Penghasilan terkait dengan transaksi obligasi Dasar pengenaan pajak atas penghasilan terkait dengan obligasi

lxi 2 Progression: apabila jumlah penghasilan seorang wajib pajak lebih besar, dia harus membayar pajak lebih besar dengan menetapkan tarif pajak yang prosentasenya lebih besar.

4. Definisi penghasilan menurut perpajakan

Menurut UU PPh No. 17 tahun 2000 pasal 4 ayat 1, “Penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun”.

5. Penghasilan terkait dengan transaksi obligasi

Menurut UU PPh No. 17 tahun 2000 pasal 4 ayat 1, Penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Jadi dalam transaksi obligasi terdapat beberapa penghasilan yang akan dikenakan pajak antara lain sebagai berikut: a. Penghasilan berupa diskonto Dalam UU PPh No. 17 tahun 2000 pasal 4 ayat 1 poin f: “Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang”. lxii b. Penghasilan Bunga Dalam UU PPh No. 17 tahun 2000 pasal 4 ayat 1 poin f: “Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang”. c. Keuntungan penjualan dan pengalihan harta Dalam UU PPh No. 17 tahun 2000 pasal 4 ayat 1 poin d No. 1: “Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk: keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal”.

6. Dasar pengenaan pajak atas penghasilan terkait dengan obligasi

Dalam UU PPh No. 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan, Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2002 tentang pajak penghasilan atas bunga dan diskonto obligasi yang diperdagangkan danatau dilaporkan perdagangannya di bursa efek, mengatur pengenaan pajak apa saja atas penghasilan obligasi dan KMK.121KMK.032002 tentang tata cara pelaksanaan pemotongan pajak penghasilan atas bunga dan diskonto obligasi yang diperdagangkan dan atau dilaporkan perdagangannya di bursa efek. a. PPh final. Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak berupa bunga dan diskonto obligasi yang diperdagangkan dan atau lxiii dilaporkan perdagangannya di bursa efek dikenakan pemotongan pajak penghasilan yang bersifat final, kecuali bagi wajib pajak tertentu. Besarnya pajak penghasilan sebagaimana dimaksud adalah: 1. Atas bunga obligasi dengan kupon interest bearing bond sebesar: a 20 bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap BUT. b 20 atau tarif sesuai ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda P3B yang berlaku, bagi Wajib Pajak pendudukberkedudukan di luar negeri; dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan holding period obligasi. 2. Atas diskonto obligasi sebesar: a 20 bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap BUT. b 20 atau tarif sesuai ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda P3B yang berlaku, bagi wajib pajak pendudukberkedudukan di luar negeri; dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi, tidak termasuk bunga berjalan accrued interest. Menurut KMK.121KMK.032002 pasal 3 ayat 1 mengatur tentang pemotong Pajak Penghasilan PPh terkait dengan transaksi obligasi antara lain sebagai berikut: lxiv a Penerbit obligasi emiten atau kustodian yang ditunjuk selaku agen pembayaran, atas bunga yang diterima atau diperoleh pemegang obligasi dengan kupon pada saat jatuh tempo bungaobligasi, dan atas diskonto yang diterima atau diperoleh pemegang obligasi dengan kuponobligasi tanpa bunga pada saat jatuh tempo obligasi. b Perusahaan efek broker atau bank selaku pedagang perantara dealer, atas bunga dan diskonto obligasi yang diterima atau diperoleh penjual obligasi pada saat transaksi. c Perusahaan Efek broker, bank, dana pensiun, dan reksadana, selaku pembeli obligasi langsung tanpa melalui pedagang perantara, atas bunga dan diskonto obligasi yang diterima atau diperoleh penjual obligasi pada saat transaksi. b. Pajak Pertambahan Nilai Pajak pertambahan nilai merupakan pajak yang dipungut atas penyerahan Barang Kena Pajak BKP atau Jasa Kena Pajak JKP di dalam negeri. PPN merupakan pajak yang dikenakan terhadap pertambahan nilai tambah yang timbul akibat dipakainya faktor-faktor produksi disetiap jalur perusahaan dalam menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan dan memperdagangkan barang atau pemberian pelayanan jasa kepada para konsumen. Dasar hukum pengenaan PPN dan pajak penjualan adalah undang-undang RI Nomor 8 Tahun 1984 lxv sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 18 Tahun 2000 tentang PPN dan PPN-BM. Menurut undang-undang PPN pasal 1 ayat 3, bahwa BKP adalah barang berwujud yang menurut suatu sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang ini. Pada ayat 6 undang-undang PPN menyatakan bahwa pengertian JKP adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dihasilkan utuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan. 1 Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. a Setiap PKP yang menyerahkan BKP atau JKP wajib membuat faktur pajak untuk memungut pajak yang terutang yang dinamakan pajak keluaran output tax. b Pada saat PKP membeli BKP atau menerima JKP dari PKP lain, juga membayar pajak yang terutang yang dinamakan pajak masukan input tax. c Pada akhir masa pajak, pajak masukan dikreditkan dengan pajak keluaran. Dalam hal jumlah pajak keluaran lebih besar daripada jumlah pajak masukan, maka kekurangannya dibayar lxvi ke kas negara selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya Untung Sukardji, 2004:27. 2 Dasar Pengenaan Pajak dan Tarif PPN. Pasal 1 angka 17 UU PPN 1984 merumuskan: “Dasar pengenaan pajak adalah jumlah harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor atau nilai lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang”. a Harga jual adalah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta oleh penjual karena BKP dan tidak termasuk PPN. b Penggantian merupakan nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan JKP, tidak termasuk pajak yang dipungut. c Nilai impor merupakan nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang- undangan pabean untuk impor barang kena pajak. d Nilai ekspor merupakan nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir. e Nilai lain adalah suatu nilai berupa uang yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak bagi penyerahan BKP atau JKP yang memenuhi kriteria tertentu berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan RI. Nomor 567KMK.042000. lxvii Berdasarkan pasal 4 UU No. 18 tahun 2000, PPN dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak di daerah pebean yang dilakukan oleh pengusaha kena pajak. Hal-hal yang termasuk dalam pengertian penyerehan barang kena pajak adalah: a Penyerahan hak atas barang kena pajak karena suatu perjanjian. b Pengalihan barang kena pajak oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan perjanjian leasing. c Penyerahan barang kena pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang. d Pemakaian sendiri dan atau pemberian cuma-cuma atas barang pajak. e Persediaan barang kena pajak dan aktiva menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, sepanjang pajak pertambahan nilai atas perolehan aktiva terssebut menurut ketentuan dapat dikreditkan. f Penyerahan barang kena pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan barang kena pajak antar cabang. g Penyerahan barang karena konsinyasi. Tarif PPN seperti diatur dalam pasal 7 UU PPN 1984 sebagai berikut Untung Sukardji, 2004:29: a Tarif PPN adalah 10. b Tarif PPN atas ekspor BKP adalah nol persen 0. lxviii c Dengan peraturan pemerintah, tarif sebagaimaana dimaksudkan pada ayat 1 dapat diubah menjadi serendah-rendahnya 5 dan setinggi-tingginya 15. 3 Pajak Pertambahan Nilai PPN atas transaksi sukuk ijarah. Atas penyerahan BKP dari underlying asset sukuk ijarah akan dikenakan PPN. Berdasarkan pasal 4 UU No. 18 tahun 2000, PPN dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak di daerah pebean yang dilakukan oleh pengusaha kena pajak. Hal-hal yang termasuk dalam pengertian penyerehan barang kena pajak adalah: a Penyerahan hak atas barang kena pajak karena suatu perjanjian. b Pengalihan barang kena pajak oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan perjanjian leasing. lxix

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengungkapkan suatu masalah, keadaan dan peristiwa yang sesungguhnya terjadi atas transaksi obligasi syariah sukuk khususnya sukuk ijarah. Dalam penelitian ini pembahasan akan dibatasi sebatas pada masalah obligasi syariah ijarah serta implikasi pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2002 tentang pajak penghasilan atas bunga dan diskonto obligasi yang diperdagangkan di Bursa Efek, UU No. 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan dan UU No.18 tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai.

B. Metode Pengumpulan Sampel

1. Populasi Populasi yang diamati untuk penelitian ini adalah perusahanaan yang telah menerbitkan obligasi syariah sukuk Ijarah dan tercatat di Bursa Efek Indonesia BEI. 2. Sampel Sampel yang diambil yaitu: a. PT. Matahari Putra Prima Tbk. b. PT. Sona Topas Tourism Industri Tbk. c. PT. Berlina Tbk.