obligasi harus bersih dari unsur non-halal, adapun definsi unsur non-halal adalah sesuai dengan Fatwa DSN No. 20/DSN-MUI/IV/2001 tanggal 18 April 2001. Pendapatan yang dibagihasilkan itu juga harus berasal dari emiten sendiri, bukan dari perusahaan afiliasinya, karena yang terikat dengan perjanjian adalah

emiten dengan para pemegang obligasi syariah.

Selanjutnya, terkait dengan jenis sukuk yang menjadi underlying transaction, BAPEPAM-LK memberikan pedoman melalui Peraturan Nomor IX.A.14.

1) Akadijarah dalam sukukijarah

Dalam peraturan BAPEPAM-LK Nomor IX.A.14, yang dimaksud dengan ijarah berarti perjanjian (akad) dimana pihak yang memiliki barang atau jasa (pemberi sewa atau pemberi jasa) berjanji kepada penyewa atau pengguna jasa untuk menyerahkan hak penggunaan atau pemanfaatan atas suatu barang dan atau memberikan jasa yang dimiliki pemberi sewa atau pemberian jasa dalam waktu


(39)

xxxix tertentu dengan pembayaran sewa dan atau upah (ujrah), tanpa diikuti dengan beralihnya hak atas pemilikan barang yang menjadi objek

ijarah.

2) Ijarah yang tersebut diatas, wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a) Persyaratan pihak yang dapat menjadi pemberi sewa dan penyewa wajib memiliki kecakapan dan kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum baik menurut syariah Islam maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b) Hak dan kewajiban pemberi sewa atau pemberi jasa dan penyewa atau pengguna jasa.


(40)

xl Tabel 2.2

Hak dan Kewajiban Pemberi Sewa dan Penyewa` Hak Dan Kewajiban Lessor Hak Dan Kewajiban Lessee

(a) Menerima pembayaran harga sewa atau upah (ujrah) sesuai dengan yang disepakati dalam Ijarah

(a) Memanfaatkan barang dan atau jasa sesuai yang disepakati dalam ijarah. (b) Menyediakan barang yang

disewakan atau jasa yang diberikan.

(b) Membayar harga sewa atau upah (ujrah) sesuia yang disepakati dalam

ijarah. (c) Menanggung biaya

pemeliharaan barang yang disewakan.

(c) Bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan barang serta menggunakannya sesuai yang disepakati dalam ijarah.

(d) Menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan.

(d) Menanggung biaya pemeliharaan barang yang sifatnya ringan (tidak material) sesuai yang disepakati ijarah. (e) Bertanggung jawab atas

kerusakan barang yang disewakan yang bukan disebabkan oleh pelanggan dari penggunaan yang dibolehkan yang

diperbolehkan atau bukan karena kelalaian pihak penyewa.

(e) Bertanggung jawab atas kerusakan barang yang disewakan yang disebabkan oleh pelanggaran dari penggunaan yang

diperbolehkan atau karena kelalaian pihak penyewa. (f) Menyatakan secara tertulis

bahwa pemberi sewa atau pemberi jasa menyerahkan hak penggunaan atau pemanfaatan atas suatu barang dan atau memberikan jasa yang dimilikinya kepada

penyewa (pernyataan ijab).

(f) Menyatakan secara tertulis bahwa penyewa atau penerima jasa menerima hak penggunaan atau pemanfaatan atas suatu barang dan atau memberikan jasa yang dimiliki pemberi sewa (pernyataan qobul).

(Sumber: BAPEPAM-LK, 2007)

3) Persyaratan objek ijarah dalam peraturan BAPEPAM-LK Nomor IX.A.14 adalah dapat berupa barang dan atau jasa yang memenuhi ketentuan sebagai berikut:


(41)

xli a) Manfaat barang atau jasa harus dapat dinilai dengan uang.

b) Manfaat atas barang dan jasa dapat diserahkan kepada penyewa atau pengguna jasa.

c) Manfaat barang atau jasa harus yang bersifat tidak dilarang oleh

syariah Islam (tidak diharamkan).

d) Manfaat barang atau jasa harus ditentukan dengan jelas.

e) Spesifikasi barang atau jasa harus dinyatakan dengan jelas antara lain melalui identifikasi fisik, kelayakan, dan jangka waktu pemanfaatan.

4) Persyaratan penetapan harga sewa atau upah (ujrah) dalam peraturan BAPEPAM-LK Nomor IX.A.14 wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a) Besarnya harga sewa atau upah (ujrah) dan cara pembayarannya ditetapkan secara tertulis dalam ijarah.

b) Alat pembayaran harga sewa atau upah adalah uang atau bentuk lain termasuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan barang atau jasa yang menjadi objek dalam ijarah.

5) Ketentuan lain yang dapat diatur dalam ijarah, selain wajib memenuhi ketentuan pada peraturan diatas, dalam ijarah dapat disepakati antara lain hal-hal sebagai berikut:

a) Para pihak (pemberi sewa dan penyew) dapat menentukan harga sewa atau upah untuk periode waktu tertentu dan meninjau kembali harga sewa atau upah yang berlaku untuk periode berikutnya.


(42)

xlii b) Penunjukan pihak lain untuk menyelesaikan perselisihan antara

pemberi sewa dan penyewa. 4. Stuktur obligasi syariahijarah

Regulasi yang mengatur tentang sukuk dan ijarah adalah peraturan No. IX.A.13 dan IX.A.14 dikeluarkan BAPEPAM-LK pada bulan Nopember 2006. Walaupun demikian, tercatat beberapa emiten telah melaksanakan penerbitan sukuk ijarah sebelum diterbitkannya peraturan-peraturan tersebut. Terkait dengan dasar yang digunakan tersebut, tujuan dari transaksi ijarah di Indonesia adalah melakukan transaksi lease atau

lease kemudian sublease. Sedangkan dasar yang digunakan dinegara-negara lain bertujuan untuk menjual aset (kepada SPV) kemudian melakukan lease atas aset tersebut dengan memberikan opsi apakah pada akhir masa sukuk aset underlying ijarah beralih kepemilikannya.

Dalam AAOIFI terdapat tiga jenis skema transaksi sukuk ijarah. Pembagian kategori tersebut dapat didasarkan pada obyek yang ditransaksikan, yaitu:

a. Transfer kepemilikan atas aset yang telah tersedia. b. Transfer manfaat (usfruct) atas aset yang telah tersedia. c. Transfer kepemilikan atas aset tertentu yang akan dimiliki.

Praktik yang lazim digunakan adalah sukuk ijarah No. 1 dan 2. Alasan utama yang mendasarinya adalah, transaksi jenis 1 dan 2 lebih diminati oleh investor mengingat underlying asetnya telah tersedia. Hal ini akan lebih memberikan kepastian hukum dibandingkan dengan sukuk


(43)

xliii

ijarah No. 3. Dengan mempertimbangkan kelaziman dalam praktik, maka kajian ini memfokuskan kepada skema sukuk no 1 dan 2.

Gambar 2.1

Skema Sukuk Ijarah Transfer Kepemilikan Aset

(Sumber: BAPEPAM-LK, 2007)

Berikut ini disajikan mengenai skema transfer kepemilikan atas aset yang telah tersedia. Pada saat perusahaan merencanakan untuk menerbitkan sukuk ijarah, perusahaan terlebih dahulu menetapkan aset yang akan di-ijarah-kan. Kemudian, perusahaan mendirikan suatu Special Purpose Vehicle/Company (SPV/C selanjutnya disebut dengan SPV).

SPV merupakan paper company yang didirikan semata-mata untuk kepentingan perusahaan khususnya dalam penerbitan sukukijarah. Setelah

sukuk ijarah jatuh tempo, maka SPV ini akan dibubarkan. SPV bukan merupakan badan hukum seperti halnya perusahaan, oleh karena itu SPV bukan merupakan subyek pajak.


(44)

xliv Setelah SPV terbentuk, perusahaan menjual aset yang menjadi

underlying ijarah kepada SPV, hal ini ditandai dengan akad Al-bay’, yaitu jual-beli antara perusahaan selaku penerbit sukuk ijarah dan SPV selaku wakil dari para investor pemegang sertifikat sukukijarah. Pada saat yang sama SPV menjual sertifikat sukuk kepada investor sebagai bukti bahwa investor merupakan pemilik dari underlying aset ijarah, hal ini ditandai dengan akad wakalah, yaitu perwalian SPV atas investor

pemegang sertifikat sukukijarah.

Dana yang diperoleh dari investor secara langsung diteruskan oleh SPV kepada perusahaan. Dengan demikian, maka telah terjadi perpindahan kepemilikan underlying aset ijarah dari perusahaan kepada

investor melalui SPV. Dilain pihak, perusahaan telah menerima secara lumpsum pembayaran dari investor atas penerbitan sertifikat sukukijarah.

Selanjutnya, SPV selaku wakil dari investor, menandatangani akad ijarah dengan perusahaan. Dalam akad itu disepakati bahwa SPV selaku wakil dari pemilik aset menyewakan aset kepada perusahaan. Dengan kata lain, SPV berperan sebagai lessor sedangkan perusahaan berperan sebagai

lessee. Sebagai lessee, perusahaan berhak untuk menggunakan aset yang diijarahkan tersebut dan berkewajiban untuk membayar ijarah atas penggunaan aset kepada lessor.

Pembayaran oleh perusahaan dilakukan kepada SPV dan langsung diteruskan kepada investor. Pembayaran tersebut merupakan kupon ijarah


(45)

xlv kali menimbulkan pertanyaan mengapa syariah menggunakan tingkat bunga sebagai benchmark, padahal bunga dilarang dalam prinsip syariah.

Untuk menjawab hal ini, maka harus dibedakan antara fungsi bunga sebagai benchmark dan Riba. Fungsi sebagai benchmark, tingkat bunga dimaksudkan untuk memberikan pedoman yang populer mengenai suatu tingkat bagi hasil. Dengan demikian maka, kesalahapahaman (gharar) antara lessor dan lessee akibat penggunaan benchmark yang tidak populer dapat dihindari. Dilain pihak, penggunaan tingkat bunga sebagai

Riba, merupakan mekanisme yang dilarang dalam syariah.

Riba merupakan praktik bunga majemuk, yaitu pembebanan bunga tetap akan berjalan sekalipun debitur sudah tidak mampu melunasi pinjamanannya. Hal tersebut tidak sejalan dengan prinsip syariah yang menjungjung tinggi nilai kebersamaan dalam memperoleh manfaat sehingga seseorang tidak boleh mendapat keuntungan di atas kerugian orang lain. Skema sukuk ijarah ini sama seperti sukuk yang diterbitkan oleh negara belum lama ini.

Gambar 2.2

Skema Sukuk Ijarah Transfer Manfaat Aset


(46)

xlvi Berikut ini disajikan mengenai skema transfer manfaat atas aset yang telah tersedia. Pada saat perusahaan merencanakan untuk menerbitkan sukuk ijarah, perusahaan terlebih dahulu menetapkan aset yang akan diijarahkan. Kemudian, perusahaan menjual manfaat aset kepada investor. Atas transfer ini, perusahaan memperoleh pembayaran lumpsum dari investor dan sebaliknya investor memperoleh sertifikat

sukuk ijarah. Pada tahap ini, perusahaan dan investor menandatangani

akad Ijarah, yang memposisikan perusahaan menjadi lessee dan investor

menjadi lessor.

Selanjutnya, investor dan perusahaan menandatangani akad wakalah, yang berisi bahwa investor memberikan kuasa kepada perusahaan atas manfaat aset underlying ijarah. Kuasa tersebut, digunakan oleh perusahaan untuk mencari customer akhir yang bermaksud untuk menyewa aset underlying ijarah. Hal ini dilakukan karena perusahaan memiliki pengetahuan yang lebih baik dibandingkan investor terhadap industrinya.

Setelah menemukan customer akhir, perusahaan mentransfer manfaat aset underlying ijarah. Dalam tahap ini seakan-akan peranan perusahaan adalah sebagai lessor mewakili investor dan customer akhir adalah sebagai lessee. Customer akhir berkewajiban membayar penggunaan aset underlying ijarah. Pembayaran ini merupakan sumber kupon ijarah yang akan dibayarkan perusahaan selaku lessee kepada


(47)

xlvii Gambar 2.3

Skema Sukuk Ijarah Transfer Manfaat Aset Dengan Sublease

(Sumber: BAPEPAM-LK, 2007)

Berikut ini disajikan mengenai variasi dari skema transfer manfaat atas aset yang telah tersedia, yaitu dengan sublease. Skema ini diawali dengan penerbitan sertifikat sukuk ijarah perusahaan. Atas penerbitan sertifikat tersebut perusahaan menerima kas yang dibayarkan oleh

investor. Pada tahap ini, perusahaan dan investor menandatangani akad wakalah. Akad ini memberikan kuasa kepada perusahaan untuk mewakili

investor sebagai lessee atas transaksi ijarah yang akan dilakukan pada tahap berikutnya. Selanjutnya, dana hasil penerbitan sukuk ijarah

digunakan perusahaan untuk memperoleh manfaat atas suatu aset

underlying ijarah yang dimiliki oleh owner. Pada tahap ini perusahaan dan owner menandatangani akad ijarah dimana perusahaan berperan sebagai


(48)

xlviii Kemudian, investor selaku lessee dalam transaksi dengan owner menyewakan manfaat atas aset underlying ijarah kepada perusahaan. Dengan kata lain, peranan investor berubah dari lessee menjadi lessor. Pada tahap ini perusahaan dan investor menandatangani akad ijarah atas transaksi sublease.

Pada tahap selanjutnya, perusahaan akan mencari customer akhir untuk menyewakan aset underlying ijarah. Dalam transaksi ini customer alkhir membayar sewa. Pembayaran ini merupakan sumber dari kupon ijarah dan akan diteruskan oleh perusahaan kepada investor selaku lessor.

Dari ketiga skema sukuk ijarah di atas, pembayaran ijarah yang diterima dari investor merupakan jumlah lumpsum. Dalam transaksi konvensional jumlah ini dapat dipersamakan dengan pokok obligasi. Sedangkan pembayaran berkala yang dilakukan oleh lessee kepada lessor

pada saat jangka waktu sukuk ijarah dapat diidentikkan dengan bunga obligasi. Jumlah lumpsum yang diterima oleh perusahaan pada awal periode sukuk, akan dilunasi oleh perusahaan kepada investor pada saat sukuk ijarah jatuh tempo. Hal ini disertai dengan adanya pengembalian kepemilikan atau manfaat aset underlying ijarah kepada perusahaan selaku penerbit sertifikat sukukijarah.


(49)

xlix Tabel 2.3

Daftar Obligasi Syariah Ijarah Per Oktober 2007 No Nama Obligasi Jumlah

Emisi (Rp.Milyar)

Rating Jangka Waktu

Tanggal Emisi 1 Matahari Putra

Prima-SyariahIjarah

I

150 A+/Pef 5 th 11-5-04

2 Sona Topas-Syariah Ijarah

52 A+/Kasnic 5 th 28-6-04

3 Citra Makmur

Sari-SyariahIjarah I

100 A/Kasnic 5 th 9-7-04

4 Indorent-Syariah Ijarah I

100 A/Kasnic 4 th

11-11-04 5 Berlina-Syariah

Ijarah I

85 A/Kasnic 5 th

15-12-04 6 Humpuss

Intermoda-SyariahIjarah I

125 A/Kasnic 5 th

17-12-04 7 Apexindo-Syariah

Ijarah I

240 A-/Pef 5 th 8-4-05

8 Indosat-Syaria Ijarah

II

285 AA+/Pef 6 th 21-6-05

9 Ricky Putra Globalindo-Syariah Ijarah I

60,4 BBB+/Kasn

ic

5 th 21-7-05

10 PLN-SyariahIjarah I 200 A/Kasnic 10 th 21-6-05

11 Indosat-SukukIjarah

II

400 AA+/Pef 7 th 29-5-07

12 Berlian Laju

Tangker-SukukIjarah

200 AA-/Pef 5 th 5-7-07

13 PLN-SyariahIjarah 300 A1/Moodys 10th 10-7-07

(Sumber: Hanif, 2007:10)

C. Ketentuan Akuntansi Berkaitan Dengan Penerbitan Obligasi 1. Transaksi Surat Utang Konvensional

Berikut ini disajikan berbagai perlakuan akuntansi surat utang dari sudut pandang penerbit surat utang (obligasi) yang bersumber dari buku “Accounting Principles”, karangan Weygant, Kieso, Kimmel dalam Arijanto (2002:56).


(50)

l a. Pengukuran awal

Pada saat penerbitan obligasi diukur berdasarkan nilai nominalnya. Dalam transaksi dipasar perdana obligasi dapat dijual lebih tinggi, sama dengan atau lebih kecil dari nilai nominalnya. Hal tersebut terkait dengan perbandingan tingkat kupon yang diberikan oleh obligasi dan tingkat suku bunga pasar. Apabila kupon yang diperjanjian oleh obligasi nilainya sama dengan tingkat suku bunga pasar yang berlaku, maka pembeli obligasi membayarkan uang sejumlah nilai nominal obligasi tersebut kepada penjual. Namun apabila kupon obligasi tersebut lebih tinggi dari tingkat suku bunga pasar yang berlaku, maka pembeli obligasi bersedia untuk mengkompensasi kelebihan kupon tersebut dengan pembayaran obligasi diatas nilai nominalnya. Kelebihan nilai pembayaran tersebut (premium) akan diamortisasi penjual (penerbit obligasi) selama masa umur obligasi. Demikian pula sebaliknya, maka penjual harus mengakui diskon yang diamortisasi selama umur obligasi.

b. Biaya emisi

Biaya emisi dikeluarkan oleh penerbit obligasi dalam rangka menerbitkan obligasi tersebut, sebagai contoh adalah biaya yang dikeluarkan penerbit untuk Profesi Penunjang Pasar Modal. Menurut Peraturan Bapepam No. VIII.G.7, biaya emisi efek hutang merupakan biaya transaksi yang harus dikurangkan langsung dari hasil emisi


(51)

li Selisih antara hasil emisi neto dengan nilai nominal merupakan

diskonto yang harus diamortisasi selama jangka waktu efek hutang tersebut.

c. Amortisasipremium atau diskon

Selama masa umur obligasi, perusahaan selaku issuer melakukan amortisasi atas premium atau diskon dan biaya-biaya yang timbul pada saat obligasi diterbitkan. Amortisasi dilakukan atas jumlah neto huruf a (premium atau diskon berasal dari selisih antara nilai transaksi obligasi dan nilai nominal obligasi) dan b (diskon berasal dari jumlah nilai emisi) diatas. Amoritsasi tersebut dapat dilakukan dengan metode tingkat suku bunga efektif maupun garis lurus.

d. Pencatatan beban kupon obligasi

Beban kupon obligasi dicatat secara akrual, yaitu beban kupon (bunga) harus diakui pada suatu periode waktu tertentu sekalipun kupon tersebut belum dibayarkan secara kas.

e. Pembayaran kupon obligasi

Tanggal pembayaran kupon obligasi merupakan tanggal realisasi pembayaran kas dari kupon obligasi. Pada saat kupon obligasi dibayarkan maka terjadi penghapusan hutang kupon obligasi yang sebelumnya dicatat secara akrual.


(52)

lii f. Pelunasan obligasi pada saat jatuh tempo

Pada saat obligasi jatuh tempo, perusahaan selaku penerbit melunasi obligasi tersebut sebesar nilai nominalnya ditambah hutang kupon.

g. Pelunasan obligasi sebelum saat jatuh tempo

Dalam suatu penerbitan obligasi, dimungkinkan bahwa penerbit melunasi obligasi lebih awal dari jatuh tempo yang diperjanjikan. Dalam transaksi ini dimungkinkan bahwa harga obligasi dipasar lebih besar, sama dengan atau lebih kecil dari pada nilai nominal. Apabila harga obligasi dipasar lebih besar dari pada nilai nominalnya maka penerbit harus mengakui kerugian, demikian pula sebaliknya.

2. Transaksi Obligasi Syariah (Sukuk) Ijarah

Penerbitan sukuk telah banyak dilaksanakan di luar negeri maupun di dalam negeri. Namun demikian, belum terdapat standar akuntansi yang mengatur secara khusus mengenai transaksi ini. Dalam bagian ini akan dibahas perlakuan akuntansi mengenai Ijarah dari Accounting and Auditing Organisation for Islamic Financial Intitution (AAOIFI) serta perlakuan akuntansi mengenai sukuk dengan menggunakan dasar akuntansi surat utang konvensional.

Perlakuan akuntansi dan pengungkapan transaksi ijarah diatur dalam AAOIFI dalam FAS No. 8 tentang. Dalam ketentuan tersebut perlakuan akuntansi dan pengungkapan transaksi ijarah tergantung dari


(53)

liii posisi apakah suatu perusahaan bertindak sebagai lessor atau lessee dan apakah transaksi ijarah yang dilakukan adalah operating ijarah atau

subleases.

a. Operating Ijarah

Obligasi syariah (sukuk) ijarah korporasi yang ada di indonesia termasuk dalam kategori transaksi operating ijarah, hal ini dikarenakan tidak terdapat perpindahan kepemilikan obyek ijarah dari lessor

kepada lessee. 1) Lessor

a) Aset yang diperoleh untuk ijarah

(1) Aset yang diperoleh untuk ijarah harus diakui sebesar

historical cost. Historical cost dari aset yang diperoleh untuk ijarah termasuk harga pembelian neto ditambah semua beban yang diperlukan agar aset siap digunakan, seperti beban bea dan cukai, pajak, beban pengangkutan, asuransi, instalasi, pengujian, dan sebagainya.

(2) Jika terdapat pengurangan material bersifat permanen atas nilai residu (estimasian) aset ijarah dapat diantisipasi, maka pengurangan tersebut harus diestimasi dan diakui sebagai suatu kerugian dan dibebankan pada periode keuangan pada saat pengurangan tersebut terjadi.


(54)

liv (3) Aset ijarah harus didepresiasikan atas suatu dasar yang konsisten dengan kebijakan depresiasi normal lessor untuk aset sejenis.

(4) Aset ijarah harus disajikan dalam neraca lessor pada pos investasi dalam aset ijarah.

b) Pendapatan Ijarah

Pendapatan ijarah harus dialokasikan secara proporsional pada periode keuangan dalam masa ijarah. Biaya langsung awal biaya langsung awal dibebankan oleh lessor

untuk menyusun perjanjian ijarah, apabila material, harus dialokasikan untuk periode dalam masa ijarah dalam suatu pola yang konsisten dengan yang digunakan untuk mengalokasikan pendapatan ijarah. Jika biaya-biaya ini tidak material maka biaya-biaya tersebut harus dibebankan secara langsung dalam laporan laba rugi sebagai suatu beban pada periode keuangan dimana perjanjian ijarah tersebut dibuat.

c) Pemeliharaan aset ijarah

(1) Pemeliharaan yang diperlukan untuk aset ijarah, jika tidak material, harus diakui dalam periode keuangan pada saat terjadinya.

(2) Jika pemeliharaan tersebut material dan jumlahnya berbeda dari tahun ke tahun selama masa ijarah, untuk pemeliharaan tersebut harus dibebankan secara reguler atas penghasilan.


(55)

lv (3) Jika lessee melakukan pemeliharaan atas aset ijarah dengan izin dari lessor dan biaya atas pemeliharaan tersebut dibebankan kepada lessor, maka lessor harus mengakui pemeliharaan tersebut sebagai suatu beban pada periode keuangan pada saat timbulnya beban tersebut.

d) Pada akhir periode keuangan

(1) Amortisasi biaya langsung awal, jika material, harus diakui sebagai suatu beban periode.

(2) Jika biaya untuk pemeliharaan telah terjadi, biaya perbaikan dialokasikan pada periode terjadinya.

(3) Aset ijarah harus didepresiasi sesuai dengan kebijakan depreseasi normal lessor untuk aset sejenis.

2) Lessee

a) Beban ijarah

Cicilan ijarah harus dialokasikan selama periode keuangan dari masa ijarah dan harus diakui pada periode keuangan dimana cicilan tersebut terjadi. Cicilan ijarah harus disajikan dalam laporan laba rugi lessee sebagai beban ijarah.

b) Biaya langsung awal

Biaya langsung awal dibebankan oleh lessee untuk menyusun perjanjian ijarah, jika material, harus dialokasikan pada periode dalam masa ijarah dalam suatu pola yang konsisten dengan yang digunakan untuk mengalokasikan beban ijarah. Jika


(56)

lvi biaya-biaya tersebut tidak material, biaya-biaya tersebut harus dibebankan langsung sebagai suatu beban pada periode keuangan dimana perjanjian ijarah tersebut dibuat.

b. Sublease

Pada saat suatu perusahaan mengijarahkan asset ijarah kepada perusahaan lain dimana asset tersebut merupakan asset yang diijarah

perusahaan dari pihak ketiga, perlakuan akuntansi terkait dengan Perusahaan yang harus diterapkan adalah sebagai lessor dan lessee.

Perusahaan harus mengungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan mengenai kebijakan akuntansi yang diterapkan untuk perlakuan akuntansi transaksi ijarah operating ijarah.

1) Persyaratan keterbukaan jika perusahaan bertindak sebagai lessor. 2) Perusahaan harus mengungkapkan dalam catatan atas laporan

keuangan jumlah asset ijarah untuk setiap kelompok asset utama secara neto dari akumulasi depresiasi pada tanggal neraca.

3) Perusahaan harus mengungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan, dalam bentuk ringkasan, jumlah piutang cicilan ijarah.

Persyaratan keterbukaan jika perusahaan bertindak sebagai

lessee. Perusahaan harus mengungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan, dalam bentuk ringkasan, jumlah utang cicilan ijarah.


(57)

lvii D. Perlakuan Perpajakan

1. Pengertian Dasar Pajak

Pengertian pajak menurut Prof. Dr. P. J.A. Andriani sebagai berikut:

Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peratuaran dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara menyelenggarakan pemerintahan (Mohamad Gode,1995 dalam Irwansyah Lubis Lubis, 2006:5).

Definisi pajak menurut Undang-undang No. 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga Undang-undang ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah:

“Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Dari definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa:

a. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan ketentuan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.

b. Pajak merupakan kewajiban. c. Pajak dapat dipaksakan.

d. Jasa timbal tidak dapat ditunjukan secara langsung.

e. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemeritah. 2. Sistem pemungutan pajak

Dalam pemungutan pajak dikenal beberapa sistem pemungutan yaitu (Siti Resmi, 2005:10):


(58)

lviii a. Official assesment system

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif dan kegiatan menghitung serta memungut pajak sepenuhnya berada ditangan para aparatur perpajakan. Dengan demikian berhasil tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak bergantung pada aparatur perpajakan. b. Self assessment system

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang wajib pajak untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif dan kegiatan menghitung serta pelaksanaan pemungutan pajak berada ditangan wajib pajak. Wajib pajak dianggap mampu menghitung pajak, mampu memahami peraturan perpajakan yang sedang berlaku, dan mempunyai kejujuran yang tinggi, serta menyadari akan arti pentingnya pembayaran pajak. Oleh karena itu, wajib pajak diberi kepercayaan untuk:

1) Menghitung sendiri pajak yang terutang. 2) Memperhitungkan sendiri pajak terutang. 3) Membayar sendiri jumlah pajak terutang. 4) Melaporkan sendiri jumlah pajak terutang. 5) Mempertanggung jawabkan pajak terutang.


(59)

lix Dengan demikian berhasil tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak bayak tergantung pada wajib pajak sendiri.

c. With holding system

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku. Penunjukan pihak ketiga ini bisa dilakukan dengan undang-undang perpajakan, keputusan presiden dan peraturan lainnya untuk memotong dan memungut pajak, menyetorkan dan mempertanggung jawabkan melalui sarana perpajakan yang tersedia. Berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak tergantung pada pihak ketiga yang ditunjuk.

3. Azas keadilan dalam Pajak Penghasilan (PPh)

Azas keadilan dalam pemungutan pajak penghasilan ada dua yaitu:

a. Azas keadilan horizontal

Menurut Prof. R. Mansury, Ph.D dalam Irwansyah Lubis (2006:130), pajak penghasilan yang diinginkan sesuai dengan azas keadilan, maka perlu memegang teguh atau memenuhi syarat keadilan horizontal, antara lain:

1) Pengertian penghasilan adalah semua tambahan kemampuan ekonomis, yaitu semua tambahan kemampuan untuk dapat


(60)

lx menguasai barang dan jasa, dimasukkan dalam pengertian objek pajak atau pengertian penghasilan.

2) Globality: semua tambahan kemampuan itu merupakan ukuran dari keseluruhan kemampuan membayar, oleh karena itu harus dijumlahkan menjadi satu sebagai objek pajak.

3) Net Income: adalah jumlah neto setelah dikurangi semua biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan itu. 4) Personal exemption: untuk wajib pajak orang pribadi semua

pengurang untuk memelihara diri wajib pajak harus diperkenankan (PTKP).

5) Equal treatment for the equals: jumlah seluruh penghasilan yang memenuhi pengertian penghasilan, apabila junlahnya sama, dikenakan pajak dengan tarif sama, tanpa membedakan jenis-jenis penghasilan atau sumber penghasilan.

b. Azas keadilan vertikal

Menurut Prof. R. Mansury, Ph.D dalam Irwansyah Lubis (2006:131), pajak penghasilan yang diinginkan sesuai dengan azas keadilan, maka perlu memegang teguh atau memenuhi syarat keadilan vertikal, antara lain:

1) Unequal treatment for the unequal: yang membedakan besarnya tarif adalah jumlah seluruh penghasilan atau jumlah seluruh tambahan ekonomis, bukan karena perbedaan sumber penghasilan atau perbedaan jenis penghasilan.


(61)

lxi 2) Progression: apabila jumlah penghasilan seorang wajib pajak lebih besar, dia harus membayar pajak lebih besar dengan menetapkan tarif pajak yang prosentasenya lebih besar.

4. Definisi penghasilan menurut perpajakan

Menurut UU PPh No. 17 tahun 2000 pasal 4 ayat 1, “Penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun”.

5. Penghasilan terkait dengan transaksi obligasi

Menurut UU PPh No. 17 tahun 2000 pasal 4 ayat 1, Penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Jadi dalam transaksi obligasi terdapat beberapa penghasilan yang akan dikenakan pajak antara lain sebagai berikut: a. Penghasilan berupa diskonto

Dalam UU PPh No. 17 tahun 2000 pasal 4 ayat 1 poin f: “Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang”.


(62)

lxii b. Penghasilan Bunga

Dalam UU PPh No. 17 tahun 2000 pasal 4 ayat 1 poin f: “Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang”.

c. Keuntungan penjualan dan pengalihan harta

Dalam UU PPh No. 17 tahun 2000 pasal 4 ayat 1 poin d No. 1: “Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk: keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal”.

6. Dasar pengenaan pajak atas penghasilan terkait dengan obligasi Dalam UU PPh No. 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan, Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2002 tentang pajak penghasilan atas bunga dan diskonto obligasi yang diperdagangkan danatau dilaporkan perdagangannya di bursa efek, mengatur pengenaan pajak apa saja atas penghasilan obligasi dan KMK.121/KMK.03/2002 tentang tata cara pelaksanaan pemotongan pajak penghasilan atas bunga dan diskonto

obligasi yang diperdagangkan dan atau dilaporkan perdagangannya di bursa efek.

a. PPh final.

Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak berupa bunga dan diskonto obligasi yang diperdagangkan dan atau


(63)

lxiii dilaporkan perdagangannya di bursa efek dikenakan pemotongan pajak penghasilan yang bersifat final, kecuali bagi wajib pajak tertentu.

Besarnya pajak penghasilan sebagaimana dimaksud adalah: 1). Atas bunga obligasi dengan kupon (interest bearing bond) sebesar:

a) 20% bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT).

b) 20% atau tarif sesuai ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang berlaku, bagi Wajib Pajak penduduk/berkedudukan di luar negeri; dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan (holding period) obligasi.

2). Atas diskonto obligasi sebesar:

a) 20% bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT).

b) 20% atau tarif sesuai ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang berlaku, bagi wajib pajak penduduk/berkedudukan di luar negeri; dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi, tidak termasuk bunga berjalan (accrued interest).

Menurut KMK.121/KMK.03/2002 pasal 3 ayat 1 mengatur tentang pemotong Pajak Penghasilan (PPh) terkait dengan transaksi obligasi antara lain sebagai berikut:


(1)

xcvii B. Implikasi

Dari pembahasan dan kesimpulan yang telah disampaikan pada bagian sebelumnya, maka dapat disampaikan beberapa implikasi sebagai berikut: 1. Untuk memberikan pedoman terkait perlakuan akuntansi penerbitan sukuk,

perlu disusun suatu peraturan yang secara spesifik mengatur tentang perlakuan akuntansi penerbitan sukuk untuk emiten.

2. Bagi Direktorat Pajak sudah sewajarnya harus segera mengambil langkah untuk menyelesaikan masalah ini, mengingat sukuk merupakan instrumen keuangan yang sedang diminati bisa dilihat dengan over-subcribednya disetiap penerbitan sukuk oleh setiap emiten.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Achsien, Iggi H. “Mengenal Obligasi Syariah”,. Harian KOMPAS, 2003.

Agustianto. “Pasar Modal Syariah”, artikel diakses tangal 10 Maret 2007, dari http:////.www.PesantrenVirtual.pasar.modal.syariah

Anogara, Pandji. "Pengantar Pasar Modal Cetakan ke-5", Rineka Cipta, Jakarta, 2006.

Anonim. “Tanya Jawab Surat Berharga Syariah Negara (Sukuk Negara) Instrumen Keuangan Berbasis Syariah”, Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah, 2007.

Anonim. “Karakteristik dan Proses Transaksi Obligasi”, Sinar Harapan, 2003. Anonim.“Obligasi Alternatif Investasi Jangka Panjang”, artikel diakses tangal 26

Agustus 2008, dari http://www.pembelajar.com//ISOL//2007

Anonim. “Pengertian Obligasi” artikel diakses tangal 26 Agustus 2008, dari http://id.wikipedia.org/wiki/Obligasi

Anonim. “Sukuk akan Dikenakan Pajak”. artikel diakses tangal 10 Maret 2007, dari http://konsultasi-sukuk.blogspot.com/2007/12/sukuk-akan-dikenakan-pajak.html

Arijanto, Rachamat “Kebijakan Perpajakan Atas Penghasilan yang Diterima Atau Diperoleh Dari Transaksi Obligasi”, UI, Jakarta, 2002.

BAPEPEM-LK, “Himpunan Ketentuan pasar Modal Syariah Badab Pengawas Pasar Modal dan Lembaga keuangan”, BAPEPEM-LK, Jakarta, 2006 Budi, Aziz Azis Budi Setiawan.”Obligasi (Suukok) Syariah: Alternatif Pendanaan

Korporasi” (Peneliti di The Indonesia Economic Intelligence), 2004

Fatwa Dewan Syari'ah Nasional No: 32/DSN-MUI/IX/2002 Tentang Obligasi Syari’ah

Fatwa Dewan Syari'ah Nasional no. 41/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah.

Sofiniyah Gufron, Muhamad Aziz, Muhamad Firdaus, Mukhtar Alshodiq. “Briefcase Book Edukasi professional Syariah: konsep dasar obligasi syariah”, Renaisan, Jakarta, 2005.


(3)

xcix Hamid, Abdul. ”Pedoman Penulisan Skripsi”, FEIS UIN Syarif Haidayatullah,

Jakarta, 2007.

Hanif, Muhammad.”Obligasi Syariah dan Iklim Investasi dalam Seminar Indonesia Sharia Expo 2007)”, Danareksa, Jakarta, 2007.

Hasanuddin Aco. “Laporan Wartawan Persda Network” artikel diakses tangal 26 Agustus 2008, dari http://www.kompas.com/read/xml/2008/08/26/-14553496/peminat.sukuk.melonjak

Herawati, Reni. ” Sukuk Tak Kena Pajak Ganda”, artikel diakses tangal 10 Juli 2008, dari http://www.inilah.com/berita/ekonomi/2008/07/10/37797/sukuk-tak-kena-pajak-ganda/

Huda, Nurul. “Investasi Pada Pasar Modal Syariah”, Kencana Prenada, Jakarta, 2007.

Indriantoro, Nur. “Metodelogi penelitian bisnis”, BPIE, Yogjakarta. 2004

Iswahjudi A.Karim, Mirza A. Karim. “Obligasi Syariah: Suatu Tinjauan Hukum”, Jurnal Hukum dan Pasar Modal Volume II/Edisi 3 April-Juli, Himpunan Konsuktan Hukum Pasar Modal (HKPM), 2006.

Kagramanto, L. Budi. “Penggunaan Obligasi Sebagai Wahana Investasi dan Pendanaan Pasar Modal”, Fakultas hukum Universitas Airlangga, 2000. KMK No.121/KMK.03/2002 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemotongan Pajak

Penghasilan atas Bunga dan Diskonto Obligasi Yang Diperdagangkan dan atau Dilaporkan Perdagangannya di Bursa Efek.

Karim, Adiwarman. “Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan Edisi Kedua”. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004.

Lubis, Irwansyah. Hukum Pajak Indonesia Suatu Pengantar, Yayasan Pendidikan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (YP2SDM), Jakarta, 2006. Muchtasib, Ach. Bakhrul. “Sekuritas Syariah”, artikel diakses tangal 10 Maret

2007, dari http://www.msi-uii.net/.sekuritas.syariah

P. Pontjowinoto, Iwan. "Prinsip Syariah di Pasar Modal, Pandangan Praktisi", Modal Publication, Jakarta, 2003.

Peraturan Pemerintah No.6 tahun 2002, Tentang Pajak Penghasilan Atas Bunga dan Diskonto Obligasi yang Diperdagangkan dan atau Dilaporkan Perdagangannya di Bursa Efek. Mengatur Pengenaan Pajak Apa Saja Atas Penghasilan Obligasi


(4)

Resmi, Siti. “Perpajakan: Teori dan kasus”, Salemba Empat, Jakarta, 2005. Sukardji, Untung. Pokok-pokok Pajak Pertambahan Nilai Indonesia, PT. Raja

Grafindo Persada, Jakarta, 2004.

Tim DSAK IAI. “Studi Standar Akuntansi Syariah Di Pasar Modal”, Bapepam-LK, Jakarta, 2007.

undang No. 17 tahun 2000 Tentang Perubahan ketiga atas Undang-Undang No. 7 tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan.

Yusuf, Chandra. "Obligasi & Keabsahan Audit Dokumen". Bisnis-Indonesia, 14 Juni 2006.


(5)

ci

IDENTITAS PRIBADI

Nama : Sri Utaminingsih

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta/31 Desember 1985

Agama : Islam

Tempat tinggal : Jl. WR. Supratman Gg. Bacang No.95 Rt

03/09 Cempaka Putih, Ciputat timur

Telepon : 08567 939 001

Email : tami_okeh@yahoo.co.id

PENDIDIKAN FORMAL

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta : 2004 – 2008

SMUN 2 Ciputat : 2001 – 2004

SLTP Al- Islam - Semarang : 1998 - 2001

MI Al- Islam-Semarang : 1992 – 1998

PENGALAMAN ORGANISASI

HMI UIN Syarif Hidayatullah : 2004– 2005 Humas ROHIS SMUN 2 Ciputat : 2002 – 2003 Wakil Ketua OSIS SLTP Al-Islam : 1999 - 2000


(6)